TATA TERTIB PRAKTIKUM STATISTIKA INDUSTRI DAN
PENELITIAN OPERASIONAL TAHUN AJARAN 2016-2017
PERATURAN UMUM
1. Praktikan wajib memenuhi seluruh kelengkapan dan persyaratan praktikum. Apabila tidak, maka praktikan tidak diperkenankan mengikuti praktikum.
2. Praktikan tidak diperkenankan meninggalkan ruangan praktikum tanpa seizin asisten jaga selama praktikum berlangsung
3. Praktikan dihimbau untuk mengkondisikan alat komunikasi selama praktikum berlangsung
4. Asisten berhak memperingatkan dan atau mengeluarkan praktikan yang tidak dapat menjaga ketenangan, ketertiban, kebersihan, dan kerapian laboratorium saat kegiatan praktikum.
5. Setiap praktikan wajib menjaga sopan santun dalam perilaku dan bertutur kata baik sesama praktikan maupun kepada asisten.
6. Setiap barang yang digunakan dan dipinjam pada saat praktikum wajib dikembalikan pada tempatnya.
7. Praktikan dilarang memasukkan USB, flashdisk dan sejenisnya tanpa seizin asisten. 8. Praktikan dilarang memindahkan/meng-copy file apapun yang ada pada komputer tanpa
seizin asisten.
KELENGKAPAN PRAKTIKUM
1. Praktikan wajib memenuhi persyaratan administrasi dan akademis yang telah diumumkan oleh Laboratorium SIPO.
2. Praktikan wajib memenuhi kelengkapan persyaratan setiap modul (persyaratan tambahan akan diumumkan di mading atau website Laboratorium SIPO sebelum praktikum modul bersangkutan dimulai).
3. Praktikan wajib mencetak kartu praktikum pada kertas concorde dan dilengkapi dengan foto 3x4 oleh setiap anggota kelompok dan ditempel pada bagian kiri bawah kartu praktikum serta terdapat cap Laboratorium SIPO.
4. Praktikan wajib membawa kartu praktikum setiap kegiatan praktikum berlangsung.
5. Apabila kartu praktikum hilang, maka praktikan dapat mengganti kartu praktikum maksimal satu kali penggantian dan segera meminta cap Laboratorium SIPO kepada asisten untuk legalisir sebelum praktikum selanjutnya.
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Praktikum SIPO terdiri atas 8 modul dengan rincian 4 modul Statistika Industri dan 4 modul Penelitian Operasional.
2. Praktikum dilaksanakan di Laboratorium SIPO dengan jadwal yang akan ditentukan kemudian. Jika terjadi pemindahan jadwal dan tempat akan diberitahukan selanjutnya. 3. Praktikan wajib hadir tepat waktu saat pelaksanaan praktikum. Setiap bentuk
keterlambatan akan mendapat konsekuensi:
a. Level 1: Terlambat <15 menit, maka praktikan diperbolehkan mengikuti praktikum namun tidak ada tambahan waktu dalam pengerjaan tes awal.
b. Level 2: Terlambat 15-30 menit, maka praktikan diperbolehkan mengikuti praktikum dengan nilai tes awal = 0.
c. Level 3: Terlambat > 30 menit, maka praktikan tidak diperbolehkan mengikuti praktikum dan modul yang bersangkutan dinyatakan gugur.
4. Apabila praktikan tidak mengikuti praktikum salah satu modul atau lebih tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterima oleh seluruh asisten Laboratorium SIPO 2016, maka praktikan tersebut diwajibkan mengulang praktikum di tahun berikutnya. 5. Jika praktikan berhalangan hadir karena sakit, maka diwajibkan menyerahkan surat
keterangan dokter maksimal 3 hari setelah pelaksanaan praktikum. Jika tidak, maka dianggap tidak mengikuti praktikum modul bersangkutan.
6. Praktikum Susulan
a. Praktikum susulan hanya diberikan kepada praktikan yang tidak dapat mengikuti praktikum dengan menyertakan alasan yang benar, resmi, jelas, dan dapat diterima oleh seluruh asisten Laboratorium SIPO 2016.
b. Praktikum susulan hanya diperbolehkan maksimal 2 modul dengan jadwal yang akan ditetapkan kemudian. Apabila lebih dari dua modul maka praktikan tersebut dinyatakan tidak lulus.
c. Apabila praktikan yang mendapatkan kesempatan praktikum susulan tidak mengikuti praktikum pada jadwal yang telah ditentukan dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka wajib mengulang keseluruhan modul di tahun berikutnya.
d. Jadwal susulan dilaksanakan sebanyak satu kali sebelum UTS dan satu kali sebelum UAS
7. Tukar Jadwal
a. Praktikan dapat melakukan tukar jadwal praktikum dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dan dapat diterima seluruh asisten Laboratorium SIPO 2016 paling lambat 1x24 jam sebelum praktikum dilaksanakan dengan mengisi form tukar jadwal.
8. Pakaian
a. Praktikan wajib menggunakan pakaian yang sesuai dengan ketetapan Universitas Telkom, yaitu pada hari Senin-Rabu mengenakan kemeja putih dengan celana panjang/rok warna biru (bukan jeans), Kamis dan Sabtu mengenakan kemeja dengan celana panjang/rok warna biru (bukan jeans), serta pada hari Jumat mengenakan batik dengan celana panjang/rok warna biru (bukan jeans).
b. Rambut mahasiswa pria harus rapi, tidak melebihi kerah kemeja yang dikenakan dan tidak boleh diikat.
c. Praktikan wajib memakai sepatu saat akan mengikuti praktikum Laboratorium SIPO. 9. Laboratorium SIPO tidak akan mentoleransi segala bentuk kecurangan dan plagiarisme.
Apabila praktikan terbukti berbuat curang dan atau plagiarisme, maka nilai praktikum SIPO 2016 dipastikan mendapat nilai E.
10. Jam operasional kerja Laboratorium SIPO yaitu mulai pukul 06.00-20.00 WLSIPO. 11. Hal-hal yang belum tercantum dalam peraturan ini akan ditetapkan kemudian.
12. Peraturan dapat mengalami perubahan sewaktu-waktu berdasarkan kebijakan Laboratorium SIPO.
TES AWAL
1. Tes Awal dilakuan di setiap awal praktikum pada semua modul. 2. Tes Awal dapat bersifat individu atau kelompok
3. Tes Awal dilakukan dalam bentuk tes praktik, tulis, lisan, atau bentuk lain yang akan ditetapkan kemudian.
4. Praktikan yang masuk dalam kategori keterlambatan Level 1 diberikan kesempatan mengikuti Tes Awal tanpa perpanjangan waktu.
LUCKY NUMBER
1. Lucky Number adalah sesi dimana satu perwakilan dari satu shift praktikum mendapatkan
Lucky Number untuk menjelaskan materi modul yang akan dipelajari dalam sesi
praktikum.
2. Apabila praktikan yang mendapatkan Lucky Number dapat menjelaskan materi modul yang sedang dipelajari maka akan mendapatkan poin “+2” dan anggota FRI dari praktikan yang bersangkutan akan mendapatkan poin “+1”
3. Apabila praktikan yang mendapatkan Lucky Number tidak dapat menjelaskan materi modul yang sedang dipelajari maka seluruh anggota FRI dari praktikan yang bersangkutan mendapat poin “-1”
4. Praktikan yang mendapatkan Lucky Number dapat dibantu oleh rekan satu FRI-nya ketika menjelaskan materi modul yang akan dipelajari dalam sesi praktikum
TES AKHIR
1. Tes Akhir dilaksanakan di setiap akhir praktikum pada semua modul.
2. Tes Akhir dilakukan dalam bentuk tes praktik atau bentuk lain yang akan ditetapkan kemudian.
KOMPONEN PENILAIAN
Modul Komponen Penilaian
Tes Awal Praktikum Tes Akhir Tugas Laporan
1a 10% 30% 20% 40% 1b 10% 30% 25% 35% 2 25% 40% 35% - 3 20% 50% 30% - 4 20% 30% 25% 25% 5 20% 25% 25% 30% 6 25% 50% 25% - 7 20% 50% 30% - 8 15% 30% 25% 30% 9 - 100% - -
MODUL 1a
TEKNIK SAMPLING
TUJUAN PRAKTIKUM
1. Memahami definisi dari sampel dan istilah-istilah lain yang terkait
2. Mengetahui cara pengambilan sampel yang tepat dengan berbagai metode yang ada, 3. Membandingkan antara metode yang satu dengan metode yang lain dalam pengambilan
sampel,
4. Mengaplikasikan studi kasus ke dalam software Microsoft Excel.
REFERENSI
1. Sugiarto, Dergibson Siagian, Lasmono Tri Sunaryo, Denny S. Utomo, 2001, Teknik
Sampling Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
2. William G. Cochran, 1991, Teknik Penarikan Sampel, Jakarta: UI-Press. 3. Algifari, 1997, Statistika Induktif, Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
4. Drs. Djarwanto Ps, Drs. Pangestu Subagyo MBA, 1988, Statistik Induktif, Yogyakarta: BPFE.
5. Prof. Drs. Soegyarto Mangkuatmodjo, 2004, Statistik Lanjutan, Jakarta: PT. RINEKA CIPTA.
6. Abdul Hakim SE, 2002, Statistik Induktif untuk Ekonomi dan Bisnis, Yogyakarta : EKONISIA. Sugiarto, Dergibson Siagian, Lasmono Tri Sunaryo, Denny S. Utomo, 2001, Teknik Sampling Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
DASAR TEORI
Tipe Data 1. Data Nominal
Data nominal adalah data yang hanya melakukan kategorisasi variabel yang diukur. Satu kategori dengan kategori lain tidak dapat diurutkan berdasarkan tingkatan.
