KOPERASI KARYAWAN DEPARTEMEN KEHUTANAN
Dwi Puji Yuliastuti 20205376
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma
ABSTRAK
Dalam hal menjalankan kegiatan usahanya, koperasi tidak hanya dituntut untuk meningkatkan profitabilitas dan kesejahteraan anggotanya, tetapi juga harus menjaga keberlangsungan usahanya (survive). Tujuan keberlanjutan usaha dapat diartikan sebagai maksimasi dari nilai koperasi, yang merupakan nilai sekarang dari koperasi itu terhadap prospek masa depannya melalui penyaluran kredit kepada anggotanya. Dalam penyaluran kredit tersebut, koperasi bukan tanpa resiko dan kendala. Resiko yang mungkin terjadi adalah kredit macet yang dapat membuat siklus hidup koperasi terganggu.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor yang menentukan pemberian kredit, dan dari hasil penelitian didapat dua variabel yang mempengaruhi kelayakan dalam pemberian kredit, yaitu golongan karyawan, dimana rata-rata untuk golongan 1 dan golongan 2 masuk ke kategori kredit tidak lancar sedangkan untuk golongan 3 dan golongan 4 masuk ke kategori kredit lancar. Dan untuk variabel tanggungan, rata- rata debitur dengan jumlah anak 1 sampai 2 orang masuk ke kategori debitur kredit lancar, sedangkan rata-rata debitur dengan jumlah anak di atas 3 orang masuk ke kategori debitur kredit tidak lancar. Dalam penelitian ini diperoleh ketepatan prediksi dari model adalah 97%. Oeh karena angka ketepatan tinggi, maka model diskriminan dapat digunakan untuk menganalisis layak dan tidaknya pemberian kredit kepada calon debitur.
Kata kunci : Faktor yang Menentukan Pemberian Kredit, Analisis Diskriminan
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia mempunyai tiga sektor kekuatan ekonomi yang melaksanakan berbagai kegiatan usaha dalam tata kehidupan perekonomian. Ketiga sektor tersebut adalah sektor negara, swasta, dan koperasi. Untuk mencapai kedudukan ekonomi yang kuat dan mencapai masyarakat adil dan makmur, maka ketiga sektor itu harus saling berhubungan dan bekerjasama secara baik dan teratur.
Menurut Bank Dunia, di negara Indonesia terdapat 16% dari jumlah penduduk hidup dalam kemiskinan. Artinya, kurang lebih 33 juta orang Indonesia hidup dengan kesulitan keuangan. Pemerintah Indonesia sudah lama berjuang untuk mengurangi angka kemiskinan dan sudah ada banyak program serta kebijakan yang terlaksana untuk mengatasi masalah tersebut.
Salah satu program yang sedang dianjurkan oleh pemerintah untuk mengatasi
masalah tersebut adalah dengan program penyaluran kredit melalui lembaga
keuangan informal, seperti koperasi. Dalam perkembangannya, lembaga keuangan
informal lebih mudah bagi debitur dalam permohonan kredit, karena sifatnya yang
lebih fleksibel dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat pada
persyaratan perbankan dalam hal pencairan kredit. Akhir-akhir ini, kopersi simpan
pinjam di Indonesia memainkan peranan penting dalam mengurangi angka
kemiskinan. Koperasi tersebut berusaha untuk menyejahterakan dan menyediakan
pembinaan bagi anggotanya. Sehingga, anggota dapat berkembang maju dan
mencapai status kehidupan yang lebih baik.
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, koperasi tidak hanya dituntut untuk meningkatkan profitabilitas dan kesejahteraan anggotanya, tetapi juga harus menjaga keberlangsungan usahanya (survive). Tujuan keberlanjutan usaha dapat diartikan sebagai maksimasi dari nilai koperasi, yang merupakan nilai sekarang dari koperasi itu terhadap prospek masa depannya melalui penyaluran kredit kepada anggotanya.
Kenyataannya koperasi menghadapi kendala dalam pemberian kredit bagi
anggotanya. Salah satu kendala yang sangat mendarah daging dalam penyaluran
kredit adalah adanya kredit macet. Dengan demikian, untuk mengatasi masalah
tersebut perlu adanya analisa terlebih dahulu mengenai faktor-faktor apa yang
mempengaruhi kelayakan dalam pemberian kredit.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asal Terjadinya Kredit
Kredit menurut Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti (2004) sesungguhnya berasal dari bahasa latin credere yang berarti kepercayaan, atau credo yang berarti saya percaya. Jadi seandainya seseorang memperoleh kredit, berarti ia memperoleh kepercayaan (trust).
