IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Keadaan Biogeofisik4.1.1. Letak Administratif dan Geografis
Secara geografis Karimunjawa terletak pada posisi antara 5o40‟ – 5o57‟ LS dan 110o04‟ – 110o40‟BT dengan jarak sekitar 60 mil laut di sebelah timur laut kota Semarang yang meliputi wilayah daratan seluas 7.120 ha dan wilayah perairan seluas 107.225 ha. Sesuai SK Menteri Kehutanan nomor 74/Kpts-II/2001), luas kawasan Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) 111.625 ha meliputi hutan hujan tropis dataran rendah seluas 1.285,5 ha, hutan mangrove 222,2 ha dan sisanya perairan seluas 110,117,3 ha (BTNK, 2004a).
Secara administratif, kepulauan Karimunjawa yang terdiri dari 27 pulau merupakan salah satu kecamatan dalam wilayah Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah; yang terdiri dari tiga desa, yaitu Desa Karimunjawa, Desa Kemujan dan Desa Parang. Tabel 17 menyajikan luas dan status pulau di Kecamatan Karimunjawa, dimana 22 dari 27 pulau yang ada termasuk dalam kawasan TNKJ dengan permukiman penduduk hanya terdapat di lima pulau besar, yaitu Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang, Pulau Nyamuk dan Pulau Genting. Status kepemilikan pulau 70% adalah milik perorangan dan swasta, sedangkan penduduk hanya memiliki 22% pulau. Hal ini akan menyulitkan pengelolaan karena para pemilik lahan (pulau) menyatakan mereka berhak atas property yang dimiliknya.
Gambar 11 Sebagian pulau di Karimunjawa. a. Pulau Karimunjawa
b. Pulau Menyawakan
a
Tabel 17 Luas dan status pulau di Kecamatan Karimunjawa No Nama Pulau Luas (ha) Status Hunian Status hukum Kepemilikan Status
Desa Karimunjawa (64,90 %)
1. Karimunjawa 4.302,5 permanen TN (L R M B) Penduduk 2. Menjangan Besar 56,0 permanen TN (W B) Swasta 3. Menjangan Kecil 46,0 permanen TN (R W) Swasta 4. Menyawakan 21,0 reguler TN (W) Perorangan 5. Cemara Besar 3,5 tak berpenghuni TN Swasta 6. Cemara Kecil 1,5 tak berpenghuni TN (L) Perorangan 7. Geleang 24,0 reguler TN (L) Perorangan 8. Burung 1,0 tak berpenghuni TN (L) Perorangan 9. Batu 0,5 tak berpenghuni TN Negara 10. Genting 137,0 permanen diluar TN (P) Swasta 11. Sambangan 8,0 tak berpenghuni diluar TN (P) Perorangan 12. Seruni 20,0 reguler diluar TN (P) Swasta
Desa Kemujan (22,84 %)
13. Kemujan 1.501,5 permanen TN (L R M B) Penduduk 14. Bengkoang 79,0 permanen TN (W) Penduduk 15. Merica 1,0 tak berpenghuni TN Perorangan 16. Sintok 21,0 tak berpenghuni TN (L) Perorangan 17. Cendekian 13,0 tak berpenghuni diluar TN (P) Penduduk 18. Gundul 4,5 tak berpenghuni diluar TN (P) Negara 19. Tengah 4,0 tak berpenghuni TN (W) Swasta 20. Cilik 2,0 tak berpenghuni TN Swasta
Desa Parang (12,26 %)
21. Parang 692,0 permanen TN (R - M - B) Penduduk 22. Nyamuk 126,0 permanen TN (R - M - B) Penduduk 23. Kembar 15,0 tak berpenghuni TN (W) Perorangan 24. Kumbang 12,5 tak berpenghuni TN (I - W) Perorangan 25. Krakal Besar 10,0 tak berpenghuni TN Perorangan 26. Krakal Kecil 10,0 tak berpenghuni TN Perorangan 27. Katang 7,5 tak berpenghuni TN (L) Perorangan Luas areal darat 7.120.0
Sumber : BTNK (2004a),
Keterangan : TN : dalam kawasan Taman Nasional I : Zona Inti
L : Zona Perlindungan R : Zona Rehabilitasi
M : Zona Pemanfaatan - Pemukiman W : Zona Pemanfaatan - Pariwisata
B : Zona Pemanfaatan - Budidaya perikanan P : Zona Penyangga (diluar kawasan TN) 4.1.2. Topografi
Topografi pulau-pulau di Karimunjawa umumnya berupa dataran rendah dengan bukit bergelombang, yang mempunyai ketinggian antara 0 - 506 m dpl. Pulau Karimunjawa merupakan pulau terbesar dalam kawasan dengan keadaan topografi sebagian besar (75,29%) berupa bukit dengan kemiringan berkisar antara 10 sampai 37%. Sedangkan topografi dasar perairan pulau-pulau di
Karimunjawa umumnya berpasir putih dan sangat landai dengan kemiringan 1 – 2% dan kedalaman laut < 50m. Tipe substrat dasar perairan berupa pasir berlumpur dan lumpur berpasir. Kebanyakan pulau dikelilingi fringging reef yang menyebabkan pantainya terlindung dari hempasan ombak (BTNK, 2004a; Martoyo, 1998). Keadaan topografi yang demikian, dengan pantai berpasir putih yang landai menjadikan daya tarik Karimunjawa sebagai daerah tujuan wisata bahari di Jawa Tengah.
4.1.3. Aksesibilitas dan Sistem Transportasi
Aksesibiltas ke Karimunjawa dapat dilakukan melalui jalur udara dan laut. Transportasi udara dilayani melalui bandara Ahmad Yani di Semarang menuju bandara Dewadaru di Pulau Kemujan oleh PT. Wisata Laut Nusa Permai (Kura-kura resort) menggunakan pesawat Cesna berkapasitas enam orang dengan waktu tempuh 30 menit, jadwal keberangkatan sesuai dengan paket perjalanan wisata yang dijual. Sedangkan transportasi laut dilakukan secara reguler menggunakan kapal motor Muria dan kapal motor Kartini 1 (Tabel 18). Hal ini menunjukkan terbatasnya akses dari dan ke Karimunjawa sehingga dapat menjadi hambatan bagi pengembangan dan pembangunan pariwisata Karimunjawa.
