• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS ADANYA PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PERUSAHAAN LEASING DALAM PROSES PENARIKAN KENDARAAN (STUDI PUTUSAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS YURIDIS ADANYA PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PERUSAHAAN LEASING DALAM PROSES PENARIKAN KENDARAAN (STUDI PUTUSAN"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

NOMOR 144/Pdt.G/2012/PN.Pdg) SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

M. RAUSHAN FIKRI H.

NIM : 150200516

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

Penarikan kendaraan karena alasan menunggak angsuran oleh leasing selaku petugas dari lembaga pembiayaan merupakan peristiwa yang sering dijumpai dari berbagai media pemberitaan dan pengalaman dalam masyarakat. Atas dasar kepastian hukum bagi perusahaan pembiayaan sehubungan dengan pelaksanaan transaksi fidusia maka pada tanggal 7 Agustus 2012 yang lalu terbit Peraturan Menteri Keuangan No.130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan Untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. Pasal 7 Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 disebutkan dalam pelaksanaan eksekusi pengamanan jaminan fidusia harus diajukan secara tertulis oleh penerima jaminan fidusia atas kuasa hukumnya kepada Kapolda atau Kapolres tempat eksekusi dilaksanakan. Pemohon wajib melampirkan surat kuasa dari penerima jaminan fidusia bila permohonan diajukan oleh kuasa hukum penerima jaminan fidusia. Pelaksanaan eksekusi pengamanan jaminan fidusia harus dilaksanakan dengan dilengkapi adanya Sertifikat Jaminan Fidusia. Sehingga apabila penarikan jaminan fidusia tidak sesuai dengan ketentuan tersebut, maka dianggap sebagai perbuatan melawan hukum.

Penelitian ini bersifat deskriptif dan menggunakan pendekatan normatif. Data diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research). Penelitian Kepustakaan dilakukan dengan menganalisis Putusan Pengadilan Nomor 144/Pdt.G/2012/PN.Pdg dikaitkan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah Perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Pengertian perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata tidaklah dirumuskan secara eksplisit. Leasing telah menjadi alternatif pembiayaan barang modal yang sangat dibutuhkan oleh pengusaha di Indonesia.

Pada dasarnya leasing hampir sama dengan Bank, yaitu sebagai sumber pembiayaan bagi kebutuhan akan barang-barang modal. Lembaga pembiayaan didefenisikan sebagai badan usaha yang melakukan kegiataan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan cara tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Kegiataan usaha lembaga pembiayaan antara lain meliputi bidang usaha sewa guna usaha, modal ventura, perdagangan surat berharga, anjak piutang, usaha kartu kredit, dan pembiayaan kartu kredit konsumen. Putusan ini tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku karena dalam Peraturan Kementerian Keuangan telah mengeluarkan peraturan yang melarang perusahaan pembiayaan untuk menarik secara paksa kendaraan dari nasabah yang menunggak kredit kendaraan.Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.130/PMK.010/2012, tentang pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Membebanan Jaminan Fidusia.

Kata kunci: Leasing, Perbuatan Melawan Hukum, Perdata

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing II

(4)

Withdrawal of the vehicle for reasons of arrears in arrears by leasing as an officer of a financial institution is an event that is often found in various media news and experience in the community. On the basis of legal certainty for finance companies in connection with the implementation of fiduciary transactions, on the 7th of August 2012 the Minister of Finance Regulation No.130 / PMK.010 / 2012 was published concerning Fiduciary Registration Registration for Financing Companies conducting financing for Motorized Vehicles with Fiduciary Imposition imposes. . Article 7 of the Regulation of the National Police Chief Number 8 of 2011 states that in the implementation of fiduciary security safeguards execution must be submitted in writing by the recipient of a fiduciary guarantee of his legal counsel to the Regional Police Chief or Regional Police Head where the execution was carried out. The applicant must attach a power of attorney from the fiduciary guarantee recipient if the application is filed by the attorney receiving the fiduciary guarantee. The implementation of fiduciary security safeguards must be carried out accompanied by a Fiduciary Guarantee Certificate. So that if withdrawal of fiduciary collateral is not in accordance with these provisions, it is considered as an illegal act.

This research is descriptive in nature and uses a normative approach. Data obtained through library research (library research). Literature research is carried out by analyzing Court Decision No. 144 / Pdt.G / 2012 / PN.Pdg associated with applicable laws and regulations.

According to Article 1365 of the Civil Code, what is meant by acts against the law is an act against the law carried out by someone who because of his mischief has caused harm to others. The definition of acts against the law in Article 1365 of the Civil Code is not explicitly formulated. Leasing has become an alternative financing for capital goods that are needed by entrepreneurs in Indonesia. Basically, leasing is almost the same as a bank, namely as a source of financing for the need for capital goods. A financial institution is defined as a business entity that carries out financing activities in the form of providing funds or capital goods by not withdrawing funds directly from the public. The business activities of financial institutions include the fields of business leasing, venture capital, securities trading, factoring, credit card business, and consumer credit card financing. This decision does not contradict with the applicable provisions because in the Ministry of Finance Regulation has issued a regulation prohibiting finance companies from forcibly withdrawing vehicles from customers who are in arrears on vehicle loans. This is stated in Minister of Finance Regulation (PMK) No.130 / PMK.010 / 2012, regarding the registration of Fiduciary Collateral for Financing Companies that Conduct Consumer Financing for Motorized Vehicles by Fiduciary Collateral.

Keywords: Leasing, Acts Against the Law, Civil Code

* University of North Sumatra Faculty of Law students

** 1st Thesis Adviser of Law University of North Sumatera

*** 2nd Thesis Adviser of Law University of North Sumatera

(5)

dan sukacita sehingga penulis dapat menyelsaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Yuridis Adanya Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Oleh Perusahaan Leasing Dalam Proses Penarikan Kendaraan (Studi Putusan Nomor 144/Pdt.G/2012/PN.Pdg)” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum (S-1) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. OK. Saidin, S.H., M.HumSelaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I penulis.

3. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum Selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum Selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Terima kasih juga saya ucapkan kepada ibu Dr. Rosnidar Sembiring, SH,M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan di Fakultas Hukum USU.

6. Terima kasih saya ucapkan kepada bapak Syamsul Rizal, SH, M.Hum selaku sekretaris Departemen Hukum Keperdataan di Fakultas Hukum USU.

(6)

8. Terima kasih saya ucapkan kepada ibu Zulfi Chairi,SH.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing II saya, yang telah banyak membantu dan memberi bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

9. Terima kasih kepada kedua orang tua saya yang selalu memberi dukungan dan semangat kepada saya baik secara moral maupun secara materi.

10. Terima kasih kepada rekan- rekan saya di Fakutas Hukum USU yang telah membantu saya selama pengerjaan skripsi ini.

Mudah- mudahan skripsi saya ini dapat bermanfaat khususnya dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan dan berguna bagi masyarakat.

Medan, Agustus 2019

Penulis

(7)

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 8

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

F. Metode Penelitian ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II : PENGATURAN TENTANG LEASING MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 A. Sejarah Leasing di Indonesia ... 22

B. Definisi Tentang Leasing ... 26

C. Bentuk- Bentuk Leasing Yang Ada di Indonesia ... 28

D. Pengaturan Leasing di Indonesia ... 31

BAB III : JUAL BELI MOBIL SECARA KREDIT MELALUI LEASING PADA PT. FIF GROUP A. Mekanisme Pelaksanaan Jual Beli Mobil Secara Kredit Melalui Leasing ... 39

B. Syarat- syarat yang Jual Beli Mobil Secara Kredit ... 49

C. Masalah yang Terjadi dalam Pelaksanaan Jual Beli Secara Kredit . 54

D. Terjadinya Over Kredit dalam Jual Beli Mobil Secara Kredit Melalui Leasing ... 59

E. Pandangan KUH Perdata Terhadap Over Kredit ... 62

(8)

A. Mekanisme Pelaksanaan Over Kredit Pada PT. FIF Group ... 65 B. Bentuk Pertanggungjawaban Leasing Ditinjau dari Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fudisia Pada PT.

