• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Probit Untuk Ordinal Response

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Model Probit Untuk Ordinal Response"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Model Probit Untuk Ordinal Response

Defi Yusti Faidah

1

, Resa Septiani Pontoh

2

1,2 Departemen Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran defi.yusti@unpad.ac.id

Abstrak—Pada beberapa kasus tertentu, variabel respon berupa data kategori yang berskala ordinal. Penggunaan metode analisis regresi linier klasik tidak dapat digunakan untuk melihat hubungan variabel yang bersifat ordinal. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah regresi probit. Model probit adalah salah satu model regresi yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel respon yang merupakan data kategori berskala ordinal dengan variabel prediktor yang terdiri dari variabel kontinu, diskrit atau campuran antara keduanya. Penaksiran parameter model probit menggunakan Maximum Likelihood Estimation (MLE) dan pengujian parameter model menggunakan metode Likelihood Ratio Test.. Kajian penelitian ini adalah memodelkan Indeks Pembangunan Manusian (IPM) di Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan hasil pemodelan regresi probit dapat diketahui faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap IPM Provinsi Jawa Barat yaitu persentase penduduk miskin. Diharapkan dengan diketahui faktor-faktor yang berpengaruh dapat dijadikan sebagai masukan kepada pemerintah untuk meningkatkan IPM Provinsi Jawa Barat.

Kata kunci: IPM, Model Probit, Ordinal Response I. PENDAHULUAN

Pemodelan berkaitan dengan jenis data yang digunakan. jenis data terdiri dari data numerik dan kategori. Ketika variabel respon dari hasil penelitian merupakan data kategori yang bersifat data ordinal maka analisis regresi linear klasik tidak bisa digunakan. salah satu metode untuk mengatasi masalah tersebut adalah regresi probit. Regresi probit ordinal adalah salah satu model regresi yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara variabel respon yang merupakan data kategori berskala ordinal dengan variabel prediktor yang terdiri dari variabel kontinu, diskrit atau campuran antara keduanya [1]. Regresi ini pertama kali dikembangkan oleh Aitchison dan Silvey tahun 1957 dari model regresi probit yang dikemukakan oleh Bliss pada tahun 1934. Apabila data diketahui berdistribusi normal maka lebih disarankan menggunakan regresi probit ordinal untuk pemodelan data [1].

Pemodelan probit diaplikasikan pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Jawa Barat.

Masih rendahnya kualitas SDM merupakan kelemahan yang mendasar bagi negara berkembang termasuk Indonesia. Terbukti bahwa Jawa Barat, yang notabene merupakan provinsi besar di Indonesia memiliki nilai IPM yang masih berada di kisaran menengah atas. Diharapkan dengan dengan diketahuinya faktor- faktor yang berpengaruh terhadap IPM dapat dijadikan sebagai salah satu masukan pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk meningkatkan kualitas SDM di Provinsi Jawa Barat.

II. METODE PENELITIAN A. Model Probit

Pemodelan regresi probit ordinal diawali dengan memperhatikan model sebagai berikut [2][3].

Y*

0βTx

(1) dimana Y* adalah variabel respon yang merupakan variabel kontinu, 0 adalah parameter intersep yang tidak diketahui, β adalah vektor parameter koefisien dengan 

12  p

T ,

x

adalah vektor variabel bebas, dengan x

X1 X2Xp

Tdan

adalah error yang diasumsikan berdistribusi

 

0,2

N . Berdasarkan persamaan (1) dilakukan transformasi ke dalam bentuk

)

( 0

* βTx

ZY , dimana )

1 , 0 (

~ N

Z Selanjutnya dilakukan pengkategorian terhadap Y* secara or-dinal yaitu untuk Y*1

(2)

dikategorikan dengan Y0, untuk

1Y*

2 dikategorikan dengan Y 1, ... , untuk

Y j

j

   * 1

dikategorikan dengan Yj1, ... , untuk

Y

*

 

j dikategorikan dengan

Yj

, sehingga diperoleh model regresi probit ordinal sebagai berikut.