Contoh dari data nominal adalah mengkategorikan laki – laki dan perempuan dengan cara melabelkan. Laki – laki di labelkan dengan angka 1 dan perempuan dilabelkan dengan angka 0.
2. Data Ordinal
Apa yang dimiliki data nominal, yaitu kategorisasi variabel, juga dimiliki data ordinal. Perbedaan data nominal dan data ordinal adalah kategori-kategori dalam data ordinal dapat diurutkan.
Contoh dari data ordinal adalah terdapat lima tingkat kepuasan, yaitu sangat puas, puas, cukup puas, tidak puas dan sangat tidak puas.
3. Data Interval
Data interval mempunyai tingkatan lebih rendah dari data rasio. Data interval memiliki jarak data yang pasti namun tidak memiliki nilai nol mutlak.
Contoh dari nilai data interval adalah hasil dari nilai ujian matematika. 4. Data Rasio
Data rasio memiliki kekuatan data nominal, data ordinal dan data interval. Data rasio memiliki kelebihan dibandingkan tipe data yang lain, yaitu dapat dibandingkan secara absolut.
Contoh: tinggi badan, berat badan.
Populasi dan Sampel
1. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang memiliki
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
2. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut, ataupun bagian kecil dari anggota populasi yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya.
Sampling
Sampling adalah cara atau teknik yang dipergunakan untuk mengambil sampel. Secara garis
besar, metode penarikan sampel dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Random Sampling (pemilihan secara acak)
Random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang
sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel.
2. Non Random Sampling (pemilihan secara tidak acak)
Non random sampling atau non probability sampling, setiap elemen populasi tidak
mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol).
Metode Penarikan Sampel Acak (Probability Sampling)
Pemilihan sampel tidak dilakukan secara subyektif, dalam arti sampel yang terpilih tidak didasarkan semata-mata pada keinginan Peneliti, sehingga setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama (acak) untuk terpilih sebagai sampel. Jenis-jenis random sampling: 1. Sampel Acak Sederhana (Simple Random Sampling)
Simple Random Sampling adalah metode pengambilan sampel dimana setiap anggota
populasi mempunyai peluang yang sama besar untuk dipilih/ diambil sebagai sampel. Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya. Misalnya, dalam populasi ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan yang miskin, ada manajer dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya.
2. Sampel Acak Sistematis (Systematic Random Sampling)
Metode untuk mengambil sampel secara sistematis dilakukan dengan interval (jarak) tertentu dari suatu kerangka sampel yang telah diurutkan. Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel dengan cara ini. Adapun langkah-langkah memperoleh sampelnya sebagai berikut:
a. Menentukan ukuran sampel (n) yang akan diambil dari keseluruhan anggota populasi (N).
b. Membagi anggota populasi menjadi k kelompok dengan ketentuan k harus lebih kecil atau sama dengan N/n. Nilai k yang lebih besar dari N/n akan menyebabkan ukuran sampel yang diinginkan tidak dapat diperoleh (kurang dari n).
c. Menentukan secara acak sejumlah sampel pertama dari kelompok pertama yang terbentuk. Selanjutnya diambil beberapa unit sampel kedua dari kelompok kedua secara sistematis (urutan sampel kedua dari kelompok kedua sama dengan urutan sampel pertama dari kelompok pertama) dan seterusnya.
3. Sampel Acak Terstratifikasi (Stratified Random Sampling)
Stratified Random Sampling adalah pengambilan sampel dengan populasi dibagi
strata-strata, (sub populasi), kemudian pengambilan sampel dilakukan dalam setiap strata baik secara simple random sampling, maupun secara systematic random sampling.
Misalnya seorang ingin mengambil sampel dari semua guru matematika dari tiap tingkat sekolah, yaitu SD, SMP, SMA. Dari tiap tingkat sekolah terdapat persentasi dari jumlah guru matematika. Adapun langkah-langkah memperoleh sampelnya sebagai berikut:
a. Tentukan dan sebutkan populasinya
b. Tentukan besarnya sampel yang dikehendaki
c. Identivikasikan variabel-variabel dan subkelompok (strata) yang dianggap menjamin perwakilan yang tepat (dengan perbandingan atau sama)
d. Klasifikasikan semua anggota populasi
e. Pilih secara random sejumlah individu yang dikehendaki dai masing-masing subkelompok
4. Sampel Blocking (Cluster Sampling)
Cluster Sampling adalah metode yang digunakan untuk memilih sampel yang berupa
kelompok dari beberapa kelompok (groups atau cluster), dimana setiap kelompok terdiri atas beberapa unit yang lebih kecil (elemen). Jumlah elemen dari masing-masing kelompok bisa sama maupun berbeda.
Seperti halnya strata pada metode acak terstratifikasi, kelompok-kelompok dalam populasi ini juga bersifat bebas satu dengan yang lain (mutually exclusive). Tetapi anggota dari suatu stratanya lebih bersifat heterogen dan dibatasi oleh wilayah. Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan gugus. Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di mana setiap unsur dalam satu stratum memiliki karakteristik yang homogen (stratum A: laki-laki semua, stratum B: perempuan semua), maka dalam sampel gugus, setiap gugus boleh mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen.
Adapun langkah-langkah pemilihan sampel sebagai berikut: a. Tentukan dan definisikan populasinya
b. Tentukan jumlah sampel-sampel yang dikehendaki c. Tentukan dan definisikan cluster yang logis
d. Sebutkan cluster-cluster tersebut yang terkandung dalam populasi e. Taksirlah jumlah rata-rata anggota populasi setiap cluster
dengan ukuran cluster yang ditaksir
g. Pilih secara random jumlah cluster yangn dibutuhkan
h. Masukkan pada penyelidikan itu semua anggota populasi pada tiap cluster yang terpilih.
5. Sampel Bertingkat (Multi-Stage Sampling)
Multi-stage sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara
berurutan dalam dua level tingkatan/hierarki atau lebih. Teknik ini tidak memerlukan daftar lengkap anggota/bagian dari populasi yang akan diteliti. Hal ini dapat digunakan untuk menghemat biaya dalam pengambilan sampel. Teknik ini juga dapat melibatkan lebih dari satu metode atau metode sampling gabungan, misalnya: simple random, cluster atau stratified sampling.
Multi-stage sampling sebenarnya mirip atau hampir sama dengan cluster sampling.
Namun teknik ini melibatkan sampel terpilih dari setiap cluster yang dipilih –yang tidak melibatkan semua unit yang terdapat dalam cluster tersebut. Teknik ini lebih kompleks karena menggunakan sampel minimal dua tahap/tingkat. Dengan kata lain, multi-stage
sampling adalah bentuk kompleks dari cluster sampling.
Metode Penarikan Sampel Tidak Acak (Non Probability Sampling)
Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti.
1. Sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan (Convenience Sampling) Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Misalnya seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling – tidak disengaja – atau juga captive
sample (man-on-the-street). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel
ini, hasilnya ternyata kurang obyektif. 2. Purposive Sampling
Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Misalnya seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa
seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling.
a. Judgement Sampling
Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya.
b. Quota Sampling
Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja.
3. Sampel Bola Salju (Snowball Sampling)
Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel.
