1
Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak
Jamur Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) pada Rhizosfer
Tanaman Langsat (Lansium domesticum Corr.) di Lahan Gambut
Luqman1, Rizalinda1, Siti Khotimah1
Email korespondensi: luqman_mania_bgt@yahoo.com
Abstract
The Vesicular Arbuscular Mycorrhizal (VAM) fungi are a mutualistic symbiosis between the fungi and the plant root. The VAM fungi are capable of improving the plant growth. Information on the types of the MVA fungi on the roots of the langsat (L. domesticum) in peatsoil is yet to be known. This research aimed to find out the types of the MVA fungi and the level of infection on the roots of langsat (L. domesticum). The research was carried our at the Laboratory of Microbiology of the Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Tanjungpura University from February to April 2015. The analysis of soil samples were conducted in the Laboratory of Chemistry and Soil Fertility of the Faculty of Agriculture, Tanjungpura University. The isolation of soil samples used the wet-sieving and decanting technique followed by the centrifugation technique. The research found a total of 232 spores of MVA fungi, consisting of the genera Glomus (10 types), Paraglomus (3 types) and Acaulospora (3 types). The results of observation on the root preparations found the structures of MVA fungi such as spores, hyphae and vesicles with the percentage of root infection at 41%, which fell into to the intermediate category.
Keywords: Vesicular arbuscular Mycorrhiza (VAM), langsat, Lansium domesticum.
PENDAHULUAN
Langsat (Lansium domesticum) merupakan salah satu komoditas hortikultura unggulan yang terdapat di Kalimantan Barat. Sentra produksi langsat terbesar di Kalimantan Barat yaitu Kabupaten Kubu Raya. Kabupaten Kubu Raya secara umum merupakan wilayah yang didominasi oleh tanah gambut. Tanah gambut kurang subur, namun sangat potensial untuk dikembangkan karena ketersediannya yang cukup besar. Lahan gambut memiliki pH tanah rendah yaitu dibawah pH 5, namun pertumbuhan tanaman langsat di Kabupaten Kubu Raya justru lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten lainnya (Badan Pusat Statistik Kabupaten Kubu Raya, 2013).
pH tanah yang rendah dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman kurang optimal karena kurangnya unsur hara pada tanah gambut (Prihastuti, 2007). Oleh karena itu ada faktor biologi yaitu mikroorganisme tanah yang berperan,salah satunya adalah jamur mikoriza vesikular arbuskular (MVA) (Talanca, 2010). Jamur MVA adalah jamur yang bersimbiosis dengan akar tanaman dan banyak terdapat di bagian rhizosfer tanah. Jamur MVA mempunyai
peranan yang sangat penting bagi suatu tanaman, karena jamur MVA dapat meningkatkan penyerapan unsur hara, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan patogen akar, dan mampu membantu pertumbuhan tanaman pada lahan-lahan marginal (Talanca, 2010).
Penelitian mengenai jamur MVA telah banyak dilakukan, diantaranya mengenai jamur MVA yang bersimbiosis dengan berbagai jenis tumbuhan. Berdasarkan hasil penelitian Muthukumar et al (2003), terdapat jamur MVA pada akar tanaman Lansium domesticum Jack di Xishuangbanna, Cina Tenggara. Hasil penelitian Wang & Qiu (2006) pada tanah tanaman famili
Meliaceae ditemukan spora jamur MVA.
Informasi mengenai jamur MVA pada rhizosfer tanaman langsat (L. domesticum) di Kabupaten Kubu Raya masih sangat terbatas. Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama dua bulan dari bulan Februari 2015 sampai bulan April 2015 di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Tanjungpura. Pengambilan sampel tanah
dilakukan di Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya.Analisis kandungan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura.
Bahan
Bahan yang digunakan adalah akuades, larutan glukosa 60%, H2O2 30%, HCl 2%, KOH 10%, laktogliserol, melzer, NaClO5,25%, sampel akar langsat (L. domesticum), sampel tanah dan trypan
blue.