FIF Group ... 68 C. Pertanggungjawaban Over Kredit dalam Perspektif KUH Perdata .. 71 BAB V : KESIMPULAN & SARAN

A. Kesimpulan ... 79 B. Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA ... 83 LAMPIRAN

(9)

Perekembangan perekonomian di Indonesia telah banyak merubah sitem khususnya di bidang kredit dan pembiayaan. Dampak atas perubahan tersebut berpengaruh sangat luas baik di bidang ekonomi maupun sosial. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi harus diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi segala bentuk kesenjangan baik di bidang ekonomi maupun sosial.1 Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, maka di bidang ekonomi dikenal istilah kredit bagi yang membutuhkan dalam mencapai tujuannya.

Pemberian kredit terhadap rakyat merupakan salah satu indikator pemeliharaan kepercayaan pemberi kredit dengan nasabah kredit. Salah satu lembaga pemberi kredit antara lain adalah bank. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat berbentuk simpanan kemudian menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/ atau bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. 2Dengan kata lain dapat dikatakan sebagai lembaga pranata atau institusi antara kelompok orang yang mempunyai dana lebih (surplus spending group) dan kelompok orang yang membutuhkan atau sedang kekurangan dana (defisit spending group).3

Realitanya kemudian lembaga konvensional atau bank tersebut ternyata tidak cukup ampuh untuk menanggulangi berbagai keperluan dana dalam masyarakat. Satu dan lain hal mengingat keterbatasan jangkauan penyebaran

1 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press, 2008, hal. 100

2 Pasal 1 angka 2 Undang- undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

3 Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hal. 12

(10)

kredit oleh bank tersebut, keterbatasan sumber dana, dan keharusan memberlakukan prinsip bernuansa konservatif prudent banking yang sangat heavily regulated. Karena jika tidak hati- hati, maka akan menimbulkan kredit macet dan akan mengakibatkan bank mengalami defisit.4

Kemudian pemberian kredit tidak terhenti pada lembaga perbankan.

Terjadi lagi perubahan- perubahan di bidang kredit dan pembiayaan. Salah satunya adalah dengan muculnya sewa- menyewa usaha (leasing). Leasing adalah perjanjian yang berkenaan dengan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang oleh lessor (pemberi sewa) untuk digunakan atau dimanfaatkan oleh lessee (penyewa) dalam jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.

Dengan kata lain, leasing hakikatnya merupakan perjanjian sewa menyewa di mana lessor (pemberi sewa) menyerahkan barang untuk dimafaatkan oleh lessee (penyewa). Karena itu, leasing juga lazim disebut sebagai perjanjian sewa guna usaha.5

Kemajuan dalam teknologi di bidang transportasi yang demikian pesat, memberi dampak terhadap perdagangan otomotif. Dibuktikan dengan munculnya berbagai jenis mobil baru dari berbagai merek. Model dan tipe mobil baru dengan banyak fasilitas dan kemudahan banyak diminati oleh pembeli, sehingga banyak sekali konsumen membeli dengan sistem kredit yang dilakukan melalui lembaga pembiayaan (leasing). Kredit mobil tidak saja didapati pada masyarakat dengan ekonomi atas, tetapi juga banyak didapati pada masyarakat ekonomi menengah.

Penyebabnya tak lain adalah mobil sudah menjadi sebuah kebutuhan, bukan

4 Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan dalam Teori dan Praktek, Bandung, PT.

Citra Aditya Bakti, 1995 hal. 2

5 R. Subekti, Pokok-Pokok Perdata, Jakarta, PT. Intermasa, 1979, hal. 55

(11)

sekedar hanya penunjang gaya hidup, tetapi juga dapat dijadikan sarana pekerjaan, misalnya dengan menjadi driver angkutan berbasis online.

Seperti telah diketahui masyarakat bahwa salah satu bidang yang digeluti oleh leasing adalah bidang usaha pembiayaan kredit kendaraan. Penyebabnya adalah selain kebutuhan manusia akan kendaraan bermotor, kebutuhan-kebutuhan manusia di bidang lainnya pun ikut meningkat, hal ini menimbulkan kemungkinan biaya yang harus dikeluarkan dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak dapat dibayarkan secara tunai dan lunas pada saat itu juga. Kebanyakan orang akhirnya memilih untuk memanfaatkan fasilitas pembayaran secara berangsur (kredit). Kredit sebagai salah satu aktivitas ekonomi yang berkembang cukup pesat di Indonesia telah memberi berbagai kemungkinan guna mempermudah lalu lintas ekonomi di berbagai sektor, sebagai contoh adalah kredit pembelian kendaraan bermotor.6

Bentuk perjanjian yang dilakukan dalam perjanjian kredit leasing adalah dalam bentuk perjanjian baku. Menurut Munir Fuady, perjanjian baku adalah suatu perjanjian tertulis yang dibuat hanya oleh salah satu pihak, bahkan seringkali sudah tercetak dalam bentuk formulir-formulir yang dibuat oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika perjanjian tersebut ditanda tangani, umumnya para pihak hanya mengisi data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya, dimana pihak lain dalam perjanjian tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegoisasi, mengubah klausula yang dibuat oleh salah satu pihak,

6 Yuzrizal, Aspek Pidana dalam Undang-undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Malang, MNC Publishing, 2015, hal. 1

(12)

sehingga biasanya perjanjian baku sangat berat sebelah. Demikian pula mengenai syarat-syarat baku dalam perjanjian yang masih akan dibuat, yang jumlahnya tidak tertentu, tanpa perlu merundingkan terlebih dahulu isinya. Maka perjanjian baku hakikatnya merupakan perjanjian yang didalamnya dibakukan syarat eksonerasi dan dituangkan dalam bentuk formulir.7

Perjanjian jual beli kredit melalui leasing ini merupakan suatu ikatan timbal balik dalam mana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas jumlah sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Unsur- unsur pokok perjanjian jual beli adalah barang dan harga.

Sesuai dengan asas konvensional yang menjiwai hukum perjanjian perdata, perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya kata sepakat mengenai barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. Hukum perjanjian dari hukum perdata menganut asas konsesualisme. Dapat diartikan untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu (dan dengan demikian perikatan yang ditimbulkan karenanya) sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya consensus sebagaimana dimaksudkan di atas.

Pada detik tersebut perjanjian sudah jadi dan mengikat, bukannya pada detik- detik lain yang kemudian atau sebelumnya.8

Pembuatan suatu perjanjian, para pihak di dalamnya harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH

7 Munir Fuady, Hukum Tentang Lembaga Pembiayaan (Dalam Teori dan Praktek), Bandung, PT. Citra Aditya, 2002, hal. 5

8 H. R. Daeng Naja, Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis, Contract Drafting, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2006, hal. 34

(13)

Perdata, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.