Penentuan Jumlah Sampel 1. Dengan Perhitungan
Winarno Surachmad (1990), Suharsimi Arikunto (1990), Kartini Kartono (1990), menyatakan bahwa ukuran sampel sangat ditentukan oleh besarnya ukuran populasi. Untuk populasi dengan ukuran kurang dari seratus, sampel dapat diambil seluruhnya (seluruh anggota populasi menjadi sampel atau disebut juga sebagai sampel total). Namun demikian, Burhan Bungin (2005), memiliki pendapat bahwa ukuran sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus slovin:
Keterangan:
n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi
d = Nilai presisi/ketepatan meramalkan
𝑛 = 𝑁
2. Tanpa Perhitungan
a. Menurut Gay dan Diehl, 1992 Untuk penelitian deskriptif, sampelnya 10% dari populasi. Untuk penelitian korelasional, paling sedikit 30 elemen populasi. Untuk penelitian perbandingan kausal, 30 elemen perkelompok, dan untuk penelitian eksperimen 15 elemen per kelompok.
b. Menurut Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992) Pedoman dalam penentuan jumlah sampel adalah sebagai berikut:
1) Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen.
2) Jika sampel dipecah lagi ke dalam sub sampel (laki/perempuan, SD/SLTP/SMA, dsb), jumlah minimum sub sampel harus 30.
3) Pada penelitian multivariat (termasuk analisis regresi multivariat) ukuran sampel harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah variabel yang akan dianalisis 4) Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat,
ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen.
c. Menurut Krejcie dan Morgan (1970) Krejcie dan Morgan membuat daftar yang biasa diapakai untuk menentukan jumlah sampel sebagai berikut:
d. Menurut Champion (1981) Champion mengatakan bahwa sebagian besar uji statistik selalu menyertakan rekomendasi ukuran sampel. Dengan kata lain, uji-uji statistik yang ada akan sangat efektif jika diterapkan pada sampel yang jumlahnya 30 s/d 60 atau dari 120 s/d 250. Bahkan jika sampelnya di atas 500, tidak direkomendasikan untuk menerapkan uji statistik.
MODUL 1b
PENYAJIAN DAN PENGOLAHAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF
TUJUAN PRAKTIKUM
1. Praktikan mampu memahami konsep statistika deskriptif
2. Praktikan mampu memahami konsep pengolahan dan penyajian data
3. Praktikan mampu melakukan pengolahan dan penyajian data dengan menggunakan
software Microsoft Excel 2013 dan IBM SPSS 23.0
REFERENSI
1. Nugroho, Sigit. 2007. Dasar-dasar Metode Statistika. Jakarta: Grasindo 2. Rasyad, Rasdihan. 2008. Metode Statistik Deskriptif. Jakarta: Grasindo
3. Priyatno, Duwi. 2009. 5 Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 17. Yogyakarta : CV ANDI OFFSET
DASAR TEORI
Statistka Deskriptif dan Inferensia
Statistika merupakan metode pengumpulan data, analisis, interpretasi dan penyimpulan hasil analisis (Johnson dan Bhattacharya, 1985). Statistika dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1. Statistika Deskriptif (Statistika Deduktif)
Statistika deskriptif adalah kegiatan pengumpulan data, pengolahan data, dan penyajian data yang digambarkan dalam bentuk tabel, grafik, diagram, dan pengukuran numerik tanpa berupaya untuk menyimpulkan kondisi keseluruhan.
Mulai
Pengumpulan data
Pengolahan data
Penyajian hasil olahan data
Penggunaan data untuk menganalisis karakter populasi yang ditelaah
Berhenti
Gambar 1b.1 Sistematika Penggunaan Statistika Deskriptif
2. Statistika Inferensia (Statistika Induktif)
Statistika inferensia adalah metode statistik yang digunakan sebagai alat untuk mencoba menarik kesimpulan yang bersifat umum dari sekumpulan data yang telah disusun dan diolah.
Mulai
Pengumpulan data
Pengolahan data
Penyajian hasil olahan data
Penggunaan data hasil olahan untuk memaksimalkan dan atau
menguji karakteristik populasi yang dihipotesiskan
Berhenti Penarikan kesimpulan populasi yang ditelaah
Pengolahan Data Statistika Deskriptif Data Tunggal Pengukuran Terpusat - Mean - Median - Modus Pengukuran Penyebaran - Range - Quartile Deviation - Variance - Standard Deviation - Skewness (Kemiringan) - Kurtosis (Keruncingan) Data Berkelompok Pengukuran Terpusat - Mean - Median - Modus Pengukuran Penyebaran - Range - Quartile Deviation - Variance - Standard Deviation - Skewness (Kemiringan) - Kurtosis (Keruncingan)
Gambar 1b.3 Bagan Statistika Deskriptik 1. Pengolahan Data Tunggal
a. Pengukuran Terpusat
1) Rata-Rata Hitung (Mean)
Keterangan: n = jumlah operasi xi = data ke-i
2) Median
3) Modus
Modus pada data tunggal adalah data yang paling sering muncul.
𝑥 = 𝑥1+ 𝑥2 + ⋯ + 𝑥𝑛 𝑛 = 1 𝑛 𝑥𝑖 𝑛 𝑖=1 Data Ganjil = 𝑛+1 2 Data Genap = 1 2 𝑛 2+ 𝑛 2+ 1
b. Pengukuran Penyebaran 1) Range (Jangkauan)
Jangkauan merupakan selisih antara nilai maksimum dan minimum. Jangkauan data dapat menunjukkan kualitas suatu data. Semakin kecil jangkauan suatu data, maka kualitas data semakin baik, dan begitu pula sebaliknya.
Dengan: Q = kuartil i = 1, 2, 3 n = banyaknya data 2) Jangkauan Kuartil 3) Variansi
Variansi merupakan rata-rata kuadrat selisih atau kuadrat simpangan dari semua nilai data terhadap rata-rata hitung.
4) Standar Deviasi
Standar deviasi adalah akar pangkat dua dari variansi. Standar deviasi merupakan ukuran dispersi yang dianggap paling baik sehingga sering digunakan dalam analisis data.
Range = 𝑄3− 𝑄1
Q =
𝑖(𝑛+1) 4 Jangkauan Kuartil= Q3−𝑄1 2 𝑠2 = 1 𝑛 − 1 (𝑥𝑖 − 𝑥 ) 2 𝑛 𝑛=1 s = 1 𝑛−1 (𝑥1− 𝑥 ) 2 𝑛 𝑛=15) Kemiringan (Skewness)
Kemiringan adalah derajat ketidaksimetrisan suatu distribusi. Kemiringan atau
Skewness dapat juga disebut ukuran distribusi data di mana skewness biasanya
digunakan untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak dengan menghitung rasio skewness dengan standard error of skewness dari output
software SPSS. Kriteria yang digunakan adalah jika rasio skewness antara -2
sampai 2 maka data terditribusi normal.
Gambar 1b.4 Grafik Sknewness
6) Keruncingan (Kurtosis)
Kurtosis adalah derajat keruncingan suatu distribusi (biasa diukur relatif
terhadap distribusi normal). Kurtosis sama halnya dengan skewness, di mana
kurtosis digunakan untuk mengukur distribusi data dengan menggunakan software SPSS untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak,
maka dihitung rasio kurtosis dengan standard error kurtosis. Kriteria yang digunakan, yaitu jika rasio kurtosis diantara -2 sampai 2, maka data berdistribusi normal.
Kriteria dari nilai kurtosis, yaitu :
- a4 = 3, Mesokurtic Curve
- a4 > 3, Leptokurtic Curve
- a4 < 3, PlatycurticCurve
For Unclassified Data =>𝑎3 = 1
𝑛
(𝑥𝑖− 𝑥)3 𝑛
𝑖=1
𝑠3
For Unclassified Data =>𝑎4 = 1 𝑛 (𝑥𝑖− 𝑥)4 𝑛 𝑖=1 𝑠4
Gambar 1b.5 Grafik Kurtosis
2. Pengolahan Data Berkelompok
Apabila data cukup banyak, maka data dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok. Kelompok-kelompok data disebut dengan kelas dan banyaknya data pada setiap kelas disebut frekuensi kelas. Selang yang memisahkan kelas yang satu dengan yang lain disebut interval kelas. Besarnya interval kelas untuk semua kelas harus sama. Suatu tabel yang menyajikan data yang telah dikelompokkan pada kelas-kelas beserta frekuensi kelasnya disebut tabel distribusi frekuensi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar suatu tabel distribusi frekuensi dapat memberikan informasi yang baik, antara lain sebagai berikut:
a. Jumlah kelas pada suatu tabel distribusi frekuensi tidak terlalu banyak atau tidak terlalu sedikit.
b. Hindari adanya suatu kelas yang tidak dapat menampung data (frekuensi kelas nol). c. Semua data harus dapat ditampung ke dalam tabel distribusi frekuensi tersebut dan
tiap kelas frekuensinya tidak boleh memuat data yang ada pada kelas frekuensi lain.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk membuat tabel distribusi frekuensi adalah sebagai berikut.
