• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN DAN IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PERILAKU KEBERAGAMAAN SISWA MTs NEGERI DAN SMP NEGERI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN DAN IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PERILAKU KEBERAGAMAAN SISWA MTs NEGERI DAN SMP NEGERI."

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ……….

DAFTAR ISI ……… BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Rumusan Masalah ……… 14

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian ………. 19

2. Manfaat Penelitian ……… 19

D. Definisi Konsep dan Operasional Definisi Konsep ……… 21

Definisi Operasional ………. 23

E. Asumsi Penelitian ………. 26

F. Hipotesis ……… 27

G. Kerangka Berpikir ………. 28

BAB II. KAJIAN TEORI: KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN KARAKTERISTIK KEBERAGAMAAN SISWA SISWA A. Pola Sistem Pendidikan Agama Islam 1. Hakikat Pendidikan Agama Islam ………. 30

2. Landasan dan Tujuan Pendidikan Agama Islam a. Landasan Pendidikan Agama Islam ………. 33

b. Tujuan Pendidikan Agama Islam ………. 36

c. Tujuan Pendidikan Agama Islam di MTs dan SMP 38

3. Kurikulum Pendidikan Agama Islam a. Pengertian Kurikulum dalam Pendidikan Islam .. 40

(2)

4. Komponen Kurikulum Pendidikan Agama Islam

a. Pendidik dalam Pendidikan Agama Islam ……. 48 b. Anak Didik dalam Pendidikan Agama Islam …… 53 c. Isi / Kurikulum Pendidikan Agama Islam ………. 56 d. Struktur Kurikulum Pendidikan Agama Islam

MTs dan SMP ……… 60 e. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam … 61 f. Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam …. 64 g. Evaluasi Pendidikan Agama Islam ………. 69 B. Perilaku Keberagamaan Siswa

1. Perilaku Keberagamaan Siswa

a. Pengertian Agama, Beragama, Keagamaan,

dan Keberagamaan ……… 77

b. Hakikat Fitrah Beragama ………..……. 79 c. Fitrah Beragama dan Pengaruh Lingkungan …….. 84 d. Implikasi Fitrah dalam Pendidikan Agama Islam .. 87 2. Potensi Manusia dan Keharusan Upaya Pendidikan …… 89 3. Ibadah Hakikat Fungsi Manusia dan Implikasinya Terhadap

Pribadi Siswa

a. Pengertian Ibadah ……….. 91

b. Ibadah Makhdah ……… 92

c. Ibadah Ghairi Makhdah ………. 93 d. Implikasi Ibadah terhadap Pembentukan

Pribadi Siswa ………. 94 4. Trilogi Hubungan Manusia dalam Kehidupan dan

Implikasinya terhadap Pendidikan

(3)

d. Implikasi Trilogi hubungan Manusia tehadap

Pendidikan ……….. 96 C. Karakteristik Keberagamaan Siswa

1. Karakteristik Perkembangan Intelektual Keberagamaan Siswa ………. 97 2. Karakteristik Perkembangn Moral Keberagamaan Siswa 99 3. Karakteristik Perkembangan Emosional Keberagamaan 101

Siswa ………. 4. Karakteristik Perkembangan Sosial Keberagamaan

Siswa ……….. 102 5. Karakteristik Perkembangan Spiritual Keberagamaan

Siswa ……….. 103 6. Karakteristik Pertumbuhan Fisik Siswa ………... 105 7. Kebutuhan, Tuntutan dan Tugas Perkembangan

Siswa SLTP

a. Kebutuhan Siswa SLTP ……… 107 b. Tuntutan Siswa SLTP ……… 110 c. Tugas Perkembangan Siswa SLTP ……… 111 D. Penelitian Terdahulu Pendidikan Agama Islam

1. Praksis Pendidikan Agama Islam di Sekolah dalam

Konteks Teori Glock dan Stark ……… 113 2. Keberagamaan Siswa SMA BOPKRI Yogyakarta …… 116 3. Persepsi Siswa terhadap Bidang Studi PAI pada

Perilaku Keberagamaan Siswa SMPN 2 Solilo Pati ….. 117 4. Penelitian Puslitbang dan Keagamaan: Implikasi

Terhadap Hubungan Sosial Keagamaan Siswa ……….. 119

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian ………. 122 B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

(4)

2. Populasi Penelitian ………... 123

3. Sampel Penelitian ………. 124

C. Prosedur Penelitian 1. Persipan Penelitian ………. 126

2. Penyusunan Kisi-Kisi Instumen Pengumpul Data …… 127

3. Penyusunan Instrumen Penelitian ……….. 129

4. Deskripsi Instrumen Pengungkap Data ………. 131

D. Pengujian Instrumen Penelitian ………. 132

E. Daya Pembeda Item ……… 141

F. Teknik Pengumpulan Data ……… 144

G. Prosedur dan Teknik Analisis Data ………... 146

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ……….. 148

B. Temuan Penelitian ……….. 223

C. Pengujian Hipotesis ……… 235

D. Pembahasan Penelitian ……… 271

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan ………. 307

B. Implikasi ………. 313

C. Rekomendas ……… 314

(5)

BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan agama Islam adalah sebagai mata pelajaran yang wajib

diajarkan dalam kurikulum sekolah mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan

tinggi (Hasbulah, 2008: 150). Legalitas tersebut, tercantum dalam

Undang-Undang dan sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional (UUSISDIKNAS) Bab II, Pasal 30 Ayat (1), (2) dan (3)

bunyinya adalah:

Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya. Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal (Depag RI, 2006: 21-22).

Penyelenggaraan pendidikan keagaamaan pada jalur pendidikan formal

seperti MTs dan SMP dikonsepsikan sebagai pendidikan dasar wajib 9 tahun,

berlangsung sekitar usia 12 sampai 15 tahun. Komisi Pendidikan Perserikatan

Bangsa-Bangsa melalui UNESCO (United Nation Educational, Scientific, and

Cultural Organization) telah membentuk sebuah Komisi Internasional tentang

Pendidikan untuk Abad XXI (The International Commision on Education for the

Twenty-First Century) (Delors, 1966). Lebih lanjut, Komisi menyatakan bahwa

pendidikan dasar sebagai “paspor” yang diperlukan untuk hidup dan memilih apa

yang mereka lakukan, mengambil bagian dalam pembangunan masyarakat masa

depan secara kolektif, dan terus menerus belajar, (Delors dalam Sa’ud dan

(6)

Tujuan pendidikan pada sekolah menengah lebih mengedepankan aspek

pembentukan “kepribadian” (personality) siswa. Hal ini disebabkan pada usia

antara 12-15 tahun termasuk remaja awal, kondisi sosial, emosional, dan

keberagamaanya belum stabil. Pendidikan kepribadian pada siswa Madrasah

Tsanawiyah dan Sekolah Menengah Pertama tanpa dibedakan, yaitu keduanya

adalah “pengembangan kesalehan individual, transfer ilmu pengetahuan dan

pembentukan watak” (Mocthar dalam Rahim, 2006: x; Azra 2006: 96).

Kurikulum Sekolah Madrasah Tsanawiyah dan Sekolah Menengah

Pertama meliputi pelajaran: (1) Al-Quran-Hadits, (2) Aqidah-Akhlak, (3) Fiqih,

dan (4) Sejarah Kebudayaan Islam (Depag, 2007: 5; Depdiknas, 2007:2).

Penekanan kurikulum bersifat elementer atau dasar-dasarnya saja yang

berorientasi pada pengamalan ibadah praktis. Misalnya hubungan antar manusia

dengan Allah (hablumminallah), dan hubungan antar sesama manusia (hablum

minannas). Kedua bentuk hubungan ini, disebut Amsyari (1995: 34-35) sebagai

ibadah “makhdah” (khas/khusus), dan hubungan dengan sesama manusia dan

alam sekitar disebut ibadah “ghairi makhdah” (‘am/umum).

Lebih lanjut, Amsyari menjelaskan ibadah makhdah sebagai upaya

komunikasi manusia dengan Allah atau sering disebut upaya ritual, suatu upaya

manusia yang tidak dapat diterangkan dengan akal dan lebih banyak menekankan

dimensi kejiwaan dari manusia. Pada bagian lain Amsyari mengemukakan bahwa

dalam Islam ditentukan 4 (empat) ajaran utama untuk berkomunikasi langsung

dengan Allah, yakni: shalat, puasa, haji dan doa. Keempat ajaran utama ini, tidak

dikenal mereka-reka, atau “improvisasi”; sedangkan ibadah ghairi makhdah

(7)

Muhaimin, et. al. (2005: 162-163) mengklasifikasikan bentuk ibadah ke

dalam tiga bagian, yaitu: (1). ibadah person, (2). ibadah antarperson, (3). ibadah

sosial. Ibadah person, pelaksanaannya tidak perlu melibatkan orang lain,

melainkan semata-mata tergantung pada kesediaan yang bersangkutan sebagai

makhluk bebas melaksanakan amaliah keagamaan yang bersifat ritus seperti

shalat, puasa dan sebagainya. Ibadah antarperson, suatu amaliah yang

pelaksanaannya tergantung pada prakarsa pihak yang bersangkutan selaku hamba

Allah yang otonom. Misalnya pernikahan. Ibadah sosial, kegiatan interaktif antara

seseorang individu dengan pihak lain yang dibarengi dengan kesadaran diri

sebagai hamba Allah.