 

βTx βTx βTx βTx

Z P Z

P Z

P Y

P 1 ( 0 ) ( 1 0) 1 1

0

 

βTx βTx

Z P

Y

P ( ) ( )

1 1 0 2 0

2 βTx) 1 βTx)

 

j βTx j βTx

Z P

j Y

P ( ) ( )

1 1 0 0 



 





 

j βTx j1 βTx

(2)

   



  

 

j P Zj βTx Y

P j Y

P ( )

1

1 * 0 



 

 

j βTx 1

dengan Y0 untuk kategori terendah dan

Yj

untuk kategori tertinggi dan 

 

 adalah fungsi distribusi kumulatif distribusi normal [4].

B. Pengujian Model Probit

Metode Likelihood Ratio Test digunakan untuk menguji peranan variabel prediktor di dalam model. Misalkan Y1,Y2,,Yn adalah variabel random yang saling bebas sebanyak n, yang masing- masing mempunyai fungsi distribusi probabilitas f(yi;1,2,,p*), untuk i1,2,,n. Himpunan yang terdiri dari semua parameter titik (1,2,,p*) dinotasikan dengan

dan

subset dari

.

n

i

yi

f L

1

0)

; ( )

(

 

, dengan

    

0

n

i

p

yi

f L

1

* 2

1, , , )

; ( )

(     , dengan 

 

0,

1,,

p

Hipotesis :

H0 : = 0

H1 : Paling sedikit ada satu

merupakan jumlah prediktor dalam model. Statistik uji untuk Likelihood Ratio Test adalah ditunjukkan dalam persamaan (3).





 

ˆ) (

ˆ) ln ( 2

L

G L

(3) dengan = penaksir likelihood yang tidak mengandung variabel prediktor.

= penaksir likelihood dengan variabel prediktor

Statistik uji mengikuti sebaran dengan derajat bebas p, dimana H0 akan ditolak jika nilai G( p2) [5].

C. Data Penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas. Unit observasi adalah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari 26 kabupaten/kota. Variabel respon dalam penelitian ini adalah IPM yang terbagi menjadi tiga kategori yaitu rendah, menengah dan tinggi. Variabel prediktornya adalah persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan (X1), persentase penduduk yang berpendidikan di atas SLTP (X2), rata-rata pendapatan perkapita (X3), rasio ketergantungan (X4), peranan sektor industri dalam PDRB (X5) dan persentase penduduk miskin (X6)

(3)

D. Langkah Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah

 Melakukan analisis deskripsi statistik terhadap semua variabel untuk mengetahui karakteristik IPM di Provinsi Jawa Barat

 Melakukan pengujian hipotesis terhadap parameter model regresi probit ordinal.

 Menarik kesimpulan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini diuraikan tentang deskripsi IPM di Provinsi Jawa Barat. Selain itu juga diuraikan pemodelan IPM beserta fakor-faktor yang mempengaruhinya dengan menggunkaan model probit.

A. Deskripsi IPM

Sebagai gambaran awal dilakukan analisis statistik deskriptif terhadap karakteristik IPM di kabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa. Hasil analisis des-kriptif dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Persentase Kelompok IPM Kelompok Jawa Barat

Jumlah Persentase

Rendah 9 34,62

Menengah 15 57,69

Tinggi 2 7,69

Sebagian besar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat memiliki IPM dengan kategori menengah.

Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat yang memiliki IPM kategori rendah masih cukup tinggi yaitu 34 persen. Sementara itu yang memiliki IPM tinggi hanya mencapai 7 persen. Tabel 2 merupakan statistika deskriptif untuk menunjukkan karakteristik kelompok kabupaten/kota dengan tingkat IPM rendah, menengah dan tinggi di Provinsi Jawa Barat.

