• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA DALAM PERCAKAPAN FILM SANG PEMIMPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA DALAM PERCAKAPAN FILM SANG PEMIMPI"

Copied!
210
0
0

Teks penuh

(1)

i

KETERAMPILAN MENYIMAK DAN BERBICARA,

DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS X SEMESTER 2 SMA

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Oniek Lieuska Paramitha NIM 092110025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2014

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTO

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucap-kanlah perkataan yang benar” (al-Ahzab ayat 70).

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini penulis persembahkan untuk semua insan peminat yang mengindahkan ilmu pragmatik, semoga dapat menjadi bahan perben-daharaan pustaka.

(6)

vi

Alhamdulillah, itulah kalimat tahmid yang penulis ucapkan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah Swt. yang telah memberikan berbagai kenikmatan usaha dan doa penulis dalam penyusunan skripsi ini dapat membuahkan hasil. Skripsi dengan judul “Penerapan Prinsip Kesantunan Berbahasa dalam Percakapan Film Sang Pemimpi Sutradara Riri Riza, Relevansinya sebagai Bahan Pembelajaran Keterampilan Menyimak dan Berbicara, dan Skenario Pembelajarannya di Kelas X Semester 2 SMA” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata I pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari campur tangan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan ke-sempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di Universitas Muhammadiyah Purworejo dengan fasilitas yang nyaman.

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo yang mendukung penyusunan skripsi ini. Tanpa dukungan beliau, skripsi ini belum layak untuk dijadikan perbendaharaan pustaka di universitas.

(7)
(8)

viii

Keterampilan Menyimak dan Berbicara, dan Skenario Pembelajarannya di Kelas X Semester 2 SMA”. Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. FKIP, Universitas Muhammadiyah Purworejo. 2014

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) bentuk pematuhan prinsip kesantunan berbahasa dalam percakapan film Sang Pemimpi sutradara Riri Riza; (2) bentuk pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa dalam percakapan film Sang Pemimpi sutradara Riri Riza; (3) relevansi prinsip kesantunan berbahasa dalam percakapan film

Sang Pemimpi sutradara Riri Riza dengan pembelajaran keterampilan menyimak dan

berbicara di kelas X semester 2 SMA; dan (4) skenario pembelajaran keterampilan menyi-mak dan berbicara di SMA dengan menerapkan prinsip kesantunan berbahasa dalam per-cakapan film Sang Pemimpi sutradara Riri Riza.

Secara teoretis, dalam penelitian ini digunakan pendekatan pragmatik, sedangkan secara metodologis, digunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Data berupa percakapan tokoh Arai, Ikal, dan Jimbron dalam film Sang Pemimpi. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan metode simak bebas libat cakap dan catat. Analisis dilakukan dengan metode padan dan metode agih. Hasil analisis data disajikan dengan metode informal.

Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa (1) bentuk pematuhan prinsip kesantunan berbahasa tokoh Arai, Ikal, dan Jimbron dalam percakapan film Sang Pemimpi sutradara Riri Riza yang ditemukan oleh penulis adalah bentuk pematuhan maksim: kearifan, kedermawanan, pujian, kerendahan hati, kesepakatan, dan simpati dengan variasi bentuk yang bermacam-macam; (2) bentuk pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa tokoh Arai, Ikal, dan Jimbron dalam percakapan film Sang Pemimpi sutradara Riri Riza yang ditemukan oleh penulis adalah bentuk pelanggaran maksim: kearifan, pujian, dan kesepakatan; (3) relevansi prinsip kesantunan berbahasa yang dipatuhi dan dilanggar oleh tokoh Arai, Ikal, dan Jimbron dalam percakapan film Sang Pemimpi sutradara Riri Riza dengan pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara di kelas X semester 2 SMA adalah percakapan tokoh Arai, Ikal, dan Jimbron dapat digunakan sebagai bahan pem-belajaran keterampilan menyimak dan berbicara. Kompetensi dasar yang dipilih terdapat dalam silabus adalah 9.2 menyimpulkan isi informasi yang didengar melalui tuturan tidak langsung (rekaman atau teks yang dibacakan) dan 10.1 memberikan kritik terhadap informasi dari media cetak dan atau media elektronik; dan (4) skenario pembelajaran keterampilan menyimak KD 9.2 dan berbicara KD 10.1 pada siswa kelas X semester 2 di SMA menggunakan media film Sang Pemimpi dengan mengombinasikan tiga metode pembelajaran, yaitu metode ceramah, metode diskusi mempergunakan film (Film