Istilah yang senada dengan Rakhmat (1997: 47) mengungkapkan bahwa

ibadah makhdah adalah urusan ritual, dan yang kedua ibadah ghairi makhdah

adalah urusan sosial menuntut kita untuk kreatif dan inovatif. Kedudukan kedua ibadah itu Nasution (2000: 9) mengungkapkan bahwa ibadah makhdah bersifat

qath’iy” (pasti tidak dapat dirubah), atau “absolut”; sedangkan ibadah ghairi

makhdah bersifat “zhanniy” (umum). Ibadah yang sifatnya zhanniy meurut Shihab

(2007: 96) merupakan lahan garapan para ulama dan pemikir hingga akhir zaman

dan dari sinilah lahir ide perbedaan dan pembaharuan.

Kedua ibadah di atas tersirat dalam ruang lingkup pendidikan agama Islam

sebagaimana tercantum dalam dokumen Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan/KTSP (2007: 2) yang menyatakan bahwa:

(8)

Ruang lingkup pendidikan agama Islam di atas sebagai esensi kurikulum

Pendidikan Agama Islam yang harus diimplementasikan secara terpadu dalam

setiap kegiatan pembelajaran untuk mengantarkan siswa memahami dan

mengamalkaan ibadah makhdah dan ibadah ghairi makhdah secara integral

ucapan, perbuatan dan tindakan. Pembelajaran yang seimbang dan selaras antara

hubungan manusia dengan Allah (hablumminallah) memmberi pemahaman

ketaatan dan ketundukan kepada siswa bahwa tujuan diciptakannya manusia

adalah untuk beribadah kepada-Nya (Q.S. 51: 66).

Pendidikan Qurani mengajarkan aktualisasi hubungan manusia dengan

Allah yang direalisasikan dalam bentuk ibadah makhdah adalah untuk

menekankan ajaran agama yang harus dilaksanakan oleh setiap pelajar Muslim.

Misalnya shalat untuk mendidik siswa menjauhi perbuatan keji dan munkar yang

dilarang oleh agama (Q.S. 29: 45). Zakat mensucikan diri dari sikap anti sosial

(Q.S.9: 103). Puasa mendidik siswa supaya menjadi orang yang beriman dan

bertakwa kepada Allah (Q.S.2: 183). Ibadah Haji mengajarkan kepada siswa

persaudaraan umat Islam sedunia (Q.S.49: 10).

Selain itu, ibadah ini adalah sebagai “media” untuk membangkitkan

“fitrah” bertuhan kepada Allah (Q.S.7: 72), (Q.S.30: 30). Fitrah sebagai potensi

baik yang mengarah pada pemilikan semangat beragama atas dasar pengakuan

terhadap ke-Esaan Allah yang dibawa oleh anak sejak lahir sebagai prinsip tauhid

Rubbubiyah. Pembuktian ibadah makhdah adalah hubungan seorang dengan

Tuhannya terlihat dari pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup yang dipenuhi

(9)

Nilai-nilai pendidikan Qurani dan Nabawi menekankan pentingnya

hubungan dengan sesama manusia tanpa dibatasi ras, warna kulit, perbedaan

agama, dan letak geografis, sebab semua manusia adalah satu sebagai hamba

Allah (Q.S. 21: 92). Perbedaan ini adalah untuk saling kenal mengenal, saling

menghormati dan memulyakan di antara mereka, karena misi Islam lahir

sebagaimana Nata (2004: 97) menyatakan bahwa Islam sebagai pembawa rahmat

(kasih sayang) bagi semesta alam. Islam tidak mengenal perbedaan ras

sebagaimana Rasulallah SAW bersabda yang dikutif Rahmat (1997: 30), ia

menjelaskan bahwa;”Tidak ada kelebihan orang kulit putih atas orang hitam,

kecuali karena amal saleh.”

Kandungan pendidikan Qurani mengajarkan pendidikan sikap hormat

termasuk hubungan baik seorang anak kepada kedua orang tua yang telah

bersusah payah mendidik, mengasuh dan melindunginya tanpa mengenal lelah,

sehingga apabila orang tua menyuruh mengerjakan suatu pekerjaan kemudian

anak itu menolak dengan mengatakan kata-kata “ah” (uffin), dan bersikap kasar maka termasuk perbuatan yang dilarang agama (Q.S.17: 23-24). Selain Islam

mewajibkan seorang anak menghormati kedua orang tua, juga mengormati dan

berbuat baik kepada kaum kerabat atau sudara (Q.S.2: 83); (Q.S.4: 36), dan anak

dilarang melakukan permusuhan (Q.S.16l: 90).

Penekanan penghormatan selain kepada kedua orang tua dan saudara juga

pendidikan Qurani menekankan kepada siswa untuk melakukan hubungan baik

dengan orang lain dan diri sendiri. Berbuat baik kepada orang lain seperti kepada

sesama teman, yaitu berbuat adil (Q.S.4: 58), pemurah (Q.S.3: 92), penyantun

(10)

kepada kebaikan (Q.S.110: 3), dan sebagainya. Hubungan baik siswa dengan

orang lain menebarkan salam, hormat kepada sesama, bila diberi hormat

membalas dengan yang lebih baik (Q.S.4: 84), tolong menolong dalam kebaikan

(Q.S.5: 2), toleransi beragama (Q.S.109: 4-5) dan menumbuhkan rasa aman di

antara sesama manusia. Sebagaimana Rasulallah menegaskan bahwa” tidak

beriman seseorang yang tetangganya tidak merasa aman” (HR. Bukhari, Muslim,

dan Akhmad).

Berbuat baik kepada diri sendiri yang perlu dilakukan siswa terliput

misalnya saja, ikhlash beragama (Q.S.4: 123), berlaku jujur (Q.S.8: 58),

memanfaatkan waktu dengan baik (Q.S.103: 1-3), menjaga aurat (Q.S.23:5-6),

sabar (Q.S.2: 153), tawadlu (rendah hati, tidak sombong) (Q.S.31: 13) berlaku

benar (Q.S.9: 119), mempunyai rasa malu, karena malu sebagian dari iman (HR.

Bukhari, Muslim).

Hubungan baik siswa dengan alam sekitar sebagai pendidikan lingkungan

hidup yang digariskan Islam termasuk “ihsan”. Misalnya berbuat baik terhadap

semua ciaptaan Allah yang tergelar di alam semesta ini. Manusia diberi amanat

oleh Allah supaya tidak merusak lingkungan (Q.S.30: 41), (Q.S.28: 77),

melainkan ia sebagai Khalifah di muka bumi yang bertugas untuk

memakmurkannya (Q.S.11: 61), dan menjaga kerbersihan diri (Q.S.2: 22).

Pembelajaran hubungan siswa dengan Allah, dengan sesama manusia dan

dengan alam sekitar yang terliput di dalam ibadah makhdah dan ibadah ghairi

makhdah tujuannya adalah untuk meningkatkan perilaku keberagamaan siswa,

mencakup pengamalan “ta’abbudi” atau ibadah makhdah, yaitu ibadah kepada

(11)

melaksanakan ibadah sosial yang direalisasikan dalam bentuk hubungan baik

dengan sesama manusia dan alam sekitar agar tercipta kehidupan masyarakat yang

tertib, damai, harmonis; tolong menolong dan jauh dari perbuatan tidak terpuji

seperti tindakan kekerasan dan anti sosial kemanusiaan yang marak terjadi saat ini

di kalangan pelajar.

Berdasarkan pemahaman tersebut yang dimaksud perilaku keberagamaan

meminjam istilah Turmuddhi (http://dosen.amikom.ac.id.doc,2009) adalah praktik

hidup berdasarkan ajaran agama, tanggapan atau bentuk perlakuan terhadap

agama yang diyakini dan dianutnya serta dijadikan sebagai pendangan hidup

dalam kehidupan dengan tampilan insan religius yang humanis. Dengan kata lain,

yang dimaksud perilaku keberagamaan siswa, yaitu siswa di satu sisi terampil

menjalan ibadah kepada Allah secara ritual, di sisi lain ia hidup rukun dalam

kehidupan sosial misalnya mampu melakukan sikap hormat kepada sesama

manusia sebagai makhluk sosial (annas).

Kedudukan ini mejadi lebih urgen lagi untuk jenjang pendidikan tingkat

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama yang rata-rata berusia 12-15 tahun yang

hampir disepakati oleh para ahli ilmu jiwa yang menyatakan bahwa kelompok

umur ini ada pada masa remaja awal, dengan situasi dan kondisi sosial dan

emosinya belum stabil yang membawa dampak terhadap tingkah laku dan sikap

beragama yang ditandai kadang-kadang remaja rajin dan kadang-kadang malas

melaksanakan ajaran agama, (Darajat, 1975: 11-12; Jalaluddin, 2001: 78; Yusuf,

2001: 126).