Prosedur Kerja Pengambilan Sampel
Sampel tanah dan akar tanaman langsat (L.
domesticum) diambil secara acak di Desa Punggur
Kecil, Desa Punggur Besar dan Desa Pal Sembilan di Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya. Pengambilan sampel dilakukan dengan menentukan 3 plot, pada tiap plot dilakukan pengambilan sebanyak 3 titik. Sampel akar dan tanah diambil pada kedalaman 0-20cm. Sampel tanah pada masing-masing titik diambil sebanyak 300g (Warouw dan Reynold, 2010).
Pengukuran Faktor Lingkungan
Parameter faktor lingkungan yang diukur yaitu kelembaban tanah (%), C-organik (%), pH tanah, kadar N(%), P (ppm), K (cmol (+) kg-1), dan curah hujan (mm/bln).
Isolasi Spora
Sampel tanah seberat 100 g dilarutkan dalam 300 ml akuades dan diaduk hingga homogen, kemudian tanah disaring dengan saringan bertingkat berukuran 2.0 ms, 0.2 ms, dan 0.063 ms. Hasil saringan terakhir dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse dan ditambahkan 10 ml glukosa 60%. Tabung disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 5 menit. Lapisan supernatan yang terbentuk diambil, selanjutnya diamati di bawah mikroskop untuk dilakukan proses identifikasi (Brundrett et al., 1996 dalam Hartoyo, 2011).
Identifikasi Spora
Spora jamur MVA dikelompokkan berdasarkan kesamaan ciri morfologi seperti bentuk spora, warna spora, jumlah dinding spora, serta perubahan warna spora terhadap larutan Melzer. Identifikasi dilakukan sampai tingkat jenis dengan menggunakan buku identifikasi Manual for the
Identification of VA Mycorrhizal (Schenck dan
Perez, 1990) dan International Culture Collection
of Vesicular Arbuskular Mycorrhizal Fungi
(INVAM, 2015).
Pembuatan dan Pewarnaan Preparat Akar
Akar dicuci sampai bersih dan diletakkan ke dalam cawan petri. Akar diberi larutan NaClO 5,25% selama ±5 menit, lalu dibilas dengan akuades. Setelah itu akar diberi dengan larutan KOH 10% yang dipanaskan pada suhu 60ᵒC selama ±15 menit, lalu dibilas dengan akuades. Setelah itu akar diberi dengan larutan H2O230% sampai terlihat putih bening, lalu dibilas dengan akuades. Selanjutnya akar diberi larutan HCl 2% ±5 menit. Setelah itu akar diwarnai dengan larutan
trypan blue selama ±10 menit, dan dibilas dengan
akuades. Kemudian akar diberi dengan Laktogliserol selama ±5 menit. Akar dipotong ±1cm sebanyak 30 buah dan diamati di bawah mikroskop.
Perhitungan Akar yang Terinfeksi Jamur MVA
Potongan akar yang telah diwarnai diambil secara acak dan disusun pada gelas objek, kemudian setiap potong akar diamati di bawah mikroskop untuk melihat struktur jamur MVA. Ciri akar yang terinfeksi jamur MVA adalah ditemukannya struktur berupa hifa, spora, vesikula dan arbuskula. Persentase akar yang terinfeksi dihitung berdasarkan rumus:
Setiyadi (1994) telah membuat klasifikasi banyaknya infeksi akar menjadi 5 kelas
Kelas 1, bila infeksinya 0% - 5% (sangat rendah) Kelas 2, bila infeksinya 6% - 25% (rendah) Kelas 3, bila infeksinya 26% - 50% (sedang) Kelas 4, bila infeksinya 51% - 75% (tinggi) Kelas 5, bila infeksinya 76%-100% (sangat tinggi)
Variabel Pengamatan
Variabel pengamatan meliputi jenis jamur MVA, jumlah spora jamur MVA, persentase tingkat infeksi jamur MVA, pH tanah, kadar N, P, dan K tanah, C-organik (%), kelembaban tanah dan curah hujan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Jenis dan Jumlah Jamur MVA
Hasil isolasi dan identifikasi pada sampel tanah langsat (L. domesticum) ditemukan sebanyak 17 jenis jamur MVA (Tabel 1).
