• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung dengan perangkat Information Communication Technology (ICT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yang didukung dengan perangkat Information Communication Technology (ICT)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi yang semakin pesat serta persaingan bisnis yang semakin meningkat menyebabkan banyak perusahaan terutama Perseroan Terbatas (PT) dituntut untuk lebih meningkatkan kinerjanya dalam mengelola business process.Salah satu upaya yang harus dilakukan yaitu dengan

memanfaatkan sistem informasi sebagai keunggulan daya saing perusahaan.Sistem informasi yang terintegrasi dapat dijadikan sebagai alat untuk pengambilan keputusan strategi bisnis.Salah satu pengembangan sistem informasi yang didukung dengan perangkat Information Communication Technology (ICT) adalah ERP (Enterprise Resource Planning).

ERP (Enterprise Resource Planning) adalah sebuah sistem berbasiskan komputer yang didesain untuk memproses transaksi-transaksi perusahaan dan memfasilitasi perencanaan yang terintegerasi dan real time, produksi, dan respon konsumen (O’Leary, 2000). Menurut Hau dan Kuzic (2010) ERP (Enterprise Resource Planning) adalah multi-modul, solusi aplikasi pengemasan

bisnis yang memungkinkan organisasi untuk mengintegrasikan proses bisnis dan kinerja perusahaan, pendistribusian data umum, pengelolaan sumberdaya serta menyediakan akses informasi secara aktual. Sistem ERP (Enterprise Resource Planning) ini telah menunjukkan penawaran berupa perbaikan yang signifikan

(2)

dalam efisiensi, produktivitas, profitabilitas, kualitas layanan, kepuasan pelangganan, keputusan meminimalisir biaya serta pembuat keputusan yang efektif.

ERP didefinisikan sebagai sejauh mana perusahaan bisa beradaptasi, mengkonfigurasi dan mengintegrasikan informasi aliran dan bisnis proses yang diperlukan untuk mendukung Departemen dan fungsi yang berbeda dalam organisasi melalui penggunaan komunikasi teknologi yang mengumpulkan dan menghimpun data secara real time (Hong dan Kim, 2002; Loh dan Koh, 2004; Klein, 2007) dalam hwang (2011)

PT. PLN (Persero) merupakan salah satu perusahaan milik pemerintah atau yang lebih dikenal dengan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang bergerak di bidang pelayanan jasa tenaga listrik. Proses bisnis yang terjadi dikantor PT PLN (Persero) tidak lepas dari pemanfaatan teknologi informasi.

Dengan pertimbangan khusus, PLN memilih System Application and Product in data processing (SAP) sebagai paket perangkat lunak ERP, dan bekerja sama dengan Accenture sebagai perusahaan konsultan penerapan ERP. Bisnis Proses PLN yang sangat spesifik dan berbeda dari perusahaan listrik didunia yang lain, maka beberapa modul pada sistem ERP di sesuaikan dengan kebutuhan dari PLN itu sendiri. Adapun sistem sebelum menerapkan ERP (Enterprise Resource Planning) adalah Sistem informasi Pegawai (SIPEG) terdapat di bagian SDM,

Sistem Informasi Manajemen Keuangan (SIMKEU) terdapat di bagian Keuangan, dan Sistem Material (SIMAT) terdapat di bagian Logistik. Sistem-sistem tersebut masih belum bisa terintegrasi dengan pusat, dengan kata lain Sistem Informasi

(3)

pegawai ini masih belum terkoneksi dengan kantor pusat, sehingga kantor pusat tidak bisa mengontrol atau mengambil data yang diperlukan secara online, jadi ketika akan mengirimkan data harus dilakukan secara manual. Oleh karena itu, PT PLN (Persero) Pusat melakukan penyeragaman sistem pada seluruh cabang PT PLN dengan tujuan dari penerapan sistem informasi yang baru adalah untuk standarisasi proses bisnis di seluruh unit bisnis dan diharapkan dapat membantu dalam kontribusi pada penyusunan laporan keuangan.

Dengan penerapan ERP di lingkungan perusahaan, maka setiap pegawai diharuskan untuk beradaptasi dengan perubahan sistem yang terjadi.

Pengimplementasian ERP jelas akan merubah pola kerja suatu perusahaan.