Terjadinya kredit pada mulanya disebabkan oleh perbedaan pendapatan dan pengeluaran diantara kelompok masyarakat. Dilihat dari pendapatan (income/Y) dan pengeluaran (expenditure/E) maka kelompok masyarakat dapat dibagi ke dalam 3 golongan, yaitu: (Siswanto Sutojo, 1997)
a. Golongan 1, yang pendapatannya lebih besar dari pengeluarannya (Y>E) b. Golongan 2, yang pendapatannya sama besar dengan pengeluarannya (Y=E) c. Golongan 3, yang pendapatannya lebih kecil dari pengeluarannya (Y<E)
Khusus untuk Golongan 2 tidak ditemukan masalah, sedangkan untuk
Golongan 1, dengan adanya surplus pendapatan atas pengeluaran tidak pula
menimbulkan hal yang serius, bahkan mungkin merupakan suatu hal yang baik. Yang
menjadi persoalan ialah Golongan 3, dimana ada defisit pendapatan atas pengeluaran,
yang jalan satu-satunya adalah dengan cara menutup defisit dengan pinjaman yang
berasal dari Golongan 1.
2.2 Pengertian Kredit
Menurut Thomas Suyatno (1999), istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti kepercayaan (truth atau faith). Oleh karena itu, dasar dari kredit ialah kepercayaan. Seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) di masa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan.
Menurut Undang-undang Nomor 14 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah :
“penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain dalam hal mana pihak peminjam berkewajiban melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan bunga yang telah ditetapkan”.
Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi yang akan terjadi pada waktu yang akan datang. Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang, dengan demikian transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit. Kredit berfungsi kooperatif antara si pemberi dan si penerima kredit atau antara kreditur dan debitur, mereka menarik keuntungan dan saling menaggung resiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen-komponen kepercayaan, resiko dan pertukaran ekonomi. (Untung Budi, 2000)
Menurut Raymond P. Kent yang dikutip oleh Thomas Suyatno (1999) kredit
adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan
pembayaran pada waktu diminta, atau pada waktu yang akan datang, karena
penyerahan barang-barang sekarang.
Sedangkan pengertian kredit menurut Amir Rajab Batubara yang dikutip oleh Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti (2004) kredit adalah suatu pemberian prestasi yang mana balas prestasinya akan terjadi pada suatu waktu di hari yang akan datang.
2.3 Tujuan Kredit
Dalam membahas tujuan kredit, kita tidak dapat melepaskan diri dari falsafah yang dianut oleh suatu negara. Di negara-negara liberal, tujuan kredit didasarkan kepada usaha untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip ekonomi yang dianut oleh negara yang bersangkutan, yaitu dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Oleh karena pemberian kredit dimaksud untuk memperoleh keuntungan, maka bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya dalam bentuk kredit, jika ia betul-betul merasa yakin bahwa nasabah yang akan menerima kredit itu mampu dan mau mengembalikan kredit yang diterimanya. Dari faktor kemampuan dan kemauan tersebut, tersimpul unsur keamanan (safety) dan sekaligus juga unsur keuntungan (profitability) dari suatu kredit. Dan kedua unsur tersebut saling berkaitan.
Keamanan atau safety yang dimaksud adalah bahwa prestasi yang diberikan dalam bentuk uang, barang atau jasa itu betul-betul terjamin pengembaliannya, sehingga keuntungan / profitability yang diharapkan itu dapat menjadi kenyataan.
Keuntungan atau profitability merupakan tujuan dari pemberian kredit yang
terjelma dalam bentuk bunga yang diterima. Dan karena Pancasila adalah sebagai
dasar falsafah negara kita, maka tujuan kredit tidak semata-mata mencari keuntungan,
melainkan disesuaikan dengan tujuan negara, yaitu untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dengan demikian, maka tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank, khususnya bank pemerintah yang akan mengembangkan tugas sebagai agent of development adalah untuk :
a. Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan.
b. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
c. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin, dan dapat memperluas usahanya.