Tabel 2. Karakteristik Kelompok Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat

Variabel

Rendah Menengah Tinggi

Rata- Rata

Standar Deviasi

Rata- Rata

Standar Deviasi

Rata- Rata

Standar Deviasi

% penduduk yang tinggal di perkotaan

(X1)

24,10 10,83 55,30 35,70 94,85 2,81

% Penduduk yang berpendidikan di atas

SLTP (X2)

27,38 5,57 41,06 12,66 61,56 0,88

Rata-rata pendapatan perkapita (ribu rupiah)

(X3)

292,40 44,81 378,35 99,04 587,62 15,30

Rasio ketergantungan

(X4) 0,58 0,06 0,52 0,05 0,44 0,02

Peranan sektor industri

dalam PDRB (X5) 22,30 19,63 31,75 24,30 41,66 6,55

% Penduduk miskin

(X6) 17,85 2,24 11,05 4,29 3,70 1,80

Kabupaten/kota dengan tingkat IPM rendah hanya 24,10 persen penduduknya tinggal diperkotaan, sedangkan kabupaten/kota dengan tingkat IPM menengah sudah mencapai 55,30 persen. Sementara itu,

(4)

kabupaten/kota dengan tingkat IPM tinggi, 94,85 persen penduduknya tinggal di daerah perkotaan dan memiliki standar deviasi paling kecil dibanding dengan kelompok yang lain. Hal ini berarti bahwa variasi di antara kabupaten/kota pada tersebut sangat kecil atau hampir semua tinggal di daerah perkotaan.

Tingkat pendidikan di Provinsi Jawa Barat masih kurang bagus. Hal ini dikarenakan rata-rata dari ketiga kelompok kabupaten/kota tersebut persentase penduduk yang berpendidikan diatas SLTP atau sederajat hanya berkisar antara 27 - 62 persen. Rata-rata pendapatan perkapita kabupaten/kota yang memi-liki tingkat IPM rendah hanya 292,4 ribu rupiah, sedangkan kabu-paten/kota dengan tingkat IPM menengah dan tinggi masing-masing adalah 378,35 dan 587,62 ribu rupiah.

Rasio ketergantungan penduduk untuk kabupaten/kota dengan IPM rendah, menengah dan tinggi masing-masing adalah 0,58;0,52 dan 0,44 persen. Berdasarkan ketiga kelompok tersebut, rasio ketergantungan penduduknya masih cenderung tinggi tetapi standar deviasinya cukup kecil. Hal ini berarti kabupaten/kota di ketiga kelompok mempunyai rasio ketergantungan penduduk yang hampir sama. Kelompok dengan tingkat IPM yang tinggi mempunyai pe-ranan sektor industri paling besar terhadap PDRB, yakni rata-rata per kabupaten/kota memberikan peranan sebesar 41,66 persen. Sementara itu, peranan sektor industri yang paling kecil adalah kelompok dengan tingkat IPM yang rendah dengan rata-rata per kabupaten/kota memberikan peranan hanya sebesar 22,30 persen.

Salah satu faktor yang memicu tinggi rendahnya IPM di suatu wilayah adalah kemiskinan. Jika dilihat dari persentase penduduk miskin ketiga kelompok tersebut, rata-rata memiliki persentase penduduk miskin berkisar antara 4 sampai 18 persen. Kabupaten/kota yang paling banyak penduduk miskinnya adalah ke-lompok dengan tingkat IPM rendah, yakni sebesar 17,85 persen.

B. Pemodelan IPM Provinsi Jawa Barat

Untuk mendapatkan model IPM yang terbaik dilakukan pengujian parameter secara parsial. Variabel yang signifikan pada pengujian parsial digunakan untuk pemodelan IPM.

Pengujian Parameter Secara Parsial

Pengujian parameter secara parsial dilakukan dengan menguji setiap , untuk

secara parsial. Hasil dari pengujian ini berguna untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari masing- masing variabel bebas prediktor terhadap IPM Provinsi Jawa Barat. Disamping itu hasil pengujian secara parsial dapat digunakan untuk memilih variabel prediktor yang digunakan pada model regresi probit ordinal multivariabel. Tingkat signifikansi ( ) yang digunakan adalah sebesar 0,05, sehingga daerah kritis untuk menolak H0 adalah .