Pengamalan kedua ibadah itu (ibadah makhdah dan ibadah ghairi

(12)

sebagaimana Rakhmat (1977: 57) menyatakan bahwa umat Islam selama ini

cenderung keliru mengartikan ibadah dengan membatasinya pada ibadah ritual.

Betapa banyak umat Islam yang disibukan dangan urusan ibadah makhdah, tetapi

mengabaikan kemiskinan, penyakit, kelaparan, kesengsaraan, dan kebodohan

yang diderita saudara-saudara mereka. Ungkapan ini menunjukkan bahwa

kelemahan-kelemahan yang dihadapi umat Islam adalah pada ibadah gahairi

makhdah atau ibadah sosial yang selama ini terabaikan, atau kurang perhatian

yang membawa kemunduran di segala bidang salah satunya pengelolaan

pendidikan di berbagai institusi pendidikan Islam mulai dari pendidikan dasar

sampai perguruaan tinggi, saat ini jauh ketinggalan baik secara kualitas maupun

kuantitas bila dibandingkan dengan lembaga pendidikan lain (umum).

Arifin (2007: vi) menegaskan bahwa:” Perkembangan pendidikan Islam

belum menunjukkan hasil yang optimal dibandingkan dengan perkembangan jenis

pendidikan lainnya, pendidikan Islam jelas menunjukkan kualitas yang relatif

rendah”. Menurutnya faktor yang mempengaruhinya pendirian madrasah (sekolah

Islam) pada umumnya didasarkan pada semangat dakwah. Motif ini pada tataran

ideal sebenarnya sangat bagus karena akan mendorong semangat bekerja yang

lebih tinggi. Namum pada tataran emprik, semangat tersebut pada umumnya

dijadikan modal kerja yang serba apa adanya dan serba apa bisanya dengan dalih

ikhlas beramal dan lillahi taala, yang penting kewajiban agama, yaitu berdakwah,

telah ditunaikan. Pada gilirannya prinsip manajemen modern – seperti

perencanaan, perorganisasian, pengawasan, kurikulum dan evaluasi – yang

semestinya diterapkan dalam pengelolan pendidikan sedikit dijumpai di kalangan

(13)

pendidikan baik yang berupa tenanga kependidikan, dana, sarana dan

prasarananya. Rendahnya kualitas tenaga kependidikan hampir dijumpai

dikalangan guru-guru agama Islam baik di madrasah maupun di sekolah umum.

Berdasarkan ungkapan tersebut di atas salah satu yang paling dominan

yang mempengaruhi kualitas hasil belajar agama siswa secara signifikan terletak

pada kemampuan guru dalam mendidik dan mengajar siswa. Sebab perilaku guru

dipandang sebagai sumber pengaruh sedangkan tingkah laku yang belajar sebagai

“efek” dari berbagai proses, tingkah laku dan kegiatan interaktif (Gagne

1964:139). Para pakar kurikulum menyatakan bahwa “betapapun bagusnya

kurikulum (official), hasilnya sangat tergantung pada apa yang dilakukan guru di

dalam kelas “curriculum actual” (Syaodih, 1997: 194).

Sementara itu, Syah (t.t. 157) menjelaskaan patut diduga tingkat

kompetensi profesionalisme sebagai guru agama pada sekolah-sekolah lanjutan

pertama selama ini hanya berkisar pada kemampuan berceramah di muka kelas

belaka. Metode penyajian materi agama yang cenderung monoton seperti ini

biasanya akan mendorong para pelajar untuk mengambil pilihan kebiasaan belajar

(cognitive preference) yang bermotif ekstrinsik bukan instrinsik. Siswa belajar agama hanya untuk mencapai cita-cita asal lulus belaka. Lebih lanjut, ia

menegaskan tingkat kompetensi guru agama seperti contoh di atas, jika dibiarkan

terus berlanjut kemungkinan besar akan membawa akibat rendahnya tingkat hasil

pendidikan agama.

Pada bagin lain Syah mengemukakan bahwa pemahaman guru agama

terhadap kurikulum Pendidikan Agama Islam bersifat konvensiaonal, artinya guru

(14)

keterampilan ceramah di depan kelas, alat yang biasa digunakan kapur dan papan

tulis, minim menggunakan media, strategi dan metode belajar kurang bervariasi,

sehingga pembelajaran tersebut kurang merangsang aktif dan kreatif siswa

belajar.

Sejalan dengan Mangunwijaya (http://www.tajid.laid.or.id,2010)

menyatakan bahwa, metodologi pembelajaran Agama Islam di sekolah

disampaikan guru secara statis-indokrinatif-dokriner dengan fokus utama kognitif

sibuk mengajarkan pengetahuan dan peraturan agama, akan tetapi bagaimana

menjadi manusia yang baik: penuh kasih sayang, menghormati sesama, peduli

pada lingkungan dan sebagainya justru luput dari perhatian. Lebih lanjut ia

menjelaskan bahwa pola pendidikan kita saat ini masih mementingkan huruf dari

pada ruh, lebih mendahulukan tafsiran harfiah di atas cinta kasih.

Pola pembelajaran ini kurang menyentuh terhadap perkembangan

intelektual dan pembinaan keberagamaan siswa. Siswa SLTP dilihat dari tingkat

intektualnya telah mampu berpikir logis tentang berbagai gagasan yang absrak,

karena menurut Sigelman dan Shafer dalam Yusuf (2001: 193) pertumbuhan otak

mencapai kesempurnaan dari muali 12-20 tahun. Dengan demikian strategi

pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLTP disajikan untuk memfasilitasi

perkembangan berpikirnya melalui penggunaan metode mengajar yang

mendorong siswa untuk aktif bertanya, mengemukakan pendapat, atau menguji

coba suatu materi, melakukan dialog, dan diskusi. Sehingga pembelajaran

Pendidikan Agama Islam mengandung makna serta fungsi dalam kehidupan

mereka. Pembelajaran yang bermakna dan fungsional dalam kehidupan dapat

(15)

belajarnya dalam kehidupan sehari-hari masih dipertanyakan, terutama hubungan

baik dengan sesama manusia yang selama ini menampilkan perilaku tidak

harmonis atau hidup aman tentram dan bahagia.

Menurut beberapa pemerhati pendidikan Islam misalnya Azra (2006: 181)

menyatakan kekeliruan ini akibatnya keberagamaan siswa terutama hubungan

dengan sesama manusia kurang terbina. Keberhasilan siswa belajar agama di

sekolah hanya diukur sebatas ketaatan melaksanakan ritual keagamaan atau

kesalehan beragama, sementara nilai-nilai etis keagamaan yang tersirat di

dalamnya seperti hidup rukun, damai, saling menghormati, saling menyayangi;

sikap ramah dan sopan santun sebagai nilai-nilai ibadah ghairi makhdah kurang

dipraktikan dalam kehidupan nyata, sehingga siswa tidak mampu mengontrol diri

dan akibatnya mudah marah, melawan norma atau aturan, sulit diatur, dan agresif

jika tersingung ketika berteman.

Indikasi di atas menunjukkan kemunduran pembelajaran Pendidikan

Agama Islam di sekolah, lebih dari itu menurut pandangan Tafsir

(http://www.scrib.com,2009) berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa

pada aspek kowing dan doing guru agama tidak gagal; mereka banyak gagal pada

pembinaan aspek keberagamaan (being)” (internalisasi ajaran Agama Islam dalam

kehidupan). Sependapat dengan Thoyyer (http://www.tajid.laid.or.id,2009)

menyatakan bahwa pendidikan agama selama ini lebih menekankan pada aspek

knowing dan doing belum banyak mengarah ke aspek being. Akibatnya anak didik

masih jauh menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai agama,

Hasil penelitiaan yang relevan menggambarkan hal di atas adalah sebagai

(16)

perilaku santun terlihat dari sikap siswa saat bertemu guru, karyawan, dan dengan

siswa sesndiri, seperti jabatan tangan dan menciun tangan. Ucapan yang

menggambarkan kesantunan seperti: permisi, terima kasih, insya Allah,

alhamdulillah, astaghfirullah. Sikap tidak santun siswa seperti ajing, goblok,

maneh, dan aing masih sering dilakukan siswa

Temuan Ririn tindakan kekerasan yang dilakukan siswa di sekolah tertentu

menjelaskan:

Setiap minggu, atau satu dari enam siswa mengalami tindakan kekerasan

di sekolah (bulying), contoh bulying, melontarkan kata-kata yang

menyakitkan dan tidak enak, menggunakan panggilan yang jelek dan menyakitkan, memisahkan teman dari kelompok karena berbeda, menggunjingkan orang untuk tidak menyukai satu orang, sampai tindakan menendang, memukul, menarik rambut, merupakan bentuk bulying di sekolah (Pikiran Rakyat, Pebruari 2009: 1).