Dari tujuan tersebut, menurut Thomas Suyatno (1999) tersimpul adanya kepentingan yang seimbang antara kepentingan pemerintah, kepentingan masyarakat dan kepentingan pemilik modal (pengusaha).
2.4 Penilaian Pemberian Kredit
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Fitri Rahmadana (2002)
tentang Analisis Pemakaian Jasa Kredit Pada Perum Pegadaian Kantor Wilayah
Medan, dalam memutuskan persetujuan permintaan atau penambahan kredit,
perusahaan perlu mempertimbangkan kemauan dan kemampuan para calon debitur
untuk membayar (willing to pay). Oleh karena itu perusahaan harus merencanakan
standar pemilihan calon debitur. Menurut Weston dan Brigham (1998) dalam
pemilihan calon debitur dapat dilakukan dengan analisis 5C, ”to evaluate the credit
risk, credit managerial consider the five C’s of credit : character, capacity, capital,
collateral, condition.” Dan dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan
yaitu fungsi dan tujuan kredit yang telah dilaksanakan oleh perusahaan telah berjalan dengan baik, hal itu dapat dibuktikan dengan analisa data menunjukkan bahwa persepsi nasabah mengenai kebijaksanaan kredit yang dikenakan Perum Pegadaian Kanwil Medan sudah memuaskan, hal ini dapat dibuktikan dari hasil wawancara dengan total penilaian sebesar 610 berada diantara skala 600 sampai dengan 750.
Menurut Kasmir (2002) analisis kredit adalah suatu proses yang dimaksudkan untuk menganalisis atau menilai suatu permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur kredit sehingga dapat memberikan keyakinan kepada pihak kreditur bahwa proyek yang akan dibiayai dengan kredit tersebut cukup layak (feasible). Dengan adanya analisis kredit ini dapat dicegah secara dini kemungkinan terjadinya kegagalan debitur dalam memenuhi kewajibannya untuk melunasi kredit yang diterimanya. Kriteria penilaian yang harus dilakukan oleh kreditur untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan dilakukan dengan analisis penilaian pemberian kredit yang dikenal dengan prinsip 6C dan 7P.
Adapun penjelasan mengenai prinsip 6C adalah sebagai berikut : a. Character
Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak seorang calon debitur benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang calon debitur yang bersifat pribadi seperti : gaya hidup, keadaan keluarga, hobi serta perilaku calon debitur. Ini semua merupakan ukuran ”kemauan” membayar kredit yang diterimanya.
b. Capacity
Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dibidang bisnis yang dihubungkan
dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan kemampuannya
dalam memahami ketentuan-ketentuan pemerintah. Begitu pula dengan kemampuannya dalam menjalankan usahanya selama ini. Pada akhirnya akan terlihat ”kemampuan” calon debitur dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.
c. Capital
Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dapat dilihat dari laporan keuangan dengan melakukan pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas. Capital juga harus dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini.
d. Collateral
Collateral merupakan jaminan yang diberikan calon debitur baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang “dititipkan” akan dapat dipergunakan secepat mungkin.
e. Condition of Economic
Kondisi ekonomi adalah keadaan ekonomi pada umumnya dan sifat sektor usaha calon debitur yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usahanya.
Demikian pula perkembangan teknologi dan perubahan kebijaksanaan pemerintah
khususnya mengenai ekonomi moneter yang mungkin dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup perusahaan calon debitur.
f. Constrain
Merupakan faktor hambatan atau rintangan berupa faktor-faktor sosial psikologis yang ada pada suatu daerah atau wilayah tertentu yang menyebabkan suatu proyek tidak dapat dilaksanakan .
2.5 Analisis Diskriminan Uji Variabel
Analisis diskriminan (Discriminant Analysis) adalah teknik multivariate yang termasuk Dependence Method, yakni adanya dependen dan independen. Dengan demikian, ada variabel yang hasilnya tergantung dari data variabel independen. Ciri khusus dari analisis diskriminan adalah data variabel dependen yang harus berupa data kategori, sedangkan data independen justru berupa data non kategori.