1. Urutkan data dari data terkecil ke data yang terbesar.
2. Tentukan banyak kelas pada tabel distribusi frekuensi. Dapat menggunakan metode Sturgess.
Keterangan :
k = banyaknya kelas n = banyaknya data
3. Tentukan interval kelas dengan rumus:
Keterangan: I = interval kelas
R = wilayah (data tertinggi – data terendah) k = banyaknya kelas
4. Tentukan batas atas dan batas bawah kelas a. Pengukuran Terpusat
1) Rata-rata Hitung (Mean)
Keterangan: x = interval median f = frekuensi kelas n = jumlah observasi k = banyaknya kelas 2) Median Keterangan:
bb = batas bawah pada median kelas
fo = frekuensi kumulatif sebelum median
c = interval kelas
f = frekuensi pada median kelas
I =𝑅 𝑘 𝑥 = 𝑥1+ 𝑥2+ ⋯ + 𝑥𝑛 𝑛 = 1 𝑛 𝑥𝑖 𝑛 𝑖=1 md = bb + 𝑛 𝑄− 𝑓𝑜 𝑓 𝑐
3) Modus
Dengan
Keterangan:
bb = batas bawah kelas modus
f1 = perbedaan selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sebelumnya
f2 = perbedaan selisih frekuensi kelas modus dengan kelas setelahnya
c = interval kelas
b. Pengukuran Penyebaran 1) Range (Jangkauan)
Jangkauan merupakan selisih antara nilai maksimum dan minimum. Jangkauan data dapat menunjukkan kualitas suatu data. Semakin kecil jangkauan suatu data, maka kualitas data semakin baik, dan sebaliknya.
2) Jangkauan Quartil
3) Variansi
Variansi merupakan rata–rata kuadrat selisih atau kuadrat simpangan dari semua nilai data terhadap ratarata hitung.
Keterangan:
μ = rata-rata populasi Standar Deviasi
mo = bb + 𝑓1 𝑓1+𝑓2𝑐 c = 𝑋𝑚𝑎𝑘𝑠− 𝑋𝑚𝑖𝑛 1+3,322 log 𝑛 Range = 𝑄3 − 𝑄1 Quartile Deviation = 𝑄3− 𝑄1 2 𝜎2= 1 𝑛 (𝑥𝑖 − 𝜇) 2 𝑛 𝑖=1
Standar deviasi adalah akar pangkat dua dari variansi. Standar deviasi merupakan ukuran dispersi yang dianggap paling baik sehingga sering digunakan dalam analisis data.
Keterangan:
μ = rata-rata populasi
4) Kemiringan (Skewness)
Kemiringan yang terdapat pada data berkelompok sama dengan data tunggal di mana kemiringan adalah derajat ketidaksimetrisan suatu distribusi.
Gambar 1b.6 Grafik Skewness 5) Keruncingan (Kurtosis)
Keruncingan yang terdapat pada data berkelompok sama dengan data tunggal. Dimana kurtosis adalah derajat keruncingan suatu distribusi (biasa diukur relatif terhadap distribusi normal).
Kriteria dari nilai kurtosis, yaitu : - a4 = 3, Mesokurtic Curve - a4 > 3, Leptokurtic Curve - a4< 3, PlatycurticCurve 𝜎 = 1 𝑛 (𝑥𝑖 − 𝜇) 2 𝑛 𝑖=1
For unclassified data =𝑎3 = 1 𝑛 (𝑥𝑖− 𝑥)3 𝑛 𝑖=1 𝑠3
For unclassified data =𝑎4 = 1
𝑛
(𝑥𝑖− 𝑥)4 𝑛
𝑖=1
Gambar 1b.7 Grafik Kurtosis
Penyajian Data Statistika Deskriptif 1. Penyajian Data Tunggal
Tabel 1b.1 Penyajian Data Tunggal
Gambar Keterangan
Tabel
Alat untuk menampilkan informasi dalam bentuk matriks Diagram Batang (Bar Chart)
Metode penyajian data dengan menggunakan batang-batang berbentuk persegi panjang dan dilengkapi dengan skala tertentu
Diagram Batang Daun (Steam and Leaf Plot)
Metode penyajian data statistik dalam kelompok batang (puluhan) dan kelompok daun (satuan) dari suatu data
Diagram Garis (Line Chart)
Metode penyajian data dalam bidang cartesius dengan menghubungkan titik-titik pada bidang cartesius (sumbu x dan sumbu y)
Diagram Lingkaran (Pie Chart)
Metode penyajian data berupa daerah lingkaran yang dibagi ke dalam juring-juring
Box Plot
Metode penyajian data berupa grafik yang meyediakan informasi mengenai range, mean, median, Q1, Q3 dan Outlier suatu data.
2. Penyajian Data Berkelompok
Tabel 1b.2 Penyajian Data Berkelompok
Gambar Keterangan
Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif
Frekuensi kumulatif adalah frekuensi yang dijumlahkan, yaitu frekuensi suatu kelas yang dijumlahkan dengan frekuensi kelas sebelumnya. Tabel distribusi kumulatif dibuat dengan cara
Gambar Keterangan
menjumlahkan frekuensi data secara berurutan Histogram
Histogram merupakan diagram kotak yang lebarnya
menunjukkan interval kelas, sedangkan batas-batas tepi kotak merupakan tepi bawah dan tepi atas kelas, dan tingginya menunjukkan frekuensi kelas.
Ogive
Ogive merupakan grafik yang digambarkan berdasarkan data
yang sudah disusun dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kumulatif.
MODUL 2
PENENTUAN DISTRIBUSI PELUANG KONTINU DAN DISKRIT
TUJUAN PRAKTIKUM
1. Praktikan mampu memahami konsep distribusi peluang kontinu dan distribusi peluang diskrit.
2. Praktikan mampu menyelesaikan permasalahan terkait dengan distribusi peluang kontinu dan distribusi peluang diskrit dengan menggunakan software Microsoft Excel 2013 dan IBM SPSS 23.0
REFERENSI
1. Montgomery, C Douglas dan Runger, George C. Applied Statistics and Probability for
Engineers, Fifth Edition. United States of America: John Wiley & Sons, Inc.
2. Walpole, Ronald E., Raymond H Myers.; Ilmu Peluang Dan Statistika untuk Insinyur dan
Ilmuawan, Edisi ke-4. Penerbit: ITB, Bandung, 1995.
3. Sudjana.1992. Metode Statistik. Bandung: Tarsito.
DASAR TEORI
Dalam keseharian kita dihadapakan dengan berbagai macam permasalahan berkaitan dengan peluang suatu kejadian yang mengharuskan kita untuk mencari solusi dan penyelesainya. Faktor ketidakpastian suatu kejadian memiliki banyak model peluang yang menggambarkan akibat jika suatu kondisi tertentu terjadi. Oleh sebab itu, kita memerlukan suatu hasil pengamatan yang telah dilakukan sebelumnya sebagai sebuah informasi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan yang objektif. Keseluruhan pengamatan yang kita lakukan tentunya berasal dari suatu populasi yang menjadi objek permasalahan, dan sampelnya adalah himpunan bagian dari populasi tersebut.
Informasi yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan peluang bisa kita dapatkan dari suatu hasil percobaan. Percobaan yang kita lakukan haruslah suatu percobaan yang acak agar didapatkan informasi yang objektif.
Suatu percobaan dikatakan acak apabila: 1. Percobaan dapat diamati dan diukur.
3. Semua kemungkinan hasil dari percobaan dapat dirumuskan dalam suatu ruang sampel. 4. Besar suatu keberhasilan kejadian dapat kita ketahui dari hasil-hasil sebelumnya.
5. Dalam kondisi yang sama, perocobaan dapat dilakukan oleh pengamat yang berbeda. Dalam suatu percobaan, yang menjadi pusat perhatian bukanlah percobaan tersebut, melainkan akibat dari percobaan tersebut. Hasil dari percobaan yang dihimpun kedalam suatu ruang sampel bukanlah sesuatu yang menjadi pusat perhatian utama, melainkan pemetaan dari hasil percobaan tersebut. Pemetaan ini disebut dengan peubah acak atau variabel acak.
Variabel Acak
Sebuah variabel acak atau peubah acak adalah suatu fungsi yang mengaitkan bilangan nyata dengan setiap elemen di ruang sampel atau ruang contoh. Peubah acak dapat dinyatakan dengan huruf “X” kapital, sedangkan nilainya dinyatakan dengan huruf “x” kecil (Walpole,1993).