Selain pengimplementasian ERP, PLN salah satu penyedia kebutuhan hajat orang banyak mengharuskan menerapkan bentuk tata kelola perusahaan baik untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Kedudukan PLN yang secara langsung berada di bawah tangan pemerintah membuatnya kesulitan untuk dapat keluar dari intervensi politik. Selain itu, sebagai sebuah perusahaan besar, tentunya PLN memiliki potensi yang besar dalam hal terjadinya penyelewengan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tentu saja manajemen tidak cukup hanya memastikan bahwa proses tata kelola berjalan dengan efisien. Diperlukan instrumen baru untuk memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik. Instrumen baru tersebut adalah GCG (Good Corporate Governance).

Dalam bukunya, Muh. Arief Effendi (2009:1) menyatakan bahwa secara singkat GCG dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang mengatur danmengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (valueadded) bagi

(4)

para pemangku kepentingan, karena GCG dapat mendorong terbentuknya pola kerja manajemen yang bersih,transparan dan profesional.

Seiring dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor 117 Tahun 2002 yang mewajibkan seluruh BUMN untuk menerapkan GCG,PLN merespon dengan menegaskan komitmennya untuk menjalankan praktik penyelenggaraan korporasi yang bersih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, sekaligus menegakkan GCG dan anti korupsi dalam penyediaan tenaga listrik bagi masyarakat. Penerapan prinsip-prinsip GCG tidak boleh hanya sekadar pemenuhan kewajiban dari Kepmen BUMN tersebut. Sudah seharusnya penerapan GCG menjadi kebutuhan dalam menjalankan kegiatan bisnis perusahaan dalam rangka menjaga pertumbuhan usaha secara berkelanjutan, meningkatkan nilai perusahaan, dan sebagai upaya agar perusahaan mampu bertahan dalam persaingan. Terdapat dua hal yang ditekankan dalam konsep GCG ini. Pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya. Kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.

Esensi dari GCG adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka peraturan yang berlaku. Esensi tersebut tercermin dalam prinsipProgram PLN Bersih sebagai wujud penerapan GCG, dalam peningkatan kualitas pelayanan. Selain program

(5)

PLN Bersih, perlu adanya penguatan prinsip dasar GCG meliputi: Transparansi, Akuntabilitas, Pertanggungjawaban, Kemandirian dan Kesetaraan.

Penerapan GCG terlihat hasilnya meliputi: pelayanan menjadi transparansi dan tidak membutuhkan waktu lama, hingga permintaan pasang baru online dan listrik pintar, Dalam mewujudkan peningkatan kualitas pelayanan terdapat kendala, seperti halnya pemahaman yang kurang mendalam disetiap pegawai PT PLN ( persero) Area Banten Utara. Pelaksanaan GCG pada PT. PLN (Persero) Area Banten Utara dapat dikatakan berjalan dengan semestinya, namun perlu menjadi bahan perhatian dimana meningkatan kinerja seoptimal mungkin agar terwujudnya kualitas pelayanan baik serta pemahaman yang mendalam tentang GCG.

Perkembangan berbagai perusahaan yang dikendalikan oleh informasi dan pengetahuan, membawa sebuah peningkatan perhatian pada modal intelektual atau intellectual capital (IC). Modal intelektual adalah total saham dari semua aset

tidak berwujud, pengetahuan dan kemampuan perusahaan yang dapat menciptakan nilai atau kompetitif keuntungan, untuk mencapai tujuannya sangat baik (Masoulas, 1998). Selain itu, modal intelektual didefinisikan sebagai total saham semua aset tidak berwujud dan kemampuan perusahaan yang dapat menciptakan nilai atau keunggulan kompetitif (Edvinsson dan Malone, 1997;

Stewart, 1994). Stewart (1994) dalam chen (2008) mendefinisikan modal intellectual sebagai total saham dari pengetahuan, informasi, teknologi, pengetahuan yang dimiliki, pengalaman, organisasi belajar dan kompetensi,

(6)

sistem komunikasi dalam tim, hubungan dengan pelanggan, dan merek yang mampu menciptakan nilai.