Tabel 18 Jadwal keberangkatan kapal feri tiap minggu
Rute Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu Keterangan Jepara -
Karimunjawa - - 09.00 - - 09.00 - KM Muria waktu tempuh 6 jam
Karimunjawa -
Jepara 09.00 - - 09.00 - - -
Semarang -
Karimunjawa - - - 09.00 - KM Kartini 1 waktu tempuh 3,5 jam Karimunjawa - Semarang - - - 14.00 Semarang – Jepara *) 07.00 - - - KM Kartini 1 waktu tempuh 1,5 jam Jepara –
Karimunjawa *) 10.00 - - - KM Kartini 1 waktu tempuh 2,5 jam Karimunjawa – Jepara *) - 11.00 - - - - - Jepara – Semarang *) - 14.00 - - - KM Kartini 1 waktu tempuh 3 jam
c. Pesawat Cesna
Gambar 12 Sarana transportasi ke Karimunjawa.
Transportasi antar pulau dilayani oleh perahu motor, sedangkan transportasi dalam pulau berupa jalan aspal selebar 4,5 m dan sepanjang 25 km yang menghubungkan pusat Kota Kecamatan di Pulau Karimunjawa sampai ke pulau Kemujan yang dihibungkan dengan jembatan sepanjang 79 m. Sarana transportasi darat untuk melayani penduduk setempat didukung angkutan mobil pick up sebanyak 11 buah di Desa Karimunjawa dan 17 buah di Desa Kemujan yang dikelola oleh masyarakat setempat. Untuk pulau-pulau lain hanya terdapat jalan desa berupa paving blok atau tanah kering yang hanya dapat dilalui kendaraan roda 2 (Bappeda Kab. Jepara, 2005). Sistem transportasi darat di dalam pulau cukup memadai untuk memenuhi keperluan penduduk, akan tetapi transportasi antar pulau sedikit menyulitkan penduduk yang berada di luar pusat kota kecamatan karena bahan makanan pokok penduduk Karimunjawa dipasok dari pulau Jawa dan pelabuhan penumpang dan barang hanya ada di pulau Karimunjawa. Hal ini dapat menjadi hambatan bagi kehidupan penduduk yang tinggal jauh dari pusat kota kecamatan, apalagi pada musim barat saat gelombang tinggi dimana tidak ada pelayaran.
Gambar 13 Kondisi Jalan dan Pelabuhan di Karimunjawa. 4.1.4. Hidrologi
Di dalam kawasan TNKJ tidak ditemukan sungai, kebutuhan air penduduk dipenuhi dari lima sumber mata air besar di Pulau Karimunjawa, yaitu di Legon Goprak, Legon Lele, Kapuran, Legon Cikmas dan Nyamplungan untuk dimanfaatkan penduduk desa Karimunjawa sebagai sumber air minum yang disalurkan melalui pipa dari mata air di Legon Goprak. Di Pulau Parang terdapat danau yang sangat membantu penduduk untuk mencukupi kebutuhan pengairan bagi aktivitas pertaniannya (Bappeda Kab. Jepara, 2005). Bagi penduduk di pulau-pulau lainnya, kebutuhan air tawar tercukupi dari sumur-sumur gali yang dibuat dengan kedalaman bervariasi, sesuai dengan ketinggian tempatnya. Di daerah tepi pantai, kedalaman sumur relatif dangkal yaitu berkisar antara 4 -7m, sedangkan di daerah pedalaman dengan jarak dari pantai 100m, kedalaman sumur dapat mencapai >15m.
Meskipun seluruh kawasan dikelilingi oleh laut, namun kualitas air tanahnya tergolong baik, dengan pH berkisar antara 6,55 - 6,92, kesadahan berkisar 9,12 - 9,84 ppm, kandungan ion Mg berkisar antara 3,24 - 3,91 ppm dan Na berkisar 3,20 - 3,34 ppm. Kondisi air tanah demikian ini dikarenakan tekstur tanahnya sangat baik untuk menyimpan air dan mampu menetralkan garam sehingga instrusi air asin belum muncul pada jarak 100 m dari pantai. Instrusi air laut terjadi pada daerah hutan mangrove yang telah dikonversi untuk tambak, yang telah menyebabkan pohon kelapa disekitarnya menjadi kerdil dan akhirnya mati. Sementara di beberapa lokasi permukiman yang berdekatan dengan pantai, tanda-tanda kesadahan dari beberapa sumur gali mulai terasa, yaitu agak licin jika dipakai untuk keperluan mandi.
Sampai saat ini penduduk Karimunjawa belum menghadapi masalah kekurangan air tawar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, walaupun demikian sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan jumlah wisatawan maka perlu dipikirkan kebutuhan air tawar untuk menunjang kegiatan usaha wisata dengan teknologi tepat guna bagi kawasan pulau kecil. Kebutuhan air tawar dapat diperoleh dengan pembuatan cadangan tampungan air pesisir (coastal reservoir) seperti di Pulau Batam atau dengan proses desalinasi, penggunaan air kembali (reuse) dan daur ulang (recycle).
4.1.5. Oceanografi
Kepulauan Karimunjawa seperti perairan Indonesia pada umumnya dipengaruhi oleh angin musim Timur dan Barat. Kecepatan arus permukaan relatif kecil (1,32 - 4,02 cm/det), tetapi arus laut pada musim Timur bergerak dengan kecepatan 18 - 34 cm/det dengan rata-rata 25 cm/det, sedangkan kecepatan arus laut pada musim Barat berkisar antara 22 - 45 cm/det dengan rata-rata 38 cm/det. Arus yang cukup kuat dijumpai di selat antara Pulau Karimunjawa dengan Pulau Menjangan Besar, sekitar Pulau Kembar, sekitar Pulau Krakal Besar dan Pulau Krakal Kecil, bagian Timur Pulau. Menyawakan dan sekitar Pulau Bengkoang. Tinggi gelombang laut di sekitar perairan pulau-pulau yang ada sejauh 100 - 300 m dari garis pantai adalah antara 1,50 - 1,80 m dengan kecepatan angin antara 0,5 - 0,7 km/jam. Hal ini akan berdampak pada pariwisata dimana saat gelombang tinggi pada musim timur (Juli-September) dan musim barat (Desember-Maret), aksesibilitas ke Karimunjawa kadang terputus sampai selama 3 – 4 bulan akibat tidak adanya kapal yang beroperasi. Musim terbaik untuk kunjungan ke Karimunjawa dapat dilakukan pada musim pancaroba antara bulan Oktober-Desember dan April-Juni.