Talk-Back), dan metode pemberian tugas. Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP), skenario pembelajaran menyimak dan berbicara dilakukan dengan tiga langkah pembelajaran, yakni kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

Kata Kunci: kesantunan berbahasa, film Sang Pemimpi, relevansi, dan skenario

(9)

ix

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Penegasan Istilah ... 9

C. Batasan Masalah... 11

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 12

F. Sistematika Skripsi ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS A. Tinjauan Pustaka ... 16

1. Penelitian Rifa’i (2012) ... 16

2. Penelitian Fitriyanti (2011) ... 18

B. Kajian Teoretis ... 19

1. Prinsip Kesantunan Berbahasa ... 19

2. Skala Kesantunan Berbahasa ... 31

3. Karakteristik Percakapan Pemain dalam Film Sang Pemimpi... ... 34

4. Pembelajaran Keterampilan Menyimak dan Berbicara di SMA ... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 38

B. Objek Penelitian ... 39

C. Sumber Data ... 39

D. Fokus Penelitian ... 39

E. Instrumen Penelitian... 39

F. Teknik Pengumpulan Data ... 41

G. Teknik Analisis Data ... 42

(10)

x

a. Pematuhan Maksim Kearifan ... 46

b. Pematuhan Maksim Kedermawanan ... 48

c. Pematuhan Maksim Pujian ... 50

d. Pematuhan Maksim Kerendahan hati... 53

e. Pematuhan Maksim Kesepakatan ... 53

f. Pematuhan Maksim Simpati ... 56

2. Pelanggaran Kesantunan Berbahasa dalam Percakapan Film Sang Pemimpi ... 57

a. Pelanggaran Maksim Kearifan ... 57

b. Pelanggaran Maksim Pujian ... 58

c. Pelanggaran Maksim Kesepakatan ... 60

3. Relevansi Kesantunan Berbahasa dalam Percakapan Film Sang Pemimpi dengan Pembelajaran Keterampilan Menyimak dan Berbicara di SMA ... 62

4. Skenario Pembelajaran Film Sang Pemimpi Sutradara Riri Riza di Kelas X Semester 2 SMA ... 69

B. PembahasanData... 73

1. Pematuhan Kesantunan Berbahasa dalam Percakapan Film Sang Pemimpi ... 74

a. Pematuhan Maksim Kearifan ... 74

b. Pematuhan Maksim Kedermawanan ... 75

c. Pematuhan Maksim Pujian ... 76

d. Pematuhan Maksim Kerendahan hati... 78

e. Pematuhan Maksim Kesepakatan ... 78

f. Pematuhan Maksim Simpati ... 80

2. Pelanggaran Kesantunan Berbahasa dalam Percakapan Film Sang Pemimpi ... 80

a. Pelanggaran Maksim Kearifan ... 80

b. Pelanggaran Maksim Pujian ... 81

c. Pelanggaran Maksim Kesepakatan ... 83

3. Relevansi Kesantunan Berbahasa dalam Percakapan Film Sang Pemimpi dengan Pembelajaran Keterampilan Menyimak dan Berbicara di SMA ... 84

4. Skenario Pembelajaran Film Sang Pemimpi Sutradara Riri Riza di Kelas X Semester 2 SMA ... 101

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 156

B. Saran ... 159

DAFTAR PUSTAKA ... 161 LAMPIRAN

(11)

xi

Halaman

Tabel 1. Karakter Otak Kiri... 6

Tabel 2. Karakter Otak Kanan... 7

Tabel 3. Format Kartu Pencatat Data ... 40

Tabel 4. Contoh Format Pengisian Kartu Pencatat Data ... 40

Tabel 5. Kategori Pematuhan Kesantunan Berbahasa dalam Percakapan Tokoh Arai, Ikal, dan Jimbron Film Sang Pemimpi Sutradara Riri Riza ... 46

Tabel 6. Kategori Pelanggaran Kesantunan Berbahasa dalam Percakapan Tokoh Arai, Ikal, dan Jimbron Film Sang Pemimpi Sutradara Riri Riza ... 57