Penelitian yang dilakukan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama

menjelaskan pendidikan keberagamaan yang seharusnya terbentuk melalui

pendidikan agama terbaikan atau gagal diwujudkan. Selanjutnya, Berdasarkan

hasil penelitian dari Tim Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan

Agama dan Keagamaan pada siswa SLTP kelas dua di lima kota besar Indonesia,

yaitu Daerah Khsus Ibukota (DKI) Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan

Makasar, dalam hal ini Ahmaddudin menjelaskan:

Pendidikan Agama dianggap kurang memiliki implikasi terhadap hubungan sosial keagamaan. Fenomena kemorosotan akhlak siswa yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia tersebut kemungkinan karena agama

kurang dipahami secara fungsional”

(http://www.hupelita/baca.php?id,2009) .

Penelitian empirik menujukkan kebergamaan siswa yang berkembang saat

ini sebagai hasil penelitian Rahim (2000: 37) dalam disertasinya tentang

(17)

tahun (SD, SMP, dan SMU/K), umumnya tidak mampu membaca al-Qur’an

dengan baik, tidak melakukan shalat dengan tertib, tidak melakukan puasa di

bulan Ramadhan, dan tidak berakhlak baik.

Dalam batas-batas tertentu berdasarkan kajian teori dan penelitian empiris

yang dilakukan oleh para pemerhati Pendidikan Islam seperti yang dikemukaan di

atas bahwa Pembelajaran Pendidikan Agama Islam menunjukkan kelemahan atau

kekurangan, misalnya:

1. Pelaksana Pendidikan Agama Islam di sekolah pemahaman terhadap kurikulum

secara sempit, kurikulum dipandang hanya sebagai materi pelajaran yang harus

dikuasai siswa untuk mendapat nilai agar siswa naik kelas, dan /atau lulus ujian

akhir,

2. Penggunaan media, metode, dan berbagai pendekatan belum dilakukan secara

optimal dalam pembelajaran PAI pada akhirnya menimbulkan verbalisme

terhadap siswa dalam menggali ajaran agama Islam,

3. Implementasian kurikulum aktual di kelas (Kegiatan Belajar Mengajar)

berpusat pada guru (teacher centered), sementara aktivitas belajar siswa hanya

mengikuti apa yang diajarkan guru,

4. Penilaian terhadap perilaku keberagamaan siswa parsial (hanya menilai

kemampuan menghapal materi pelajaran),

5. Siswa belum mampu menampilkan perilaku keberagamaan sesuai nilai-nilai

ajaran Islam yang terliput dalam ucapan, perbuatan, dan tindakan secara Islami.

Atas dasar itu, penelitian ini penting dilakukan karena kondisi

pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam di MTsN dan SMPN dan

(18)

ideal Pendidikan Agama Islam; secara empirik di lapangan akhir-akhir ini banyak

siswa tertentu belum menampilkan perilaku mulia dan terpuji sesuai akhlak Islam.

Apabila fenomena ini dibiarkan oleh sekolah khususnya, akan lahir

kecenderungan perilaku siswa yang kasar, keras, dan kering dari nilai-nilai etika

agama, serta hilangnya rasa kemanusiaan, (Sauri 2002: 8). Dengan diadakannya

penelitian ini, diharapkan dapat memberikan solusi alternatif terhadap pemecahan

masalah perilaku keberagamaan siswa yang belum konsisten menjalankan ajaran

agama Islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan di atas pengembangan dan implementasi

kurikulum Pendidikan Agama Islam sebagaimana dikemukan oleh para pemerhati

pendidikan Islam bahwa keberagamaan di kalangan kaum terpelajar dan para

pelajar belum menunjukkan pengamalan ajaran agama sesuai tuntunan Islam,

bahkan mereka sebagamana dikemukakan Ali dan Asrori, (2008: 71)

menyalahgunaan obat terlarang, minum minuman keras, serta tindak kekerasan

dan kriminal. Hasil penelitian Turmudhi (Kedaulatan Rakyat, 4 Juli 2003) yang

didasarkan pada teori Glock dan Stark (Religion & Society) menunjukkan perilaku

keberagamaan siswa dalam memunculkan perilaku-perilaku positif kepada sesama

manusia atau pro-sosial (pro-social behavior) – berbagi, bekerja sama,

menyumbang, menolong, berlaku jujur, berbuat dermawan, memelihara, merawat,

dan memperhatikan hak orang lain kekuatan pengaruhnya belum signifikan.

Hasil studi pendahuluan berdasarkan wawancara dengan beberapa guru

agama di MTsN dan SMPN di beberapa sekolah, mereka sependapat bahwa

(19)

masalah. Misalnya di antara siswa ditemukan pengamalan ajaran agama, stabilitas

emosional, sosial, dan moral belum konsisten. Ketaatan menjalan ajaran agama

dijumpai siswa kadang-kadang taat dan kadang-kadang malas atau inkonsisten

menjalan ibadah ritual seperti shalat lima waktu, dan puasa ramadlan masih ada

siswa yang belum melaksanakannya, termasuk kemauan mereka belajar

Al-Qur’an masih rendah.

Berkaitan dengan masalah emosional yang dilakukan siswa tertentu

misalnya masalah kecil seperti berbeda pendapat mudah konflik, dan mudah

marah, kurang toleran terhadap perbedaan karakter teman, dan sulit diatur.

Komunikasi sosial yang ditampilkan siswa tertentu mereka mudah melawan

aturan sekolah misalnya membandel, sukar disiplin, berpakian tidak rapih dan

bersih, datang ke sekolah sering telambat, membuang sampah tidak pada

tempatnya.

Keadaan moralitas siswa belum menampilkan perilaku yang baik misalnya

di kelas sering terjadi kehilangan alat-alat tulis, berbicara suka mengeluarkan

kata-kata yang kotor dan tidak terpuji dari pada mengucapkan kata-kata islami

seperti: Ya Allah, bertemu dan berpisah dengan guru dan teman mengucapkan

Assalamu’alaikum; membaca Basmallah dan Hamdallah sebelum dan sesudah

mengerjakan pekerjaan, apabila melakukan kesalahan mengucapkan

Astaghfirullah dan yang lainnya. Tampilan perilaku keberagamaan siswa di atas belum menampilkan ketaatan beragama dan hubungan sosial kegamaan sesuai

ajaran Islam sebagai realisasi berhasilnya pengembangan dan implementasi

(20)

Atas dasar ini studi dilakukan untuk mengungkap “Bagaimana

pengembangan dan implementasi kurikulum Pendidikan Agama Islam dan

implikasinya terhadap perilaku keberagamaan siswa Madrasah Tsanawiyah

Negeri dan Sekolah Menengah Pertama Negeri. Siswa sebagai responden dalam

penelitian ini dibatasi hanya siswa MTsN (MTsN) dan siswa SMPN (SMPN)

yang duduk di Kelas VIII dan Kelas IX semester genap tahun ajaran 2010/2011,

dan untuk siswa SMPN dibatasi hanya siswa Muslim. Berdasarkan uraian tentang

latar belakang dan problematika sebagaimana di rumuskan di atas sebagai

indikator penelitian ini diharapkan dapat muncul jawaban terhadap pertanyaan,

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana mekanisme pengembangan kurikulum di MTsN dan SMPN? Dari

rumusan masalah ini muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana prosedur pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam

di MTsN dan SMPN ?

b. Bagaimana keterlibatan guru dan administrator lainnya dalam

pengembangan kurikulum Pendidikan Agama Islam di MTsN dan SMPN?

2. Bagaimana dokumen kurikulum yang berlakukan di MTsN dan SMPN? Dari

rumusan masalah ini muncul pertanyaan peneltian seperti berikut ini.

a. Bagaimana tujuan kurikulum Pendidikan Agama Islam di MTsN dan

SMPN?

b. Bagaimana materi (isi kurikulum) di MTsN dan SMPN?

c. Bagaimana implementasi kurikulum Pendidikan Agama Islam di MTsN dan

(21)

3. Bagaimana implikasi kurikulum Pendidikan Agama Islam di MTs Negri dan

SMPN terhadap perilaku keberaganaan siswa dalam menjalankan ibadah? Dari

pertanyaan ini muncul indikator pertanyaan sebagai berikut.

a. Adakah perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek kedisiplinan beribadah sesuai ajaran

Islam di keluarga?

b. Adakah perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTs dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

orang tua di rumah?

c. Adakah perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

guru di sekolah ?

d. Adakah perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

saudara di keluarga?

e. Adakah perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

teman di masyarakat ?

f. Adakah perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

orang lain yang lebih tua usianya dan tidak dikenal di masyarakat ?

g. Adakah perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

(22)

h. Adakah perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

yang lebih muda tidak dikenal di masyarakat.

i. Adakah perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

yang berbeda agama di masyarakat sekolah ?

j. Terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

yang berbeda suku di masyarakat.

k. Adakah perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

yang berbeda ras di masyarakat sekolah ?

l. Adakah perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

lingkungan fisik keluarga, sekolah dan masyarakat ?