Tabel 3. Uji Signifikansi Parameter Secara Parsial Variabel Koefisien SE Koefisien Z Keputusan

X1 0,031991 0,013005 2,45995 Tolak H0

X2 0,118521 0,044755 2,648213 Tolak H0 X3 0,013596 0,005326 2,552788 Tolak H0 X4 -18,41748 6,708383 -2,745442 Tolak H0 X5 0,014646 0,010934 1,339546 Terima H0 X6 -0,449317 0,158241 -2,839453 Tolak H0

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa hanya variabel X1, X2, X3, X4, dan X6 yang berpengaruh secara signifikan terhadap IPM Provinsi Jawa Barat.

Pengujian Parameter Secara Serentak

Setelah diperoleh variabel yang mempengaruhi IPM Provinsi Jawa Barat secara individu selanjutnya dilakukan pengujian untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel prediktor yang signifikan dari model regresi probit ordinal secara serentak.

j j1,2,, p

96 ,

2 1

/Z

(5)

Tabel 4. Hasil Penaksiran dan Pengujian Parameter Secara Serentak

Variabel Koefisien SE Koefisien P-value

X1 -0,000734 0,027441 0,9787

X2 -0,023591 0,112946 0,8346

X3 -0,000447 0,010787 0,9670

X4 -10,08488 11,91173 0,9372

X6 -0,453337 0,215920 0,0358

-13,83755 10,47709 0,1866

-8,042200 9,768364 0,4103

LR = 25,82580 070 ,

2 11

4

; 05 ,

0

Berdasarkan hasil dari pengujian serentak diatas dapat diketahui bahwa nilai statistik uji LR (25,83) lebih besar daripada 11,070 sehingga paling sedikit satu yang tidak sama dengan nol. Variabel yang berpengaruh secara serentak hanya X6 karena memiliki P-value kurang dari .

0

[ 7,211306 ( 0,449317 )]

ˆ

X6

Y

P     (4)

1

[ 1,771390 ( 0,449317 )]

ˆ

X6

Y

P     [7,211306(0,449317X6)] (5)

2

1 [ 1,771390 ( 0,449317 )]

ˆY X6

P     

(6) Berdasarkan model probit di atas dapat diperoleh nilai prediksi probabilitas kabupaten/ kota Provinsi Jawa Barat memperoleh IPM rendah, menengah dan tinggi yang dapat dilihat pada. Misalnya dipilih Kabupaten Cirebon untuk menjelaskan model regresi probit ordinal yang diperoleh. Persentase penduduk miskin di Kabupaten Cirebon adalah 19,07 persen. Berdasarkan persamaan (4), persamaan (5) dan persamaan (6) diperoleh nilai prediksi untuk masing-masing kategori adalah sebagai berikut 0,913;

0,084 dan 0. Hal ini berarti bahwa Kabupaten Cirebon mempunyai probabilitas yang besar untuk mendapatkan IPM rendah. Hasil perhitungan prediksi probabilitas kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat dengan model probit dapat diketahui kabupaten/kota mana saja yang memiliki IPM rendah, menengah, dan tinggi. Adapun hasil pengelompokannya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 4. Hasil Pengelompokan Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat

Kelompok Kabupaten/Kota

0

Kabupaten Cainjur, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang

1

Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Cirebon, Kota Bekasi, kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, Kota Banjar

2 Kota Bandung, Kota Depok

Kebenaran pengelompokan kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat dapat dilihat berdasarkan ketepatan hasil pengklasifikasian antara prediksi dan observasi. Tabel 5 memperlihatkan bahwa model yang telah diperoleh memiliki kemampuan mengklasifikasikan objek dengan benar sebanyak 20 kabupaten/kota atau men-capai 73,08 persen.

(6)

Tabel 5. Klasifikasi Hasil Prediksi Dan Observasi Observasi Prediksi

0 1 2

0 6 3 0

1 2 12 1

2 0 1 1

Efek marginal digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari variabel peranan persentase penduduk miskin terhadap probabilitas kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat mendapatkan IPM rendah, menengah dan tinggi.