Perjanjian kredit dalam perjanjian tertulis ada yang dibuat dengan akta di bawah tangan, ada pula yang dibuat dengan akta notaris. Perjanjian kredit tersebut muncul hubungan hukum yaitu hubungan perutangan dimana ada kewajiban pembayaran dari debitur dan ada hak mendapatkan bayaran dari kreditur. 9

Perjanjian kredit kendaraan melalui leasing diikatkan juga dengan pengikatan jaminan fidusia. Jadi seandainya karena alasan apapun, benda jaminan fidusia tersebut beralih ke tangan orang lain, maka fidusia atas benda tersebut tetap saja berlaku dan tidak ada kewajiban dan tanggung jawab dari penerima fidusia atas akibat kesalahan (kesengajaan atau kelalaian) dari pemberi fidusia, yang timbul karena hubungan kontraktual ataupun karena perbuatan melawan hukum, sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia tersebut.

Debitur atau pemberi fidusia apabila ingkar janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusia sesuai aturannya dengan pelaksanaan penjualan objek jaminan fidusia tersebut dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan penerima fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan. Pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia. Dalam hal benda yang menjadi obyek

9 Sofian, Hukum Jaminan di Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 1994, hal. 4

(14)

jaminan fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa, penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia memberikan jaminan kepada debitur dan kreditur (leasing) dalam proses eksekusi atau penarikan kendaraan yang mengalami kredit macet. Tanpa adanya sertifikat fidusia, debt collector tidak diperbolehkan melakukan eksekusi di jalan raya karena berpotensi menimbulkan tindak pidana. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan sebuah benda bergerak yang hak kepemilikannya masih dalam kekuasaan pemilik benda tersebut. Misalnya ketika seseorang yang melakukan kredit mobil, mobil tersebut adalah milik perusahaan leasing akan tetapi hak miliknya dialihkan kepada debitur. Dalam pelaksaan eksekusi ini, perusahaan leasing harus melengkapi diri dengan sertifikat jaminan fudisia setelah menempuh upaya somasi terhadap debitur terlebih dahulu. 10

Pasal 7 Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 disebutkan dalam pelaksanaan eksekusi pengamanan jaminan fidusia harus diajukan secara tertulis oleh penerima jaminan fidusia atas kuasa hukumnya kepada Kapolda atau Kapolres tempat eksekusi dilaksanakan. Pemohon wajib melampirkan surat kuasa dari penerima jaminan fidusia bila permohonan diajukan oleh kuasa hukum penerima jaminan fidusia. Pelaksanaan eksekusi pengamanan jaminan fidusia harus dilaksanakan dengan dilengkapi adanya Sertifikat Jaminan Fidusia.

10 Mei Amelia R, Tanpa Sertifikat Fudisia, Debt Collector Tak Boleh Eksekusi di Jalan, Detiknews.com. https://m.detik.com/news/berita/tanpa-sertifikat-fudisia-debt-collector-tak-boleh- eksekusi-di-jalan diakses pada 11 Juni 2019

(15)

Sehingga apabila penarikan jaminan fidusia tidak sesuai dengan ketentuan tersebut, maka dianggap sebagai perbuatan melawan hukum.

Lembaga pembiayaan dalam melakukan perjanjian pembiayaan mencamtumkan kata-kata dijaminkan secara fidusia. Tetapi ironisnya tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertifikat, akta semacam itu dapat disebut akta jaminan fidusia di bawah tangan. 11

Penarikan kendaraan karena alasan menunggak angsuran oleh leasing selaku petugas dari lembaga pembiayaan merupakan peristiwa yang sering dijumpai dari berbagai media pemberitaan dan pengalaman dalam masyarakat.

Atas dasar kepastian hukum bagi perusahaan pembiayaan sehubungan dengan pelaksanaan transaksi fidusia maka pada tanggal 7 Agustus 2012 yang lalu terbit Peraturan Menteri Keuangan No.130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan Untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. 12

Berdasarkan uraian- uraian dan permasalahan di atas, maka dirasa perlu untuk meneliti tentang terjadinya penarikan secara paksa yang dilakukan oleh perusahaan leasing terhadap unit kendaraan yang merupakan objek fidusia.

Adapun penelitian ini dituangkan dalam bentuk tulsan skripsi dengan judul

“Analisis Yuridis Adanya Perbuatan Melawan Hukum yang Dilakukan Oleh

11 Herman Darmawi, Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga Finansial, Jakarta, PT.

Bumi Aksara, 2006 , hal. 200

12 Widaningsih, “Tinjauan Yuridis Pendaftaran Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan (Peraturan Menteri Keuangan No. 130/PMK.010/2012)”, Jurnal Politeknik Negeri Malang, 2016, hal 550

(16)

Perusahaan Leasing dalam Proses Penarikan Kendaraan (Studi Putusan Nomor 144/Pdt.G/2012/PN.Pdg)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang dan penegasan judul di atas, maka rumusan masalah yang dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Hukum Perdata?

2. Bagaimanakah perbuatan melawan hukum yang dilakukan perusahaan leasing?

3. Bagaimanakah analisis terhadap adanya perbuatan melawan hukum oleh perusahaan leasing dalam putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor Putusan Nomor 144/Pdt.G/2012/PN.Pdg?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penulisan dan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbuatan hukum yang diatur dalam Hukum Perdata.

2. Untuk mengetahui perbuatan melawan hukum yang dilakukan perusahaan leasing.

3. Untuk mengetahui analisis terhadap adanya perbuatan melawan hukum oleh perusahaan leasing dalam putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor Putusan Nomor 144/Pdt.G/2012/PN.Pdg.

Adapun manfaat penulisan adalah sebagai berikut:

(17)

1. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum keperdataan, yang terkhusus berkaitan dengan penarikan kendaraan oleh perusahaan leasing.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat menjadikan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat, maupun pihak lainnya dalam penulisan- penulisan ilmiah lainnya yang berhubungan.

b. Agar menambah pengetahuan kepada masyarakat berkaitan dengan penarikan kendaraan sebagai objek fidusia yang dilakukan oleh perusahaan leasing.

c. Dapat dijadikan sebagai rujukan bagi pelaksanaan penarikan kendaraan sebagai objek fidusia yang dilakukan oleh perusahaan leasing yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan beberapa Universitas yang ada di Indonesia baik secara fisik maupun online khususnya Fakultas Hukum, tidak didapati bahwa judul skripsi Analisis Yuridis Adanya Perbuatan Melawan Hukum yang Dilakukan Oleh Perusahaan Leasing dalam Proses Penarikan Kendaraan (Studi Putusan Nomor

(18)

144/Pdt.G/2012/PN.Pdg. Namun ada beberapa judul penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan kredit dengan sistem indent, antara lain:

Mardiana Shanaza (2018) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul penelitian Legalitas Hukum Atas Penarikan Kendaraan Bermotor Yang Dilakukan Oleh Pihak Leasing Ditinjau Dari Peraturan Menteri Keuangan No.130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Pengaturan pendaftaran jaminan fidusia bagi perusahaan pembiayaan kendaraan bermotor;

2. akibat hukum atas penarikan kendaraan bermotor yang dilakukan pihak leasing;

3. bentuk perlindungan hukum yang diberikan terhadap konsumen yang mengalami penarikan kendaraan bermotor oleh pihak leasing

Fauziah Tri Andani (2018) Fakultas Hukum Universitas Jember dengan judul penelitian Bentuk Perlindungan Hukum Yang Diberikan Terhadap Konsumen Yang Mengalami Penarikan Kendaraan Bermotor Oleh Pihak Leasing.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dasar hukum penarikan paksa kendaraan bermotor yang dilakukan debt collector akibat debitur yang wanprestasi;

2. Upaya yang dapat ditempuh konsumen apabila gagal bayar;

3. Terjadinya penarikan paksa oleh debt collector.

(19)

Adapun perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan saat ini terbatas mengenai tentang perbuatan melawan hukum oleh perusahaan leasing.