Tujuan analisis diskriminan secara umum adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang jelas antara grup pada variabel dependen, atau bisa dikatakan apakah ada perbedaan antara anggota grup 1 dengan anggota grup 2. (Singgih Santoso, 2005)
Z
jk= a+W
1X
1k+W
2X
2k+ .. + W
nX
nkDimana :
Z
jk: Nilai diskriminan Z dari fungsi diskriminan j untuk objek k a : Intersep
W
i: Koefisien diskriminan untuk variabel independen ke-i
X
ik: Nilai variabel ke-i untuk objek ke-k
III. PEMBAHASAN 3.1 Deskripsi Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang berupa data nasabah penerima kredit yang diperoleh dengan cara mengunjungi objek penelitian, serta melakukan observasi dan data sekunder berupa data primer yang diolah lebih lanjut dengan menggunakan bantuan software SPSS 17.0. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah random sampling, dimana pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata dan populasi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sembilan variabel dengan variabel terikat (tidak bebas) adalah kredit, sedangkan variabel bebas terdiri dari usia debitur, golongan pegawai, besar pinjaman, jangka waktu pinjaman, angsuran per bulan, jasa per bulan, besarnya pembayaran per bulan, serta jumlah anak yang menjadi tanggungan. Kemudian, untuk variabel tidak bebas (kredit) akan dikategorikan dalam angka 0 untuk grup layak menerima kredit dan angka 1 untuk grup tidak layak menerima kredit.
3.2 Pengujian Variabel Bebas / Pembahasan
Langkah pertama pada analisis diskriminan yaitu menguji apakah semua
variabel independent (bebas) berbeda secara nyata dengan variabel dependent (tidak
bebas), sehingga dapat diketahui layak dan tidaknya dianalisis pada tabel di bawah
ini:
Tests of Equality of Group Means
Wilks' Lambda F df1 df2 Sig.
usia .998 .202 1 98 .654
golongan karyawan .894 2.182 1 98 .000
tanggungan .776 28.248 1 98 .000
pinjaman .941 6.165 1 98 .015
waktu .957 4.396 1 98 .039
angsuran .964 3.676 1 98 .058
jasa .969 3.140 1 98 .080
pembayaran .962 3.848 1 98 .053
Sumber : data diolah SPSS, 2009
Analisis :
Tabel di atas adalah hasil pengujian untuk setiap variabel bebas yang ada.
Keputusan bisa diambil lewat dua cara, yaitu : a. Dengan angka Wilk’s Lambda
Angka Wilk’s lambda berkisar 0 sampai 1. Jika angka mendekati 0 maka data tiap grup cenderung berbeda, sedangkan jika angka mendekati 1, data tiap grup cenderung sama. Dari tabel terlihat angka Wilk’s Lambda berkisar antara 0,776 sampai 0,998 (mendekati 1). Dari kolom sig. bisa dilihat bahwa variabel usia, jasa, dan pembayaran yang cenderung tidak berbeda. Hal ini, berarti usia, angsuran, jasa, dan pembayaran untuk calon debitur yang layak atau tidak layak mendapatkan kredit tidak berbeda secara nyata.
b. Dengan F. Test Lihat angka sig.
Jika sig. > 0,05, berarti tidak ada perbedaan antar grup
Jika sig. < 0,05, berarti ada perbedaan antar grup.
Contoh analisis dengan menggunakan Uji F :
1. Variabel golongan karyawan, angka sig. adalah di bawah 0,05 (0,000). Hal ini berarti ada perbedaan antar grup, atau debitur yang layak atau tidak layak mendapatkan kredit terkait dengan golongan karyawan dari debitur tersebut.
Mungkin debitur dengan golongan tinngi (dilihat dari ijazah terakhir dan gaji pokok karyawan selama satu bulan) akan lebih layak mendapatkan kredit dibanding dengan golongan rendah.
2. Variabel tanggungan, angka sig. adalah di bawah 0,05 (0,000). Hal ini berarti ada perbedaan antar grup, atau debitur yang layak atau tidak layak mendapatkan kredit terkait dengan jumlah tanggungan dari debitur tersebut. Mungkin, debitur yang lebih sedikit tanggungannya akan lebih layak mendapatkan kredit dibanding dengan mereka yang banyak memiliki tanggungan.
3. Variabel usia, angka sig. di atas 0,05 (0,654). Hal ini berarti usia dari seorang calon debitur tidak mempengaruhi layak tidaknya debitur mendapatkan kredit.
Kesimpulan ini sama dengan jika berpatokan pada angka Wilk’s Lambda yang hampir mendekati 1 untuk variabel usia
Dari delapan variabel di atas, ada empat variabel yang berbeda secara nyata untuk dua grup diskriminan, yaitu golongan karyawan, jumlah tanggungan yang dimiliki debitur, besar pinjaman yang diajukan dan lama angsuran pembayaran.