4. Bagaimana sistem evaluasi dalam Pendidikan Agama Islam di MTsN dan

SMPN ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini mencakup aspek teoritis dan aspek praktis tentang

pengembangan dan implementasi kurikulum Pendidikan Agama Islam serta

(23)

a. Tujuan Teoritis

Tujuan dari peneltian ini secara teoritis untuk mengkaji pengembangan

dan implementasi kurkulum Pendidikan Agama Islam di MTsN dan SMPN dan

implikasinya terhadap perilaku keberagamaan siswa. Langkah-langkah tersebut

disusun secara praktis yang dapat digunakan oleh Guru Agama Islam (GAI) dalam

meningkatkan perilaku keberagamaan siswa di sekolah.

b. Tujuan praktis

1) Untuk mengungkap tentang pengembangan dan implementasi kurikulum

Pendidikan Agama Islam yang ada di MTsN dan SMPN;

2) Untuk mendeskripsikan tentang perbedaan perilaku keberagamaan siswa

MTsN dan SMPN sebagai implikasi dari pengembangan dan implementasi

kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah;

3) Untuk memberi masukan kepada Kepala Sekolah, GAI dan Dinas terkait

Departemen / Depag dan Pendidikan Nasional / Diknas Kabupaten / Kota dan

Daerah tentang pengembangan dan implementasi kurikulum Pendidikan

Agama Islam dalam peningkatan keberagamaan siswa di sekolah.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini mencakup aspek teoritis dan aspek praktis tentang

pengembangan dan implementasi kurikulum Pendidikan Agama Islam serta

implikasinya terhadap perilaku keberagamaan siswa MTsN dan siswa SMPN.

a. Manfaat Teoritis

Secara teori penelitian ini mengkaji berbagai teori tentang pengembangan

dan impelementasi kurikulum Pendidikan Agama Islam dan implikasinya

(24)

dalam melengkapi serta mengembangkan teori yang ada atau bahkan menemukan

teori baru Pendidikan Agama Islam di MTsN dan SMPN.

b. Manfaat Praktis

1) Bagi siswa MTsN dan SMPN diharapkan mereka dapat meningkatkan perilaku

keberagamaan sesuai dengan ajaran Islam;

2) Bagi Guru Agama Islam hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

pedoman dalam merancang pengembangan dan implementasi kurikulum

Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan perilaku keberagamaan siswa di

MTsN dan SMPN;

3) Memberikan kontribusi bagi pengambil kebijakan Kementeri Pendidikan

Nasional dan Kementerian Departemen Agama Daerah dalam mengembangkan

dan implementasi kurkulum Pendidikan Agama Islam terkait dengan

peningkatan perilaku kebergamaan siswa MTsN dan SMPN;

4) Memberikan kontribusi bagi para pakar pendidikan dan yang lainnya untuk

melakukan penelitian lanjutan mengingat penelitian ini sangat terbatas baik

pengambilan sampel, metode, pendekatan, wilayah kajian, dan instrumen

penelitian banyak kekurang baik segi valitas maupun reliabilitasnya.

D. Definsi Konsep dan Operasional

1. Definisi Konsep

Beberapa definisi perilaku keberagamaan siswa dapat dikemukakan

sebagai berikut:

a. Perilaku keberagamaan sebagaimana Tafsir (http://www.com, 2010)

menjelaskan “mengarahkan kepada usaha pendidikan agar murid

(25)

b. Asrori (http://www. multiplycontent.com, 2010:5) mendefinisikan perilaku

keberagamaan adalah “praktek hidup berdasarkan ajaran agamanya, serta

dijadikannya sebagai pandangan hidup dalam kehidupan”.

c. Perilaku keberagamaan meminjam istilah Turmuddhi didefinisikan

(http://dosen.amikom.ac.id.doc, 2010:3) adalah “praktik hidup berdasarkan ajaran agama, tanggapan atau bentuk perlakuan terhadap agama yang

diyakini dan dianutnya serta dijadikan sebagai pendangan hidup dalam kehidupan dengan tampilan insan religius yang humanis” Dengan kata lain,

menurut Turmuddhi yang dimaksud perilaku keberagamaan siswa, yaitu

siswa di satu sisi terampil menjalan ibadah kepada Allah secara ritual, di sisi

lain ia hidup rukun dalam kehidupan sosial misalnya mampu melakukan

sikap hormat kepada sesama manusia sebagai makhluk sosial (annas).

d. Menurut Hanifah (2010: 4) perilaku keberagamaan diartikan religiositas yang

artinya merupakan kesatuan utuh Iman dan Islam. Maksudnya religiositas jika

diamati dari sisi internal adalah Iman dan dari sisi ekternalnya adalah Islam.

Sebagai fenomenal sosial rumusan ini sejalan dengan pendapat Wach bahwa

pengamalan beragama terdiri atas respon terhadap ajaran agama dalam bentuk

pikiran, perbuatan serta pengungkapannya dalam kehidupan kelompok.

e. Keberagamaan menurut Soikhurojib (2009: 7) merupakan respon manusia

terhadap wahyu (merupakan esensi dari Islam). Soikhurojib selanjutnya

menjelaskan bahwa, Lingkup keberagamaan dalam Islam meliputi semua

aspek kehdupan, yaitu social, ekonomi, politik, budaya, ilmu, teknologi, seni

(26)

Berdasarkan pemahaman di atas dapat ditarik definisi pragmatis bahwa

perilaku keberagamaan siswa adalah: “mempelajari siswa mengamalkan

ajaran agama Islam berupa ibadah ritual dan ibadah sosial keagamaan secara

kasat mata yang ia pahami dan yakini dalam kehidupan sehari-hari”.

2. Pendidikan Agama Islam

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1995: 25) mendefinisikan

bahwa Pendidikan Agama Islam ialah usaha sadar yang dilakukan guru

pendidikan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan

untuk menyiapkan peserta didik meyakini, memahami, menghayati, dan

mengamalkan ajaran Islam. Indikator bimbingan, pengajaran, dan latihan yag

dilakukan guru agama Islam untuk menyiapkan peserta didik meyakini,

memahami, dan mengamalkan ajaran Islam, yakni sebagai berkut.

a. Bimbingan dimaksudkan pembinaan yang dilakukan guru agama dalam

memibina keyakinan agama siswa;

b. Pengajaran adalah transfer ilmu yang dilakukan guru agama Islam terhadap

siswa untuk memahami ajaran agama Islam;

c. Latihan dimaksudkan langkah-langkan pengamalan ajaran agama yang

dilakukan oleh siswa di bawah asuhan guru agama Islam.

2. Definisi Operasional

Definisi Operasional perilaku keberagamaan adalah skor siswa yang

diperoleh dari respon terhadap kuesioner yang diisi oleh siswa.

3. Dimensi Perilaku Keberagamaan

Sasaran perilaku keberagamaan siswa yang dimunculkan dalam kuesioner

(27)

(hablumminallah), hubungan dengan sesama, dan hubungan dengan lingkungan

fisik rumah, dan sekolah disebut ibadah ghairi makhdah (hablumminannas).

Sebagai definisi operasional dari ketiga hubungan di atas adalah sebagai berikut.

Dimensi ibadah makhdah adalah mencacup ibadah spiritual, yaitu kecenderungan seseorang (siswa) untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam

konteks kedisiplinan dalam hubungan transendental (hubungan langsung dengan

Allah) yang dilakukan melalui ibadah ritual, dan partisipasi keagamaan.

Hubungan transendental yang dimaksudkan dalam dimensi spiritual dan

partisipasi keagamaan dapat dijabarkan ke dalam definisi operasional yang lebih

sempit, yang mencakup:

a. Aspek transendental adalah kecenderungan perilaku seseorang (siswa) dalam

menjalankan ibadah ritual seperti: menjalankan shalat wajib (lima waktu),

puasa ramadhan, berdoa, membaca Al-Quran.

b. Aspek partisipasi keagamaan adalah kecenderungan perilaku sesorang (siswa)

adalah untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan keagamaan.

c. Aspek dimensi ibadah ghairi makhdah mencakup dimensi kecenderungan

seseorang (siswa) untuk melakukan hubungan baik dengan sesama manusia.

Kecenderungan siswa melakukan hubungan baik dengan sesama manusia

terliput hubungan dengan orang tua, guru, saudara, teman, berhubungan dengan

orang lain yang lebih tua usianya dan tidak dikenal, berhubungan dengan orang

yang lebih muda dikenal dan tidak dikenal, berhubungan dengan yang berbeda

agama, suku dan ras. Hubungan baik siswa dengan sesama dengan sesama

manusia dapat dijabarkan ke dalam definisi operasional yang lebih sempit, yang

(28)

Dimensi hubungan baik dengan sesama manusia diartikan sebagai

kecenderungan seseorang (siswa) untuk menjalin hubungan baik dengan orang

lain yang didasarkan pada sikap menghormati orang lain, ramah terhadap orang

lain, persahabatan dan simpatik. Sikap yang dimaksud dalam dimensi hubungan

baik dijabarkan ke dalam difinisi operasinal yang lebih sempit, yang mencakup:

a. Aspek penghormatan terhadap orang lain adalah kecenderungan seseorang

untuk menaruh rasa hormat kepada orang lain karena kebaikan-kebaikan atas

jasa-jasanya yang begitu tak terhingga.

b. Aspek keramahan adalah kecenderungan seseorang untuk bersikap hubungan yang hangat, hubungan yang intim, terbuka, tidah menaruh perasaan curiga,

kebencian, dan diskriminasi.

c. Aspek persahabatan kecenderungan sesorang untuk melakukan hubungan yang harmonis dengan orang lain tanpa pandang suku, ras, keterunan dan

agama.

d. Aspek simpatik adalah kecenderungan seseorang untuk terkait dengan perasaan orang lain, memiliki kemurahan hati, dan keinginan untuk

membantu orang yang lemah.