2. Penelitian ini lebih fokus mengenai penarikan paksa oleh perusahaan leasing yang dianggap sebagai perbuatan melawan hukum.

3. Peneliitian ini secara khusus mengulas tentang Putusan Nomor Nomor 144/Pdt.G/2012/PN.Pdg.

Penelitian yang dilakukan saat ini berjudul Analisis Yuridis Adanya Perbuatan Melawan Hukum yang Dilakukan Oleh Perusahaan Leasing dalam Proses Penarikan Kendaraan (Studi Putusan Nomor 144/Pdt.G/2012/PN.Pdg), dengan permasalahan tentang perbuatan melawan hukum dalam hukum perdata, perkembangan perusahaan leasing di Indonesia, dan analisis terhadap adanya perbuatan melawan hukum oleh perusahaan leasing.

Skripsi ini belum ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama, sehingga tulisan ini asli, atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan tulisan yang telah dilakukan di Fakultas Hukum manapun. Maka dari itu, keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maupun secara akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan dicoba untuk mengemukakan beberapa ketentuan dan batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan. Hal ini akan berguna

(20)

untuk membantu melihat ruang lingkup skripsi agar tetap berada di dalam topik yang diangkat dari permasalahan di atas. Adapun yang menjadi pengertian secara etimologis daripada judul skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Perjanjian

Tampilan yang klasik, istilah perjanjian sebagai terjemahan dari agreement dalam bahasa Inggris, atau overeenkomst dalam bahasa Belanda. Di samping itu, ada juga istilah yang sepadan dengan istilah perjanjian yaitu istilah transaksi.

Hukum yang mengatur tentang perjanjian disebut dengan hukum perjanjian atau hukum kontrak. 13

Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu “peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.” Melalui kontrak terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat kontrak. Dengan kata lain, para pihak terikat untuk mematuhi kontrak yang telah mereka buat tersebut. Dalam hal ini fungsi kontrak sama dengan perundang-undangan, tetapi hanya berlaku khusus terhadap para pembuatnya saja.

Secara hukum, kontrak dapat dipaksakan berlaku melalui pengadilan. Hukum memberikan sanksi terhadap pelaku pelanggaran kontrak atau ingkar janji (wanprestasi).14

Pengimplementasian perjanjian biasanya diartikan sebagai perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tertulis bahkan bila perlu dihadapkan dalam bentuk otentik dimana cara pembuatannya harus dilakukan di hadapan notaris.

13 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandun,: PT. Citra Aditya Bakti, 2008 hal. 9

14 Subekti, Hukum Perjanjian Cetakan XII, Jakarta, PT. Intermasa, 1990 hal. 83

(21)

Permasalahan yang timbul dalam transaksi ini adalah dalam hal dimana transaksi dilakukan tanpa menghadapkan para pihak yang melakukan perjanjian.

2. Kredit

Menurut Mohammad Djumhana, dalam perkembangan perbankan modern, pengertian kredit tidak terbatas pada peminjam kepada nasabah semata atau kredit secara tradisional, melainkan lebih luas lagi serta adanya flesibilitas kredit yang diberikannya. Hal ini terlihat dari pengertian cakupan kredit yang terdapat pada lampiran Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank, dimana kredit tidak terbatas hanya pada pemberian fasilitas kredit yang lazim dibukukan dalam pos kredit pada aktiva dalam neraca bank, namun termasuk pula pembelian surat berharga yang disertai note purchase agreement atau perjanjian kredit, pembelian surat berharga lain yang diterbitkan nasabah, pengambilan tagihan dalam rangka anjak piutang dan pemberian jaminan bank yang di antaranya meliputi akseptasi, endosemen, dan awal surat- surat berharga.15

Dalam hal pemberian kredit, terdapat unsur- unsur kredit. Menurut Rimsky K. Juddisseno, unsur- unsur tersebut adalah:16

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari yang memberi kredit kepada penerima kredit bahwa di masa yang akan datang penerima kredit akan sanggup mengembalikan segala sesuatu yang telah diterima sebagai pinjaman.

b. Waktu, adalah masa yang menjadi jarak antara pemberian kredit dan pengembaliannya.

15 Mohammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000 hal. 368

16 Rimsky K. Judisseno, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama 2005, hal. 166

(22)

c. Tingkat Risiko, adalah kemungkinan yang terjadi akibat adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian kredit dan pengembaliannya.

Dalam keadaan ini kredit yang diberikan memerlukan jaminan. Jaminan yang dimaksud disini antara lain berupa aset dari nasabah debitur yang dijadikan jaminan kepada pihak pemberi kredit.

d. Perjanjian/ prestasi, adalah objek yang akan dijadikan sebagai sesuatu yang dipinjamkan.

Pada dasarnya pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur berpedomaan kepada dua prinsip, yaitu: 17

1. Prinsip kepercayaan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemberian kredit kepada nasabah debitur selalu didasarkan kepada kepercayaan.

Kreditur mempunyai kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah debitur sesuai dengan peruntukannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah debitur mampu melunasi utang kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

2. Prinsip kehati- hatian (prudential principle). Telah dijelaskan di atas bahwa dalam kredit terdapat unsur tingkat risiko. Untuk mengurangi tingkat risiko maka perlu dilakukan pencegahan dengan menggunakan prinsip kehati- hatian dalam pelaksaan kredit. Prinsip ini antara lain diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan yang terkait dengan pemberian kredit.

17 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Bandung, Citra Aditya Bakti 1996, hal. 21

(23)

3. Leasing

Sejarah perkembangan usaha leasing di Indonesia mulai timbul sejak tahun 1974, dengan adanya Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor Nomor : 34/KP/II/80. Bahwa leasing merupakan suatu bentuk usaha di bidang pembiayaan yang relatif masih muda usianya. Mengenai definisi leasing, sampai saat ini belum ada satu definisipun yang diterima oleh semua pihak. Ini disebabkan pada kenyataannya, bahwa leasing itu muncul dalam berbagai bentuk, dimana leasing merupakan nama kumpulan dari semua bentuk perjanjian leasing maka untuk mendefinisikan leasing itu sendiri para ahli menemui kesulitan.18

Indonesia sendiri lembaga leasing sudah ada sekitar dua puluh tahun terakhir ini. Undang-undang yang secara resmi mengatur belum ada, karena itu masih mengikuti peraturan sesuai dengan yang ditetapkan oleh bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan merupakan lembaga keuangan yang mengatur keuangan secara keseluruhan. Penggunaan lembaga leasing sebagai lembaga pembiayaan yang relatif masih belum lama, ternyata dalam dunia usaha nampaknya cukup menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Keadaan di lapangan ternyata penggunaan jasa leasing sering terjadi permasalahan yang antara lessor dan lesse, sehingga mengakibatkan barang modal tersebut diambil kembali oleh lessor tanpa ada tuntutan melalui peradilan perdata. Regulasi yang diatur dalam Pasal 1238 KUH-Perdata pihak lessor seharusnya memberikan somasi atas

18 Komar Andasasmita, Leasing, Bandung, Ikatan Notaris Indonesia, 1983, hal..34

(24)

kelalaian lesse dan memberikan surat pernyatan bahwa lesse telah lalai (wanprestasi), kecuali perjanjian leasing yang bersangkutan menyatakan lain.

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.

Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya.

Penulisan skripsi ini, menggunakan metodologi penulisan sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Fenomena yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai Analisis Yuridis Adanya Perbuatan Melawan Hukum yang Dilakukan Oleh Perusahaan Leasing dalam Proses Penarikan Kendaraan (Studi Putusan Nomor 144/Pdt.G/2012/PN.Pdg). Penelitian ini juga didasarkan pada upaya untuk

(25)

membangun pandangan subjek penelitian yang rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan rumit agar dapat membantu memperjelas hasil penelitian19.