Variabel acak terbagi menjadi 2, yaitu: 1. Variabel Acak Diskrit
Variabel acak diskrit adalah variabel acak yang hanya mengambil nilai-nilai yang terisolasi, yaitu nilai yang mungkin ditandai pada suatu garis nyata (Ingram,1994). Jadi, varibel acak diskrit adalah variabel acak yang hanya mengambil nilai-nilai tertentu dalam sebuah interval. Misalkan X adalah peubah acak, banyak nilai-nilai yang mungkin dari X
(yaitu ruang hasil dari Rx) berhingga atau tak berhingga tapi dapat dihitung, maka X
merupakan peubah acak diskrit. Nilai-nilai yang mungkin dari X bisa ditulis sebagai
(x1,x2,x3,…,xn,). Variabel acak diskrit jika digambarkan pada sebuah garis interval, akan
terlihat berupa sederetan titik-titik yang terpisah. Contoh:
Jumlah mahasiswa yang terlambat praktikum pada minggu pertama adalah X. Maka,
Rx = {0,1,2,...}
x = 0, tidak ada mahasiswa yang terlambat
x = 1, terdapat mahasiswa yang terlambat sebanyak satu orang x = 2, terdapat mahasiswa yang terlambat sebanyak dua orang x = n, terdapat mahasiswa yang terlambat sebanyak n orang
2. Variabel Acak Kontinu
Variabel acak kontinu adalah variabel acak yang dapat diukur untuk setiap tingkat akurasi yang diinginkan. Koleksi semua nilai yang mungkin dari variabel acak kontinu terdiri dari satu atau lebih interval dari bilangan real (Ingram, 1994). Jadi, seberapa dekat dua angka dalam suatu selang selalu ada bilangan lain. Contoh antara bilangan 1 dan 2 dengan interval 1, terdapat bilangan lain yaitu (1.1, 1.2, 1.3,...). Varibel acak kontinu jika digambarkan pada sebuah garis interval, akan berupa sederetan titik yang bersambung membentuk suatu garis lurus
Contoh :
- Nilai IPK mahasiswa Universitas Telkom semester 6
X = 3,8 untuk 2 <IPK< 4
- Suhu kota Bandung pada hari Minggu
X = 25,8 derajat Celcius dalam rentang 25 < suhu <30
Maka, dari peubah acak tersebut, peluang untuk suatu kejadian dapat kita bentuk menjadi suatu fungsi peluang, kemudian fungsi kumulatif dari peluang tersebut direpresentasikan menjadi fungsi distribusi.
Distribusi peluang dapat dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Distribusi Peluang Diskrit
2. Distribusi Peluang Kontinu Distribusi Peluang Diskrit
Distribusi peluang diskrit adalah distribusi peluang dimana semesta peubah acaknya dapat dihitung atau berhingga. Distribusi peluang diskrit adalah suatu ruang contoh yang mengandung jumlah titik contoh yang terhingga atau suatu barisan unsur yang tidak pernah berakhir tetapi sama banyaknya dengan bilangan cacah (Walpole,1993).
Syarat dari distribusi diskrit yaitu himpunan pasangan terurut (x, f(x)) merupakan suatu fungsi peluang atau distribusi peluang peubah acak diskrit x bila untuk setiap kemungkinan hasil x memenuhi:
1. ( )
2. ( ) = 1
3. ( = ) = ( )
Ada beberapa jenis distribusi peluang diskrit yang sering digunakan yaitu distribusi seragam diskrit, distribusi binomial, distribusi poisson dan distribusi hipergeometrik. Namun dalam
modul kali ini, distribusi peluang diskrit yang akan dibahas adalah distribusi binomial dan distribusi poisson.
1. Distribusi Binomial
Disrtribusi binomial berangkat dari proses bernoulli. Pada proses bernoulli suatu percobaan dilakukan secara berulang-ulang dimana setiap usaha dari percobaan tersebut mempunyai dua kemungkinan, yaitu “sukses” dan “gagal”. Distribusi binomial merupakan suatu percobaan dimana pada setiap perlakuan, hasilnya hanya mempunyai dua kemungkinan yaitu “sukses” dan “gagal” dalam “n” ulangan yang bebas (Walpole, 1993). Menurut Sudjana (2005:130), distribusi binomial adalah distribusi yang dihasilkan dari eksperiment yang menghasilkan peristiwa “A” dan bukan “A”.
Ciri ciri atau karakteristik distribusi binomial menurut Walpole (1993), yaitu: a. Percobaan dilakukan sebanyak “n” percobaan yang berulang.
b. Hasil dari setiap perulangan yang dilakukan dikategorikan dalam 2 kelompok misalnya “sukses” atau “gagal”, “ya” atau “tidak”.
c. Peluang berhasil disimbolkan dengan “p” dan dalam setiap perulangan yang dilakukan nilai “p” tetap.
d. Setiap ulangan yang dilakukan bersifat bebas (independent).
Banyak sukses X dalam “n” proses bernoulli disebut dengan peubah acak binomial. Distribusi peluang dari X dapat ditulis sebagai berikut.
Maka peluang sukses sebanyak x buah dari “n” percobaan adalah sebagai berikut:
Dimana: [𝑋~𝐵(𝑥, 𝑛, 𝑝) 𝐵(𝑥, 𝑛, 𝑝) = 𝑃(𝑋 = 𝑥) = 𝑛 𝑥 𝑝𝑥(1 − 𝑝)𝑛−𝑥 𝑛 𝑥 = 𝑛! 𝑥! (𝑛 − 𝑥)!
Maka,
Menurut Walpole (1993), adapun rumus untuk menghitung rata – rata, variansi, dan standar deviasi dari nila tengah dan ragam bagi distribusi binomial B(x; n; p) adalah sebagai berikut.
Mean =
Variansi =
Standar deviasi = √
Dimana:
n : banyaknya percobaan yang dilakukan
p : menyatakan peluang sukses pada setiap percobaan x : banyaknya harapan suatu unit muncul dalam percobaan q : peluang gagal dalam percobaan ( = 1 − )
Contoh:
Dalam percobaan pelemparan 1 koin yang dilakukan sebanyak 6 kali, dicatat banyaknya angka 4 yang muncul. Berapakah peluang munculnya angka dadu bernilai 4 sebanyak 3 kali?
Maka,
x = 3 (banyaknya angka 4 yang diharapkan muncul) n = 6 (banyaknya percobaan yang dilakukan) p = 1/6 (peluang kemunculan angka 4 )
( , , ) = ( = ) = (1 − ) − ( , ,1) = ( = ) = 1 3 (1 −1)6−3 ( , ,1) = ( = ) = ! ! ( − )! 13 (1 −1)6−3 = .
Namun biasanya dalam persoalan nyata kita diminta untuk menghitung distribusi kumulatif misalnya ( ) ( ).
𝐵(𝑥, 𝑛, 𝑝) = 𝑛!
𝑥! (𝑛 − 𝑥)!𝑝
Untuk menghitung sigma tersebut kita dapat menggunakan tabel binomial untuk berbagai macam nilai x, n, dan p.
2. Distribusi Poisson
Percobaan poisson adalah eksperimen yang menghasilkan nilai numerik dari peubah acak X pada selang waktu tertentu atau daerah tertentu yang disebut dengan peubah acak poison.
Contoh :
a. Banyaknya gol dalam satu musim liga sepakbola
b. Banyaknya mesin yang rusak dari suatu pabrik selama satu bulan operasi. c. Banyaknya ular yang ditemukan dalam satu hektar hutan.
d. Banyaknya kesalahan penulisan kata dalam satu halaman essay
Distribusi dari peluang distribusi ini disebut dengan distribusi poisson, dimana peubah acak poisson X mewakili jumlah sukses yang terjadi dalam selang waktu atau daerah tertentu yang dinotasikan dengan “t” (Walpole, 1993).
Dimana adalah rata rata banyaknya sukses yang terjadi persatuan waktu atau daerah ,
dengan e = 2.71828 dan menyatakan rata rata banyaknya kejadian sukses yang terjadi
pada selang waktu atau daerah tertentu dengan nilai = . Sifat dari distribusi poisson menurut Walpole (1993):
a. Banyaknya hasil percobaan yang terjadi dalam selang waktu atau suatu daerah tertentu tidak bergantung pada banyaknya hasil percobaan yang terjadi pada selang waktu atau daerah lain yang terpisah.
b. Peluang terjadinya satu hasil percobaan selama suatu selang waktu yang singkat atau dalam suatu daerah yang kecil sebanding dengan panjang selang waktu tersebut atau
𝑃(𝑋 𝑟) = 𝑛𝑥 𝑝𝑥 𝑟 𝑥=0 (1 − 𝑝)𝑛−𝑥 𝑃(𝑎 𝑋 𝑏) = 𝑛𝑥 𝑝𝑥 𝑏 𝑥=𝑎 (1 − 𝑝)𝑛−𝑥 𝑃(𝑥; 𝜆𝑡) =𝑒−𝜆𝑡(𝜆𝑡)𝑥 𝑥! ; 𝑥 =1,2,3,..
besarnya daerah tersebut, dan tidak bergantung pada banyaknya hasil percobaan yang terjadi diluar selang waktu atau daerah tersebut.
c. Peluang bahwa lebih dari suatu hasil percobaan akan terjadi dalam selang waktu yang singkat tersebut atau dalam yang kecil tersebut dapat diabaikan.
