BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasarkan penafsiran pengolahan data, dan uji hipotesis untuk menjawab
pertanyaan penelitian yang diajukan pada Bab I tentang kesiplinan menjalankan
ibadah makhdah (ibadah ritual), dan ibadah social (hubungan dengan sesama
manusia, dan memelihara lingkungan fisik ) dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Mekanisme pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam di MTsN
dan SMPN sebagai berikut:
a. Prosedur pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) di MTsN
dan di SMPN. Semua responden GAI di MTsN dan SMPN telah
melaksanakan prosedur pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) sesuai BNSP meliputi pembuatan silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pembuatan silabus dan RPP tidak
dilaksanakan di sekolah masing-masing, tetapi melalui MGMP (Musyawarah
Guru Mata Pelajaran) di rayon masing-masing.
b. Keterlibatan guru dan administrator lainnya dalam pengembangan kurikulum
Pendidikan Agama Islam di MTsN dan di SMPN. Yang telibat langsung
dalam pengembangan kurikulum PAI di MTsN dan SMPN adalah setiap GAI
yang mengajar pelajaran PAI, Kepala Sekolah, Pengawas dari Diknas dan
Depag Kabupaten dan Kota, serta Komite Sekolah, termasuk orang tua siswa.
2. Dokumen sebagai acuan implementasi kurikulum PAI di MTsN dan SMPN
a. Tujuan Pendidikan Agama Islam di MTsN dan SMPN,
Tujuan Pendidikan Agama Islam baik MTs dan SMP pada intinya memiliki
kesamaan merujuk kepada Visi, Misi sekolah, yaitu “Meletakan dasar-dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlaq mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut”.
b. Materi (isi kurikulum).
1) Isi kurikulum MTsN: Akidah-Akhlak, Quran-Hadits, Fiqih, Sejarah
Kebudayaan Islam/SKI, dan Bahasa Arab.
2) Isi kurikulum SMPN: Akidah-Akhlak, Quran-Hadits, Fiqih, Sejarah
Kebudayaan Islam/SKI.
c. Implementasi kurikulum PAI di MTsN dan SMPN
Kegiatan pokok implementasi kurikulum di MTs Negeri dan SMP Negeri yang
dilakukan oleh GAI tahapannya mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu
pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi.
1) Pengembangan program mencakup program tahunan, semester, bulanan,
mingguan, dan harian.
2) Pelaksanaan pembelajaran. Pada hakikatnya kegiatan pembelajaran
mencakup:
a) Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam satu pertemuan pembelajaran
yang ditunjukkan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan
b) Kegiatan Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD.
Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, menyenangkan,
menantang, memotivasi siswa untuk berpartisi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Kegiatan ini
dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi,
elaborasi, dan konfirmasi.
c) Sumber belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan
kompeetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indicator
pencapaian kompetensi
d) Evaluasi Penilaian hasil belajar
Prosedur dan instrument penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan
dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar
Penilaian;
e) Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas
pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau
kesimpulan, penilaian dan refeksi, umpan balik, dan tindak lanjut.
3. Implikasi kurikulum Pendidikan Agama Islam di MTsN dan SMPN terhadap
perilaku keberagamaan siswa dalam menjalankan ibadah ritual, sosial dan
a. Kedisiplinan dalam Menjalankan Ibadah Ritual. Berdasarkan hasil analisis
data dan uji hipotesis tentang perilaku keberagamaan siswa MTsN dalam
menjalankan ibadah ritual terdapat perbedaan dengan siswa SMPN. Hal ini
disebabkan pembelajaran PAI di MTsN untuk pelajaran: Quran-Hadits,
Akidah-Akhlak, Fiqih, SKI dan Bhs. Arab, beban belajar tiap mata pelajaran
tersebut adalah dua (2) jam, stiap pelajaran itu diajarkan secara
terpisaah-pisah oleh masing-masing guru pada gilirannya penguasaan materi pelajaran
oleh siswa MTsN lebih mendalam. Sedangkan di SMPN pelajaran PAI
mencakup pelajaran: Quran-Hadits, Akidah-Akhlak, Fiqih, dan SKI, beban
hanya dua (2) jam. Implementasi kurikulum dipadukan tidak ada pembatas
dan diajarkan oleh satu orang guru, sehingga penguasaan materi pelajaran
oleh siswa kurang mendalam.
b. Tidak terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam
antara siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa
dengan orang tua di rumah, hal ini disebabkan 1) pendidikan keluarga sejak
kanak-kanak, siswa telah mendapat pendidikan sopan satun kepada kedua
orang, 2) kurikulum di sekolah (tujuan, materi, metode, media, KBM)
sama-sama mengajarkan siswa berbuat baik kepada kedua orang, 3) implikasi
pendidikan non-formasl siswa memperoleh pelajaran agama Islam melalui
belajar di masyarakat, seperi di Mushala, Masjid, dan/atau Pesantren,
c. Tidak terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam
antara siswa MTs dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa
dengan guru di sekolah. Penyebabnya adalah: 1) Implikasi penghormatan
implikasi penghormatan kepada guru-guru yang mengajar agama, 3)
Kurikulum di sekolah (tujuan PAI, materi, media, metode, dan KBM), dan
lingkungan pendidikan non-formal di Mushala, Masjid dan/atau di Pesantren.
d. Terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara
siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan
saudara di keluarga. Penyebab perbedaan ini adalah faktor: 1) Perbedaan usia
siswa, 2) Pendidikan keluarga, 3) Kurikulum di sekolah (tujuan PAI, materi,
media, metode, dan KBM), 4) dan lingkungan pendidikan non-formal, di
Mushala, Masjid dan/atau di Pesantren.
e. Terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara
siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan
teman di masyarakat. Fkctor yang menyebabkan perbedaan adalah: 1)
Perbedaan usia siswa, 2) Pendidikan keluarga, 3) lingkungan pendidikan
non-formal, di Mushala, Masjid dan/atau di Pesantren.
f. Terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara
siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan
orang lain yang lebih tua usianya dan tidak dikenal di masyarakat.
Penyebabnya adalah: 1) Pendidikan keluarga, 2) Kurikulum (tujuan, materi,
metode, media, dan KBM) di sekolah, 3) Pendidikan non-formal di Mushala,
Masjid dan/atau di Pesantren.
g. Terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara
siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan
yang lebih muda dikenal di masyarakat. Penyebabnya: 1) Faktor usia, 2)
h. Tidak terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam
antara siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa
dengan yang lebih muda tidak dikenal di masyarakat. Hal ini disebakan: 1)
Kurikulum sekolah, 2) Pergaulan siswa, 3) implikasi media elektronika: t.v,
internet, dan media cetak.
i. Terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara
siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan
yang berbeda agama di masyarakat sekolah. Penyebab perbedaan adalah: 1)
Pendidikan keluarga, 2) implikasi dari pendidikan non-farmal Pendidikan
non-formal di Mushala, Masjid dan/atau di Pesantren.
j. Tidak terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam
antara siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa
dengan yang berbeda suku di masyarakat. Implikasi dari: 1) Kurikulum
selain Pendidikan Agama Islam, misalnya PPKn, 2) Lingkungan sekolah, 3)
4) Kegiatan ekstrakurikuler.
k. Tidak terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam
antara siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa
dengan yang berbeda ras di masyarakat. Factor penyebabnya, yaitu: 1)
kurikulum PAI, 2) dukungan dari pelajaran PPKn, 3) kegiatan ekstrakurkuler.
l. Terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara
siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan
lingkungan fisik keluarga, sekolah dan masyarakat. Penyebabnya implikasi
dari: 1) Kepedulian warga sekolah, 2) Pendidikan keluarga, 3) Lingkungan
4. Sistem Evaluasi dalam Pendidikan Agama Islam
a. Evaluas Hasil Belajar Ranah Kognitif
Evaluasi hasil belajar ranah kognitif (intelektual) untuk mengtahui
keberhasilan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang terkait dengan:
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, sinstesis, analisis, dan evaluasi dapat dilakukan dengan tes obyobtif. Misalnya dengan bentuk tes Benar Salah
(True-Falese Test); bentuk Menjodohkan (Matching Test); Melengkapi
(Completion Test); bentuk Isian (Fill in Test); bentuk Pilihan Ganda
(Multiplel Choise Intem Test).
b. Evaluasi Hasil Belajar Ranah Afektif
Evalusi hasil belajar ranah afektif sikap untuk mengetahui keberhasilan
pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat dilakukan dengan cara:
Pengamatan (Observation); Wawancara (Interview); Angket
(Questionnarie); Pemeriksaan Dokumen (Documestary Analyisis).
B. Implikasi Khusus untuk GAI
1. Guru Agama Islam perlu meningkatkan kompetensi: akademik, pedagogik,
sosial, dan kepribadian secara utuh untuk pengembangan perilaku
keberagamaan siswa mencakup keterampilan siswa Hablumminallah (ibadah
ritual), dan Hablumminannas (ibadah sosial);
2. Guru Agama Islam perlu menggunakan sumber belajar yang aktual (buku-buku
yang up to date, internet, hasil penelitian) untuk mengembangkan perilaku
3. Guru Agama Islam perlu bekerja sama dengan berbagai pihak: keluarga,
masyarakat dan instutitusi keagamaan untuk mengembangkan perilaku
keberagamaan siswa;
4. Guru Agama Islam bersama siswa mampu bekerjasama menjadikan tempat
ibadah di sekolah sebagai wahana pembinaan perilaku keberagamaan siswa.