2. Metode penelitian

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif yaitu penelitian yang mengkonsepkan hukum sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analitis (Analitical Approach).

Pendekatan Analitis (Analitical Approach) tujuannya adalah mengetahui makna yang dikandung dalam peraturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya dalam praktik.20 Penggunaan metode penelitian yuridis normatif dan pendekatan Analitis disesuaikan dengan judul penelitian ini yaitu Analisis Yuridis Adanya Perbuatan Melawan Hukum yang Dilakukan Oleh Perusahaan Leasing dalam Proses Penarikan Kendaraan (Studi Putusan Nomor 144/Pdt.G/2012/PN.Pdg). Metode ini digunakan untuk menyesuaikan peraturan yang ada dengan realita di lingkungan sekitar.

3. Data dan sumber data

19 Moeleong, Lexy.J, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2007 hal 6

20 Ibrahim Johny. 2007. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Edisi Revisi).

Malang: Bayu Media Publishing, hal. 303

(26)

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:21

a. Data sekunder pada umumnya ada dalam keadaan siap terbuat.

b. Bentuk maupun isinya data sekunder telah dibentuk dan diisi oleh peneliti- peneliti terdahulu.

c. Data sekunder tanpa terikat/dibatasi oleh waktu dan tempat.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi : a. Bahan-bahan hukum primer, yang mencakup Putusan Mahkamah

Putusan Nomor 144/Pdt.G/2012/PN.Pdg, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Peraturan Menteri Keuangan No.130/PMK.010/2012 Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan.

b. Bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer seperti Jurnal mengenai perusahaan leasing.

c. Bahan-bahan hukum tersier, meliputi kamus hukum, kamus bahasa Indonesia.

G. Sistematika Penulisan

Keseluruhan sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah satu kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan tidak terpisahkan.

Sistematika penulisan adalah sebagai berikut:

21 Anshari Siregar, Tampil, Metode Penelitian Hukum, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2005, hal. 74

(27)

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar di dalamnya terurai mengenai latar belakang, perumusan masalah, kemudian dilanjutkan, dengan tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM HUKUM PERDATA

Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Pengertian Perbuatan Melawan Hukum, Unsur Perbuatan Melawan Hukum dan Akibat Terjadinya Perbuatan Melawan Hukum.

BAB III : PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN PERUSAHAAN LEASING

Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Sejarah Leasing di Indonesia, Bentuk Perjanjian Leasing dengan Nasabah dan Pengaturan Prosedur Penarikan Oleh Leasing.

BAB IV : ANALISIS TERHADAP ADANYA

PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PERUSAHAAN LEASING DALAM PUTUSAN

(28)

PENGADILAN NEGERI PADANG NOMOR PUTUSAN NOMOR 144/Pdt.G/2012/PN.Pdg

Bab ini merupakan bab yang membahas tentang Faktor- faktor Penyebab Terjadinya Perbuatan Melawan Hukum Oleh Perusahaan Leasing, Penggunaan Debt-collector Oleh Perusahaan Leasing dalam Penarikan Kendaraan, Akibat Hukum yang Timbul Terhadap Perbuatan Melawan Hukum Perusahaan Leasing dan Analisis Putusan Adanya Perbuatan Melawan Hukum Yang Dilakukan Oleh Perusahaan Leasing Dalam Proses Penarikan Kendaraan (Studi Putusan Nomor 144/Pdt.G/2012/PN.Pdg).

BAB V : PENUTUP

Berisikan tentang kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi penerapan pelaksanaan penarikan jaminan fidusia.

(29)

A. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum 1. Dalam Arti Sempit

Perbuatan melawan hukum diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1365-1380 KUHPerdata, termasuk ke dalam perikatan yang timbul dari undang-undang. Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah Perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.43

Pengertian perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata tidaklah dirumuskan secara eksplisit. Pasal 1365 KUHPerdata hanya mengatur apabila seseorang mengalami kerugian karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain terhadap dirinya, maka ia dapat mengajukan tuntutan ganti rugi kepada Pengadilan Negeri. Jadi Pasal tersebut bukan mengatur mengenai onrechtmatigedaad, melainkan mengatur mengenai syarat-syarat untuk menuntut ganti kerugian akibat perbuatan melawan hukum. 44

Perbuatan melawan hukum adalah suatu bentuk perikatan yang lahir dari undang-undang sebagai akibat dari perbuatan manusia yang melanggar hukum, yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perbuatan Melawan

43 Munir Fuady, Op.Cit, hal. 62

44 Ibid, hal. 17

(30)

Hukum itu sendiri dalam Bahasa Belanda disebut dengan istilah “Onrechmatige daad” atau dalam Bahasa Inggris disebut dengan istilah “tort”.

Kata tort itu sendiri sebenarnya hanya berarti salah (wrong). Akan tetapi khususnya dalam bidang hukum kata tort itu berkembang sedemikian rupa sehingga berarti kesalahan perdata yang bukan berasal dari wanprestasi kontrak.

Jadi serupa dengan pengertian perbuatan melawan hukum Belanda atau di negara- negara Eropa Kontinental lainnya.

Kata tort berasal dari kata latin torquere atau tortus dalam bahasa Prancis, seperti kata wrong berasal dari kata Prancis wrung yang berarti kesalahan atau kerugian (injury). Dalam arti sempit, perbuatan melawan hukum diartikan bahwa Orang yang berbuat pelanggaran terhadap hak orang lain atau telah berbuat bertentangan dengan suatu kewajiban hukumnya sendiri.45

Perbuatan pelanggaran terhadap hak orang lain, hak-hak yang dilanggar tersebut adalah hak-hak yang diakui oleh hukum, termasuk tetapi tidak terbatas pada hak-hak sebagai berikut yaitu hak-hak pribadi (persoonlijkheidrechten), hak- hak kekayaan (vermogensrecht), hak atas kebebasan dan hak atas kehormatan dan nama baik.

Juga termasuk dalam kategori perbuatan melawan hukum jika perbuatan tersebut bertentangan dengan suatu kewajiban hukum (recht splicht) dari pelakunya. Dengan istilah “kewajiban hukum” ini, yang dimaksudkan adalah bahwa suatu kewajiban yang diberikan oleh hukum terhadap seseorang, baik

45 Ibid, hal. 9

(31)

hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Jadi bukan hanya bertentangan dengan hukum tertulis (wettelijk plicht), melainkan juga bertentangan dengan hak orang lain menurut undang-undang (wetelijk recht).46

2. Dalam Arti Luas

Setelah adanya Arrest dari Hoge Raad 1919 Nomor 110 tanggal 31 Januari 1919, maka pengertian perbuatan melawan hukum lebih diperluas, yaitu :

Hal berbuat atau tidak berbuat itu adalah melanggar hak orang lain, atau itu adalah bertentangan dengan kewajiban hukum dari orang yang berbuat (sampai di sini adalah merupakan perumusan dari pendapat yang sempit), atau berlawanan baik dengan kesusilaan maupun melawan kepantasan yang seharusnya ada di dalam lalu lintas masyarakat terhadap diri atau benda orang lain.

Pengertian perbuatan melawan hukum dalam arti luas berdasarkan pernyataan di atas, bahwa perbuatan itu tidak saja melanggar hak orang lain dan bertentangan dengan kewajiban hukum dari pelakunya atau yang berbuat, tetapi perbuatan itu juga berlawanan dengan kesusilaan dan kepantasan terhadap diri atau benda orang lain, yang seharusnya ada di masyarakat.