Dimensi hubungan baik siswa dengan lingkungan fisik diartikan sebagai kecenderungan seseorang (siswa) untuk memelihara lingkungan fisik agar

lingkungan tersebut terawat dengan baik sebagai tempat tinggal manusia. Yang

dimaksud dimensi hubungan baik dengan lingkungan fisik dijabarkan ke dalam difinisi operasinal yang lebih sempit, yang mencakup:

a. Menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan keluarga, sekolah, dan

(29)

Pertimbangan yang digunakan dalam pembahasan perilaku keberagamaan

siswa sebagai “konstrak” penelitian adalah teori perkembangan kepercayaan atau

spiritual keagamaan pada anak yang dibangun oleh Fowler dalam Safaria (2007:

62) sebagaimana terlihat pada tabel 1 berikut ini.

TABEL. 1 TEORI PERKEMBANGAN KEPERCAYAAN

Tabel Awal masa

kanak-kanak (0-6 tahun)

Pertengahan masa kanak-kanak (6-12 tahun)

Masa awal remaja (12-18) tahun

Fowler Primal faith

Intuitif-proyektif-faith

Mythical/literal faith

Usia anak-anak Madrasah Tsanawiyah dan anak-anak Sekolah Menengah

Pertama, usia mereka pada umumnya antara 13-15/16 tahun. Tingkat

perkembangan spiritual keagamaannya ada pada “Mythical/literal faith”. Fowler

lebih lanjut menjelaskan bahwa spiritual keagamaan pada tahap ini anak telah

mencapai tarap perkembangan kognitif yang bersifat operasional formal di mana

anak mulai mampu mengambil alih pandangan-pandangan orang lain menurut

pola pengambilan prespektif antar pribadi secara timbal-balik. Pada tahapan ini

anak berupaya menciptakan sintetis identitas secara integral. Namun

sintetis-identitas ini terbentuk setelah anak remaja menciptakan sintetis dari seperangkat

arti baru dari berbagai nilai-nilai yang ditemuinya dari lingkungannya. Pada masa

ini anak remaja juga sudah mulai mampu merefleksikan secara kritis riwayat

hidupnya dan mampu menggali makna-makna baru dari sejarah hidupnya. Yang

dicari adalah suatu sintesis baru atas berbagai arti dan makna dari pengalamannya

dalam hidup.

Pada tahap inilah remaja mulai tertarik secara mendalam terhadap ideologi

(30)

memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan ibadah kepada Tuhan-Nya dan

mampu berkomunikasi/berhubungan baik dengan sesama manusia, berbuat baik

kepada dirinya sendiri, dan berlaku baik terhadap lingkungannya berdasarkan

kaidah-kaidah agama yang ia yakini.

E. Asumsi Penelitian

Asumsi penelitian didasarkan pada pertanyaan penelitian, kajian teori dan

temuan empiris di lapangan dapat dikemukakan sebagai berikut

1. Perilaku keberagamaan itu bisa dibentuk melalui proses Pendidikan Agama

Islam di sekolah merupakan salah satu cara dalam membangun perilaku

keberagamaan siswa.

2. Kajian perilaku keberagamaan siswa dalam pembelajaran Pendidikan Agama

Islam sebagai fondasi pembinaan kepribadian siswa, agar siswa terampil

mengaktualisasikan nilai-nilai Agama Islam mencakup: ibadah makhdah dan

ibadah ghairi makhdah;

3. Guru pendidikan agama Islam yang mampu mengitegrasikan materi

kurikulum (subjct matter) dengan konteks kebutuhan siswa maka

pengembangan dan implementasi kurikulum mampu meningkatkan perilaku

keberagamaan siswa ke arah yang lebih baik.

H. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir berdasarkan kajian teori, rumusan masalah dan

(31)

Visualisasi di atas menunjukkan keterkaitan yang utuh bahwa

pengembangan dan implementasi kurikulum Pendidikan Agama Islam yang

dilakukan guru agama Islam dalam situasi proses belajar mengajar mencakup:

perumusan tujuan yang spesifik dan terukur, materi pelajaran, proses, media,

metode, pendekatan dan evaluasi. Keempat komponen kurikulum yang dilakukan

guru agama Islam mampu memberi implikasi terhadap perilaku keberagamaan

siswa dalam menjalankan kedisiplinan ibadah makhdah, dan ibadah ghairi

makhdah. Dari ketiga dimensi hubungan di atas antara hubungan siswa dengan

Allah, hubungan siswa dengan sesama manusia dan huungan siswa lingkungan

mampu menghasilkan keterampilan sebagai berikut:

1. Siswa terampil menjalankan ibadah ritual (shalat lima waktu, puasa ramadhan,

berdoa, belajar Al-Quran, partisipasi dalam kegiatan keagamaan);

2. Siswa terampil hubungan baik dengan sesama baik: sopan santun, ramah,

saling menghormati, simpati, berlaku adil, toleransi dan yang lainnya;

3. Siswa terampil menjaga kebersihan lingkungan keluarga dan sekolah.

Implementasi Kurikulum - Tujuan

- Materi - Metode - Evaluasi

Perilaku Keberagamaan - Hubungan dengan

Tuhan

- Hubungan dengan sesama, lingkungan

Transformasi di dalam dan di luar kelas

Hasil Belajar : - trampil ibadah ritual - trampil ibadah social - trampil memelihara

lingkungan

(32)

G. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir dapat dijukan hipotesis berikut ini.

Hipotesis dibagi dua, yaitu hipotesis umum dan hipotesis khusus. Kedua hipotesis

tersebut, yaitu:

1. Hipotesis Umum

Hipotesis Umum, Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah MTsN

dan SMPN memberi implikasi terhadap perilaku keberagamaan siswa.

2. Hipotesis Khusus

Dari hipotesis umum di atas dapat dijabarkan ke dalam hipotesis khusus

adalah sebagai berikut.

a. Terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek kedisiplinan beribadah sesuai ajaran

Islam di keluarga, sekolah dan masyarakat.

b. Terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTs dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

orang tua di rumah;

c. Terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

guru di sekolah ?

d. Terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

(33)

e. Terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

teman di masyarakat;

f. Terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

orang lain yang lebih tua usianya dan tidak dikenal di masyarakat.

g. Terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

yang lebih muda tidak dikenal di masyarakat.

h. Terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

yang lebih muda dikenal di masyarakat.

i. Terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

yang berbeda agama di masyarakat sekolah.

j. Terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

yang berbeda suku di masyarakat.

k. Terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

yang berbeda ras di masyarakat.

l. Terdapat perbedaan implikasi hasil belajar Pendidikan Agama Islam antara

siswa MTsN dan siswa SMPN pada aspek perilaku hubungan siswa dengan

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini menerapkan pendekatan kuantitatif dan desigen penelitian

adalah survey karena penelitian ini diarahkan untuk menguji hipotesis. Sebagai

konsekuensinya maka variabel-variabel penelitian perlu dioperasionalkan ke

dalam indikator-indikator yang dapat diukur, sehingga menggambarkan jenis data

dan informasi yang diperlukan untuk menguji hipotesis. Berdasarkan karakteristik

data tersebut, selanjutnya dirancang model uji statistik untuk menguji hipotesis

penelitian yang dirumuskan.

Data penelitian diungkapkan dengan menggunakan kuesioner dan

wawancara. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara kuantitatif dengan

menggunakan teknik statistik.

Penelitian survai ini difokuskan pada pengungkapan hubungan atau

mencari korelasi antara beberapa variabel-variabel yang berbeda dalam suatu

populasi. Secara operasional metode survey dan korelasional digunakan untuk

mengungkapkan secara kuantitatif signifikansi hubungan variabel-variabel

perilaku keberagamaan siswa MTs Negeri dan SMP Negeri (siswa muslim) dan

keterkaitannya dengan Pendidikan Agama Islam (PAI). Sub variabel dari variabel

utama tersebut adalah: (1) Kedisiplinan siswa dalam menjalankan ibadah, (2)

hubungan siswa dengan orang tua, (3) hubungan siswa dengan guru, (4) hubungan

siswa dengan saudara, (5) hubungan siswa dengan teman, (6) hubungan siswa

dengan orang lain yang lebih tua usianya tidak dikenal, (7) hubungan siswa

(35)

lebih muda usianya tak dikenal, (9) hubungan siswa dengan yang berbeda agama,

(10) hubungan siswa dengan yang berbeda suku, (11) hubungan siswa dengan

yang berbeda ras, dan (12) hubungan siswa dengan lingkungan fisik. Pendekatan

ini dipilih dengan alasan bahwa penelitian ini akan melibatkan sejumlah banyak

orang, sehingga untuk mencapai generalisasi dan kesimpulan perlu dipilih sampel

yang dapat mewakili. Pendekatan ini dapat menggunakan berbagai teknik

pengumpulan data seperti angket, dan wawancara.