Distribusi Peluang Kontinu
Distribusi peluang kontinu adalah peubah acak yang mendapatkan nilainya pada skala kontinu. Bila ruang sampel mengandung titik sampel yang tak berhingga maka disebut dengan ruang sample kontinu. Distribusi peluang kontinu adalah suatu ruang contoh yang mengandung tak terhingga banyaknya titik contoh yang sama dengan banyaknya titik pada sebuah garis (Walpole,1993).
Syarat dari distribusi kontinu adalah apabila fungsi ( ) yaitu fungsi padat peluang peubah
acak kontinu X didefenisikan atas semua himpunan bilangan real R, jika:
1. ( ) ,
2. ∫ ( ) = 1
3. ( ) = ∫ ( )
Contoh data yang di kategorikan sebagai data kontinu adalah seperti berat badan, volume air dalam suatu tabung. Beberapa distribusi kontinu yang banyak dikenal yaitu distribusi normal, distribusi uniform, distribusi chi square, distribusi gamma, distribusi eksponensial dan ada beberapa jenis yang lainnya. Namun, distribusi yang dibahas dalam modul ini hanyalah distribusi normal dan distribusi eksponensial.
1. Distribusi Normal
Distribusi normal merupakan distribusi paling penting dalam ilmu statistika. Dikatakan penting karena distribusi normal dapat menggambarkan banyak fenomena yang terjadi di alam, industri, dan penelitian. Distribusi normal juga dapat digunakan untuk mengaproksimasi distribusi probabilias diskrit seperti binomial, dan poisson (Walpole, 1993). Distribusi normal disebut juga gausian distribution, yaitu salah satu fungsi distribusi peluang yang berbentuk lonceng seperti gambar berikut.
Gambar 2. 1 Kurva Normal
Berdasarkan gambar di atas, distribusi normal memiliki beberapa karakteristik diantaranya:
a. Kurvanya berbentuk garis lengkung yang halus dan berbentuk seperti genta. b. Simetris terhadap rataan (mean).
c. Kedua ekor/ ujungnya semakin mendekati sumbu absisnya tetapi tidak pernah mamotong.
d. Jarak titik belok kurva tersebut dengan sumbu simetrisnya sama dengan σ e. Luas daerah di bawah lengkungan kurva tersebut dari -∞ sampai +∞
Suatu peubah acak berdistribusi normal dapat ditulis ~ ( , 2) . Distribusi normal
memiliki dua parameter yaitu rataan (µ) dan simpangan baku (σ). Jika X merupakan peubah acak, maka fungsi padat peluang dari peubah acak X dengan distibusi normal dapat dinyatkan dengan:
Dimana:
π = 3.14 e = 2.71828
2. Distribusi Eksponensial
Distribusi eksponensial merupakan pengujian yang digunakan untuk melakukan perkiraan atau prediksi dengan hanya membutuhkan perkiraan rata-rata populasi karena distribusi eksponensial memiliki standar deviasi sama dengan rata-rata. Distribusi ini termasuk ke dalam distribusi kontinu. Ciri dari distribusi ini adalah kurvanya mempunyai ekor di sebelah kanan dan nilai x dimulai dari 0 sampai tak hingga. Distribusi eksponensial memiliki pertalian erat dengan distribusi poisson. Jika pada poisson, peubah acak poisson X menggambarkan jumlah keluaran yang terjadi pada suatu selang waktu atau luas daerah tertentu, maka peubah acak eksponensial X menggambarkan panjang rentang waktu
𝑁(𝑥; ; 𝜎) = 𝑓(𝑥) = 1
2𝜋𝜎2𝑒
−12 𝑥−µ𝜎 2
; -∞<x<∞, -∞<x<∞,𝜎2
antara suatu kejadian dengan kejadian lainnya. Gambar kurva distribusi eksponensial berbeda-beda tergantung dari nilai x dan λ sebagai berikut:
Gambar 2. 2 Kurva Eksponensial Syarat Distribusi Eksponensial, yaitu:
a.
b.
c. = . 1 ..
Suatu variabel random X yang berdistribusi eksponensial dengan parameter dinotasikan
dengan ~ ( ). Dalam menghitung probabilitas pada distribusi eksponensial, fungsi
kepadatan peluang dari distribusi eksponensial dapat ditulis sebagai berikut.
Mean dan variansi dari distribusi eksponensial adalah sebagai berikut.
𝑓(𝑥) = 𝜆𝑒−𝜆𝑥; 𝑥 , 𝜆 𝜇 =1 𝜆 𝑑𝑎𝑛 𝜎 2 = 1 𝜆2
MODUL 3
ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT
TUJUAN PRAKTIKUM
1. Praktikan mengetahui dan memahami perbedaan analisis univariat dan bivariat. 2. Praktikan mengetahui cara menguji dan memahami mengenai statistika parametrik. 3. Praktikan mengetahui dan memahami uji-uji yang digunakan dalam statistika parametrik. 4. Praktikan mampu menyelesaikan contoh kasus terkait dengan statistika parametrik
REFERENSI
1. Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: UNDIP
2. Tim Dosen Statistika Industri. 2011. Buku Ajar Statistika Industri. Bandung: ITT
3. Walpole, Ronald E. & Raymond H., Myers. 1995. Ilmu Peluang dan Statistika untuk
Insinyur dan Ilmuwan. Bandung: ITB
DASAR TEORI
Statistika Industri sebagai applied statistics merupakan hasil pengembangan dari teori probabilitas (statistical theory) mencakup aplikasi metode statistika untuk menyelesaikan persoalan di dunia industri
Statistika Industri Analisis Univariat Statistika Parametrik Uji F Uji T Koefisien Korelasi Uji Logrank Uji Z Statistika Non Parametrik Uji Tanda
Uji Rang Tanda
Uji Jumlah Rang Uji Kruskal Wallis Uji K-S Uji Binomial Uji Liliefors Analisis Bivariat Statistika Parametrik Korelasi Pearson Regresi Linier Statistika Non Parametrik Korelasi Kendall Korelasi Spearman Rank
A. Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan teknik analisis statistika yang hanya melibatkan satu variabel
dependent, namun dapat dilakukan pada dua atau lebih variabel independent. Analisis
univariat dibagi menjadi statistika parametrik dan statistika non parametrik. Dalam modul ini, akan dibahas analisis univariat statistika parametrik. Di mana cara pengujian hipotesisnya didasarkan pada anggapan bahwa sampel acak diambil dari populasi normal.
Kebanyakan uji tersebut masih dapat diandalkan bila penyimpangannya dari kenormalan sedikit, terutama bila ukuran sampel besar. Biasanya cara pengujian ini dinamakan metode parametrik. (Walpole dan Myers, Ilmu Peluang dan Statistika hal. 691) statistika parametrik merupakan teknik statistika di mana dilakukan pengumpulan data, pengolahan, dan penganalisisan terhadap data yang diperoleh, sehingga nantinya dapat diambil suatu kesimpulan. Ciri-ciri dari statistika parametrik, yaitu :
1. Data berdistribusi normal.
2. Tipe data yang digunakan adalah data interval atau data rasio. 3. Menggunakan rata-rata (mean) sebagai parameter.
Berikut merupakan keunggulan dan kelemahan statistika parametrik, yaitu :
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis adalah suatu prosedur yang didasarkan pada bukti sampel yang dipakai untuk menentukan apakah hipotesis merupakan suatu pernyataan atau dugaan yang wajar dan
1. Syarat-syarat parameter dari suatu populasi yang menjadi sampel biasanya tidak diuji dan dianggap memenuhi syarat, pengukuran terhadap data dilakukan dengan kuat.
2. Observasi bebas satu sama lain dan ditarik dari populasi yang berdistribusi normal serta memiliki varian yang homogen.