Tabel 7. Perbedaan Mendengar dan Mendengarkan ... 106

Tabel 8. Contoh Format Pengisian Kartu Informasi ... 109

Tabel 9. Contoh Pengisian Kriteria Merumuskan Pokok Persoalan ... 113

Tabel 10. Rubrik Penilaian Aspek Menyimak Lembar Kerja Kelompok Siswa .. 137

Tabel 11. Rubrik Penilaian Aspek Berbicara Lembar Kerja Kelompok Siswa .... 138

(12)

xii

Lampiran 1. Silabus

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Lampiran 3. Data dan Instrumen Data

Lampiran 4. Kartu Bimbingan Skripsi

Lampiran 5. Surat Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi Lampiran 6. Autobiografi Penulis

Lampiran 7. Rekaman CD Berisi Film Sang Pemimpi dan Soal Uji Keterampilan Menyimak

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, penegasan istilah, batasan masalah, rumusan ma-salah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.

A. Latar Belakang

Tawuran yang makin meningkat di kalangan pelajar bukan hal yang positif. Penyebab tawuran antarpelajar terkadang persoalan yang sepele, misalnya saling mengejek. Dampak yang diperoleh adalah korban tawuran ada yang meninggal dunia seperti yang pernah terjadi di Jakarta. Aksi tawuran antara pelajar SMA N 6 dan SMA N 70, Bulungan, Jakarta Selatan, yang telah menewaskan Alawy, pelajar SMA N 6 Jakarta Selatan (Suara Merdeka, 2012: 2).

Pemerhati pendidikan anak misalnya Seto Mulyadi, mengatakan bahwa pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan pendidikan tidak tegas dalam menangani kasus kekerasan di kalangan pelajar sehingga kasus serupa terus terulang (Suara Merdeka, 2012: 9). Kita prihatin melihat aksi negatif pelajar melalui media cetak yang banyak memberitakan tawuran antarpelajar. Para pelajar yang seharusnya belajar, justru sering tawuran antara satu sekolah dan sekolah yang lain. Selain tawuran, ada juga aksi pelajar SMP membunuh teman lantaran dipicu saling mengejek satu sama lain melalui pesan singkat telepon seluler di Purbalingga. Mohamad Ardian, siswa SMP 2 Rembang, Purbalingga tewas aki-bat ditusuk temannya, Nn di halaman sekolah setempat pada hari Sabtu tanggal 22 September 2012 (Suara Merdeka, 2012: 13).

(14)

Perkelahian antarpelajar yang terjadi di berbagai daerah akhir-akhir ini merupakan tanda bahwa pendidikan perlu ditinjau ulang. Pendidikan telah dinilai belum maksimal membangun karakter siswa. Tujuan pendidikan nasional berdasarkan Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab” (Depdikbud,

2009: 6).

Tujuan pendidikan nasional tersebut jelas bahwa pendidikan karakter merupakan bagian dari proses pendidikan. Namun, pada penerapan di lapangan pendidikan karakter tersebut tidak dilakukan secara maksimal di sekolah. Salah satu aspek pembentukan karakter siswa adalah sikap sopan santun. Pembentukan karakter siswa untuk menjadi siswa yang memiliki sikap sopan santun dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan di sekolah, di rumah, dan di lingkungan tempat tinggal dapat ditanamkan melalui proses pembiasaan. Proses pembiasaan ini akan berhasil secara efektif jika dilakukan kerja sama antara peran orang tua di rumah dan peran sekolah. Teknik-teknik yang dapat dilakukan me-lalui penerapan penanaman sikap sopan santun dalam semua bidang pelajaran, terkhusus mata pelajaran Bahasa Indonesia karena siswa dituntut untuk meng-gunakan bahasa yang santun saat berkomunikasi.