3.3 Uji Varians
Untuk menguji apakah data yang ada sudah memenuhi asumsi analisis
diskriminan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Test Results
Box's M 127.499
Approx. 4.200
df1 28
df2 29701.675
F
Sig. .205
Tests null hypothesis of equal population covariance matrices.
Sumber : Data diolah SPSS, 2009
Analisis :
Jika analisis ANOVA dan angka Wilk’s Lambda menguji means (rata-rata) dari setiap variabel, maka Box’s M menguji varians dari setiap variabel.
Analisis diskriminan mempunyai asumsi bahawa :
a. Varians variabel bebas untuk tiap grup seharusnya sama. Jika demikian, seharusnya varians dari debitur yang layak mendapatkan kredit sama dengan varians dari debitur yang tidak layak mendapatkan kredit.
b. Varians diantara variabel-variabel bebas seharusnya juga sama. Jika demikian, seharusnya varians dari golongan karyawan sama dengan variabel tanggungan, sama dengan variabel pinjaman dan sebagainya.
Kedua pengertian di atas disimpulkan, seharusnya group covariance matrices adalah relatif sama, yang diuji dengan alat Box’s M dengan ketentuan : 1. Hipotesis
Ho : group covariance matrices adalah relatif sama
Ha : group covariance matrices adalah berbeda secara nyata
2. keputusan dengan dasar signifikansi (lihat angka sig.) : Jika sig. > 0,05, berarti Ho diterima
Jika sig. < 0,05, berarti Ha diterima
Dari tabel terlihat bahwa angka sig. di atas 0,05 yaitu (0,205), yang berarti data di atas sudah memenuhi asumsi analisis diskriminan, sehingga proses dapat dilanjutkan.
3.4 Variables in the Analysis
Sumber: Data diolah SPSS, 2009
Variables in the Analysis
Step Tolerance
Sig. of F to Remove
Min. D Squared
Between Groups
1 golongan 1.000 .000
golongan .991 .000 1.146 0 and 1
2
tanggungan .991 .000 9.545 0 and 1
Tabel dia atas dan tabel selanjutnya sebenarnya hanyalah perincian (detail) dari proses stepwise pada tabel sebelumnya.
1. Pada step 1, variabel golongan karyawan adalah variabel pertama yang masuk ke
dalam Model Diskriminan. Hal ini disebabkan variabel tersebut mempunyai
angka Sig. of F to Remove 0,000 (jauh di bawah 0,05). Variabel golongan
karyawan yang secara nyata mempengaruhi kelayakan dalam pemberian kredit
bagi debitur disebabkan karena golongan karyawan yang terkait dengan
penggolongan gaji yang diterima oleh debitur berdasarkan ijazah pendidikan
terakhir yang tercatat dalam biro kepegawaian. Berdasarkan analisa penilaian kelayakan kredit yang biasa disebut dengan prinsip 6’C, yaitu character, capacity, collateral, capital, condition of economic, dan constrain, variabel golongan karyawan yang terkait dengan pemberian kredit sesuai dengan prinsip capital, yaitu penggolongan gaji dari golongan karyawan (golongan 1 dan golongan 2) yang memiliki gaji berkisar antara Rp. 800.000 sampai dengan Rp.1.500.000 cenderung termasuk kategori kredit debitur yang tidak lancar atau macet, sedangkan untuk golongan 3 dan golongan 4 dengan gaji berkisar Rp.2.500.000 sampai dengan Rp. 4.000.000 cenderung termasuk kategori kredit debitur yang lancar. Dengan demikian, hal tersebut sangat berpengaruh terhadap layak atau tidaknya seorang debitur mendapatkan kredit.
2. Pada step 2 atau terakhir, dimasukkan variabel tanggungan dan variabel ini memenuhi syarat yaitu angka Sig. of F to Remove 0,000 (jauh di bawah 0,05).
Variabel tanggungan yang secara nyata mempengaruhi kelayakan dalam
pemberian kredit bagi debitur, terkait dengan dengan jumlah anak yang menjadi
tanggungan debitur. Rata-rata debitur yang tergolong tidak lancar dalam
pembayaran kredit memiliki jumlah tanggungan anak sebanyak 4 sampai 5 orang
anak, sedangkan rata-rata debitur yang tergolong lancar dalam pembayaran kredit
memiliki jumlah anak 1 sampai 2 orang. Hal ini terkait dengan program Keluarga
Berencana yang sampai saat ini masih dianjurkan oleh Pemerintah, dimana untuk
satu anggota keluarga hanya memiliki dua orang anak saja ternyata dapat
mengurangi resiko terjadinya kredit macet.
3.5 Tahap pengeluaran variabel bebas
Tabel di bawah ini adalah kebalikan dari tabel sebelumnya, dimana pada tabel ini yang dinyatakan adalah proses pengeluaran variabel secara bertahap .
1. Pada tahap 0 (keadaan awal), kedelapan variabel secara lengkap dinyatakan dengan Sig. of F to Enter sebagai faktor penguji. Terlihat Sig. of F to Enter yang terkecil adalah variabel golongan karyawan dan tanggungan. Maka, kedua variabel tersebut dikeluarkan dari step 0 tersebut, yang berarti variabel tersebut bukan termasuk variabel yang dianalisis.
2. Pada tahap 1, sekarang terlihat ada 7 variabel, dan proses terus berjalan, dengan pedoman angka Sig. of F to Enter harus di bawah 0,05, dan jika mungkin diambil angka terkecil. Terlihat variabel tanggungan sekarang mempunyai angka Sig. of F to Entere terkecil (0,000), sehingga variabel tersebut dikeluarkan.
3. Pada tahap 2, sekarang terlihat ada enam variabel dan terlihat keenam variabel tersebut mempunyai angka Sig. of F to Enter di atas 0,05 (dapat dilihat di Tabel 4.7 kolom Sig. of F to Enter). Oleh karena sudah tidak ada variabel yang memenuhi syarat, maka proses pengeluaran variabel berhenti, dan keenam variabel sisa tersebut dikeluarkan, yang berarti keenamnya termasuk pada Variables Not in the Analysis atau variabel yang tidak dianalisis lebih lanjut.
Variables Not in the Analysis
Step Tolerance Min. Tolerance
Sig. of F to
Enter Min. D Squared
Between Groups
usia 1.000 1.000 .654 .008 0 and 1
0 Layak
golongan karyawan
1.000 1.000 .000 9.545 0 and 1
tanggungan 1.000 1.000 .000 1.146 0 and 1
pinjaman 1.000 1.000 .015 .250 0 and 1
waktu 1.000 1.000 .039 .178 0 and 1
angsuran 1.000 1.000 .058 .149 0 and 1
jasa 1.000 1.000 .080 .127 0 and 1
pembayaran 1.000 1.000 .053 .156 0 and 1
usia .999 .999 .620 9.579 0 and 1
tanggungan .991 .991 .000 11.409 0 and 1
pinjaman .922 .922 .316 9.686 0 and 1
waktu .958 .958 .572 9.590 0 and 1
angsuran .940 .940 .310 9.690 0 and 1
jasa .930 .930 .201 9.776 0 and 1
1 Tidak Layak
pembayaran .931 .931 .249 9.733 0 and 1
usia .998 .990 .740 11.426 0 and 1
pinjaman .916 .910 .221 11.652 0 and 1
waktu .941 .941 .320 11.569 0 and 1
angsuran .938 .930 .262 11.613 0 and 1
jasa .904 .904 .076 11.924 0 and 1
2
pembayaran .923 .919 .164 11.723 0 and 1
Sumber : Data diolah SPSS, 2009
Dari tabel di atas terlihat bahwa variabel usia secara nyata tidak
mempengaruhi kelayakan dalam pemberian kredit, karena lancar atau tidaknya
seorang debitur menyelesaikan kewajibannya tidak tergantung dari usia debitur yang
rata-rata berusia 30 sampai dengan 55 tahun tidak menentukan kelayakan dalam
pemberian kredit. Untuk variabel pinjaman tidak mempengaruhi kelayakan dalam
pemberian kredit, karena tidak ada pembatasan besar pinjaman pada pengajuan
pinjaman oleh debitur. Sedangkan, variabel waktu dan angsuran juga tidak
berpengaruh secara signifikan, karena adanya tata cara pembayaran dengan cara
pemotongan gaji setiap bulannya bagi debitur yang ingin mencicil pengembalian uang yang dipinjamnya. Variabel jasa, yaitu biaya yang dibebankan kepada setiap debitur yang jumlahnya berbeda antar debitur sesuai dengan besar pinjamannya, hal ini menyebabkan variabel jasa masuk ke dalam variable not in the analysis. Begitu pula dengan variabel pembayaran yang jumlahnya juga berbeda antar debitur, pembayaran yang dikenakan oleh setiap debitur tergantung dari besarnya pinjaman dan jasa yang dibebankan dari pinjaman masing-masing debitur, sehingga dari variabel tersebut tidak ada perbedaan yang signifikan dalam penentuan kelayakan pemberian kredit.