% infeksi akar = Jumlah akar yang terinfeksi
Tabel 1. Jenis dan Jumlah Spora Jamur MVA pada Perakaran Langsat (L. domesticum).
No. Jenis Jamur MVA Jumlah Spora
1 2 3 1 Glomus sp. 1 134 2 Glomus sp. 2 32 3 Glomus sp. 3 4 4 Glomus sp. 4 1 5 Glomus sp. 5 17 6 Glomus sp. 6 4 7 Glomus sp. 7 5 8 Glomus sp. 8 3 9 Glomus sp. 9 11 10 Glomus sp. 10 7 11 Paraglomus sp.1 1 12 Paraglomus sp. 2 2 13 Paraglomus sp. 3 3 14 Acaulospora sp. 1 6 15 Acaulospora sp. 2 1 16 Acaulospora sp. 3 1 Jumlah Total 232
Tabel 1 menunjukkan bahwa spora yang ditemukan berasal dari Glomus (10 jenis),
Acaulospora (3 jenis) dan Paraglomus (3 jenis).
Glomus sp. 1 merupakan jenis yang paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 134 spora. Sedangkan jenis Glomus sp. 4, Paraglomus sp. 1,
Acaulospora sp. 2 dan Acaulospora sp. 3,
masing-masing hanya ditemukan 1 spora. Total spora yang ditemukan yaitu 232 spora.
Persentase Tingkat Infeksi Jamur MVA
Rerata tingkat infeksi jamur MVA pada akar langsat (L. domesticum) tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Persentase Tingkat Infeksi Jamur MVA pada perakaran Langsat (L. domesticum).
Lokasi Pengambilan Sampel
Persentase Akar Yang Terinfeksi (%) 1 2 Plot 1 33 Plot 2 38 Plot 3 52 Jumlah 123 Rerata 41
Berdasarkan Tabel 4.3, rerata persentase tingkat infeksi jamur MVA adalah sebesar 41 % dan tergolong ke dalam kategori tingkat infeksi sedang.
Pengukuran Faktor Lingkungan
Hasil pengukuran faktor lingkungan pada perakaran langsat tertera pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengukuran Faktor Lingkungan pada perakaran Langsat (L. domesticum).
Karakteristik Spora Jamur MVA
Karakteristik spora jamur MVA tertera pada Tabel 4.
Tabel 4. Karakteristik spora jamur MVA pada perakaran Langsat (L. domesticum).
No. Tipe spora Karakteristik morfologi Reaksi dengan
Larutan Melzer
1 2 3 4
1.
Glomus sp. 1
Spora berbentuk bulat, berwarna orange dan memiliki dinding spora sebanyak 1 lapisan
Tidak bereaksi dengan larutan
Melzer
Faktor Lingkungan Hasil Pengukuran
1 2 pH Tanah 4,7 Kelembaban Tanah (%) 66,67 Nitrogen Total (%) 0,47 P-Tersedia (ppm) 56,04 Kalium (cmol (+) kg-1) 0,32 C-organik (%) 47,77 Curah Hujan (mm/bln) 287,6
Tabel 4 (Lanjutan) Karakteristik spora jamur MVA pada perakaran Langsat (L. domesticum).
1 2 3 4
2.
Glomus sp. 2
Spora berbentuk bulat, berwarna orange dan memiliki dinding spora sebanyak 2 lapisan
Tidak bereaksi dengan larutan
Melzer
3.
Glomus sp. 3
Spora berbentuk bulat, berwarna orange dan memiliki dinding spora sebanyak 3 lapisan
Tidak bereaksi dengan larutan
Melzer
4.