(15)

Idealnya proses pendidikan yang berlangsung di sekolah dapat menghasilkan siswa yang tidak hanya memiliki kompetensi secara intelektual, tetapi juga memiliki akhlak mulia. Dari bekal akhlak mulia ini siswa akan berkembang menjadi siswa yang baik dan memiliki karakter yang santun ketika ia ber-komunikasi. Hal ini senada dengan pendapat Pranowo (2008: 1), orang yang ketika berbicara menggunakan pilihan kata,ungkapan yang santun, struktur kalimat yang baik menandakan bahwa kepribadian orang itu memang baik. Sebaliknya, jika ada orang yang sebenarnya kepribadiannya tidak baik, meskipun berusaha berbahasa secara baik, benar, dan santun di hadapan orang lain; pada suatu saat dia tidak mampu menutup-nutupi kepribadian buruknya muncul pilihan kata, ungkapan, atau struktur kalimat yang tidak baik dan tidak santun.

Salah satu perwujudan dari sikap sopan santun adalah menghormati orang lain dengan menggunakan bahasa yang tidak meremehkan atau merendahkan orang lain. Sikap sopan ditandai dengan perilaku menghormati kepada orang yang lebih tua, menggunakan bahasa yang sopan, tidak memiliki sifat yang sombong. Sikap sopan ini tidak sekadar hanya dipelajari di rumah, tetapi sekolah perlu merancang penerapan sopan santun dalam kehidupan di sekolah. Di samping itu, sekolah berkerja sama dengan keluarga untuk berperan membiasakan sikap sopan santun bagi siswa ketika di rumah dan di lingkungan sekitar. Peran orang tua di rumah dalam membiasakan sikap sopan santun bagi siswa sangat penting mengingat sebagian besar waktu siswa lebih banyak di rumah. Sekolah menitik-beratkan pengembangan sikap sopan santun pada siswa. Dengan demikian, kerja sama yang baik antara sekolah dan orang tua dalam mendidik siswa tidak lagi

(16)

hanya sebatas pada pembagian tugas atau orang tua menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah, tetapi perlu ada kerja sama dalam pelaksanaan proses pendidikan itu sendiri.

Penerapan kesantunan berbahasa dalam proses pembelajaran di kelas X semester 2 SMA dapat dijadikan bahan untuk skenario pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara. Hasil penelitian tentang maksim kesantunan berbahasa dalam percakapan tokoh film Sang Pemimpi ini dapat dijadikan sebagai alternatif bahan pembelajaran. Penelitian ini disesuaikan dengan pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara berdasarkan kompetensi dasar 9.2 menyimpulkan isi informasi yang didengar melalui tuturan tidak langsung (rekaman atau teks yang dibacakan) dan 10.1 memberikan kritik terhadap informasi dari media cetak dan atau elektronik. Hasil perpaduan penelitian antara bahasa dan sastra ini digunakan untuk membantu kegiatan komunikasi sehari-hari siswa yang menerapkan kesantunan berbahasa setelah siswa mendapatkan pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara di kelas X semester 2 SMA. Pemilihan bahan pem-belajaran yang diambil dari contoh tuturan dalam percakapan film ini sekaligus dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa siswa yang santun.

Salah satu penerapan kesantunan berbahasa dalam kehidupan dapat ditemu-kan dalam film. Film merupaditemu-kan gambar-gambar dalam bingkai yang diproyeksi-kan melalui lensa proyektor secara mediproyeksi-kanis sehingga pada layar terlihat gambar itu bergerak. Film bergerak dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan visual yang terus berlanjut. Kemampuan film melukiskan gambar hidup dan suara

(17)

memberinya daya tarik tersendiri. Film pada umumnya digunakan untuk tujuan hiburan, dokumentasi, dan pendidikan. Media ini dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan ke-terampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu, dan mempengaruhi sikap (Arsyad, 2011: 49). Hal ini menandakan film sebagai media komunikasi sosial yang terbentuk dari penggabungan dua indera, yakni penglihatan dan pendengaran dengan tema sebuah cerita yang mengungkapkan realita sosial terjadi di sekitar lingkungan.

Sang Pemimpi sebagai salah satu film sutradara Riri Reza merupakan

suguh-an efektif dalam proses belajar mengajar ysuguh-ang dapat memberi rasa menghibur dsuguh-an menarik untuk ditonton semua kalangan. Tuturan tokoh diungkapkan dengan sin-diran dan pujian dalam percakapan film Sang Pemimpi. Di dalam sebuah film, terdapat adegan-adegan yang memuat dialog, latar, karakter tokoh, dan konteks yang melingkupinya. Unsur film Sang Pemimpi mengarah pada prinsip kesantun-an berbahasa. Prinsip keskesantun-antunkesantun-an dalam tuturkesantun-an terkadkesantun-ang diabaikkesantun-an oleh partisi-pan dalam mengutarakan maksud tertentu. Dalam percakapartisi-pan tokoh film Sang

Pemimpi ini terdapat tuturan yang mematuhi dan melanggar prinsip kesantunan

berbahasa.