Suhu lapisan air permukaan berkisar 25 - 32 C dengan salinitas antara 30 - 35 /oo, kecuali di daerah perairan Legon Lele yang mempunyai salinitas rendah yaitu antara 24 - 28 /oo karena ada aliran air tawar yang berasal dari mata air yang ada di daratan dan masuk ke perairan sebagai sungai kecil. Derajat keasaman pada umumnya bersifat alkalis (pH 7). Kondisi pasang surut di kawasan ini mempunyai tipe semi diurnal harian ganda, dimana pasang terjadi dua kali dalam sehari yaitu pada pukul 20.00 - 02.00 WIB dan 09.30 - 14.30 WIB dengan interval antara surut dan pasang sekitar 50 - 180 cm atau rata-rata 90 cm. Keadaan suhu yang hangat menjadikan perairan pesisir tropis banyak diminati wisatawan asing, akan tetapi dengan ketinggian air pasang hampir 1
meter menjadikan luas pantai semakin sempit akibat tertutup air pasang pada siang hari selama 5 jam, sehingga aktivitas wisatawan di pantai terganggu air pasang.
4.2. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat 4.2.1. Kependudukan
Karimunjawa mulai dihuni secara permanen pada akhir abad ke-19 ketika Belanda tiba di Jawa. Selama pendudukan Jepang pada tahun 1940an, diperkirakan jumlah penduduk Karimunjawa sekitar 1400 jiwa, jumlah ini terus meningkat setiap tahun dengan rata-rata pertumbuhan 2,05% (Bappeda Jepara, 2005). Jumlah penduduk Karimunjawa berdasarkan statistik BTNK tahun 2008 adalah 9.054 jiwa yang terdiri dari 2.465 rumah tangga, dengan distribusi 46,79% di Desa Karimunjawa; 30,51% di Desa Kemujan; dan 22,7% di Desa Parang dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 2,74% per tahun dan kepadatan rata-rata 119 jiwa/km2 (Tabel 19). Pada tahun 2006 laju pertumbuhan meningkat tajam seiring dengan pembangunan pariwisata Karimunjawa, hal ini dikarenakan adanya peningkatan jumlah pendatang dari Jawa yang bekerja pada sektor pariwisata.
Tabel 19 Data kependudukan kecamatan Karimunjawa Tahun Jumlah penduduk
(jiwa) Laju pertumbuhan per tahun Kepadatan (jiwa/ km2) 1995 7.795 - 109 1998 8.264 2.01% 116 2005 8.427 0.33% 118 2006 8.842 4.92% 124 2007 9.054 3.72% 127
Sumber : Pemda Jepara (1994), Monografi Desa (1999), BTNK (2008) Sebagian besar penduduk Karimunjawa adalah pendatang dari Jawa, Madura dan Makasar dengan lama tinggal rata-rata 24 tahun dan alasan utama kepindahan karena keluarga (34.3%) dimana mereka diajak saudaranya yang telah terlebih dahulu tinggal dan menikah di Karimunjawa dan karena pekerjaan (23%). Menurut Wibowo (2006) komposisi penduduk pendatang adalah 88.8% dari suku Jawa yang tinggal di Karimunjawa, Genting dan Kemujan (Dukuh Mrican dan Dukuh Kemujan); 6.7% dari Suku Bugis yang tinggal di Kemujan (Dukuh Batulawang dan Dukuh Tlogo); 1.5% dari suku Madura yang tinggal di Parang (Dukuh Nyamuk); dan 0,7% suku Mandar yang tinggal di Kemujan.
4.2.2. Tingkat Pendidikan
Fasilitas pendidikan di Karimunjawa sudah mencukupi dengan jumlah gedung 19 buah dari tingkat TK sampai SMA dan ratio guru - murid 1:10. Tabel 20 memberikan gambaran distribusi murid dan guru di semua tingkatan pendidikan, dimana terdapat 14 buah SD (6 di Pulau Karimunjawa, 4 di Pulau Kemujan dan 3 di Pulau Parang dan 1 di Pulau Genting); 2 SMP dan 1 MTs, serta 1 Madrasal Aliyah di Pulau Kemujan dan 1 SMK Negeri (jurusan Budidaya Rumput Laut & Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan) di Pulau Karimunjawa yang merupakan sekolah gratis.
Tabel 20 Distribusi murid dan guru menurut tingkat pendidikan di TNKJ, 2006 Tingkat
pendidikan gedung Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah Laki-laki Perempuan Jumlah Jumlah murid Jumlah guru
TK 3 45 53 98 0 7 7 SD 14 675 536 1.211 87 24 111 SMP 2 99 120 219 12 9 21 MTs 1 91 88 179 17 2 19 SMK 1 75 41 116 12 3 15 MA 1 49 43 92 13 2 15 Jumlah 19 989 828 1.817 141 40 181
Sumber : Jepara dalam angka (2006)
Walaupun demikian, tingkat pendidikan penduduk Karimunjawa pada umumnya masih rendah (Tabel 21) dimana sebagian besar penduduk (94,23%) berpendidikan sampai tingkat SD, jika diperinci hanya 60% yang tamat SD; 22% tidak lulus SD; 12% tidak sekolah. Sedangkan jumlah lulusan dengan pendidikan menengah atas dan lanjut masih sangat minim (2,46%), hal ini dikarenakan persepsi masyarakat tentang arti penting pendidikan masih kurang, apalagi sebagian besar orang tua mereka hanya berprofesi sebagai nelayan; sementara biaya sekolah sampai ke pendidikan tinggi tergolong mahal. Hal ini nantinya akan berdampak terhadap upaya konservasi kawasan TNKJ karena keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh penduduk, oleh karenanya program peningkatan pendidikan sangat diperlukan untuk dapat membangun kapasitas masyarakat Karimunjawa.
Tabel 21 Tingkat pendidikan penduduk Karimunjawa, 2006 Desa Tingkat pendidikan Jumlah SD SLTP SLTA PT Karimunjawa 3.865 156 92 24 4.137 Kemujan 2.128 115 57 11 2.311 Parang 1.974 25 7 1 2.007 Jumlah total 7.967 296 156 36 8.455 Persentase 94,23 3,50 1,85 0,43 100.00
Sumber : Monografi Desa Kecamatan Karimunjawa (2006) 4.2.3. Mata Pencaharian
Kualitas pendidikan yang rendah akan menyebabkan rendahnya pengetahuan yang mempengaruhi pola pikir, cara pandang dan kemampuan adaptasi mereka terhadap perubahan teknologi. Selain itu juga berpengaruh terhadap pola pemanfaatan sumberdaya alam, sehingga tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya alam masih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari jenis mata-pencaharian penduduk (Tabel 22) dimana yang paling memberikan dampak terhadap keberadaan sumberdaya alam adalah nelayan (60,34%), petani (18,50%) dan pengrajin souvenir (4,61%).
Tabel 22 Jenis mata pencaharian penduduk Karimunjawa, 2007
No Mata
Pencaharian
Jumlah Penduduk
Total Persentase Karimunjawa Kemujan Parang
1. Petani 445 399 168 1.012 18,50 2. Buruh tani/nelayan 1.483 1.291 527 3.301 60,34 3. Pengusaha 21 15 8 44 0,80 4. Buruh industri /,pengrajin 113 52 87 252 4,61 5. Pedagang 97 35 35 167 3,05 6. Konstruksi 79 54 35 168 3,07 7. Angkutan 31 34 15 80 1,46 8. PNS dan TNI 168 47 28 243 4,44 9. Pensiunan 14 3 0 17 0,31 10 Lainnya (Jasa) 25 153 9 187 3,42 Jumlah 2.476 2.083 912 5.471 100,00 Sumber : BTNK (2008)
Nelayan sebagai jumlah terbanyak mempunyai ketergantungan tinggi terhadap sumberdaya perikanan dimana kegiatan mereka cenderung mengeksploitasi sumberdaya dengan cara-cara yang merusak sehingga mengganggu upaya konservasi yang dapat menurunkan nilai sumberdaya itu sendiri. Sementara pengrajin souvenir banyak yang mengambil kayu mangrove jenis setigi untuk bahan baku pembuatan tongkat maupun tasbih; sedangkan petani, termasuk petani tambak tidak banyak memberikan pengaruh terhadap kerusakan sumberdaya karena usaha mereka tergantung musim.
Salah satu ciri kuat dari struktur sosial komunitas nelayan adalah kuatnya hubungan antara juragan dengan buruh nelayan. Ikatan ini lahir untuk saling membagi resiko dan ketidakpastian secara ekonomi (patron klien). Ikatan patron klien ini merupakan jaminan ekonomi yang saat ini dipraktekkan sebagai hubungan yang saling menguntungkan dan juga jalinan keakraban (dalam nilai sosial), namun sangat berbeda dampaknya dalam lingkup pemanfaatan sumberdaya alam. Dalam penjualan hasil tangkapan, nelayan Karimujawa sudah mempunyai ikatan sangat kuat dan mendalam dengan juragannya, dimana semua harga ditentukan oleh juragan sehingga nelayan tidak punya posisi tawar. Oleh karenanya tempat pelelangan ikan yang ada di Karimunjawa tidak berfungsi. Untuk itu diperlukan perbaikan kelembagaan perikanan akan tetapi membutuhkan waktu yang lama karena merubah perilaku tidaklah mudah. 4.2.4. Tingkat Pendapatan
Jika dilihat dari tingkat pendapatan masyarakat Karimunjawa, lebih dari 50% penduduk tergolong dalam keluarga sejahtera dengan rata-rata pendapatan per bulan diatas 1 juta (Tabel 23). Akan tetapi biaya hidup di Karimunjawa relatif lebih besar dibandingkan pulau Jawa, hal ini dapat dilihat dari harga sembilan bahan pokok yang relatif lebih mahal (30-50% lebih tinggi), misalnya harga BBM di Karimunjawa sekarang mencapai Rp 8.000,- sampai Rp 9.000,- per liter. Hal ini dikarenakan barang-barang tersebut harus dibeli dan diangkut dari pulau Jawa sementara jumlah dan frekuensi kapal ke Karimunjawa terbatas dan juga dibatasi oleh musim.
Tabel 23 Persentase tingkat pendapatan masyarakat Karimunjawa, 2005 Tk. Pendapatan (Rp) Karimunjawa Kemujan Parang Rata-rata
< 500 ribu 7,62 13,90 12,20 12,8
500 ribu – 1 juta 20,95 31,60 34,70 28,8
1 juta – 2 juta 50,48 45,60 51,00 46,0
> 2 juta 20,95 8,90 2,00 12,0
Sumber : Bappeda Kab. Jepara (2005) 4.2.5. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Karimunjawa sangat beragam, tergantung dengan karakteristik lahan. Jenis penggunaan lahan darat berupa hutan, kebun, sawah, tambak dan permukiman yang telah berlangsung sejak tahun 1940an dimana perubahan penggunaan lahan banyak terjadi penyusutan untuk jenis penggunaan hutan dan perkebunan, sedangkan jenis pengunaan lahan untuk permukiman semakin berkembang (Tabel 24). Pemukiman umumnya banyak dijumpai di sepanjang pantai dan di pinggir jalan yang mengelilingi pulau dimana keadaan perumahan penduduk terdiri atas rumah permanen 35,19%, rumah semi permanen 31,65%, dan rumah non permanen 33,16%.
Tabel 24 Perbandingan jenis penggunaan lahan di Karimunjawa
No Penggunaan Lahan Luas (ha) Prosentase
1987 1995 2003 1987 1995 2003 1. Pertanian 87 96 103 1,22 1,35 1,45 2. Perkebunan 3.288 2.116 2.108 46,18 29,72 29,61 3. Hutan 2.914 2.481 2.106 40,93 34,85 29,58 4. Permukiman 160 2.319 2.602 2,25 32,57 36,54 5. Padang rumput - - 12 - - 0,17 6. Rawa 644 44 21 9,04 0,62 0,29 7. Kolam/tambak - - 28 - 0,39 8. Tanah bera - - 66 - 0,93 9. Area terbuka - 18 - 0,25 - 10. Penggunaan lain 27 46 74 0,38 0,65 1,04 Jumlah 7.120 7.120 7.120 100,00 100,00 100,00
Sumber : BTNK (2004b), Monografi Karimunjawa (1995), Pemda Jateng (1988)
Penyusutan luas hutan dan perkebunan banyak terjadi karena beralih fungsi menjadi permukiman, tambak, tanah bera, dan penggunaan lain. Hutan dan perkebunan tanaman keras yang semula luasnya sekitar 40% menyusut manjadi 29% dalam waktu 16 tahun karena adanya peningkatan kebutuhan lahan untuk permukiman yang sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Fungsi hutan sebagai pengatur air seharusnya dijaga keberadaannya, apalagi Karimunjawa tidak mempunyai sungai; oleh karenanya perlu penyadar-tahuan
kepada masyarakat akan arti penting konservasi daerah resapan air bagi perlindungan sistem hidrologi sebagai sistem penyangga kehidupan agar pemanfaatannya dapat terus berlanjut.
Permasalahan pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir dan laut lebih kompleks dibandingkan wilayah daratan dimana konflik pemanfaatan ruang lebih sering terjadi, terutama antara nelayan lokal dan pendatang dan antara pengembang dan penduduk. Hal ini terjadi karena mereka beraktifitas di tempat yang sama yang tidak kelihatan nyata batasannya dan berkompetisi untuk mendapatkan komoditas yang sama pula sehingga perlu ada pengaturan lebih lanjut dalam hal alokasi pemanfaatan ruang dan eksploitasi sumberdaya alam TNKJ.
4.2.6. Fasilitas Umum
Fasilitas umum di Karimunjawa disediakan untuk menunjang kehidupan masyarakat dan mendukung pengembangan pariwisata (Tabel 25). Fasilitas telekomunikasi dikembangkan oleh PT. TELKOM yang berupa jaringan telepon dengan kapasitas 212 SST menggunakan sistem transmisi Stasiun Bumi Kecil (SBK) milik yang terletak di Desa Karimun. Selain itu juga ada sarana komunikasi terbatas yaitu melalui SSB, radio VHF dan pesawat 2m milik Kantor Kecamatan Karimunjawa sehingga arus informasi dapat berjalan terus walaupun lokasi Karimunjawa cukup jauh dan terisolir.
Fasilitas listrik di Karimunjawa disediakan oleh PLTD dari pukul 17.00 sampai pukul 24.00. Pembangkit listrik dioperasikan oleh Kalisda dan juga hibah dari PT.TELKOM, yang berupa mesin diesel, tenaga matahari dan tenaga angin untuk kemudian disalurkan ke rumah-rumah penduduk. Di Pulau Nyamuk terdapat sebuah generator yang khusus untuk keperluan navigasi milik Dinas Perhubungan. Penggunaan pembangkit listrik tenaga surya yang ada di Pulau Parang hanya terbatas untuk aparat desa, selain itu terdapat 1 unit pembangkit listrik tenaga angin baru yang dimanfaatkan oleh Puskesmas. Keterbatasan listrik di beberapa pulau kecil lainnya disiasati dengan penggunaan Genset/diesel yang berasal dari swadaya masyarakat, sehingga tidak menjadi hambatan bagi masyarakat ataupun wisatawan yang beraktivitas di malam hari. Kebutuhan listrik seharusnya tidak dibatasi oleh waktu, bagi pulau kecil di daerah terpencil dapat dkembangkan listrik tenaga surya atau tenaga angin bahkan tenaga ombak. Untuk itu perlu dikenalkan dan dibuat suatu unit percontohan pengembangan kelistrikan desa menggunakan tenaga alam tersebut.
Tabel 25 Fasilitas umum di Karimunjawa No. Jenis fasilitas Jumlah (unit) Keterangan
1 Air bersih 6 PDAM Swakarsa
2 Listrik 5 PLTD Kalisda dan Telkom 3 Komunikasi 3 Telkom, Telkomsel, XLindo 4 Sarana Pendidikan :
- TK 3 Negeri
- SD 14 Negeri
- SLTP 2 Negeri dan MTs - SLTA 2 MA dan SMK terbuka
5 Kesehatan 1 Puskesmas
6 Bank 1
7 Transportasi :
- laut 2 KMP Muria dan KMP Kartini 1 - darat 11 Mobil dan Motor
- udara 1 Deraya Air Service (Kura-kura resort) 8 Bandara 1 Panjang landasan 750 m, di Kemujan 9 Dermaga 4 Di Karimunjawa dan Kemujan
10 Pariwisata :
- Hotel/wisma/resort 8 Swasta dan Dinas Pariwisata - Homestay 17 Milik Masyarakat
- Toko Souvenir 18 Milik Masyarakat & Pemda - Warung makan 8 Milik Masyarakat
11 Perikanan :
- TPI 1 Dinas Perikanan (tidak berfungsi) - Pabrik es 1 Dinas Perikanan (rusak)
12 Keamanan 6 Kantor Koramil, kantor Polsek, Pos Pol Airud, Pos TNI AL, Satpol PP, kantor Jagawana TNKJ Sumber : BTNK (2008)
Fasilitas perdagangan terbatas pada satu pasar umum yang hanya buka pada pagi hari (dari jam 05.00 sampai jam 10.00 WIB), satu Kedai Pesisir dan satu pusat pertokoan Cinderamata di Pulau Karimunjawa serta beberapa kios/ruko atau bangunan semi permanen yang tersebar Pulau Kemujan dan Pulau Parang. Selain itu juga terdapat 12 industri kecil dan 127 industri rumah tangga yang tersebar di semua desa. Kegiatan ekonomi yang kurang berkembang disebabkan oleh karena kebutuhan hidup masyarakat tidak dapat dipenuhi dari Kepulauan Karimunjawa, tetapi diambil dari Jepara dan Semarang.
4.3. Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) 4.3.1. Status dan Sejarah
Berdasarkan surat Gubernur Jawa Tengah nomor 556/21378 tanggal 26 Oktober 1982 tentang usulan Kepulauan Karimunjawa sebagai Taman Nasional Laut, maka pada tahun 1986 Karimunjawa ditetapkan sebagai Cagar Alam Laut berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 123/Kpts-II/1986 tanggal 9 April 1986 tentang Penunjukkan Kepulauan Karimunjawa dan perairan laut disekitarnya seluas 111.625 ha yang terletak di Dati II Jepara, Dati I Jawa Tengah sebagai Cagar Alam laut. Hal ini dilakukan mengingat keindahan alam laut yang khas dengan keanekaragaman terumbu karang serta pantai pasir putih yang landai dimana ditemukan telur-telur penyu yang perlu dijaga kelestariannya. Pada tahun 1988 Karimunjawa dinyatakan sebagai kawasan Taman Nasional dengan surat pernyataan Menteri Kehutanan No. 161/Menhut-II/1988 tanggal 23 Februari 1988 tentang Perubahan Fungsi Cagar Alam Laut Karimunjawa menjadi Taman Nasional Laut, agar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, kebudayaan, rekreasi dan pariwisata. Pada tahun 1999 melalui SK Menteri Kehutanan no. 78/ Kpts-II/1999 tanggal 22 Februari 1999 tentang perubahan Cagar Alam Karimunjawa dan perairan laut disekitarnya yang terletak di Kabupaten Jepara, Propinsi Dari I Jawa Tengah seluas 111.625 ha menjadi Taman Nasional dengan Taman Nasional Karimunjawa. Pada tanggal 15 Maret 2001 dikeluarkan SK Menteri Kehutanan terbaru no. 74/ Kpts-II/2001 tentang Penetapan sebagian kawasan Taman Nasional Karimunjawa seluas 110.117,30 ha yang terletak di Kabupaten Jepara Propinsi Jawa Tengah sebagai kawasan pelestarian alam perairan.
Untuk mendukung sistem pengelolaan kawasan telah ditetapkan penataan mintakat pada kawasan taman nasional berdasarkan SK Dirjen PHPA No. 53/Kpts/DJ-VI/1990 tentang Penataan Zonasi/Mintakat Taman Nasional Karimunjawa. Untuk mendukung pengelolaan TNKJ, beberapa dokumen perencanaan yang telah disusun oleh BTNK, antara lain adalah :
1). Rencana Induk TNKJ tahun 1987/1988;
2). Rencana Pengelolaan TNKJ tahun 2002-2007;
3). Rencana Pengelolaan TNKJ periode tahun 2005 - 2024 4). Rencana strategik pengelolaan TNKJ 2005 – 2009 5). Rencana Unit Pengelolaan Lima Tahunan;
7). Rencana Tapak TNKJ.
Pemerintah daerah Provinsi Jawa Tengah menyadari arti penting dari status kawasan sebagai taman nasional sebagaimana disebutkan dalam Perda no 22 tahun 2003 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung di Provinsi Jawa Tengah dimana Taman Nasional Karimunjawa sebagai kawasan pelestarian alam (KPA) merupakan kawasan yang harus dilindungi untuk menjaga dan memelihara, meningkatkan kualitas sumberdaya alam dan buatan serta mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan. Berbagai kegiatan juga telah dilakukan oleh dinas teknis terkait untuk melakukan penelitian dan pengembangan kawasan serta pemberdayaan masyarakat.
4.3.2. Visi dan Misi Pengelolaan
Dalam Rencana Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) dan rencana strategik pengelolaan TNKJ 2005 – 2009 disebutkan bahwa visi pengelolaan TNKJ adalah “memantapkan pengelolaan KSDAHE TNKJ melalui perlindungan hutan dan penegakan hukum, optimalisasi pemanfaatan berdasarkan prinsip kelestarian yang didukung kelembagaan dan kemitraan yang kuat”. Visi merupakan suatu keadaan yang ingin dicapai di masa datang yang cara pencapaiannya dijabarkan dalam misi. Untuk mencapai visi pengelolaan TNKJ, BTNK seharusnya melakukan perlindungan, penegakan hukum, pemanfaatan, menyiapkan kelembagaan dan kemitraan. Akan tetapi apa yang seharusnya dikerjakan tidak dituangkan dalam misi secara jelas cara pencapaiannya sehingga tidak bisa digunakan sebagai petunjuk kerja.
Misi pengelolaan TNKJ menurut RPTN TNKJ adalah :
1). Mewujudkan TNKJ sebagai KPA dalam mendukung perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis flora dan fauna serta pemanfaatan secara lestari potensi SDAHE;
2). Mewujudkan relevansi pengelolaan TNKJ di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan untuk kesejahteraan masyarakat;
3). Meningkatkan efektifitas pengelolaan TNKJ sesuai fungsi kawasan; 4). Mengembangkan dan memantapkan upaya pengawetan, pengendalian &
pemanfaatan tumbuhan & satwa liar;
5). memantapkan upaya perlindungan dan penegakan hukum serta pengendalian kebakaran hutan di TNKJ;
6). Mengembangkan obyek dan daya tarik wisata (ODTW) & jasa lingkungan di kawasan hutan/perairan serta pngembangan bina cinta alam; dan 7). Penguatan kelembagaan dan kemitraan dengan melibatkan para pihak
yang terkait dalam pengelolaan TNKJ.
Namun demikian tidak semua stakeholder mengetahui ataupun memahami visi dan misi pengelolaan TNKJ tersebut, karena pemaparan visi-misi hanya dilakukan oleh pihak BTNK melalui presentasi dalam suatu pertemuan dan dalam buku atau dokumen yang tidak dipublikasi secara luas. Seharusnya dari penjabaran misi tersebut dituangkan dalam bentuk program kerja dan rencana strategis sampai rencana teknis cara pencapaiannya yang diinformasikan kepada seluruh stakeholder agar mereka dapat mensinergikan program kegiatannya dan dapat memberi dukungan dalam pelaksanaan pengelolaan TNKJ.
4.3.3. Sistem Pengelolaan
Pengelolaan kawasan TNKJ sebagaimana dimanatkan dalam UU nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dilakukan dengan sistem zonasi. Zonasi taman nasional menurut Permenhut no. P.56 tahun 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisi data, penyusunan draft rancangan rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas, dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat dimana zona dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.
Penataan zona dimaksudkan untuk mewujudkan sistem pengelolaan taman nasional yang efektif dan optimal sesuai dengan fungsinya. Melalui keputusan Dirjen PHPA nomor 127/Kpts/DJ-VI/89 yang dikukuhkan dengan SK Menteri Kehutanan nomor 53/Kpts/Dj-VI/1996 tentang Penunjukan mintakat pada Taman Nasional Laut Karimunjawa dimana TNKJ dikelompokkan dalam empat zona : zona inti; zona perlindungan/rimba; zona pemanfaatan; dan 4) zona penyangga (Tabel 26).
Tabel 26 Zonasi Taman Nasional Karimunjawa tahun 1990
Zona Luas (ha) Perairan Daratan Potensi
Inti 152,4 Pulau Burung,
Pulau Geleang Pulau Burung, Pulau Geleang Habitat penyu & Elang laut Karang merah Perlindungan 7.510 Pulau Karimunjawa
Pulau Kemujan Pulau Cemara Besar Pulau Cemara Kecil Pulau Krakal Besar Pulau Krakal Kecil Pulau Menyawakan Pulau Cendekian Pulau Mrican Pulau Bengkoang Pulau Karimunjawa Pulau Kemujan Pulau Cemara Besar Pulau Cemara Kecil Pulau Menyawakan Kondisi ekosistem masih asli Keanekaragam tinggi Daerah pemijahan Hutan hujan tropis Hutan mangrove Pemanfaatan 6.944 Pulau Karimunjawa
Pulau Kemujan Pulau Menjangan Besar Pulau Menjangan Kecil Pulau Kumbang, Pulau Kembar Karang Katang Karang Besi, Pulau Parang Pulau Karimunjawa Pulau Kemujan Pulau Menjangan Besar Pulau Menjangan Kecil Pulau Kumbang, Pulau Kembar Pulau Katang, Pulau Parang Kegiatan Penelitian pendidikan & pariwisata Pantai pasir putih Perairan tenang
Penyangga 95.752 Semua perairan diluar zona inti, zona perlindungan dan zona pemanfaatan Pulau Karimunjawa Pulau Kemujan Pulau Menjangan Pulau Tengah, Pulau Cilik Pulau Bengkoang Pertanian Kebun campur Pemukiman Perikanan Sumber : BTNK (2004b)
Sejalan dengan perkembangan dinamika masyarakat dan melihat kondisi di lapangan, penataan zonasi TNKJ tahun 1990 telah direvisi ulang karena pada waktu penataannya hanya mempertimbangkan aspek konservasi penyu dan elang laut tanpa memperhatikan aspek sosial ekonomi dan budaya masyarakat seta aspek ekologis lainnya. Hal ini bisa ditunjukkan dengan adanya kepemilikan lahan pulau pada zona inti (Purwanti, 1996) sehingga pelaksanaan pengelolaan kurang mendapat dukungan masyarakat, selain itu juga ada kegiatan penambangan terumbu karang untuk bahan bangunan (Supriharyono et al, 1999). Pada tahun 2004 BTNK bekerjasama dengan LSM melakukan kajian mendalam penataan ulang zonasi melalui serangkaian tahapan dari persiapan, pengumpulan dan analisis data, konsultasi publik hingga penyusunan draft (Lampiran 2) dengan melibatkan masyarakat Karimunjawa, perguruan tinggi dan
LSM dalam penggalian pendapat tentang calon zona. Adapun tahapan pertemuan untuk menggali aspirasi masyarakat antara lain adalah :
1). Lokakarya pelestarian alam dalam rangka perencana terpadu TNKJ (Jepara, 24 Juni 2003);
2). Lokadesa di Karimunjawa (Karimunjawa, 20 - 21 Juni 2003);
3). Lokakarya kajian zonasi TNKJ dalam rangka optimalisasi fungsi TNKJ sebagai kawasan pelestarian alam (Jepara, 20 - 21 Januari 2004); 4). Pertemuan tim teknis (Februari – April 2004);
5). Rapat konsultasi publik dengan instansi pemerintah, ahli, dunia usaha dan LSM (Semarang, 1 Juni 2004); dan
6). Konsultasi publik dengan masyarakat Karimunjawa (Karimunjawa, 1 Agustus 2004).
Penentuan zonasi dinilai berdasarkan nilai penting suatu variabel yang memberikan pengaruh terhadap kebutuhan konservasi, kebutuhan masyarakat serta kondisi dan isu lokal yang berkembang di lokasi-lokasi tertentu. Variabel yang digunakan antara lain adalah (BTNK, 2004b):
1). Pola pemanfaatan sumberdaya (fishing pressure); 2). Usulan masyarakat terkait dengan tingkat penerimaan;
3). Keterwakilan ekosistem untuk tetap menjamin kekayaan dan keragaman hayati;
4). Luasan area;
5). Jarak dari pelabuhan untuk kemudahan pengawasan; 6). Kedekatan dan keterlihatan dari lokasi berpenduduk;
7). Ekologis (keberadaan terumbu karang, invertebrata, ikan karang, penyu, mangrove, lamun dan daerah pemijahan kerapu); dan
8). Kepemilikan lahan.
Hasil rezonasi tersebut disahkan dengan keputusan Dirjen PHKA no. SK.79/IV/Set-3/2005 tentang Revisi Zonasi/Mintakat Taman Nasional Kepulauan Karimunjawa pada tanggal 30 Juni 2005 (Tabel 27 dan Lampiran 3) dan secara bertahap telah disosialisasikan kepada masyarakat. Namun penerapan zonasi yang baru tidak berjalan efektif, hasil survey menunjukkan bahwa masyarakat yang mengetahui adanya rezonasi hanya sekitar 30%, masih ditemukannya pelanggaran memasuki zona terlarang serta hilangnya rambu-rambu batas zona. Hal ini terjadi karena sosialisasi zona kurang mengena sasaran serta tidak diinformasikan secara luas kepada Dinas Perikanan yang mengeluarkan ijin
penangkapan, selain itu juga akibat keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang arti penting zona lindung dan tekanan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Tabel 27 Hasil Revisi Zonasi TNKJ 2004
Zona Luas (ha) Lokasi Keterangan
Inti (perairan sekitar)
444,629 Pulau Kumbang
Taka Menyawakan, Taka Malang Tanjung Bomang
tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun, sehingga mutlak harus dilindungi. Perlindungan 2.587,711
- Daratan Hutan tropis dataran rendah,
Hutan mangrove di Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemujan
untuk mendukung upaya perlindungan species,
pengembang-biakan alami jenis-jenis satwa liar dan proses ekologis alami didalamnya.
- Perairan Pulau Geleang,Pulau Burung
Tanjung Gelam, Pulau Sintok Pulau Cemara Kecil, Pulau Katang Gosong Selikur, Gosong Tengah Rehabilitasi
(perairan sekitar pulau)
122,514 Timur Pulau Parang, Timur Pulau Nyamuk, Barat Pulau Kemujan barat Pulau Karimunjawa, Utara Pulau Menjangan kecil, Gosong Kumbang
untuk kepentingan pemulihan kondisi ekosistem terumbu karang yang telah mengalami kerusakan sekitar 75% Pemanfaatan:
1. Permukiman 2.571.546 Pulau Karimunjawa Pulau Kemujan Pulau Parang Pulau Nyamuk
bagi masyarakat yang secara sah sudah ada sebelum kawasan ditetapkan sebagai hutan tetap, dengan memperhatikan aspek konservasi
2. Pemanfaatan
pariwisata 1.226,525 Perairan Pulau Menjangan Besar, Pulau Menjangan Kecil, Pulau Menyawakan, Pulau Kembar, Timur Pulau Kumbang, Pulau Tengah, Pulau Bengkoang, Indonor dan Karang Kapal
untuk kepentingan
pengembangan kegiatan wisata alam bahari dan wisata alam lain yang ramah lingkungan dengan perijinan khusus
3. Budidaya
perikanan 788,213 Perairan Pulau Karimunjawa Pulau Kemujan Pulau Menjangan Besar Pulau Parang dan Pulau Nyamuk
untuk kepentingan budidaya perikanan masyarakat setempat dengan tetap memperhatikan aspek konservasi
4. Pemanfaatan perikanan tradisional
103.883,862 Seluruh perairan di luar zona yang telah ditetapkan yang berada dalam kawasan TNKJ
untuk kepentingan pemanfaatan perikanan yang sudah
berlangsung turun temurun oleh masyarakat setempat dengan menggunakan peralatan yang ramah lingkungan.
Penyangga Pulau Gundul, Pulau Seruni
Pulau Cendikian, Pulau Sambangan Pulau Genting
Di luar kawasan, berfungsi untuk menyangga TNKJ
4.3.4. Pengamanan Kawasan
Salah satu tugas pokok BTNK adalah melindungi keutuhan SDAHE TNKJ. Pengamanan kawasan TNKJ dilakukan melalui patroli (BTNK, 2004a) yaitu : 1). Operasi rutin: kegiatan penggunaan kekuatan yang bersifat rutin sehari-hari
yang disusun dan diorganisasikan sesuai lingkup tugas, wewenang, tanggung jawab dan struktur organisasi yang telah ditetapkan untuk menghadapi sasaran/tugas rutin berdasarkan kebutuhan dukungan anggaran yang ada. Target patroli rutin adalah 2 kali per bulan dimana untuk kawasan perairan 8 kali dan kawasan darat 16 kali;
2). Operasi khusus: kegiatan penggunaan kekuatan yang disusun dan diorganisasikan secara khusus guna dihadapkan pada sararan tertentu dan dalam waktu tertentu menggunakan dukungan dana anggaran tertentu. Karena keterbatasan anggaran, operasi khusus jarang dilakukan;
3). Operasi gabungan: operasi rutin yang dilakukan bersama-sama dengan instansi terkait dengan sasaran tindak pidana di bidang kehutanan dan juga bisa dilakukan PPNS Kehutanan dengan penyidik Polri yang mem’back up’ terhadap upaya paksa atau penindakannya, menggunakan dana dan personil masing-masing instansi berdasarkan aturan hukum yang berlaku. Patroli gabungan dilakukan 3 kali setahun;
4). Operasi mendadak, dilaksanakan karena situasi yang mendesak dan tiba-tiba, meskipun mendadak tetap ada adminstrasi operasi dan perencanaan pendahuluan. Operasi ini juga jarang dilakukan karena tidak selalu dianggarkan.
Kegiatan patroli tersebut belum sepenuhnya terpenuhi sehingga belum dapat melindungi kawasan secara optimal, hal ini dikarenakan adanya permasalahan internal dan eksternal dari BTNK, yaitu :
1) Masalah internal : belum adanya sistem perencanaan pengamanan terpadu, kegiatan patroli rutin perairan belum menyeluruh, posisi pal batas belum jelas, sarana dan prasarana kurang memadai, selain itu juga belum adanya sistem evaluasi yang dapat digunakan sebagai patokan penentuan keberhasilan operasi pengamanan kawasan konservasi.
2) Masalah eksternal : koordinasi dengan instansi terkait belum optimal dan pola pemanfaatan yang cenderung merusak SDAHE.