Ada juga yang mengartikan perbuatan melawan hukum sebagai suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum, yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur perilaku berbahaya, untuk memberikan tanggungjawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.

Jika kita melihat pengertian di atas dan kita kaitkan dengan kasus ini, maka dapat kita lihat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak

46 Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melawan Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal. 2.

(32)

leasing. Adapun pihak leasing Verena Multi Finance, Tbk., Cabang Medan, adalah cara penarikan kendaraan yang merupakan jaminan fidusia. Penarikan secara sepihak yang dilakukan oleh pihak leasing telah menyebabkan terjadinya kerugian bagi pihak konsumen. Sehingga perbuatan ini dianggap sebagai perbutan melawan hukum. Dari rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa pihak yang dirugikan cukup membuktikan bahwa kerugian yang diderita adalah akibat perbuatan melawan hukum tergugat. Tidak disyaratkan bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum terhadap orang yang dirugikan.

B. Unsur Perbuatan Melawan Hukum

Sesuai dengan ketentuan di dalam Pasal 1365 Kitab UndangUndang Hukum Perdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut yaitu:

a. Adanya Suatu Perbuatan

Kata perbuatan meliputi perbuatan positif, yang bahasa aslinya “daad”

(Pasal 1365 KUH Perdata) dan perbuatan negatif, yang dalam bahasa aslinya bahasa Belanda “nalatigheid” (kelalaian) atau “onvoorzigtigheid” (kurang hati- hati) seperti ditentukan dalam Pasal 1366 KUHPerdata. Dengan demikian, Pasal 1365 KUHPerdata itu untuk orang–orang yang betul–betul berbuat, sedangkan Pasal 1366 KUHPerdata itu untuk orang yang tidak berbuat. Pelanggaran dua Pasal ini mempunyai akibat hukum yang sama, yaitu mengganti kerugian.47

Perbuatan adalah perbuatan yang nampak secara aktif, juga termasuk perbuatan yang nampak secara tidak aktif artinya tidak nampak adanya suatu

47 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2014, hal. 4

(33)

perbuatan, tetapi sikap ini bersumber pada kesadaran dari yang bersangkutan akan tindakan yang harus dilakukan tetapi tidak dilakukan.48 Suatu perbuatan melawan hukum diawali oleh suatu perbuatan dari pelakunya. Umumnya diterima anggapan bahwa dengan perbuatan disini dimaksudkan, baik berbuat sesuatu (dalam arti aktif) maupun tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu, padahal dia mempunyai kewajiban hukum untuk membuatnya, kewajiban mana timbul dari hukum yang berlaku (karena ada juga kewajiban yang timbul dari suatu kontrak). Karena itu, terhadap perbuatan melawan hukum, tidak ada unsur “persetujuan atau kata sepakat” dan tidak ada juga unsur “causa yang diperbolehkan” sebagaimana yang terdapat dalam perjanjian.

Kesalahan dalam Pasal 1365 KUHPerdata mengandung semua gradasi dari kesalahan dalam arti sengaja sampai pada kesalahan dalam arti tidak sengaja (lalai). Menurut hukum perdata, seorang itu dikatakan bersalah jika terhadapnya dapat disesalkan bahwa telah melakukan/tidak melakukan suatu perbuatan yang seharusnya dihindarkan. Perbuatan yang seharusnya dilakukan / tidak dilakukan itu tidak terlepas dari dapat tidaknya hal itu dikira-kirakan. Dapat dikira–kirakan itu harus diukur secara objektif, artinya manusia normal dapat mengira- ngirakan dalam keadaan tertentu itu perbuatan seharusnya dilakukan / tidak dilakukan.

Dapat dikira–kirakan itu harus juga diukur secara subjektif, artinya apa yang justru orang itu dalam kedudukannya dapat memperkirakan bahwa perbuatan itu seharusnya dilakukan / tidak dilakukan.

48 Achmad Ichsan, Hukum Perdata, Jakarta: PT. Pembimbing Masa, 1969, hal. 250

(34)

b. Perbuatan tersebut Melawan Hukum

Perbuatan yang dilakukan tersebut haruslah melawan hukum. Sejak tahun 1919, unsur melawan hukum tersebut diartikan dalam arti yang seluas-luasnya, yakni meliputi hal-hal sebagai berikut:

a) Perbuatan yang melanggar undang – undang yang berlaku, b) Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum, c) Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku d) Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan (goede zedeen),

e) Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian, melanggar hukum (Onrechtmatig) sama dengan melanggar Undang- Undang (Onwetmatig).

c. Adanya Kesalahan dari Pihak Pelaku

Untuk itu kesalahan dalam arti objektif adalah seseorang dianggap melakukan perbuatan melawan hukum karena berbuat kesalahan, apabila ia bertindak dari pada seharusnya dilakukan oleh orang-orang dalam keadaan itu dalam pergaulan masyarakat. Kesalahan dalam arti subjektif adalah melihat pada orangnya yang melakukan perbuatan itu, apakah menurut hukum dapat dipertanggungjawabkan artinya fisik orang itu normal atau masih kanak- kanak.

Agar dapat dikenakan Pasal 1365 KUHPerdata tentang Perbuatan Melawan Hukum tersebut, Undang-Undang dan yurisprudensi mensyaratkan agar para

(35)

pelaku haruslah mengandung unsur kesalahan (schuldelement) dalam melaksanakan perbuatan tersebut.

Tanggung jawab tanpa kesalahan (strict liability) tidak termasuk tanggung jawab berdasarkan kepada Pasal 1365 KUH Perdata. Jika pun dalam hal tertentu diberlakukan tanggung jawab tanpa kesalahan tersebut (strict liability), hal tersebut tidak didasari atas Pasal 1365 KUH Perdata, tetapi didasarkan kepada Undang-Undang lain. Karena Pasal 1365 KUHPerdata mensyaratkan adanya unsur kesalahan (schuld) dalam suatu perbuatan melawan hukum, maka perlu diketahui bagaimana cakupan dari unsur kesalahan tersebut. Suatu tindakan dianggap oleh hukum mengandung unsur kesalahan sehingga dapat dimintakan tanggung jawabnya secara hukum jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

a) Ada unsur kesengajaan, atau

b) Ada unsur kelalaian (negligence, culpa)

c) Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsgrond), seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain-lain.

d. Adanya Kerugian Bagi Korban

Perbuatan melawan hukum, unsur-unsur kerugian dan ukuran penilaiannya dengan uang dapat diterapkan secara analogis. Dengan demikian, penghitungan ganti kerugian dalam perbuatan melawan hukum didasarkan pada kemungkinan

(36)

adanya tiga unsur yaitu biaya, kerugian yang sesungguhnya, dan keuntungan yang diharapkan (bunga). Kerugian itu dihitung dengan sejumlah uang.49

Adanya kerugian (schade) bagi korban juga merupakan syarat agar gugatan berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata dapat dipergunakan. Berbeda dengan kerugian karena wanprestasi yang hanya mengenal kerugian materil, maka kerugian karena perbuatan melawan hukum disamping kerugian materil, yurisprudensi juga mengakui konsep kerugian immaterial, yang juga akan dinilai dengan uang.

e. Adanya Hubungan Kausal antara Perbuatan dengan Kerugian

Untuk mengetahui apakah suatu perbuatan adalah sebab dari suatu kerugian, maka perlu diikuti teori adequate veroorzaking dari Von Kries. Menurut teori ini yang dianggap sebagai sebab adalah perbuatan yang menurut pengalaman manusia normal sepatutnya dapat diharapkan menimbulkan akibat, dalam hal ini kerugian. Jadi antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan langsung.

Hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang terjadi juga merupakan syarat dari perbuatan melawan hukum. Untuk hubungan sebab akibat ada 2 (dua) macam teori, yaitu teori hubungan faktual dan teori penyebab kira-kira. Hubungan sebab akibat secara faktual (causation in fact) hanyalah merupakan masalah fakta atau apa yang secara faktual telah terjadi.

Setiap penyebab yang menyebabkan timbulnya kerugian dapat merupakan penyebab secara faktual, asalkan kerugian (hasilnya) tidak akan pernah terdapat

49 Syahrul Machmud, Penegakan Hukum dan Perlindungan Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2008, hal. 185

(37)

tanpa penyebabnya. Dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum, sebab akibat jenis ini sering disebut dengan hukum mengenai but for atau “sine qua non.

Von Buri adalah salah satu ahli hukum Eropa Kontinental yang sangat mendukung ajaran akibat faktual ini. Selanjutnya agar lebih praktis dan agar tercapainya elemen kepastian hukum dan hukum yang lebih adil, maka diciptakanlah konsep sebab kira-kira (proximate cause). Proximate cause merupakan bagian yang paling membingungkan dan paling banyak pertentangan pendapat dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum.

Unsur-unsur tersebut berlaku kumulatif, artinya harus terpenuhi seluruhnya. Apabila unsur-unsur di atas tidak terpenuhi seluruhnya, maka suatu perbuatan tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Perbuatan melawan hukum dianggap terjadi dengan melihat adanya perbuatan dari pelaku yang diperkirakan memang melanggar undang-undang, bertentangan dengan hak orang lain, beretentangan dengan kewajiban hukum pelaku, bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, atau bertentangan dengan kepatutan dalam masyarakat baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, namun demikian suatu perbuatan yang dianggap sebagai perbuatan melawan hukum ini tetap harus dapat dipertanggungjawabkan apakah mengandung unsur kesalahan atau tidak.

C. Akibat Terjadinya Perbuatan Melawan Hukum

Perbuatan melawan hukum sebagai perbuatan yang dianggap bertentangan dengan ketentuan atau peraturan yang diberlakukan, tentu saja akan memberikan dampak atau akibat hukum bagi para pihak yang melanggar ataupun pihak yang

(38)

dilanggar haknya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat terlihat bahwa akibat utama yang disebabkan adanya perbuatan melawan hukum yaitu terjadinya kerugian. Kerugian ini dapat dibuktikan bahwa akibat perbuatan melawan hukum, kerugian terjadi kepada pihak menjadi korbanUnsur Kerugian merupakan unsuur penting lainya dalam menentukan ada tidaknya perikatan yang lahir dari undang- undang sebagai perbuatan melawan hukum. Dalam perikatan yang lahir dari perjajian adalah relatif lebih mudah untuk menentukan dan mengukur prestasi yang telah tertentu, dalam perikatan yang lahir dari undang-undang sesungguhnya seperti zaakwaarneming atau pembayaran yang tidak terutang prestasi yang harus dipenuhi sesungguhnya telah ditentukan dengan sangat jelas.

Perbuatan melawan hukum, orang boleh mendapat kepastian bahwa setiap orang harus patuh pada ketentuan hukum yang berlaku, dalam civil law ketentuan hukum pada umumnya tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang telah dibukukan secara relative rigid serta yurisprudensi yang berkembang dari waktu ke waktu. Sedangkan dalam system common law hukum memiliki makna yang lebih luwes yang meliputi equity (yang berkembang dan berbeda-beda menurut ukuran tempat dan waktu dimana suatu kelompok masyarakat hidup) common law (dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh lembaga legislative maupun eksekutif) serta putusan hakim (dalam bentuk judge made law). Yang menjadi prestasi atau kewajiban yangharus dilakukan dalam perbuatan melawan hukum adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh hukum yang tidak boleh dilakukan oleh perorangan tertentu yang akan dapat merugikan kepentingan pihak atau orang lain.

(39)

Perbuatan melawan hukum selain dengan unsur perbuatan melanggar, kesalahan, kerugian juga terdapat alasan pembenar dan alasan pemaaf. Alasan pembenar berhubungan dengan sifat obyektivitas dari suatu tindakan yang melawan hukum dengan alasan pemenar ini suatu tindak pidana kehilangan unsur perbuatan melawan hukumnya sehingga siapa pun juga melakukan tindakan tersebut tidak akan dapat dipidana karena tidak memiliki lagi unsur perbuatan melawan hukumnya. Yang termasuk dalam alasan pembenar sebagai berikut:

a. Adanya daya paksa

b. Adanya pembelaan yang terpaksa

c. Karena menjalankan perintah undang-undang

d. Karena sedang menjalankan perintah jabatan yang sah

Dalam praktek, penggugat dapat menghindarkan kesulitan dengan menyebutkan dua macam gugatan bersama-sama dalam surat gugatannya, sedang terserah kepada hakim untuk memilih, macam gugatan yang mana harus dianggap pada tempatnya dalam peristiwa tertentu ini. Lebih sulit lagi hal perhubungan antara gugatan atas perbuatan melanggar hukum dan gugatan atas suatu hak perbendaan.Salah suatu unsur dari gugatan yang bersifat perbendaan ialah.bahwa dasar pokok dari gugatan ini ialah adanya suatu hak mutlak terhadap suatu barang, maka gugatan dinamakan bersifat perbendaan, apabila ada suatu hak mutlak atas suatu barang harta benda, yang diganggu oleh orang lain.50

Penggugat mengutarakan semua kejadian sekitar suatu peristiwa, yang menurut penggugat merupakan suatu keganjilan dalam masyarakat, diikuti oleh

50 Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum dipandang dari Sudut Hukum Perdata, Bandung: Sumur, 1983, hal. 103

(40)

permohonan peradilan pada umumnya, yaitu memohon, supaya keganjilan itu diperbaiki oleh Hakim secara yang sebaik-baiknya, sehingga sesuai dengan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.51

. Dalam perkara Putusan Nomor 144/Pdt.G/2012/PN.Pdg dapat kita lihat bahwa akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak leasing PT.

Adira Dinamika Multi Finance Tbk Padang menyebabkan kerugian kepada konsumen Fatmiwati. Perbuatan melawan hukum yang dilakukan yaitu penarikan mobil TOYOTA AVANZA Tipe G Nomor Polisi BA 1005 A. Jenis minibus warna hitam, tahun pembuatan 2010, Nomor Rangka MHFM1BA3JAK241778, Nomor Mesin G15AID218604 atas nama Penggugat yaitu Fatmiwati.

D. Ganti Rugi Akibat Perbuatan Melawan Hukum

Hak-hak tertentu, baik mengenai hak-hak pribadi maupun mengenai hak- hak kebendaan dan hukum akan melindungi dengan sanksi tegas baik bagi pihak yang melanggar hak tersebut, yaitu tanggungjawab membayar ganti rugi kepada pihak yang dilanggar haknya. Dengan demikian setiap perbuatan yang menimbulkan kerugian pada orang lain menimbulkan pertanggungjawaban. Pasal 1365 KUHPerdata menyatakan : Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Ketentuan Pasal 1366 KUHPerdata menyatakan: Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaiannya atau kurang hati-hatinya.

51 Ibid, hal. 105

(41)

Ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata tersebut di atas mengatur pertanggung- jawaban yang diakibatkan oleh adanya perbuatan melawan hukum baik karena berbuat (positip=culpa in commitendo) atau karena tidak berbuat (pasif=culpa in ommitendo). Sedangkan Pasal 1366 KUH Perdata lebih mengarah pada tuntutan pertanggungjawaban yang diakibatkan oleh kesalahan karena kelalaian (onrechtmatigenalaten). Orang yang melakukan perbuatan melawan hukum harus dapat dipertanggungjawaban atas perbuatannya, karena orang yang tidak tahu apa yang ia lakukan tidak wajib membayar ganti rugi. Sehubungan dengan kesalahan in terdapat dua kemungkinan.

Gugatan ganti rugi dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri, tentunya harus melalui suatu proses yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku yaitu hukum acara perdata (hukum perdata formil), dimana hukum perdata formil tersebut merupakan suatu peraturan hukum yang berfungsi untuk mempertahankan hak seseorang, oleh karena hak tersebut dilanggar oleh orang lain sehingga menimbulkan kerugian. Disini pihak yang dirugikan dapat minta perlindungan hukum, yaitu dengan memintakan keadilan lewat hakim (pengadilan) sejak dimajukanya gugatan sampai dengan pelaksanaan putusan hakim.

Untuk putusan hakim dalam gugatan ganti rugi karena perbuatan melawan hukum, maka hakim akan membebani bagi pihak yang kalah untuk melakukan prestasi dengan cara membayar sejumlah uang kepada pihak lawan. Dalam hal ini adalah dari debitur yang melakukan perbuatan melawan hukum kepada pihak kreditur yang telah dirugikan kepentinganya.

(42)

Berbagai tuntutan yang dapat diajukan, karena perbuatan melawan hukum ialah:52

1. Ganti rugi dalam bentuk uang atas kerugian yang ditimbulkan.

2. Ganti rugi dalam bentuk natura atau dikembalikan dalam keadaan semula.

3. Pernyataan, bahwa perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan melawan hukum.

4. Melarang dilakukannya perbuatan tertentu.

Mengenai gugatan ganti rugi yang didasarkan pada perbuatan melawan hukum, maka seorang nasabah yang dalam hal ini bertindak sebagai seorang penggugat harus mampu untuk memberikan sejumlah prinsip-prinsip yang dipergunakan untuk pembuktian bahwa dirinya benar-benar telah dirugikan dan kerugian itu dapat dihitung besarnya serta menjadi tanggung jawab dari pihak leasing.

52 Ibid.

(43)

1988

Pembiayaan konsumen merupakan kegiatan dimana sebuah lembaga pemibayaan memberikan dana untuk mendahulukan pembayaran kebutuhan debiturnya, kemudian debitur tersebut melakukan pembayaran dengan sistem perjanjian yang telah disepakati. Dalam istilah Inggris, pembiayaan konsumen disebut dengan istilah consumer finance. Pembiayaan konsumen ini pada hakikatnya sama saja dengan kredit konsumen (consumer credit). Bedanya hanya terletak pada lembaga yang membiayainya. Pembiayaan konsumen biaya diberikan oleh perusahaan pembiayaan (financing company), sedangkan kredit konsumen biaya diberikan oleh Bank. Di Inggris, kredit konsumen ini sudah diatur dalam suatu undang-undang tersendiri, yaitu dalam Undang-Undang Kredit Konsumen 1974 (Consumer Credit Act, 1974).63

Pengertian tersebut juga dapat terlihat jelas dalam Pasal 1 angka (6) Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan menyebutkan bahwa,

“Pembiayaan konsumen adalah pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan Konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau berkala.”

Kemudian pengertian pembiayaan konsumen juga terdapat dalam Peraturan Presiden. Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan sebagaimana dimuat dalam Pasal 1 angka 7 menyebutkan,

63 Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 96

(44)

“Pembiayaan Konsumen (Consumers Finance) adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.”

Perkembangan yang terjadi, kegiatan pembiayaan konsumen tumbuh subur dan sangat diminati oleh masyarakat khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah, karena kegiatan ini dianggap mampu untuk mengamodir kebutuhan masyarakat atas barangbarang konsumen. Adapun sejarah lahirnya pemberian kredit dengan sistem pembiayaan konsumen ini adalah sebagai jawaban atas kenyataan-kenyataan sebagai berikut:64

1. Bank-bank kurang tertarik/tidak cukup banyak dalam menyediakan kredit kepada konsumen, yang umumnya merupakan kredit-kredit berukuran kecil;

2. Sumber dana yang formal lainnya banyak keterbatasan atau sistemnya yang kurang fleksibel atau tidak sesuai kebutuhan. Misalnya apa yang dilakukan oleh Perum Pegadaian, yang di samping daya jangkauannya yang terbatas, tetapi juga mengharuskan penyerahan sesuatu sebagai jaminan. Ini sangat memberatkan bagi masyarakat;

3. Sistem pembayaran informal seperti yang dilakukan oleh para lintah darat atau tengkulak dirasakan sangat mencekam masyarakat. Sehingga sistem seperti ini sangat dibenci atau dianggap sebagai riba, dan banyak negara maupun agama yang melanggarnya;

64 Munir Fuady, Op.Cit, hal. 206

(45)

4. Sistem pembayaran formal lewat koperasi, seperti Koperasi Unit Desa ternyata juga tidak berkembang seperti yang diharapkan.

Atas

Berdasarkan hal di atas, kemudian muncul sistem pembiayaan yang baru yang dianggap mampu membantu khususnya dalam penyediaan kendaraan. Salah satunya adalah leasing. Secara umum Leasing artinya adalah Equipment Funding, yaitu pembiayaan/barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Mengenai definisi Leasing itu sendiri ada banyak pendapat. Menurut The Equipment Leasing Association di London memberika defenisi sebagai berikut:65

“Leasing adalah perjanjian antara lessor dengan lesee untuk penyewan suatu jenis barang modal tertentu yang dipilih/ditentukan oleh lessee. Hak pemilihan atas barang modal tersebut ada pada lesssor sedang lessee hanya mengunakan barang modal tersebut berdasarkan uang sewa yang telah ditentukan dalam suatu jangka waktu tertentu.”

Dapat diartikan bahwa leasing itu adalah Pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyedian barang-barang modal dengan pembayaran secara berkala oleh perusahaan yang menggunakan barang-barang modal tersebut, dan dapat membeli atau memperpanjang jangka waktu berdasarkan nilai sisa. Berdasarakan beberapa pengertian tersebut di atas, maka pada prinsipnya pengertian leasing itu adalah sama dan harus terdiri dari unsur-unsur pengertian sebagai berikut:

a. Pembiayaan perusahaan

65 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000, hal. 95

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji bagi Allah SWT karena atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini dengan judul “

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dari delapan faktor yang diteliti, terdapat enam faktor yang berhubungan dan menjadi faktor prediktor

Tugas Akhir ini merupakan suatu kesempatan bagi mahasiswa untuk dapat menerapkan ilmu-ilmu yang sudah didapat dalam perkuliahan dan sebagai sarana untuk mengetahui dunia kerja

Kelayakan yang tinggi bagi suatu institusi atau lembaga yang terkait da bertanggungjawab atas terselanggaranya pembangunan daerah, sangat penting artinya bagi terwujudnya

Dalam konteks ini al-Nursi (2007) melihat bahawa sakit dapat mengajar erti hidup bermasyarakat dan di samping dapat menghapuskan sifat ego dalam diri seseorang kerana

a) Masalah itu menunjukkan suatu kesenjangan antara teori dan fakta empirik yang dirasakan dalam proses pembelajaran. b) Masalah tersebut memungkinkan untuk dicari dan

Dapat dilihat berat tongkol tanpa kelobot per plot jagung dengan pemberian mol keong mas dan ampas sagu tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan dan produksi tanaman

The first stage of metal biosorption process was the deprotona- tion of hydroxyl group in carboxyl and phenol functionalities to form negatively charged hydroxylate and