Berkaitan dengan hal di atas, penulis mengkaji analisis maksim prinsip ke-santunan berbahasa dan mengkaitkan dengan skenario pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara di SMA. Kesantunan berbahasa dalam percakapan film

(18)

variasi pembelajaran. Adanya variasi pembelajaran ini membantu guru untuk memaksimalkan fungsi otak siswa. Suroso (2010: 11) menerangkan bahwa bagian-bagian otak dan fungsinya masing-masing sebagai berikut.

1. Korteks prefrontal berfungsi sebagai proses berpikir. 2. Korteks motor berfungsi mengendalikan aktivitas.

3. Lobus temporal berfungsi sebagai pusat pendengaran di otak. 4. Lobus parietal berfungsi menangani kemampuan spasial. 5. Lobus oksipital berfungsi sebagai pusat penglihatan.

6. Serebelum (otak kecil) berperan penting dalam penyesuaian postur dan ke-seimbangan.

7. Amigdala, hipocampus, dan caudate nucleus berfungsi menyebarkan pesan-pesan penting di berbagai bagian otak.

Otak sebagai organ tubuh yang paling penting dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu otak kanan dan otak kiri (Suroso, 2010: 2). Santoso dalam bukunya

Right Brain for Kids menyatakan bahwa karakter masing-masing belahan otak

secara rinci sebagai berikut (Suroso, 2010: 4).

Tabel 1 Karakter Otak Kiri

Karakter Ciri Otak Kiri

Rasional Orientasi terhadap hal yang sudah terjadi

Matematis Orientasi pada hal yang bisa dihitung

Analitis Kecenderungan menganalisis

Detailed Kecenderungan pada detail-detail

Controlled Kecenderungan mengontrol

Objective Orientasi pada tujuan akhir

Realistic Kecenderungan pada yang nyata

Dominant Kecenderungan pada maksimalisasi

(19)

Directed Kecenderungan pada hal-hal jasmani

Active Kecenderungan melakukan lebih dahulu

Reading Kemampuan membaca

Writing Kemampuan menulis

Naming Kemampuan memberi identitas

Sequential Orientasi pada tahapan

Ordering Orientasi pada perintah

Abstract Orientasi penggambaran tanpa bentuk

Explicit Kecenderungan pada ketegasan

Verbal Kecenderungan secara lisan

Successive Kecenderungan berurutan

Speech Kemampuan berkata-kata

Differential Kecenderungan perbedaan

Deductive Kecenderungan menyimpulkan

Convergent Kecenderungan menghimpun

Discrete Kecenderungan berciri lain

Historical Orientasi pada sejarah

Eye Orientasi pada indera penglihatan

Western Orientasi pada pola pikir

Tabel 2

Karakter Otak Kanan

Karakter Ciri Otak Kanan

Relational Orientasi pada hubungan-hubungan

Special Orientasi ruang dan bentuk dimensi

Musical Kemampuan mengerti musik

Acoustic Kecenderungan menyerap bunyi

Holistic Pandangan yang meyeluruh

Multiple Kecenderungan penggandaan

Artistic Orientasi pada keindahan

Symbolic Orientasi pada simbol-simbol

Imaginative Kecenderungan berimajinasi

Simultaneous Kecenderungan secara tetap

Continuous Tindakan yang berlanjut

Emotional Orientasi pada otak emosional

Senseous Orientasi pada perasaan

Intuitive Orientasi penggunaan intuisi

Creative Orientasi pada kreativitas

(20)

Timeless Tidak terikat waktu

Spiritual Orientasi pada kejiwaan

Divergent Kecenderungan berbeda

Metaphoric Kemampuan pada hal tak kasat mata

Qualitative Orientasi pada kualitas

Subjective Orientasi pada proses

Receptive Orientasi pada sikap membuka diri

Horizontal Orientasi pada pemikiran menyamping

Synthetic Kecenderungan meniru

Concrete Kecenderungan pada hal konkret

Facial Recognition Kemampuan pengenalan tampilan

Coraprochensive Orientasi berpikir luas

Impulsive Kemampuan bertindak tanpa rencana

Existential Kemampuan menampilkan diri

Perception of abstract patterns Persepsi pada pola-pola abstrak Recognition of complex figures Pengenalan pada pola yang kompleks

Dengan kata lain, pengelompokan karakter yang berbeda antara otak kanan dan otak kiri secara singkat bahwa otak kanan menekankan rima, irama, musik, gambar, dan imajinasi, sedangkan otak kiri menekankan kata-kata, logika, angka, hitungan, dan urutan. Dengan demikian, kesantunan berbahasa dalam percakapan film Sang Pemimpi yang dikaitkan dengan skenario pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara di SMA mengacu pada keseimbangan otak siswa. Film

Sang Pemimpi sebagai salah satu bagian dari kesenian dan materi berkenaan

dengan prinsip kesantunan berbahasa yang disampaikan oleh guru sesuai dengan standar kompetensi dapat lebih mengoptimalkan otak kanan siswa. Prinsip kesantunan berbahasa dapat mempengaruhi sikap siswa secara emosional. Pengoptimalan otak kiri siswa dapat ditunjukkan melalui analisis dan pengung-kapan kembali materi yang telah disimak. Pengoptimalan otak kanan dan otak kiri ini dibutuhkan oleh siswa untuk mengembangkan karakter yang santun sehingga

(21)

siswa dapat memilih dan menerapkan tuturan yang santun saat berinteraksi dengan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

B. Penegasan Istilah

Agar tidak terjadi kesalahan interpretasi, penulis menjabarkan cakupan dan batasan operasional terhadap beberapa istilah yang menjadi judul penelitian. Di bawah ini dipaparkan definisi operasional istilah-istilah yang ada pada judul penelitian ini.

1. Prinsip Kesantunan Berbahasa

Teori kesantunan berbahasa banyak dicetuskan oleh para ahli seperti Nadar (2009), Tarigan (2009), Rustono (1999), Hwang (2007) dan Leech (2011). Istilah santun berbahasa menurut Leech (2011: 124) adalah prinsip sopan santun harus menjaga keseimbangan sosial dan keramahan hubungan, karena hanya dengan hubungan-hubungan yang demikian dapat mengharapkan bahwa peserta yang lain akan bekerja sama. Penulis menggunakan prinsip kesantunan berbahasa menurut Leech untuk menyesuaikan isi analisis penelitian ini. Prinsip kesantunan berbahasa dalam konteks judul penelitian ini mengacu pada tuturan yang diterapkan oleh penutur dan mitra tutur agar lebih santun.

2. Percakapan

Istilah mengenai percakapan dijelaskan oleh Rustono (1999: 47) adalah interaksi verbal yang berlangsung secara tertib dan teratur dan melibatkan dua pihak atau lebih guna mencapai tujuan tertentu sebagai wujud peristiwa komunikasi. Rustono menganggap prinsip percakapan meliputi dua, yaitu

(22)

prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan. Dalam penelitian ini, digunakan prinsip kesantunan dalam percakapan yang mengacu pada produk bahasa berupa tuturan tokoh dalam film Sang Pemimpi sutradara Riri Riza.

3. Pembelajaran Keterampilan Menyimak dan Berbicara

Hasil analisis tentang penerapan prinsip kesantunan berbahasa dalam percakapan film Sang Pemimpi sutradara Riri Riza akan dihubungkan dan dijadikan bahan pembelajaran kesantunan berbahasa di sekolah. Dalam hal ini, jenjang pendidikan yang dipilih adalah kelas X semester 2 SMA dengan kompetensi dasar 9.2 Menyimpulkan isi informasi yang didengar melalui tuturan tidak langsung (rekaman atau teks yang dibacakan) dan 10.1 Memberikan kritik terhadap informasi dari media cetak dan atau elektronik. Dalam menyimpulkan isi informasi melalui tuturan dan menyampaikan pen-dapat atau kritik menerapkan kesantunan berbahasa.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa judul “Penerapan Prinsip

Kesantunan Berbahasa dalam Percakapan Film Sang Pemimpi Sutradara Riri Riza, Relevansinya sebagai Bahan Pembelajaran Keterampilan Menyimak dan Berbicara, dan Skenario Pembelajarannya di Kelas X Semester 2 SMA” merupa-kan analisis terhadap penerapan prinsip kesantunan berbahasa meliputi enam maksim kesantunan dalam percakapan film Sang Pemimpi sutradara Riri Riza dan hasil analisis dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran kesantunan berbahasa dalam skenario pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara di kelas X semester 2 SMA.

(23)

C. Batasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian ini tidak meluas, penulis perlu mem-berikan batasan masalah. Pembatasan masalah dalam penelitian ini meliputi: 1. penelitian ini hanya terbatas pada tuturan tokoh Arai, Ikal, dan Jimbron dalam

percakapan film Sang Pemimpi sutradara Riri Riza yang termasuk kategori pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa;

2. data yang dipilih sebagai bahan pembelajaran, hanya data yang sesuai dengan pembelajaran menyimak dan berbicara bagi siswa kelas X semester 2 SMA.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah yang penulis angkat dalam penelitian dipaparkan dalam kalimat pertanyaan berikut ini.

1. Bagaimana bentuk pematuhan prinsip kesantunan berbahasa dalam percakap-an film Spercakap-ang Pemimpi sutradara Riri Riza?

2. Bagaimana bentuk pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa dalam per-cakapan film Sang Pemimpi sutradara Riri Riza?

3. Bagaimana relevansi prinsip kesantunan berbahasa dalam percakapan film

Sang Pemimpi sutradara Riri Riza dengan pembelajaran keterampilan

menyimak dan berbicara di kelas X semester 2 SMA?

4. Bagaimana skenario pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara di kelas X semester 2 SMA dengan menerapkan prinsip kesantunan berbahasa dalam percakapan film Sang Pemimpi sutradara Riri Riza?

(24)

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Di bawah ini dipaparkan tujuan dan kegunaan penelitian. 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan:

a. bentuk pematuhan prinsip kesantunan berbahasa dalam percakapan film

Sang Pemimpi sutradara Riri Riza;

b. bentuk pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa dalam percakapan film

Sang Pemimpi sutradara Riri Riza;

c. relevansi prinsip kesantunan berbahasa dalam percakapan film Sang

Pemimpi sutradara Riri Riza dengan pembelajaran keterampilan menyimak

dan berbicara di kelas X semester 2 SMA; dan

d. skenario pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara di kelas X semester 2 SMA dengan menerapkan prinsip kesantunan berbahasa dalam percakapan film Sang Pemimpi sutradara Riri Riza.

2. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki kegunaan teoretis dan praktis. Kegunaan tersebut dipaparkan di bawah ini.

a. Kegunaan Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini dapat bermanfaat di bidang ilmu pragmatik dan pendidikan. Di bidang ilmu pragmatik, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan kajian pragmatik pada umumnya dan prinsip kesantunan berbahasa pada khususnya, terutama percakapan yang

(25)

ada di film. Di bidang pendidikan, penelitian ini bermanfaat untuk menam-bah konsep materi dalam bidang kesantunan bermenam-bahasa.

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis, manfaat penelitian ini dapat memberikan terobosan baru untuk menggunakan film sebagai media pembelajaran menyimak dan berbicara di kelas X semester 2 SMA. Penelitian ini juga dapat memberi-kan petunjuk menunjang pengetahuan tentang kesantunan berbahasa dalam percakapan sehari-hari.

F. Sistematika Skripsi

Penulisan skripsi ini disusun sesuai dengan format yang telah ditetapkan oleh universitas. Berikut ini dipaparkan sistematika penulisan skripsi.

Secara garis besar, skripsi ini terbagi ke dalam tiga bagian: bagian awal, ba-gian isi, dan baba-gian akhir. Pada baba-gian awal, penulis menyertakan halaman judul, lembar persetujuan pembimbing, pengesahan penguji, surat pernyataan keauten-tikan karya, moto dan persembahan, prakata, abstrak, daftar isi, daftar tabel, dan daftar lampiran.