B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

1. Lokasi

Penelitian dilakukan pada Kabupaten dan Kota di Jawa Barat didasarkan

atas beberapa pertimbangan, yakni: pertama wilayah Prov. Jabar sangat luas dan

setiap Kabupaten dan Kota memiliki karakteristik atau ciri yang bervariasi dalam

mengelola, dan memberikan layanan dalam meningkatan pembinaan perilaku

keberagamaan pada siswa MTs Negeri dan SMP Negeri, dengan demikian hasil

penelitian akan menggambarkan hasl penelltian yang akurat. Kedua MTs Negeri

dan SMP Negeri yang ada di Prov. Jabar memiliki jumlah yang sangat besar,

sehingga akan mempermudah menentukan sekolah atau madrasah mana yang

memenuhi atau layak dijadikan subyek penelitian.

2. Populasi

Jumlah Kabupaten dan Kota di Jawa Barat ada 26; mencakup 17

Kabupaten, dan 9 Kota (Kantor Wilayah Depag Privinsi Jawa barat, 2010).

Mengingat Wilayah Prov. Jawa Barat terdiri dari Kabupaten dan Kota yang begitu

banyak dan lokasi sekolah MTs Negeri dan SMP Negeri di berbagai pelosok

(36)

3. Sampel

Untuk menjaring data dari MTs Negeri dan SMP Negeri yang ada di

Kabupaten dan Kota Wilayah Prov. Jawa Barat dilakukan teknik sampling

”Purposive” atau sampel bertujuan. Arikunto (1998: 127-128), dan Sugiono

(2006:95) mengungkapkan bahwa sampel bertujuan dengan cara mengambil

subjek bukan didasarkan atas strata dan daerah tetapi didasarkan atas adanya

tujuan. Pertimbangan pengambilan sampel dengan cara ini dikarnakan wilayah

penelitian sangat luas, jumlah sekolah sangat banyak dengan berbagai

karateristinya yang berbeda, biaya, waktu dan tenaga diperlukan sangat banyak

sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh, penggunaan sampel

yang demikian menurut mereka tidak keberatan atau diperbolehkan.

Kabupaten dan kota sebagai sampel penelitian adalah (1) Kabupaten

Kuningan, (2) Kabupaten Ciamis, (3) Kota Cirebon, (4) Kota Bandung, dan (5)

Kabupaten Indramayu. Respondennya adalah siswa MTs Negeri dan SMP Negeri

Kelas VIII, dan Kelas IX yang duduk pada semester genap tahun ajaran

2010/2011, untuk siswa SMP Negeri dibatasi hanya siswa Muslim.

Dari masing-masing kabupaten/kota di atas diambil satu sekolah yang

katagorinya sekolah baik, cukup, dan kurang didasarkan atas informasi yang

diperoleh dari Dinas Pendidikan, dan Depag Kabupaten/Kota masing-masing

berdasarkan hasil uji mutu Diknas dan Depag 2009. Berdasarkan sampel daerah

(37)

Bingkai Penelitian Kab. Indramayu Kab. Ciamis

Kota Bdg Kota.

cirebon MTs Darma SMP Kd Gede MTs Widasari SMP Kertasmaya MTs Cinyasag SMP 1 Gardu MTs Cicaheum SMP Antapani MTs Pilang SMP Kejaksan DIAGRAM 3.1 BINGKAI PENELITIAN Kab. Kuningan

Berikut ini disajikan nama-nama beserta alamat sekolah yang menjadi

[image:37.595.115.515.119.628.2]

sampel dalam penelitian yang dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut ini.

TABEL 3.2

SAMPEL SEKOLAH DAN LOKASI PENELITIAN

No Kabupaten/Kota Nama dan alamat sekolah

1 Kab. Kuningan MTsN Darma Kec. Darma SMPN Kadugede Kec. Kadugede 2 Kab. Indramayu MTsN Widasari Jl. By Pass Indramayu

SMPN Kertasmaya Indramyu 3 Kab. Ciamis MTsN Cinyasag Jl. Sukarasi

SMPN Gardu. Jl. Gardu

4 Kota Bandung MTsN 2 Jl. Antapani Kec. Cicaheum SMPN 49 Jl. Antapani Kec. Cicaheum 5 Kota Cirebon MTsN I JL. Pilang. Kec. Harjamukti

SMPN I Jl. Siliwagi Kec. Kejaksan

Berikut dikemukakan nama-nama sekolah/ madrasah, dan siswa sebagai

(38)
[image:38.595.108.516.126.612.2]

TABEL 3.3

NAMA SEKOLAH DAN SISWA SEBAGAI SAMPEL

No Nama Sekolah

Sampel

No Nama Sekolah

Sampel Kls

VIII

Kls IX

Kls VIII

Kls IX 1 MTsN Darma 4 3 10 SMPN Cinyasag 3 4 2 MTsN Widasari 3 4 11 SMPN Kadugede 4 4 3 MTsN Cinyasag 4 4 12 SMPN Arjawinangun 3 4 4 MTsN 2 Jl. Antapani 3 4 13 SMPN Kertasmaya 4 4

5 MTsN 1 4 3 14 SMPN Gardu 4 4

6 MTsN T I JL. Pilang 3 4 15 SMPN Paseh 3 4 7 MTsN 2 Cicahem 3 4 16 SMPN 49 Cicaheum 3 4 8 MTsN I Harjamukti 3 4 17 SMPN I Cirebon 3 4 9 MTsN Cimahi 4 3 18 SMPN 6 Cimahi 4 3

Jumlah 31 33 Jumlah 31 35

Jumlah Sampel Total 130 siswa

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dimaksudkan agar penelitian dapat memberikan hasil

maksimal dengan langkah-langkah yang benar serta menepis kekeliruan

seminimal mungkin. Di samping itu untuk menetapkan data yang memiliki

validitas dan reliabilitas yang tinggi. Prosedur penelitian secara bertahap meliputi

persiapan yaitu merumuskan latar belakang masalah, perumusan masalah sampai

hipotesis penelitian. Dilanjutkan dengan tinjauan kepustakaan, menyusun kisi-kisi

dan instrumen, mengumpulkan data, mengolah, menganalisis dan mensintesiskan

dan mengambil kesimpulan dan temuan-temuan serta implikasi dan rekomendasi.

Secara grafis prosedur penelitian sebagaimana 3.1.

1. Persiapan

Tahapan ini merupakan pengumpulan data pendahuluan yang maksudnya

adalah untuk mengetahui garis besar keadaan lapangan, menyaring masalah

penelitian dan menemukan kesulitan yang akan dihadapi pada saat penelitian.

(39)

memperlihatkan implikasi perilaku keberagamaan terhadap pendidikan agama

Islam.

2. Penyusunan Kisi-Kisi Instrumen Pengungkap Data

Kisi-kisi instrumen dikembangkan berdasarkan konsep yang relevan

terhadap setiap variabel penelitian. Kisi-kisi ini meliputi kisi-kisi hubungan

manusia dengan Allah yang terdiri dari variabel kedisiplinan siswa dalam

menjalankan ibadah sesuai ajaran Islam, hubungan dengan sesama manusia

yang terdiri dari variabel hubungan siswa dengan orang tua, hubungan siswa

dengan guru, hubungan siswa dengan saudara, hubungan siswa dengan

teman, hubungan siswa dengan orang lain yang lebih tua usianya tidak

dikenal, hubungan siswa dengan yang lebih muda usianya dikenal, hubungan

siswa dengan orang yang lebih muda usianya tak dikenal, hubungan siswa

dengan yang berbeda agama, hubungan siswa dengan yang berbeda suku,

hubungan siswa dengan yang berbeda ras, dan hubungan manusia dengan

lingkungan yang terdiri dari variabel hubungan siswa dengan lingkungan

fisik.

a. Hubungan manusia dengan Allah

Kisi-kisi instrumen penelitian pengungkap data hubungan manusia dengan

Allah sebagaimana tabel 3.4 di bawah ini.