Glomus sp. 4
Spora berbentuk bulat, berwarna kuning dan memiliki dinding spora sebanyak 4 lapisan
Tidak bereaksi dengan larutan
Melzer
5.
Glomus sp. 5
Spora berbentuk elips, berwarna orange dan memiliki dinding spora sebanyak 1 lapisan
Tidak bereaksi dengan larutan
Melzer
6.
Glomus sp. 6
Spora berbentuk elips, berwarna orange dan memiliki dinding spora sebanyak 2 lapisan
Tidak bereaksi dengan larutan
Melzer
7.
Glomus sp. 7
Spora berbentuk bulat telur, berwarna orange dan memiliki dinding spora sebanyak 1 lapisan
Tidak bereaksi dengan larutan
Tabel 4 (Lanjutan) Karakteristik spora jamur MVA pada perakaran Langsat (L. domesticum).
1 2 3 4
8.
Glomus sp. 8
Spora berbentuk bulat telur, berwarna merah dan memiliki dinding spora sebanyak 2 lapisan Tidak bereaksi dengan larutan Melzer 9 Glomus sp. 9
Spora berbentuk oval, berwarna kuning dan memiliki dinding spora sebanyak 1 lapisan
Tidak bereaksi dengan larutan
Melzer
10
Glomus sp. 10
Spora berbentuk oval, berwarna orange dan memiliki dinding spora sebanyak 2 lapisan
Tidak bereaksi dengan larutan
Melzer
11.
Acaulospora sp. 1
Spora berbentuk bulat, berwarna orange tetapi setelah diberi larutan Melzer, bagian dalam spora berwarna merah bata. Memiliki dinding spora sebanyak 2 lapisan
Bereaksi dengan larutan Melzer
12.
Acaulospora sp. 2
Spora berbentuk elips, berwarna kuning tetapi setelah diberi larutan Melzer, bagian dalam spora berwarna merah bata. Memiliki dinding spora sebanyak 3 lapisan
Bereaksi dengan larutan Melzer
13.
Acaulospora sp. 3
Spora berbentuk bulat telur, berwarna kuning tetapi setelah diberi larutan Melzer, bagian dalam spora berwarna merah bata. Memiliki dinding spora sebanyak 2 lapisan
Bereaksi dengan larutan Melzer
Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada langsat (L. domesticum) ditemukan spora jamur MVA yang berasal dari 3 genus yaitu Glomus,
Acaulospora dan Paraglomus.
Spora Glomus yang ditemukan pada umumnya memiliki bentuk bulat, elips, bulat telur dan oval. Jumlah dinding spora berkisar antara 1-4 lapisan. Spora berwarna orange, merah dan kuning. Warna tersebut tidak mengalami perubahan ketika diberi larutan Melzer. Genus
Glomus yang ditemukan mempunyai persamaan
karakteristik dengan INVAM (2015) yaitu spora genus Glomus mempunyai ciri spora berbentuk bulat, bulat telur, elips dan oval. Spora berwarna merah, kuning, dan orange serta tidak mengalami perubahan warna ketika ditetesi
Melzer dan jumlah dinding spora berkisar 1-4
lapisan. Menurut Schenck dan Smith (1982), spora genus Glomus termasuk ke dalam bentuk perkembangan spora Chlamydospora, yaitu spora yang berasal dari perkembangan hifa, sehingga pada genus ini dapat ditemukan adanya hifa dan percabangan hifa.
Spora Acaulospora yang ditemukan pada umumnya memiliki bentuk bulat, bulat telur dan elips. Jumlah dinding spora yang ditemukan
berkisar antara 2-3 lapisan. Spora berwarna kuning dan orange. Genus Acaulospora
memberikan reaksi terhadap larutan Melzer, ditandai dengan adanya perubahan warna spora menjadi merah bata pada bagian dalam spora. Perubahan warna ini menjadi ciri pembeda antar genus khususnya pada genus Acaulospora. Spora genus Acaulospora yang diperoleh mempunyai kemiripan dengan karakter morfologi spora menurut INVAM (2015) yaitu spora dari genus Acaulospora mempunyai bentuk bulat, bulat telur, elips dan oval, warna spora pada umumnya berwarna merah, kuning dan jingga, terjadi perubahan pada bagian dalam spora ketika ditetesi Melzer, jumlah dinding sebanyak 2-3 lapisan.
Spora Paraglomus yang ditemukan memiliki bentuk bulat telur. Jumlah dinding spora 2 dan 3 lapisan. Spora berwarna kuning dan beningserta tidak mengalami perubahan jika diberi larutan
Melzer. Spora genus Paraglomus yang
ditemukan mempunyai kemiripan morfologi spora dengan INVAM (2015) yaitu spora pada umumnya dijumpai berbentuk bulat, bulat telur dan elips, kemudian spora berwarna bening, dankuning terdapat globus dan tidak bereaksi terhadap penambahan larutan Melzer, serta jumlah dinding spora berkisar 1-3 lapisan. Tabel 4 (Lanjutan) Karakteristik spora jamur MVA pada perakaran Langsat (L. domesticum).
1 2 3 4
14.
Paraglomus sp. 1
Spora berbentuk bulat, berwarna bening dan memiliki dinding spora sebanyak 2 lapisan
Tidak bereaksi dengan larutan
Melzer
15.
Paraglomus sp. 2
Spora berbentuk bulat telur, berwarna bening dan memiliki dinding spora sebanyak 1 lapisan Tidak bereaksi dengan larutan Melzer 16. Paraglomus sp. 1
Spora berbentuk bulat telur, berwarna kuning dan memiliki dinding spora sebanyak 2 lapisan
Tidak bereaksi dengan larutan
Jamur MVA dapat ditemukan di berbagai jenis tanah dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Jumlah dan jenis jamur MVA yang ditemukan pada suatu lokasi sangat dipengaruhi oleh tanaman inang dan faktor lingkungan. Genus Glomus dan Paraglomus yang ditemukan pada perakaran (rizosfer) langsat (L. domesticum), diduga dapat beradaptasi pada
tanah jenis gambut. Berdasarkan penelitian Pangaribuan (2014), pada tanah gambut ditemukan genus Glomus, menunjukkan bahwa genus Glomus dapat berkembang pada kondisi tanah gambut. Menurut Brundrett et al. (1996)
dalam Kartika (2001), jenis tanah dan jenis
tanaman inang mempengaruhi genus jamur MVA yang ditemukan serta keefektifannya terhadap tanaman inang. Pola penyebaran setiap genus jamur MVA berbeda. Genus tertentu memiliki penyebaran yang sangat luas dan ada genus yang terbatas penyebarannya. Genus yang diketahui memiliki pola penyebaran paling luas adalah genus Glomus. Menurut Jonas (1992)
dalam Corryanti (2011) menyatakan bahwa
faktor adaptasi genus spora yang berbeda mengakibatkan perbedaan spora genus yang ditemukan.
Hasil penelitian menunjukkan genus yang paling banyak ditemukan pada rhizosfer langsat (L.
domesticum) adalah genus Glomus. Genus Glomus mudah ditemukan pada berbagai kondisi
tanah termasuk tanah gambut. Glomus memiliki daya tahan paling tinggi dibandingkan genus jamur MVA lainnya sehingga Glomus paling banyak ditemukan. Penelitian yang dilakukan Pangaribuan (2014) menemukan genus yang paling banyak ditemukan pada rizosfer jagung (Zea mays) dan kacang kedelai (Glycine max) adalah genus Glomus. Kartika (2001) juga telah mengeksplorasi dan mengidentifikasi pada lahan gambut bekas hutan dan menemukan genus
Glomus yang paling banyak ditemukan pada
lahan gambut tersebut.