(0,449317)

 

7,211306(0,449317X6)

(7)

 (  0 , 449317 )     7 , 211306  (  0 , 449317 X

6

)      1 , 771340  (  0 , 449317 X

6

)  

(8)

  

βTx

X Y

Pˆ 2 ˆ ˆ

2 6 6

 

  

 1 , 771340 ( 0 , 449317 ) 

) 449317 , 0

(     X

6

 

(9)

Selain itu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh persentase penduduk yang tinggal di perkotaan digunakan efek marginal. Berdasarkan persamaan (4.15) hingga (4.17) diperoleh nilai efek marginal dari persentase penduduk miskin Provinsi Jawa Barat seperti yang terdapat pada Lampiran 6.

Misalkan untuk Kabupaten Cirebon, nilai efek marginal persentase penduduk miskin terhadap probabilitas Kabupaten Cirebon mendapat IPM rendah, menengah dan tinggi berturut-turut adalah sebesar 0,071; -0,071 dan 0. Terlihat bahwa nilai efek marjinal terbesar adalah untuk kategori IPM rendah. Hal ini menunjukkan bahwa persentase penduduk miskin memberikan pengaruh yang besar terhadap probabilitas Kabupaten Cirebon mendapatkan IPM rendah karena setiap kenaikan persentase penduduk miskin sebesar satu satuan maka akan meningkatkan peluang Kabupaten Cirebon memperoleh IPM rendah sebesar 7,1 persen.

IV. SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pemodelan probit dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi IPM Provinsi Jawa Barat adalah persentase penduduk miskin dengan ketepatan klasifikasi yang mencapai 73,08 persen.

Penelitian ini belum memperhatikan adanya keterkaitan antar wilayah dalam pemodelan. Perlu dilakukan pemodelan probit spasial untuk mengatasi adanya keterkaitan antar wilayah yang saling berdekatan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] J.H. Aldrich, and Nelson, F.D., “Linear Probability, Logit, and Probit Models”, California: Sage, 1984.

[2] D.J. Finney, “Probit Analysis, 3th edition”, Cambridge: Cambridge University Press, 1971.

[3] C. O’Donnell, and D.H. Connor, “Predicting the Severity of Motor Vehicle Accident Injuries Using Models of Ordered Multiple Choice”, Accident Analysis and Prevention, vol.28(6); pp: 739 – 753, 1996.

[4] W.H. Greene, “Econometrics Analysis, 6th edition,” New Jersey: Prentice Hall, 2008.

[5] A. Agresti, “Categorical Data Analysis, 2nd edition”. New York: John Willey and Sons, 2002.

   

βTx

 

βTx

 

X Y

Pˆ 1 ˆ ˆ ˆ

2 1

6 6

 

    

  

βTx

X Y

Pˆ 0 ˆ ˆ

1 6 6

 

  

Gambar

Tabel 1. Persentase Kelompok IPM  Kelompok  Jawa Barat
Tabel 4. Hasil Pengelompokan Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat
Tabel 5. Klasifikasi Hasil Prediksi Dan Observasi  Observasi  Prediksi  0  1  2  0  6  3  0  1  2  12  1  2  0  1  1

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Neff dan Knox (2017) self- compassion berdampak pada kesejahteraan individu karena memberikan perasaan positif dalam menerima masalah yang ada pada diri,

Berdasarkan pembahasan mengenai layanan informasi dan teknik modeling di atas, maka dapat dikatakan bahwa layanan informasi dengan teknik modelling adalah suatu proses

penilitian tentang zakat pertanian, skripsi-skripsi tersebut berbeda dengan skripsi penulis yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Zakat Pertanian Di Atas Tanah

Sebaliknya, bila waria PSK tidak memiliki penerimaan hidup dan didukung penerimaan sosial yang baik, maka ia cenderung tidak memiliki strategi penyelesaian

microswitch tipe AC-110172 yang berfungsi sebagai pemutus atau penghubung aliran listrik untuk memberikan informasi ke cargo door control panel bahwa dalam proses

Berdasarkan penelitian langsung yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa sistem penyampaian informasi masih dilakukan dengan cara offline yaitu pencarian informasi

1. T Tabung abungan merupak an merupakan simpana an simpanan pihak ketig n pihak ketiga pada bank yang pen a pada bank yang penarikan arikannya dapat dilak nya dapat dilakukan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Hasil belajar siswa pada mata diklat dasar-dasar