C. Rekomendasi
1. Rekomendasi untuk Penentu Kebijakan
a. Rekomendasi Umum untuk Pemangku Kebijakan Pendidikan
Keberhasilan peningkatan perilaku keberagamaan pada siswa di
sekolah-sekolah terkait dengan kebijakan pemerintah pusat seperti Kementerin
Depatemen Pendidikan Nasional dan Kementerian Departemen Agama yang
berwenang menentukan keputusan dalam bidang pendidikan di lingkungan
Dikdasmen dan Depag Kabupaten dan / atau daerah, dalam pembelajaran PAI
perlu mengakomodasikan nilai-nilai Agama Islam yang diperlukan untuk
kepentingan hidup siswa. Pemerintah harus memiliki task commitmen yang
kuat untuk melaksanakan program peningkatan keberagamaan siswa itu,
dengan tetap memandang pentingnya pencapaian keberagamaan yang optimal.
Program pembelajaran hendaknya dirancang secara cermat baik perencanaan,
pelaksanaan, maupun evaluasi. Hal ini penting untuk memudahkan
mendiagnosis kegagalan maupun keberhasilan dalam suatu program. Jika
terjadi kegagalan program ini, sesungguhnya aspek dan faktor apa yang
menjadi akar kegagalan tersebut, apakah bidang perencanaan ataukah evaluasi
b. Sebagai pemangku kebijakan baik Diknas maupun Depag untuk sekolah level
MTs-SMP sebaiknya tidak ada dikotomi antara pelajaran yang di UN-kan
dengan pelajaran agama Islam khususnya. Artinya dana dan pengadaan sarana
pembelajaran tetap diperhatikan dan dicukupi sebagai upaya untuk
meningkatkan kinerja guru dan mutu hasil belajar siswa.
2. Rekomendasi Khusus Kepala Sekolah dan Guru
a. Rekomendasi untuk Kepala Sekolah
Sekolah sebagai tempat pendidikan, belajar mengajar dan latihan bagi
siswa dibawah bimbingan Kepala sekolah, guru-guru, staf administrasi dan tata
laksana di mana sikap keberagamaan mereka berimplikasi terhadap perilaku
keberagamaan siswa. Kepala sekolah sebagai pemangku kebijakan perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi program sekolah. Kinerja kepala sekolah menentukan
berhasil atau tidaknya mengelola manajemen kurikulum baik di dalam kelas
(menggerakan guru dalam mengefektifitaskan kurikulum aktual/KBM) ataupun
pembelajaran di luar kelas (ekstrakurikuler), termasuk di dalamnya peningkatan
perilaku keberagamaan siswa.
Hendaknya kepala sekolah bersama guru umum dan guru pendidikan
agama Islam (GAI) merancang kurikulum keagamaan untuk meningkatkan
perilaku keberagamaan siswa, tanpa peran kepala sekolah sebagai pemangku
kebijakan tertinggi (top down) implementasi dan evaluasi kurikulum mencakup
perilaku keberagamaan siswa tidak akan berhasil, oleh karena itu peran kepala
sekolah dalam menumbuhkan kesuburan syiar Islam di sekolah sangat diharapkan
b. Rekomendasi untuk GAI
Peralihan pengelolaan pendidikan dari sentralisasi (orientasi pusat) ke
desentralisasi (otonomi daerah) membawa implikasi terhadap diversifikasi
(keleluasaan) pengembangan kurikulum PAI khususnya oleh GAI di sekolah.
Melalui paradigma ini hendaknya GAI memanfaatkan ” Actual Curriculum” dan
”Hidden Curriculum”. Pengembangan kurikulum aktual (KBM) hendaknya GPAI
pandai-pandai mengemas kurikulum PAI dan implementasinya menggunakan
berbagai metode, model pembelajaran, dan PAI berbasis teknologi (VCD,
Internet, media buatan, dsb) agar pembelajaran PAI aktif, kreatif, dan
menyenangkan siswa. Sedangkan pengembangan hidden curriculum dapat
dilakukan dengan berbagai kegiatan misalnya kegiatan ko-kurikuler, dan GAI
perlu berani mengambik keputusan mendiskusikan isu-isu keagamaan yang
kontroversi berkembang di masyarakat, mengundang praktisi ke sekolah agar
berpikir siswa tentang nilai-nilai keagamaan berkembang luas, artinya
pemahaman Islam tidak sekedar aspek ibadah praktis (makhdah) melainkan
pengkajian Islam secara universal (ibadah ghairi makhdah) meliputi aspek
keterampilan spiritual, emosional, sosial, dan isu-isu lingkungan yang sekarang ini
mengalami kerusakan baik lokal atau global. Selain itu GAI mampu melakukan
penelitian di lingkungan sendiri/ sekolah tentang keberagamaan siswa, dan
membuat buku sebagai bahan ajar PAI sesuai konteks sekolah dan kebutuhan
siswa setempat, tanpa mengandalkan LKS PAI yang belum tentu sesuai dengan
hati nurani dan kognitif guru serta siswa.
c. Rekomendasi Untuk Guru Umum
Pengembangan nilai-nilai Islam mencakup peningkatan perilaku
keberagamaan (ketaatan ibadah makhdah dan ibadah ghairi makhdah) siswa di
sekolah bukan berarti sepenuhnya tanggung GAI saja, tetapi adalah
kewajiban semua Muslim memerlukan dukungan langsung guru umum yang
beragama Islam di sekolah tersebut. Secara keseluruhan jumlah siswa yang
begitu banyak mencapai ratusan dari berbagai tingkat kelas dan keagamaannya
berbeda-beda, menuntut kerja sama yang proaktif bersama guru umum dengan
GAI membina perilaku keberagamaan siswa sebagai upaya pembinaan
mentalitas keagamaan siswa dalam menghadapi krisis global yang
indikatornya mengakibatkan selain kemajuan sains dan teknologi, tetapi juga
membawa krusakan mental, moral, dan spiritual keagaaman di kalangan para
pelajar SD,SLTP dan SLTA.
3. Rekomendasi untuk Institusi di Masyarakat
a. Rekomendasi untuk Lembaga Keagamaan
Masjid, Langgar, dan Pesantren adalah termasuk lembaga pendidikan
keagamaan yang berpotensi untuk meningkatkan kehidupan beragamaan siswa.
Kemajuan keberagaaman siswa belum cukup mengandalkan pihak orang tua dan
sekolah saja, orang tua sibuk dengan urusan ekonomi dan jam pelajaran PAI di
sekolah sangat terbatas waktunya. Oleh sebab itu, semua pemuka agama (Kiayi,
Ustadz, Ulama dan tokoh masyarakat) perlu berkolaborasi dengan pihak sekolah
dan sebaliknya sekolah kerjasama dengan lembaga keagamaan yang ada di
masyarakat untuk menumbuhkembangkan keberagamaan siswa sehingga optimal
kanak-kanak ke masa remaja yang banyak menimbulkan krisis emosional, sosial
dan spiritual yang mengakibatkan degradasi moral dan kemanusian yang sering
terjadi di kalangan para pelajar saat ini tidak dibatasi oleh goegrafis baik daerah
pedesaan maupun perkotaan.
b. Rekomendasi untuk Penelitian Lanjutan
Dalam studi ini, cakupan studi masih terbatas pada ruang lingkup beberapa
sekolah di Prov. Jabar dengan metode survai, dan perlu dikaji secara lebih luas
jangkauan studinya dengan memperluas wilayah sampai ke provinsi di Indonesia.
Sebab, pendidikan agama Islam dalam mengembangkan perilaku keberagamaan
pada siswa menghadapi tantangan serius, sebab untuk memperbaiki moral/akhlak
siswa yang tercabik-cabik oleh krisis global. Krisis ini merontokan sendi-sendi
kehidupan keberagamaan siswa di berbagai tingkatan baik siswa SD, SMP, SMA
dan Perguruan Tinggi / Universitas.
2. Rekomendasi Perluasaan Subyek Penelitian
Dalam studi ini peneliti banyak memiliki keterbatasan, karena banyaknya
variabel bebas hanya perilaku keberagamaan yang diteliti. Ternyata setelah dikaji
secara mendalam tidak hanya variabel tersebut, tetapi masih banyak variabel lain
yang belum terungkap. Secara metodologis penelitian ini hanya menggunakan
metode survai disertai penyebaran angket dan wawancara dengan GAI kemudian
diuji validitas dan reliabilitasnya, kemudian dianalisis secara statistik tanpa
obervasi yang mendalam dan studi dokumentasi sudah barang tentu banyak
kelemahan atau kekurangan. Keterbatasan dalam penelitian ini, akan memberikan
peluang kepada peneliti lanjutan yang akan merumuskan dan mengkaji