1. Populasi harus memiliki varian yang sama.
2. Variabel-variabel yang diteliti harus dapat diukur setidaknya dalam skala interval.
3. Dalam analisis varian, ditambahkan persyaratan rata-rata dari populasi harus normal dan bervarian sama serta harus
merupakan kombinasi linear dari efek-efek yang
ditimbulkan. Keunggulan
oleh karenanya tidak ditolak, atau hipotesis tersebut tidak wajar dan oleh karena itu harus ditolak. Dalam pengujian hipotesis, ada dua rumusan hipotesis, yaitu :
a) Hipotesis nol (H0)
Hipotesis ini disebut juga hipotesis awal yang diharapkan akan ditolak dan sering menyatakan kondisi yang menjadi dasar pembandingan serta harus menyatakan satu
pernyataan mengenai nilai parameter populasi. H0 dinyatakan dalam bentuk
persamaan (=).
b) Hipotesis alternatif (H1)
Penolakan H0 membawa kita pada penerimaan hipotesis alternatif (H1), yaitu suatu
pernyataan yang diterima jika data sampel memberikan cukup bukti bahwa hipotesis
nol (H0) adalah salah. H1 dinyatakan dalam bentuk pertidaksamaan (<; >; dan ≠).
Adapun prosedur pengujian hipotesis adalah sebagai berikut.
Uji Kenormalan
Uji kenormalan digunakan untuk menguji apakah sampel suatu variabel mengikuti distribusi normal. Uji kenormalan menggunakan Uji Kolmogorv-Smirnov.
Uji hipotesis :
Langkah 5. Mengambil Keputusan
Menerima H0 Menolak H0, menerima H1
Langkah 4. Menentukan Daerah Keputusan
Daerah dimana H0 diterima atau ditolak
Langkah 3. Menentukan Uji Statistik Alat uji statitsik, Uji Z, Uji T, Uji F, dan lain-lain
Langkah 2. Menentukan Taraf Nyata/Signifikansi Penelitian (α) Probabilitas menolak hipotesis
Langkah 1. Merumuskan Hipotesis
Kriteria uji :
Uji Analisis Univariat Statistika
Pada analisis univariat statistika parametrik, ada beberapa uji yang dapat digunakan, seperti uji T, uji F (ANOVA), koefisien korelasi, uji log-rank, dan uji Z. Dalam modul ini, hanya akan dibahas uji T. Di mana tujuan dari uji tersebut, yaitu untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata hitung beberapa kelompok data.
Uji T merupakan jenis pengujian statistika untuk mengetahui apakah ada perbedaan dari nilai yang diperkirakan dengan nilai hasil perhitungan statistika. Ciri utama uji T adalah jumlah sampel relatif kecil (n < 30). Asumsi yang harus dipenuhi untuk melakukan uji T, yaitu :
1. Varian kedua populasi yang diuji sama. 2. Sampel yang diambil berdistribusi normal. Berikut merupakan tiga macam uji T, yaitu :
1. One Sample T Test
Pengujian satu sampel yang digunakan untuk mengetahui perbedaan rataan sampel dan nilai rataan populasi yang diketahui. Pada one sample t test, kita mengetahui rataan dari populasi. Kita mengambil sebuah sampel acak dari populasi dan menarik kesimpulan apakah rataan sampel berbeda dengan populasi atau tidak. Pada uji ini, ukuran sampel harus lebih kecil dari 30 (n < 30).
Uji hipotesis :
Kriteria uji :
H0 : Sampel berasal dari distribusi normal.
H1 : Sampel tidak berasal dari distribusi normal.
Jika signifikansi penelitian ≤ α maka H0 ditolak
Jika signifikansi penelitian > α maka H0 diterima
H0 : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara rataan populasi dan rataan
sampel.
H1 : Ada perbedaan yang signifikan antara rataan populasi dan rataan
sampel.
Jika signifikansi penelitian ≤ α maka H0 ditolak
2. Independent Sample T Test
Pengujian dua sampel yang bertujuan membandingkan rata-rata dua grup yang tidak berhubungan satu dengan yang lain, apakah kedua grup tersebut mempunyai rata-rata yang sama ataukah tidak.
Uji hipotesis :
Kriteria uji :
3. Paired Sample T Test
Pengujian dua sampel yang berpasangan diartikan sebagai sebuah sampel dengan subjek yang sama, namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda. Ciri dari sampel berpasangan, yaitu subjeknya tetap sama dengan setiap subjek tersebut diberikan dua kali perlakuan.
Uji hipotesis :
Kriteria uji :
B. Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan teknik analisis statistika yang melibatkan dua variabel untuk menganalisis perbedaan atau hubungan diantara keduanya. Dua variabel tersebut terdiri dari satu variabel dependen dan satu variabel independen. Hal ini biasanya dilakukan untuk melihat apakah satu variabel terkait dengan variabel lain. Sehingga, kegunaan dari analisis bivariat adalah untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih. Contoh mengukur hubungan antara dua variabel, yaitu :
1. Kecepatan membaca dengan dengan ketepatan bacaan
H0 : Tidak ada perbedaan rata-rata diantara kedua sampel
H1 : Terdapat perbedaan rata-rata diantara kedua sampel
Jika signifikansi penelitian ≤ α maka H0 ditolak
Jika signifikansi penelitian > α maka H0 diterima
H0 : Rataan dari dua sampel berpasangan sama
H1 : Rataan dari dua sampel berpasangan tidak sama
Jika signifikansi penelitian ≤ α maka H0 ditolak.
2. Motivasi belajar dengan prestasi belajar
Analisis bivariat terdiri dari metode-metode statistik inferensial yang digunakan untuk menganalisis data dua variabel penelitian. Penelitian terhadap dua variabel biasanya mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan distribusi data, menguji perbedaan, dan mengukur hubungan antara dua variabel yang diteliti. Analisis bivariat dibagi menjadi statistika parametrik dan statistika non parametrik.
Uji Analisis Bivariat
Pada analisis bivariat ada beberapa uji yang dapat digunakan, seperti korelasi pearson dan regresi linier.
1. Analisis Korelasi
Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik pengukuran asosiasi atau hubungan (measure of association). Pengukuran asosiasi merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam statistika bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel (Sarwono: 2006). Korelasi mengukur kekuatan hubungan antara dua peubah melalui sebuah bilangan yang disebut koefisien korelasi dan menentukan arah yang dinyatakan dalam bentuk hubungan positif atau negatif. Analisis korelasi dapat digunakan untuk mempelajari derajat asosiasi antara dua variabel, tetapi hubungan korelasional ini tidak menjelaskan apakah suatu variabel menjadi penyebab dari variabel lainnya. Ada dua macam koefisien korelasi, yaitu :
a. Koefisien Korelasi Sampel (r)
Koefisien korelasi linier dinyatakan sebagai ukuran hubungan linier antara dua peubah acak X dan Y, dilambangkan dengan r. Jika koefisien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah (berbanding lurus). Begitu sebaliknya, jika koefisien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik.
Berikut merupakan kriteria kekuatan dan hubungan dua variabel menurut Sarwono (2006).
Tabel 3.1 Kriteria Kekuatan Hubungan Antara Dua Variabel menurut Sarwono (2006) Kriteria Kekuatan Hubungan Antara Dua Variabel
Nilai Korelasi Keterangan
0 Tidak ada korelasi antar variabel
> 0 – 0.25 Korelasi sangat lemah
> 0.25 – 0.5 Korelasi cukup
> 0.5 – 0.75 Korelasi kuat
> 0.75 – 0.99 Korelasi sangat kuat
1 Korelasi sempurna
b. Koefisien Determinasi (r2)
Menyatakan proporsi variansi keseluruhan dalam nilai peubah acak Y yang dapat diterangkan oleh hubungan linier dengan peubah acak X.
Koefisien determinasi biasanya dinyatakan dengan persen. Jika koefisien korelasi
dinyatakan sebesar r = 0.912, maka koefisien determinasi r2 = 0.83 atau 83%
yang menunjukkan pengaruh variabel independen terhadap perubahan variabel dependen. Sedangkan sisanya sebesar 17% dipengaruhi oleh variabel lain, selain variabel independen. Koefisien determinasi banyak digunakan dalam penjelasan tambahan untuk hasil perhitungan koefisien regresi.
Uji hipotesis :
Kriteria uji :
Terdapat bermacam-macam teknik statistik korelasi yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis asosiatif. Teknik koefisien yang akan digunakan tergantung pada jenis data yang akan dianalisis.