TABELl 3.4

KISI-KISI INSTRUMEN PENGUNGKAP DATA HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH

Variabel Aspek Indikator Pernyataan nomor Skala

Kedisiplinan menjalankan ibadah sesuai ajaran Islam 1.Hubungan dengan Allah (ibadah makhdah

1.Ketaatan dalam menjalankan : menjalankan shalat wajib(jamak qashar, puasa ramadhan, zakat, membaca Al Qur’an, berdoa dan ucapan dengan menyebut asma Allah

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,1 2,13,14,15,16,17,18,19, 20,21,22,23,24,25,26,27 ,28,29,30,31,32,33

1 s/d 5

2.Partisipasi keagamaan

2. ketaatan dalam partisipasi kegiatan keagamaan

(40)

b. Hubungan dengan sesama manusia

Kisi-kisi instrumen untuk mengungkap data hubungan dengan sesama

manusia dijabarkan dari aspek hubungan siswa dengan orang tua, hubungan

siswa dengan guru, hubungan siswa dengan saudara, hubungan siswa dengan

teman, hubungan siswa dengan orang lain yang lebih tua usianya tidak

dikenal, hubungan siswa dengan yang lebih muda usianya dikenal, hubungan

siswa dengan orang yang lebih muda usianya tak dikenal, hubungan siswa

dengan yang berbeda agama, hubungan siswa dengan yang berbeda suku, dan

hubungan siswa dengan yang berbeda ras. Secara rinci kisi-kisi tersebut

[image:40.595.120.515.223.747.2]

sebagaimana tabel 3.5 di bawah ini

TABEL 3.5

KISI-KISI INSTRUMEN PENGUNGKAP DATA HUBUNGAN DENGAN SESAMA MANUSIA

Variabel Aspek Indikator Pernyataan nomor skala

Hubungan baik dengan sesama manusia 1. Hubungan siswa dengan orang tua

1. Ketaatan dalam menghormati orang tua denngan cara memberi salam lebih dulu, memulyakan, mendoakan, mentaati, terbuka/jujur, sopan-santun, dan menghindari murka orang tua

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10, 11 12,13,14,15,16, 17

1 s.d 5

2. Hubungan siswa dengan guru

2. Ketaatan dalam menghormati guru melalui memberi salam, taat/patuh, memulyakan, menolong ,sopan santun, menerima nasihat.

1,2,3,4,5,6,7,8,9, 10,11,12,13,14

1 s.d 5

3. Hubungan siswa dengan saudara

3 Berlaku ramah terhadap saudara dengan cara mengucapkan salam, tolong menolong, saling menasehati, pemaaf, mencintai

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12 ,13,14,15,16, 17

1 s.d 5

4. Hubungan dengan teman

4.Bersahabat dengan teman memberi ucapan selamat, saling menghormati, bersabar, tolong menolong, saling berbagi

1,2,3,4,5,6,7,8,9,

10,11,12,13,14 1 s/d 5

5. Hubungan siswa dg orang lain yg lebih tua usianya dan tdk dikenal

5.Pnghormatan terhadap orang yang lebih tua usianya menyapa dengan spaan yang baik, memulyakan, pemaafkan, menolong, menghormati

1,2,,4,5,6,7,8,9,10 1 s.d 5

6. Hubungan siswa dg yg lebih muda dikenal

6.Perasaan simpati terhadap orang yg lebih muda dikenal memberi salam bila bertemu, bersabar, menerima dan memberi nasihat, melindungi

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11, 12

1 s.d 5

7. Hubungan siswa dg orang yg lebih muda tdk dikenal

7.Perasaan simpati thdap orang yang lebih muda tdk dikenal, memberi bantuan, menghormati, rukun, bersahabat

1,2,,4,5,6,7,8,9,10,11 1 s.d 5

8. Hubungan siswa dg yg berbeda agama

8.Bersahabat meskibun berbeda agama, kasih sayang, toleransi, saling menghormati

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11 1 s.d 5

9. Hubungan siswa dg yg berbeda suku

9.Pershabatan dilakukan dengan damai, hormat menghormati, merasa bangga, penolong, tidak merasa lebih tinggi

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11, 12,13

1 s.d 5

10. Hubungan siswa dengan yang berbeda ras (berbeda keturunan)

10.Berteman, damai, bersahabat, tolong menolong

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11, 12,13

(41)

c. Hubungan manusia dengan lingkungan

Kisi-kisi instrumen penelitian untuk mengungkap data hubungan manusia

[image:41.595.109.515.168.599.2]

dengan lingkungan sebagaimana tabel 3.3 berikut

TABEL 3.6

KISI-KISI INSTRUME PENGUMPUL DATA HUBUNGAN MANUSIA DENGAN LINGKUNGAN

Variabel Aspek Indikator Pernyataan nomor skala

Hubungan siswa dengan lingkungan fisik

1.Kecenderunga n siswa merawat lingkungan

1. Pemeliharaan lingkungan dilakukan menjaga kebersihan dan keindahan, membuang sampah pada tempatnya, merawat tanaman, kesucian mushala

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10, 11,12,13,14,15,16

3. Penyusunan Instrumen Penelitian

Untuk mengumpulkan berbagai informasi dan data yang lengkap tentang

implikasi perilaku keberagamaan siswa terhadap pendidikan agama Islam

menggunakan metode survey. Sedangkan data yang diperlukan adalah data primer

dan data sekunder. Untuk mengungkap data digunakan kuesioner dan dilengkapi

dengan wawancara, dan observasi. Sementara itu, teknik wawancara digunakan

untuk validasi dan cross check yang diperoleh melalui kuesioner.

Instrumen penelitian ini adalah berupa angket (questionnaires), yaitu daftar pernyataan yang berisikan pernyataan mengenai suatu masalah atau bidang

yang akan diteliti. Menurut Sekaran (2003:82) angket/kuesioner merupakan suatu

mekanisme pengumpulan data yang efisien jika peneliti mengetahui dengan tepat

apa yang diperlukan dan bagaimana mengukur variabel penelitian. Penyusunan

instrumen penelitian pada penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan

faktor-faktor yang merupakan spesifikasi dari setiap variabel atau indikator

(42)

atau indikator variabel yang secara lengkap dapat dilihat pada kisis-kisi Instrumen

penelitian pada Tabel 3.

Sehubungan dengan hal itu maka dalam penelitian ini dikembangkan

seperangkat kuesioner yang terdiri atas tiga komponen. Masing-masing kuesioner

tersebut mengungkap hubungan manusia dengan Allah yang meliputi kedisiplinan

siswa dalam menjalankan ibadah sesuai ajaran Islam, hubungan dengan sesama

manusia yang meliputi hubungan siswa dengan orang tua, hubungan siswa

dengan guru, hubungan siswa dengan saudara, hubungan siswa dengan teman,

hubungan siswa dengan orang lain yang lebih tua usianya tidak dikenal, hubungan

siswa dengan yang lebih muda usianya dikenal, hubungan siswa dengan orang

yang lebih muda usianya tak dikenal, hubungan siswa dengan yang berbeda

agama, hubungan siswa dengan yang berbeda suku, dan hubungan siswa dengan

yang berbeda ras, hubungan manusia dengan lingkungan meliputi hubungan siswa

dengan lingkungan fisik. Kuesioner yang adalah kuesioner model Likert dengan

lima alternatif jawaban.

Dalam penelitian ini, kelima alternatif jawaban responden pada setiap butir

pernyataan merentang mulai dari perbuatan yang “selalu dilakukan “ sampai tidak

pernah dilakukan”. rentang jawaban itu menunjukkan intensitas kesesuaian isi

yang terkandung dalam setiap butir pernyataan kuesioner dengan kondisi objektif

yang dialami, dirasakan, diamati, atau dipersepsi oleh respoden.

Sesuai dengan model kuesioner yang telah diungkapkan dalam uraian

sebelumnya, untuk mengungkap data hubungan manusia dengan Allah,

dikembangkan sebuah instrumen yang terdiri atas 38 butir pernyataan. Untuk

(43)

dikembangkan sebuah instrumen yang terdiri atas 182 butir pernyataan dengan

rincian 17 butir pernyataan untuk mengungkap data hubungan siswa dengan orang

tua, 14 butir pernyataan untuk mengungkap data hubungan siswa dengan guru, 17

butir pernyataan untuk mengungkap data hubungan siswa dengan saudara, 14

butir pernyataan untuk mengungkap data hubungan siswa dengan orang lain yang

lebih tua usianya dan tidak dikenal, 12 butir pernyataan untuk mengungkap data

hubungan siswa dengan yang lebih muda dikenal, 11 butir pernyataan untuk

mengungkap data hubungan si

Gambar

Tabel  Awal masa kanak-
TABEL 3.2 SAMPEL SEKOLAH DAN LOKASI PENELITIAN
TABEL 3.3 NAMA SEKOLAH DAN SISWA SEBAGAI SAMPEL
TABEL 3.5 KISI-KISI  INSTRUMEN PENGUNGKAP DATA
+5

Referensi

Dokumen terkait

(sisakan beberapa baris kosong untuk program insidental)1.

2,3,5 Dalam reaksi redoks, bahan oksidator (seperti hidrogen peroksida) memiliki radikal bebas dengan electron yang tidak berpasangan yang akan tereduksi,.. sedangkan bahan

S|RUP adsbh ap{k&si Sistem lnbmasi RerEana Umum Pengadeen boabesis web yang fungsinya s€bagai saram ahu alrt unluk rnengumumkan RuP1. SiRUP bertuluan

Baik kelompok minoritas dan mayoritas haruslah sama-sama memiliki bangunan kesadaran bahwa model kerukunan yang telah dipraktikkan di NTT adalah model terbaik yang

Oleh itu, Ho 3, iaitu tidak terdapat perbezaan yang signifikan terhadap pencapaian bagi penguasaan aspek bahasa penulisan karangan argumentatif menggunakan peta minda dalam

 Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang pengetahuan mengidentifikasi peristiwa pada teks (Bahasa Indonesia KD 3.8 dan 4.8) serta sikap menerima

Penggunaan dana kapitasi di sembilan Puskesmas di Kota Semarang telah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal (2), (3) dan (4) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan