• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Kualitas Pendidikan Madrasah melalui Implementasi Kurikulum 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peningkatan Kualitas Pendidikan Madrasah melalui Implementasi Kurikulum 2013"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Peningkatan Kualitas Pendidikan Madrasah melalui Implementasi Kurikulum 2013 Oleh: Dr. M. Musfiqon, M.Pd

(Widyaiswara Muda Balai Diklat Keagamaan Surabaya)

Abstrak

Tugas pengelola madrasah semakin berat. Tantangan dalam implementasi kurikulum 2013 menjadi tantangan yang harus dihadapi madrasah. Pengembangan kurikulum yang sesuai dengan kehidupan pada era sekarang terdapat dalam kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifik. Kurikulum 2013 tetap berbasis Kompetensi yang memiliki ciri-ciri (1) lebih menitikberatkan pencapaian target kompetensi (attainment targets) daripada penguasaan materi, (2), lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia, dan (3) memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. Pembelajaran di madrasah yang banyak materi berbasis agama, juga diharapkan dapat diajarkan secara saintifik.

Kata kunci: Madrasah, Kualitas pendidikan.

PENDAHULUAN

Secara resmi pemerintah telah menetapkan bahwa seluruh jenjang pendidikan dasar dan menengah harus menerapkan kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifik dalam pembelajarannya. Secara yuridis Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan memberi legitimasi bahwa penerapan kurikulum 2013 dilaksanakan pada semua jenjang pendidikan, termasuk pendidikan di madrasah.

Kualitas pendidikan di Indonesia mendapat sorotan tajam dalam kemampuan mencetak para peserta didiknya dalam kemampuan untuk bersaing dengan generasi muda bangsa lain. Maka peningkatan mutu pendidikan madrasah dilakukan dengan upaya cukup mendasar, konsisten dan sistematis, yaitu melalui kurikulum 2013 yang dianggap memadai untuk menghadapi perubahan masyarakat yang cepat dan bersifat kompetitif.

Perubahan kurikulum adalah sesuatu yang wajar dilakukan karena menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan perkembangan masyarakat. Pendidikan nasional kita pernah memiliki empat rancangan kurikulum. Sedangkan Kurikulum terakhir ini adalah penyempurnaan Kurikulum KTSP. Hampir setiap sepuluh tahun sekali kita berganti kurikulum, suatu keadaan yang sudah seharusnya aspek pendidikan dalam menyikapi perkembangan masyarakat. Namun perjalanan sistem pendidikan kita dalam menerapkan kurikulum baru, acapkali menjumpai kelemahannya masing-masing.

Kurikulum ideal saat ini adalah kurikulum yang dapat mengakomodasikan kemampuan mencerna konteks-konteks perubahan yang terjadi dengan cepat.1 Hal itu layak diungkapkan mengingat perubahan perkembangan kehidupan saat ini sulit diduga menurut ukuran waktu dan intensitasnya. Kurikulum 2013 diharapkan mencerminkan harapan tersebut sebab kurikulum ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Lebih menitikberatkan pencapaian

1

Boediono & Ella Yulaelawati, “Penyusunan Kurikulum Berbasis Kemampuan Dasar: Dasar Pemikiran”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 019, Tahun ke-5, Nopember, (Jakarta: Balitbang, Depdiknas, 1999).

(2)

target kompetensi (attainment targets) daripada penguasaan materi; (2) Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia; (3) Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. Nampak bahwa K-13 ini cenderung berorientasi pada mutu pembelajaran dengan pembentukan kemampuan siswa untuk menghadapi zaman yang terus berubah dengan menekankan pengembangan siswa lewat variabel bakat, minat, dan dukungan sumber daya manusia.

Kurikulum 2013 ini diterapkan secara nasional pada tahun 2013, meskipun di madrasah baru diterapkan 2014. Pada tahap pertama beberapa sekolah ditunjuk sebagai pilot project dalam menerapkan kurikulum 2013 ini. Kemudian pada tahun 2014 seluruh sekolah menerapkan kurikulum baru tersebut. Diharapkan dengan penerapan ini terjadi penyempurnaan atas kekurangan dan kelemahan yang ditemui di lapangan, sehingga kurikulum tersebut semakin siap ketika akan diterapkan secara nasional.

Walaupun telah beberapa madrasah mendapatkan sosialisasi, bimtek serta kegiatan penguatan semperti seminar, workshop atau pelatihan, masih terdapat keragu-raguan dari pendidik dalam menerapkan kurikulum baru ini. Kurikulum 2013 menuntut pola-pola berpikir dan bertindak yang baru dari pihak guru dalam melaksanakan program pembelajarannya. Tentu saja hal ini membutuhkan upaya sosialisasi yang intensif kepada guru. Pada sisi lain, sebagai kurikulum yang menyempurnakan kurikulum lama, misi yang diemban oleh Kurikulum 2013 adalah memperbaiki mutu pembelajaran dalam sistem pendidikan madrasah. Sehingga perkembangan ini menarik untuk dicermati dalam upaya menelaah kekuatan Kurikulum 2013 dan bagaimana kesiapan madrasah dalam menerapkan kurikulum baru ini untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

PEMBAHASAN

Implementasi kurikulum 2013 tidak terlepas dari konsep dasar kurikulum, yang diartikan seperangkan acuan dalam pembelajaran di kelas dan di luar kelas yang telah didesain untuk mencapai tujuan tertentu. Secara konseptual, kurikulum dikenal dalam tiga konsep. Nana Syaodih2 mengemukakan tiga konsep tentang kurikulum, yaitu kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi. Kurikulum sebagai substansi, suatu kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Dalam bentuk formalnya kurikulum berupa suatu dokumen tertulis yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal dan evaluasi. Kurikulum sebagai sistem, sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, dan bahkan sistem masyarakat. Kurikulum sebagai sistem mencakup struktur personalia, prosedur kerja bagaimana menyusun kurikulum, melaksanakan, evaluasi dan menyempurnakan. Kurikulum sebagai bidang studi, kurikulum sebagai suatu kajian dari para ahli dan orang yang berminat mempelajarinya. Dalam konteks ini orang memperdalam kurikulum sebagai ilmu melalui studi kepustakaan, kegiatan penelitian untuk menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya dan memperkuat kurikulum sebagai bidang studi.

Ditinjau dari isi kita jumpai bentuk yang berbeda, kurikulum sebagai sekumpulan mata pelajaran di satu pihak dan kurikulum sebagai pengalaman belajar di lain pihak. Masih sering kita jumpai dalam masyarakat kita, bahwa kurikulum adalah sekumpulan mata

2

Nana Syaodih Soekmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), 27

(3)

pelajaran yang harus dipelajari siswa agar sampai pada taraf penguasaan sebagai tanda keberhasilan dalam pendidikan. Uraian di atas mengarah kepada konsep kurikulum yang tradisional. Konsep tradisional mengenal kurikulum sebagai perlombaan dalam penguasaan mata pelajaran. 3 Pengertian ini mengimplikasikan bahwa kurikulum merupakan materi pelajaran yang disajikan secara verbal, informatif yang harus dicerna oleh untuk dimengerti dan dihafalkan. Konsep ini bersumber dari asumsi dasar bahwa pengajaran adalah bertutur sesuatu kepada siswa, “teaching is telling students something, and learning occurs if students remember it”.4 Berbagai keberatan muncul terhadap konsep tradisional yang dianggap terlalu verbal sehingga para ahli pendidikan berpaling kepada konsep kurikulum yang modern yang dianggap mampu mengantarkan pengalaman belajar siswa.

Konsep kurikulum modern berakar dari John Dewey tentang pengalaman dalam pendidikan dan ide dari Caswell dan Campbel bahwa kurikulum merupakan seluruh pengalaman (belajar) siswa di bawah bimbingan guru. Sehingga kurikulum dipahami sebagai pengalaman belajar yang direncanakan sebagai dasar berpijak dalam merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengembangkan pengajaran. Konsep ini dianggap cukup terbuka dibandingkan konsep tradisional.

Kurikulum sebagai pengalaman belajar lebih mengarahkan pada pemberdayaan siswa untuk optimal dan aktif mempelajari sendiri mata pelajaran, baik ketika ada guru maupun tidak ada guru. Hal yang paling penting dalam konsep ini bahwa pembelajaran memiliki makna bagi siswa karena pengalaman yang didapat merupakan hal yang biasa akan dijumpai pada suatu saat dalam kehidupannya (meaningful learning). Karena pengalaman mengacu kepada kehidupan manusia yang sangat kompleks, maka pendidik sebagai pengembang dan pelaksana kurikulum ditantang untuk dapat merancang kurikulum yang mampu mentransformasikan materi pelajaran menjadi pengalaman siswa. Dikhotomi ini menunjukkan adanya pergeseran penekanan dalam cara pandang kurikulum dari cara lama menjadi cara pandang yang baru.

Kurikulum yang dibutuhkan saat ini adalah yang dapat mengantarkan siswa mampu menghadapi hidup dengan perubahan yang begitu cepat, sehingga persiapan seperti itu tidak mungkin lagi melengkapi pendidikan dengan kurikulum cara pandang lama. Hal inilah yang terkandung dalam Kurikulum 2013 yang menggunakan pendekatan saintifik dalam pembelajaran dan penilaian autentik dalam penilaian pembelajaran.

Rasionalisasi Penyusunan Kurikulum 2013

Saat ini yang menjadi pendorong perkembangan masyarakat adalah pengetahuan dan globalisasi.5 Lebih lanjut ia mengatakan bahwa pada abad ke-21 ini seluruh aspek kehidupan masyarakat berpilar pada pengetahuan, apakah kehidupan ekonomi, pemerintahan, ataupun kehidupan masyarakat sendiri. Tanpa modal pengetahuan orang akan terpinggirkan atau hanya menjadi penonton. Dengan modal pengetahuan, orang akan mampu berkiprah dan akan menjadi pemenang dalam berbagai aktivitas kehidupan. Tantangan-tantangan yang ada pada era globalisasi ini adalah dunia kehidupan kita yang sangat terbuka antara lokal dan global, informasi yang berlimpah perlu kemampuan analisis, mengolah, memaknai, dan memberi arti agar dapat eksis, terjadi berbagai perubahan dalam hal jenis dan sifat pekerjaan, ekonomi

3

M. Ansyar, “Pengembangan Kurikulum dari Materi Pelajaran ke Pengalaman Belajar”, Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 8, No. 1, Pebruari, (Malang: LPTI-ISPI, 2001).

4

Ibid, 45 5

Djoko Saryono, “Keutamaan Kompetensi dalam Era Globalisasi dan Implikasinya bagi Pendidikan Sekolah”, Jurnal Genteng Kali, Vol 4, No. 3 dan 4, (Surabaya: Kanwil Depdiknas Prop. Jawa Timur, 2002).

(4)

moneter, perubahan sosial budaya, sosial politik, serta perubahan pola hubungan dan komunikasi.

Untuk menghadapi tantangan itu kompetensi yang dibutuhkan menurut D. Saryono adalah (1) kompetensi intelektual, (2) kompetensi (intra) personal, (3) kompetensi komunikatif, (4) kompetensi sosial budaya, (5) kompetensi kinestetis-vokasional, dan (6) kompetensi hidup bersama secara multi kultural. Pendidikan, termasuk pendidikan jalur sekolah, bertugas untuk mempersiapkan peserta belajar dalam pembentukan kompetensi-kompetensi tersebut. Pendidikan di sekolah harus mengarah pada pendidikan berbasis kompetensi yaitu pendidikan yang menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh tamatan atau lulusan suatu jenjang pendidikan, yang selanjutnya diharapkan mampu berkompetensi di dunia global.6

Tuntutan global dan ilmu pengetahuan inilah yang menjadi dasar pengembangan kurikulum 2013. Pendekatan saintifik dalam pembelajaran diharapkan mampu menumpuhkan kemampuan bernalar, budaya baca, serta kepribadian yang baik pada diri peserta didik. Daya saing bangsa akan makin kuat dengan penerapan kurikulum 2013.

Perbaikan kurikulum menjadi suatu kebutuhan pada pendidikan kita yang dapat dijadikan pemicu untuk perbaikan mutu pendidikan. Oleh sebab itu diperlukan kurikulum yang dapat mengakomodasi kebutuhan dan tuntutan perubahan masyarakat secara nasional maupun global.

Kurikulum 2013 merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan. Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri, yaitu (1) menekankan kepada ketercapaian kompetensi siswa baik individual maupun klasikal; (2) berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman; (3) penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi; (4) guru bukan satu-satunya sumber belajar; (5) penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.

Kurikulum 2013 menuntut setiap siswa dapat menggali, memahami, menghargai dan melakukan sesuatu sebagai hasil belajarnya, kurikulum ini juga mempunyai pendekatan saintifik yang memberikan ruang bagi peserta didik untuk bernalar dan berkomunikasi lisan serta tulisan. Hal ini memungkinkan siswa untuk maju bertahap, berkelanjutan, dan konsisten dalam pendidikannya seiring dengan perkembangan dan kedewasaan psikologis.

Semangat yang terkandung di balik dikembangkannya Kurikulum 2013 adalah untuk memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia. Apakah harapan ini akan terwujud di masa yang akan datang? Sebagian masyarakat masih menyangsikan tercapainya keadaan itu, sebab berkali-kali kita berganti kurikulum mutu pendidikan masih tetap sama. Sehingga pergantian kurikulum yang dilaksanakan tahun 2013ini, bagi sebagian masyarakat dan sekolah dihadapinya sebagai beban yang harus dipikul. Hal ini tidak mengherankan sebab warga sekolah dan masyarakat merupakan subyek pendidikan yang langsung merasakan dampak dari perubahan itu.

Dari sudut teoritis, kurikulum tidak berkaitan langsung dengan mutu pendidikan, sebab yang berkaitan langsung dengan hal itu adalah guru. Apalagi kurikulum bukanlah satu-satunya faktor penentu keberhasilan dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan. Banyak faktor lain yang lebih menentukan, misalnya sarana, guru, dan visi para stakeholder.7 Jadi dengan bergantinya kurikulum tidak secara langsung diikuti dengan meningkatnya mutu pendidikan kita tanpa diimbangi dengan tumbuhnya kesadaran para subyek pendidikan untuk

6

Bambang Irianto, “Kurikulum Berbasis Kompetensi”, Jurnal Genteng Kali, Vol 4, No. 3 dan 4, (Surabaya: Kanwil Depdiknas Prop. Jawa Timur, 2002).

(5)

memperbaiki kemampuan profesional, semakin baik dan lengkapnya sarana yang tersedia di sekolah, dan iklim akademik yang menunjang tercipta di sekolah.

Boediono dan Abbas Ghozali, menelaah hasil penelitian para ahli terutama yang menyoroti variabel-variabel penentu mutu pendidikan8. Bridge mengemukakan beberapa variabel yang berpengaruh terhadap prestasi siswa diantaranya adalah: karakteristik siswa, latar belakang keluarga, guru, dan sekolah. Hanushek mengemukakan tiga kesimpulan, pertama, latar belakang keluarga berkaitan erat dengan prestasi akademik siswa, kedua, hubungan antara teman sebaya dan prestasi akademik siswa mendua, ketiga pengaruh kurikulum dan metode pembelajaran terhadap prestasi akademik siswa tidak konsisten.

Selanjutnya penelitian Heyneman dan Loxley menyimpulkan bahwa kualitas sekolah dan guru nampaknya sangat berpengaruh pada prestasi akademis di seluruh dunia, dan semakin miskin suatu negara, semakin kuat pengaruh tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa belum ada penelitian yang menunjukkan adanya kaitan yang langsung dan kuat antara kurikulum dengan mutu pendidikan. Bahkan kesimpulan Heyneman dan Loxely mempertegas peranan guru dan sekolah dalam meningkatkan prestasi akademik siswa.

SIMPULAN

Penerapan kurikulum 2013 akan berimplikasi pada peningkatan mutu pendidikan di madrasah agar siap menghadapi tantangan global pendidikan. Kondisi masyarakat global yang penuh persaingan tidak dapat kita hindari, tetapi harus bersiap diri untuk menghadapi tantangan itu agar dapat mengambil manfaat dari situasi global. Kurikulum 2013 diyakini sebagai format kurikulum yang akomodatif terhadap perkembangan masyarakat yang cepat dan beragam, sehingga memungkinkan untuk mencetak lulusan yang memiliki kompetensi-kompetensi intelektual, personal, komunikatif, kinestetik, dan siap hidup dalam masyarakat yang plural.

Kurikulum yang ideal dan sesuai dengan perkembangan zaman masih harus diimbangi oleh unsur-unsur yang lain jika ingin memacu pendidikan berwawasan global untuk memiliki tingkat kualitas tinggi. Beberapa penulis mengatakan bahwa kualitas sekolah dan guru berpengaruh kuat terhadap prestasi lulusan, sebaliknya kurikulum tidak berpengaruh secara konsisten terhadap prestasi belajar. Maka di Indonesia untuk meningkatkan kualitas pendidikan, Kurikulum 2013 harus diimbangi dengan kesiapan guru, sumber daya pendidikan yang memadai, dan kepala sekolah yang berperan sebagai manajer yang baik dan menciptakan budaya sekolah agar memiliki orientasi mutu.

Penerapan kurikulum 2013 di madrasah memberikan penguatan terhadap optimalisasi budaya mengamati, bertanya, mencari data, menalar, serta mengkomunikasikan ilmu pengetahuan dalam berbagai dimensi kehidupan. Terpenting lagi adalah peserta didik dapat menyakini serta mengimani ayat-ayat kauniyah yang digunakan sebagai bahan pembelajaran.

Daftar Pustaka

Bambang Irianto, (2002), “Kurikulum Berbasis Kompetensi”, Jurnal Genteng Kali, Vol 4, No. 3 dan 4, Kanwil Depdiknas Prop. Jawa Timur, Surabaya.

8

Budiono & Abbas Ghozali, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Pendidikan; Pendekatan Fungsi Produksi Pendidikan”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 020, Tahun ke-5, Desember, (Jakarta: Balitbang, Depdiknas, 1999).

(6)

Boediono & Ella Yulaelawati, (1999), “Penyusunan Kurikulum Berbasis Kemampuan Dasar: Dasar Pemikiran”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 019, Tahun ke-5, Nopember, Balitbang, Depdiknas, Jakarta.

--- & Abbas Ghozali, (1999), “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Pendidikan; Pendekatan Fungsi Produksi Pendidikan”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 020, Tahun ke-5, Desember, Balitbang, Depdiknas, Jakarta.

Djoko Saryono, (2002), “Keutamaan Kompetensi dalam Era Globalisasi dan Implikasinya bagi Pendidikan Sekolah”, Jurnal Genteng Kali, Vol 4, No. 3 dan 4, Kanwil Depdiknas Prop. Jawa Timur, Surabaya.

--- dan Kristono AR., (2002), “Nalar Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi”, Jurnal Genteng Kali, Vol 4, No. 3 dan 4, Kanwil Depdiknas Prop. Jawa Timur, Surabaya.

Masdjudi, (1999), “Menggusur Kurikulum Padat”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 018, Tahun ke-5, September, Balitbang, Depdiknas, Jakarta.

M. Ansyar, (2001), “Pengembangan Kurikulum dari Materi Pelajaran ke Pengalaman Belajar”, Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 8, No. 1, Pebruari 2001, LPTI-ISPI, Malang.

Nana Syaodih Soekmadinata, (1999), Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya, Bandung.

N. Djamil Ibrahim, “Persepsi Transparansi Global dalam Kurikulum”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 019, Tahun ke-5, Nopember, Balitbang, Depdiknas, Jakarta.

Soekamto, (2000), “Evaluasi Kurikulum1994 menurut Persepsi Guru dan Siswa SMU”, Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 7, No. 1, Pebruari 2000, LPTI-ISPI, Malang.

Referensi

Dokumen terkait

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. (2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakukan khusus untuk memperoleh

[r]

Dalam undang-undang perbankan No.10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan tujuan dan kesepakatan pinkjam meminjam

To handle failures of nodes, HDFS effectively uses data replication of file blocks across multiple Hadoop cluster.. nodes, thereby avoiding any data loss during

Pada penulisan ilmiah ini penulis mencoba membuat suatu aplikasi secara komputerisasi pada Toko Mega Cellular Bekasi yang digunakan dalam pencatatan penjualan. Penulis

(3) Gaji dan penghasilan lain para anggota Direksi ditetapkan oleh Menteri dengan mengingat ketentuan yang ditetapkan dengan atau berdasarkan Undang- undang. Anggota

Murtadho, Solo: Era )ntrermedia,. Rama, Ageng Pangestu, Kebudayaan Jawa: Ragam Kehidupan Kraton dan Masyarakat di Jawa - , Yogyakarta: Cahaya Ningrat,. Rickelfs, M.C.,

Pengembangan kurikulum merupakan kegiatan yang penting yang harus dilakukan dalam rangka mengasilkan kurikulum yang baik, sebab kurikulum merupakan suatu