Di Indonesia, Intellectual capital mulai berkembang setelah munculnya PSAK No.19 tentang aktiva tidak berwujud. Menurut PSAK No. 19, aktiva tidak berwujud adalah aktiva non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif (IAI, 2012).

Merujuk kepada penelitian sebelumnya tentang modal intelektual, Green Intellectual Capital (GIC) yang sesuai dengan perkembangannya yang ketat

terhadap peraturan lingkungan dan kesadaran lingkungan konsumen di dunia dimana saham dari semua jenis dari aset tidak berwujud, pengetahuan, kemampuan dan hubungan tentang perlindungan lingkungan dalam tingkat individu dan tingkat organisasi dalam perusahaan (Dzinkowski , 2000; Edvinsson dan Malone, 1997; Roos dan Roos, 1997; Stewart, 1994) dalam chen (2008).

Selain itu, menurut penelitian tentang pengklasifikasian Intellectual Capital, klasifikasi Green Intellectual Capital ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu Green Human Capital, Green Structural Capital, dan Green Relationship Capital (Bontis, 1999; Johnson, 1999) dalam chen (2008).

Penelitian ini merujuk kepada penelitian chen (2008) yang menyatakan bahwa adanya hubungan positive antara Green intellectual capital (GIC) terhadap keunggulan kompetitif pada perusahaan sedangkan dalam penelitian Hwang (2011) menyatakan bahwa adanya hubungan positive antara system ERP terhadap

(7)

suplai rantai manajemen sehingga 2 (dua) penelitian tersebut mampu mendorong penulis untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari Implementasi ERP dan penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) terhadap Green intellectual capital (GIC) di lingkungan PT PLN (Area Banten Utara) sehingga

penulis tertarik untuk menyusun skripsi dengan judul ”Analisis Pengaruh Implementasi ERP dan Penerapan Prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) Terhadap Green Intelectual Capital (GIC)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah implementasi ERP berpengaruh terhadap Green Intelectual Capital (GIC) ?

2. Apakah implementasi Good Corporate Governance (GCG) berpengaruh terhadap Green Intelectual Capital (GIC) ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisa pengaruh implementasi ERP terhadap Green Intelectual Capital (GIC)

(8)

2. Untuk menganalisa bagaimana pengaruh implementasi GCG terhadap Green Intelectual Capital

2. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi orang lain sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti

Memperdalam pengetahuan peneliti mengenai pemahaman yang lebih mendalam mengenai Green Intelectual Capital dan variabel-variabel yang mempengaruhinya terutama Implementasi ERP dan Good Corporate Governance.

2. Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kualitas penerapan Implementasi ERP Good Corporate Governance terhadap Green Intelectual Capital pada perusahaan PT PLN (Persero) Area Banten

Utara.

3. Bagi ilmu pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan menambah khasanah ilmu pengetahuan dibidang akuntansi serta menjadi inspirasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Data persepsi dan preferensi pengguna Jalan Gajah Mada yang diperoleh pada kuesioner meliputi fasilitas yang ingin dibenahi, elemen lanskap yang ingin ditambahkan,

Berdasarkan penelitian, pedagang Pasar Ngaliyan yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa barokah menurut pedagang pasar Ngaliyan dibagi kedalam tiga

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa polimer termoplastik LLDPE dapat digunakan sebagai binder dalam pembuatan komposit magnet berbahan dasar

Data yang diambil berjumlah 174 perusahaan.Hasil uji t menunjukkan bahwa Profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kebijakan utang, Ukuran perusahaan

Pada hubungan beban dengan lendutan dapat disimpulkan bahwa kekakuan benda uji kolom dengan sambungan lebih besar dibandingkan benda uji kolom monolit tanpa

Banyaknya penjual lele bakar, dan lele goreng ditepi-tepi jalan,dan dirumah makan, membuat kami berpikir untuk berinovasi tentang olahan dari ikan lele.

Berdasarkan kondisi tersebut, sedikitnya terdapat dua kategori kompetensi yang akan diteliti oleh penulis, yakni (1) kompetensi pedagogik merupakan kemampuan

 Kemudian melakukan expand semua non terminal pada aturan produksi sampai yang tertinggal adalah simbol terminal.  Bila terjadi kesalahan (string tidak sesuai) maka akan