3.6 Pembentukan Model Diskriminan
Structure Matrix
Function 1
golongan karyawan .915
tanggungan -.317
jasaa .308
pinjamana .288
pembayarana .277
angsurana .244
waktua .240
usiaa .013
Pooled within-groups correlations between discriminating variables and standardized canonical discriminant functions Variables ordered by absolute size of correlation within function.
a. This variable not used in the analysis.
Sumber : Data diolah SPSS, 2009
Tabel Structure Matrix menjelaskan korelasi antara variabel independen dengan fungsi diskriminan yang terbentuk. Terlihat bahwa variabel golongan karyawan paling erat hubungannya dengan fungsi diskriminan, dari kredit konsumtif yang diberikan kepada anggota koperasi Karyawan Departemen Kehutanan rata-rata golongan 1 dan golongan 2 termasuk ke kategori kredit debitur tidak lancar, hal ini terkait dengan gaji untuk golongan tersebut tidak sebanding dengan besar pinjaman yang diajukan, dalam analisa kredit semakin besar modal yang dimiliki oleh debitur, maka semakin kecil pula resiko terjadinya kredit macet, begitu pula sebaliknya.
Sehingga variabel golongan karyawan yang terkait dengan gaji pegawai sangat
menentukkan layak tidaknya debitur mendapatkan pinjaman yang sesuai dengan
kemampuannya untuk melunasinya. Variabel tanggungan, yang menunjukkan jumlah
anak yang menjadi tanggungan memiliki keeratan dengan fungsi diskriminan, rata-
rata debitur dengan jumlah tanggungan di atas 3 orang anak masuk ke kategori
debitur tidak lancar, sedangkan untuk debitur yang memiliki tanggungan di bawah 3
orang anak rata-rata masuk ke kategori lancar, semakin banyak jumlah tanggungan
maka akan semakin banyak pula jumlah kebutuhan ekonomi dari debitur tersebut,
sehingga debitur untuk melunasi kewajibannya akan terhambat, karena terjadi
ketidakseimbangan antara besar pinjaman dengan pemasukkan dan pengeluaran
untuk kebutuhan pokok dari setiap masing-masing anggota keluarga debitur.
Canonical Discriminant Function Coefficients
Function 1
golongan karyawan 2.081
tanggungan -.393
(Constant) -4.335
Unstandardized coefficients
Sumber :Data diolah SPSS, 2009
Tabel di atas mempunyai fungsi yang hampir mirip dengan persamaan regresi berganda, yang dalam analisis diskriminan disebut dengan Fungsi Diskriminan :
Z
Score = -4,335 + 2,081 Golongan karyawan - 0,393 Tanggungan
Kegunaan fungsi di atas adalah untuk mengetahui sebuah case (dalam kasus
ini adalah seorang debitur) masuk pada grup yang satu ataukah tergolong pada grup
yang lainnya. Selain fungsi di atas, dengan dipilihnya Fisher Function Coefficient
pada proses analisis, maka akan terbentuk pula fungsi diskriminan fisher.
3.7 Cut Off Score (Nilai Batas)
Sumber : Data diolah SPSS, 2009
Classification Resultsb,c
Predicted Group Membership
kredit 0 1 Total
0 layak 54 2 56
Count
1 tidak layak 1 43 44
0 layak 96.4 3.6 100.0
Original
%
1 tidak layak 2.3 97.7 100.0
0 layak 54 2 56
Count
1 tidak layak 1 43 44
0 layak 96.4 3.6 100.0
Cross-validateda
%
1 tidak layak 2.3 97.7 100.0
a. Cross validation is done only for those cases in the analysis. In cross validation, each case is classified by the functions derived from all cases other than that case.
b. 97.0% of original grouped cases correctly classified.
c. 97.0% of cross-validated grouped cases correctly classified.