Identikasi jamur MVA pada tanaman yang memiliki tipe akar yang sama dengan tanaman langsat (L. domesticum) yaitu akar tunggang telah dilakukan. Prihastuti (2007) telah mengidentifikasi jamur MVA pada tanaman ubi kayu (Manihot utilissima) pada lahan kering masam di Lampung Tengah paling banyak ditemukan adalah genus Glomus. Hal ini membuktikan bahwa genus Glomus dapat beradaptasi terhadap kondisi akar tunggang. pH tanah memiliki pengaruh terhadap keberadaan jamur MVA. Hasil pengukuran pH
tanah pada lokasi penelitian yaitu 4,7 (Tabel 4.4). Ini menunjukkan bahwa tanah gambut pada lokasi penelitian tergolong masam. Menurut Setiadi (1994) sebagian besar jamur MVA bersifat asidofilik (senang dengan kondisi masam). Hal ini membuat jumlah genus spora lebih tinggi pada kondisi pH yang semakin rendah. Menurut Prihastuti (2007) jamur MVA dapat hidup dengan baik pada pH tanah masam. Jamur MVA banyak ditemukan dalam keadaan tidak aktif (spora) pada kondisi pH tanah yang tidak sesuai pertumbuhannya. Menurut Yusra (2005) pH tanah yang sesuai dengan pertumbuhan jamur MVA antara 4 sampai dengan 6.
Jenis jamur MVA yang berkembang dipengaruhi oleh pH tanah. Beberapa jenis jamur MVA diketahui memiliki kesesuaian dengan pH tertentu. Sieverding et al. (1991) dalam Margarettha (2011) menyatakan bahwa jenis yang berkembang baik pada pH ˃5,0 antara lain
Glomus mosseae.
Jumlah spora secara keseluruhan yang ditemukan pada penelitian ini sebanyak 232 spora (Tabel 1). Penelitian yang dilakukan Pangaribuan (2014), menemukan 227 spora pada tanaman jagung (Zea mays) di lahan gambut Rasau Jaya dan 182 spora di lahan gambut Jawai. Jumlah spora pada rhizosfer tanaman langsat (L. domesticum) hampir sama dengan jumlah spora pada rhizosfer tanaman jagung (Zea mays). Jumlah spora yang tinggi pada kedua penelitian tersebut diduga disebabkan oleh faktor lingkungan berupa kadar C-organik yang tinggi dalam tanah.
Kandungan C-organik yang terukur pada penelitian ini tergolong sangat tinggi yaitu sebesar 47,77% (Tabel 3). Nilai C-organik yang tinggi dapat menyebabkan jumlah spora jamur MVA meningkat (Muzakkir, 2011). Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Madjid (2009) dalam Nurhalimah et al. (2014), C-organik yang tinggi dapat mengakibatkan jumlah spora yang ditemukan tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Pangaribuan (2014) nilai C-organik di lahan gambut Rasau Jaya sebesar 51,33% dengan total spora 227. Sedangkan nilai C-organik pada penelitian ini di lahan gambut Sui Kakap sebesar 47,77% dengan total spora 232. Curah hujan, kelembaban tanah dan kandungan C-organik memiliki pengaruh terhadap jumlah spora yang ditemukan. Kelembaban tanah yang tinggi disebabkan curah hujan yang tinggi. Air hujan yang masuk ke dalam tanah akan
membawa spora jamur MVA bergerak menjauh dari daerah rhizosfer, sehingga jumlah spora yang ditemukan sedikit.
Hasil curah hujan dan kelembaban tanah pada lokasi penelitian tergolong tinggi, yaitu masing-masing sebesar 287,6 mm/bln dan 66,67% (Tabel 3). Hal ini mengakibatkan jumlah spora yang ditemukan pada penelitian hanya 232 spora. Pendapat ini diperkuat oleh Margarettha (2011) yang menyatakan bahwa sporulasi jamur MVA dapat mengalami peningkatan pada kelembaban dan curah hujan yang rendah, sedangkan pada musim hujan terjadi penurunan jumlah spora jamur MVA.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur jamur MVA yang terlihat pada jaringan akar langsat (L. domesticum) adalah hifa, spora dan vesikel. Struktur hifa, spora dan vesikel yang terbentuk pada akar langsat (L. domesticum)
menunjukkan bahwa tanaman mampu
bersimbiosis dengan jamur MVA. Simbiosis antara akar dengan jamur MVA dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Peranan Jamur MVA adalah dapat meningkatkan penyerapan unsur hara, meningkatkan ketahanan terhadap serangan patogen serta dapat meningkatkan ketahanan terhadap kondisi kekeringan (Rao, 1994; Simanungkalit, 2001). Hasil dari Tabel 2 menunjukkan rerata persentase infeksi akar oleh jamur MVA sebesar 41%. Nilai 41% termasuk ke dalam kategori tingkat infeksi sedang. Rhizosfer langsat (L.
domesticum) yang telah terinfeksi oleh jamur
MVA dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara dalam tanah. Ketersediaan unsur hara tergolong sedang pada tanah rhizosfer langsat (L.
domesticum). Hasil pengukuran menunjukkan
nilai N yang ditemukan sebesar 0,47% (sedang) P sebesar 56,04 ppm (sangat tinggi), dan K sebesar 0,3 cmol (+) kg-1 (sedang) (Tabel 3).
Jamur MVA dapat membantu menyerap unsur hara bagi tanaman, namun jika kandungan nutrisi tanah sudah cukup, maka jamur MVA mengurangi infeksi pada bagian akar tanaman. Menurut Sasli dan Ruliansyah (2012), semakin tinggi unsur hara yang ditemukan di tanah maka semakin rendah infeksi jamur MVA yang terjadi pada akar tanaman, sebaliknya semakin rendah unsur hara yang ditemukan di tanah maka semakin tinggi infeksi jamur MVA. Unsur hara yang rendah menyebabkan peranan jamur MVA semakin optimal membantu tanaman mendapatkan nutrisi. Hal ini sesuai dengan hasil
akar oleh jamur MVA yang tergolong sedang. Unsur hara yang cukup di dalam tanah disebabkan karena telah terjadi proses pemupukan. Kondisi ini disebabkan karena lokasi penelitian merupakan lahan perkebunan. Infeksi oleh jamur MVA yang ditemukan pada rhizosfer langsat (L. domesticum) sedang, walaupun spora yang ditemukan cukup banyak yaitu 232 spora. Hal ini menunjukan bahwa tidak adanya hubungan yang searah antara jumlah spora dan infeksi akar. Jumlah spora yang berlimpah belum tentu menunjukkan infeksi akar yang tinggi pula. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hayman (1970) dalam Yelianti (2009) yang menyatakan bahwa tidak adanya hubungan searah antara jumlah spora dengan infeksi akar.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2013, Kabupaten Kubu
Raya Dalam Angka, BPS, Kubu
Raya
Corryanti, 2011, ‘Jamur Mikoriza Arbuskular
Pada Lahan Tanaman Jati
Bertumpangsari Tebu’, Jurnal Agrotropika, vol. 16, no. 1, hal. 1-8
Hartoyo, B, 2011, ‘Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) pada Rhizosfer Tanaman Pegagan (Cantella asiatica (L.) Urban)’,
Jurnal Littri, vol. 17, no. 1, hal.