0 ≤ r2
≤ 1
H0 : Tidak ada hubungan antara dua variabel atau korelasi kedua variabel
tidak signifikan
H1 : Ada hubungan antara dua variabel atau korelasi kedua variabel
signifikan
Jika signifikansi penelitian ≤ α maka H0 ditolak
Tabel 3.2 Penggunaan Teknik Korelasi Berdasarkan Tingkatan Data Penggunaan Teknik Korelasi Berdasarkan Tingkatan Data
Macam/Tingkat Teknik Korelasi yang Digunakan
Nominal Koefisien Contingency
Ordinal Spearman Rank
Kendall Tau
Interval dan Ration
Pearson Product Moment
Korelasi Ganda Korelasi Parsial
1) Korelasi Linier (Pearson Product Moment)
Untuk mengetahui apakah bentuk hubungan antara dua variabel linier atau tidak, kita dapat menggunakan scatter diagram, yaitu dengan memplotkan data ke dalam grafik. Seringkali hubungan antara dua variabel tidak linier, tetapi untuk mempermudah analisis biasanya dianggap linier. Dalam scatter diagram, ada tiga kriteria untuk menyatakan korelasi linier, yaitu :
a) Bila titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif, maka kedua peubah dinyatakan memiliki korelasi positif yang tinggi.
b) Bila titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan negatif, maka peubah dinyatakan memiliki korelasi negatif yang tinggi.
c) Bila titik-titik memencar atau menjauh dari suatu garis lurus mengikuti sebuah pola yang acak atau tidak ada pola, maka kedua peubah dinyatakan memiliki korelasi nol atau tidak ada hubungan linier.
Koefisien korelasi pada korelasi pearson product moment dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
2) Korelasi Spearman Rank
Untuk mengetahui korelasi antara dua variabel yang tidak berdasarkan pada pasangan data di mana nilai sebenarnya diketahui, tetapi menggunakan
urutan-𝑟 = 𝑛 𝑋𝑖𝑌𝑖 − ( 𝑋𝑖)(𝑌𝑖)
[𝑛 𝑋𝑖2− ( 𝑋𝑖)2 [𝑛 𝑌
𝑖2 − ( 𝑌𝑖)2
urutan nilai tertentu atau biasa disebut rank. Teknik korelasi ini dilakukan untuk data yang tidak berdistribusi normal dan bisa juga digunakan untuk data bertipe ordinal. Selain itu dengan menggunakan teknik ini, kita tidak lagi harus mengasumsikan bahwa hubungan yang mendasari variabel yang satu dengan
variabel yang lain harus linier. Koefisien korelasi Spearman Rank (rs) dapat
dihitungkan dengan menggunakan rumus :
Keterangan :
1 = disparitas atau selisih tiap pasang rank
= banyaknya pasangan data 3) Korelasi Parsial
Korelasi parsial merupakan korelasi yang menunjukkan hubungan antara dua variabel dengan mengendalikan variabel lain yang dianggap mempengaruhi (dibuat konstan). Hal ini berarti agar hubungan kedua variabel tidak dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil analisis akan didapatkan koefisien korelasi yang menunjukkan erat atau tidaknya hubungan, arah hubungan, dan berarti atau tidaknya hubungan. Asumsi yang mendasari analisis korelasi parsial, yaitu bahwa
data berdistribusi normal. Persamaan korelasi antara x2 dengan y, dengan variabel
x2 dibuat konstan, yaitu :
2−1 =
2− ( 1)( 12)
(1 − 12)(1 −
122)
Keterangan :
1−2 = korelasi antara X1 dan Y dengan mengendalikan X2
2−1 = korelasi antara X2 dan Y dengan mengendalikan X1
1 = korelasi antara X1 dengan Y
2 = korelasi antara X2 dengan Y
12 = korelasi antara X1 dengan X2
𝑟𝑠 = 1 − (𝑑1)
2 𝑛
𝑖=1
2. Analisis Regresi
Analisis regresi merupakan suatu teknik untuk membangun suatu persamaan yang menghubungkan antara variabel tidak bebas/dependen (Y) dengan variabel bebas/independen (X) dan sekaligus untuk menentukan nilai ramalan atau dugaannya. Kita dapat mengembangkan suatu persamaan untuk mengetahui nilai variabel terikat, Y (dependent variable) berdasarkan nilai variabel bebas, X (independent variabel). Persamaan yang menyatakan bentuk hubungan antara variabel terikat Y dengan variabel bebas X disebut persamaan regresi. Persamaan regresi merupakan suatu persamaan matematika yang mendefinisikan hubungan antara dua variabel. Persamaan regresi yang digunakan pada umumnya adalah, di mana:
̀ : nilai dugaan atau ramalan dari variabel Y berdasarkan nilai variabel X yang diketahui, biasa disebut dengan Y topi.
a : intercept, yaitu titik potong garis dengan sumbu Y atau nilai perkiraan bagi Y pada saat nilai X sama dengan nol.
b : slope (kemiringan garis), yaitu perubahan rata-rata untuk setiap unit perubahan pada variabel X.
Pada analisis regresi, dipelajari hubungan yang ada di antara variabel, sehingga dari hubungan yang diperoleh dapat menaksir variabel yang satu apabila harga variabel lainnya diketahui.
Berikut merupakan rumus untuk mencari nilai a dan b, yaitu :
Keterangan :
= nilai variabel terikat Y = intercept
= slope
= nilai variabel bebas X
y ̀= a+bx 𝑏 = 𝑛 𝑋𝑖𝑌𝑖− ( 𝑋𝑖 𝑛 𝑖=1 )( 𝑛𝑖=1𝑌𝑖) 𝑛 𝑖=1 𝑛 𝑛𝑖=1𝑋𝑖2 − ( 𝑛𝑖=1𝑋𝑖)2 𝑎 = 𝑌𝑖 𝑛 𝑖=1 − 𝑏( 𝑛𝑖=1𝑋𝑖) 𝑛
= jumlah sampel
Dalam regresi linier sederhana, ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi, yaitu : a. Uji cek outlier
Untuk membuktikan ada tidaknya outlier/pencilan, dilihat dari nilai standar residual. Jika nilai standar residual berada diantara -3 sampai 3, maka tidak ada
outlier/pencilan pada data tersebut.
b. Uji normalitas
Pengujian terhadap residual apakah residual terdistribusi secara random. Uji normalitas dapat diuji dengan scatter plot residual dan uji Kolmogorv-Smirnov. c. Uji heterokedastisitas
Untuk mengetahui apakah pada model regresi terjadi ketidaksamaan variansi residual. Jika terjadi kesamaan variansi residual dinamakan homokedastisitas. Model regresi yang baik tidak boleh terjadi heterokedastisitas. Untuk melihat model regresi terkena heterokedastisitas atau tidak, dapat dilihat dengan melihat
scatter plot nilai prediksi dengan residual.
1) Apabila terjadi titik-titik membentuk suatu pola yang teratur (melebar kemudian menyempit atau bergelombang), maka terjadi heterokedastisitas. 2) Apabila tidak ada pola yang teratur dengan titik-titik yang menyebar sepanjang
sumbu Y positif dan Y negatif, maka dikatakan tidak terjadi heterokedastisitas. Heterokedastisitas juga bisa dilihat dari nilai residual pada scatter plot. Jika nilai residual berada diantara -1.96 dan 1.96 maka tidak terjadi heterokedastisitas. Adapun uji yang perlu dilakukan untuk membuktikan bahwa model regresi yang ada sudah baik, yaitu :
1. Uji T
Untuk menguji signifikansi koefisien regresi dan untuk mengetahui pengaruh koefisien regresi terhadap variabel independen.
Uji hipotesis :
H0 : Koefisien regresi tidak signifikan terhadap variabel independen.
H1 : Koefisien regresi signifikan terhadap variabel independen.
Berikut merupakan rumus dari uji T, yaitu : 𝑡0 = 𝑏 − 𝐵0
Keterangan :
B0 : mewakili nilai B tertentu, sesuai hipotesisnya.
Sb : simpangan baku koefisien regresi b
Dengan kriteria uji :
Jika tpenelitian > ttabel maka H0 ditolak.
Jika tpenelitian < ttabel maka H0 diterima.
2. Uji F (ANOVA)
Uji kelayakan model, apakah model regresi linier yang diajukan adalah model yang layak untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama (simultan).
Uji hipotesis :
H0 : Model regresi yang ada tidak tepat bila digunakan.
H1 : Model regresi yang ada tepat bila digunakan.
Berikut merupakan rumus dari uji F (ANOVA), yaitu :
Keterangan : b = slope
̅ = rata-rata variabel independen = variabel independen
Sc = simpangan baku
Dengan kriteria uji :
Jika Fpenelitian > Ftabel maka H0 ditolak.
Jika Fpenelitian < Ftabel maka H0 diterima.
𝑆𝑏 = 𝑆𝑐 𝑥2 − ( 𝑥2) 𝑛 𝑆𝑐 = √ 𝑦2− 𝑎 𝑦 − 𝑏 𝑥𝑦 𝑛 − 𝐹 = 𝑏 2 (𝑥 − 𝑥̅) 𝑆𝑐2
3. Perhitungan koefisien determinasi
Menjelaskan seberapa jauh persentase variabel-variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Untuk melihat nilai koefisien determinasi, maka