32-40
INVAM, 2015, International Culture Collection
of (Vesicular) Arbuscular
Mycorrhizal Fungi, diakses 12
Januari 2015,
<http://invam.wvu.edu/the-fungi/species-descriptions>
Kartika, E, 2001, ‘Isolasi karakterisasi dan pengujian keefektivan cendawan mikoriza arbuskular terhadap bibit kelapa sawit pada tanah gambut bekas hutan’, Jurnal Agronomi, vol.10, no.2, hal. 63-70
Margarettha, 2011, ‘Eksplorasi & identifikasi Mikoriza Indigen Asal Tanah Bekas Tambang Batu Bara’, Berita Biologi, vol. 10, no. 5, hal. 641-647
Muthukumar, T, Sha, L, Yang, X, Cao, M, Tang, J, & Zheng Z, 2003, ‘Mycorrhiza of Plants in Different Vegetation Types in Tropical Ecosystems of Xishuangbanna, Southwest China’,
Muzakkir, 2011, ‘Hubungan Antara Cendawan Mikoriza Arbuskular Indigenous & Sifat Kimia Tanah di Lahan Kritis Tanjung Alai Sumatera Barat’,
Jurnal Solum, ISSN: 1829-7994, vol.
8, no. 2, hal. 53-57
Nurhalimah, S, Nurhatika, S & Muhibudin, A, 2014, ‘Eksplorasi mikoriza vesikular arbuskular (MVA) indigenous pada tanah regosol di pamekasan madura’,
Jurnal Sains dan Seni Pomits, vol. 3,
no. 1, hal. 30-34
Pangaribuan, N, 2014, ‘Penjaringan cendawan mikoriza arbuskula indigenous dari lahan penanaman jagung dan kacang kedelai pada gambut Kalimantan barat’, Jurnal Agro, vol. 1, no.1, hal. 50-60
Plantamor, 2015, Your Plant Database, diakses
15 Februari 2015,
<http://www.plantamor.com/index.p hp?plant=759>
Prihastuti, 2007, ‘Isolasi dan Karakterisasi Mikoriza Vesikular Arbuskular di Lahan Kering Masam Lampung Tengah’, Jurnal Penelitian Hayati, vol. 12, hal. 99-106
Rao, NS, 1994, Mikroorganisme Tanah dan
Pertumbuhan Tanaman, Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta Sasli, I & Ruliyansyah, A, 2012, ‘Pemanfaatan
Jamur Mikoriza Vesikula Arbuskular Spesifik Lokasi Untuk Efisiensi Pemupukan Pada Tanaman Jagung di Lahan Gambut Tropis’, Jurnal
Agrovigor, ISSN: 1979-5777, vol. 5,
no. 2, hal. 65-75
Schenck, NC, & Perez Y, 1990, Manual for
Identification of VA Mycorhizal Fungi, Synergistic Publication, USA
Schenck, NC & Smith, GS, 1982, ‘Additional new and unreported species of mycorrhizal fungi (endogonaceae) from florida’, Mycologia, vol. 74, no. 1, hal. 77-92
Setiadi, Y, 1994, Mengenal Mikoriza dan
Aplikasi. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Simanungkalit, R, 2001, Aplikasi Pupuk Hayati
dan Pupuk Kimia : Suatu Pendekatan
Terpadu, Balai Penelitian
Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor
Talanca, H, 2010, ‘Status Cendawan Mikoriza Vesikular-Arbuskular (MVA) pada
Tanaman’, Jurnal Prosiding Pekan
Serealia Nasional, ISSN:
978-979-89-40-29-3, hal. 355
Wang, B, & Qiu, YL, 2006, ‘Phylogenetic Distribution and Evolution of Mycorrhizas in Land Plants’, Jurnal
Springer-Verlag, vol. 16, hal. 342
Warouw, V, & Reynold, PK, 2010, ‘Populasi
Jamur Mikoriza Vesikular
Arbuskular (MVA) pada Zona Rhizosfer Jati’, Jurnal Eugenia, vol. 16, no. 1, hal. 38-45
Yelianti, U, Kasli, Kasim, M, & Husin, EF, 2009, ‘Biodiversity of arbuscular mycorrizal fungi of potatoes rhizosphere and it potential as biofertilizer’, JurnalSainstek, Vol. XII, no. 1 hal. 59-64
Yusra, 2005, ‘Pengaruh Lateks & Cendawan Mikoriza Terhadap P-Total, P-Tersedia, & pH Tanah Ultisol’,
Jurnal Ilmiah Pertanian Kultura, vol.