Bagian isi terbagi ke dalam lima bab. Bab I adalah pendahuluan yang memuat latar belakang, penegasan istilah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan skripsi. Latar belakang berisi hal atau permasalahan yang menjadi alasan mengapa penelitian mengenai kesantunan berbahasa dalam percakapan film Sang Pemimpi sutradara Riri Riza layak diteliti. Pada penegasan istilah, dijabarkan definisi istilah yang dipakai da-lam judul serta pembatasannya. Selanjutnya, subbab tujuan dan kegunaan

(26)

peneliti-an menjelaskpeneliti-an tujupeneliti-an penelitipeneliti-an dpeneliti-an mpeneliti-anfaatnya, baik secara teoretis maupun praktis. Subbab sistematika skripsi memaparkan urutan penyusunan laporan pe-nelitian dalam skripsi ini.

Bab II berisi tinjauan pustaka dan kajian teoretis. Tinjauan pustaka meng-uraikan relevansi antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Rifa’i (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Operasi Prinsip Sopan

Santun Tuturan SMS dalam Rubrik Njur Piye Harian Suara Merdeka Edisi Sep-tember 2011” dan Fitriyanti (2011) dalam skripsinya yang berjudul “Ungkapan

Kesantunan Imperatif antartokoh dalam Film Laskar Pelangi dan Model Pem-belajarannya di SMP”. Kajian teoretis menguraikan teori yang menjadi landasan

penelitian. Dalam kajian teori ini penulis menjabarkan pengertian prinsip kesan-tunan berbahasa, skala kesankesan-tunan berbahasa, karakteristik percakapan pemain dalam film Sang Pemimpi, pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara di SMA.

Bab III berisi metode penelitian. Metode penelitian mencakup pendekatan penelitian, objek penelitian, sumber data, fokus penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik penyajian hasil analisis data.

Bab IV berisi penyajian data beserta pembahasannya. Pada subbab penyajian data ini dipaparkan data-data yang ditemukan untuk menjawab rumusan masalah. Selanjutnya, pada subbab pembahasan data, data-data yang ditemukan tersebut dianalisis dan dideskripsikan sesuai dengan pematuhan dan pelanggaran terhadap

(27)

kesantunan berbahasa, relevansi, dan skenario pembelajaran yang menerapkan kesantunan berbahasa.

Bab V merupakan bab penutup, berisi simpulan dan saran. Simpulan me-rupakan jawaban pertanyaan atas masalah, sedangkan saran adalah rekomendasi yang disampaikan kepada pembaca berdasarkan simpulan dari penelitian ini.

Pada bagian akhir skripsi, disertakan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang mendukung penelitian ini. Termasuk di dalam lampiran adalah silabus, RPP, data dan instrumen data, kartu bimbingan skripsi, surat keputusan penetapan dosen pembimbing, dan autobiografi penulis.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS

Bab ini berisi tinjauan pustaka dan kajian teoretis. Tinjauan pustaka mengurai-kan relevansi antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu, sedangmengurai-kan kajian teoretis menguraikan teori yang menjadi landasan penelitian.

A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan kajian secara kritis terhadap penelitian terdahulu sehingga dapat diketahui perbedaan yang khas antara kajian terdahulu dengan kajian yang akan dilakukan. Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Rifa‟i (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Operasi Prinsip Sopan Santun Tuturan SMS dalam

Rubrik Njur Piye Harian Suara Merdeka Edisi September 2011” dan Fitriyanti (2011) dalam skripsinya yang berjudul “Ungkapan Kesantunan Imperatif

antartokoh dalam Film Laskar Pelangi dan Model Pembelajarannya di SMP”. Perbedaan dan kesamaan antara penelitian ini dengan kedua penelitian tersebut, penulis simpulkan sebagai berikut.

1. Muhammad Rifa‟i (2012)

Melalui skripsinya yang berjudul “Operasi Prinsip Sopan Santun Tuturan

SMS dalam Rubrik Njur Piye Harian Suara Merdeka Edisi September 2011”,

Rifa‟i menganalisis pematuhan dan pelanggaran prinsip sopan santun Leech

pada rubrik Njur Piye harian Suara Merdeka. Dari hasil pendekatan pragmatik dan analisis isinya, Rifa‟i menemukan 393 data sms dengan rincian: pematuhan

(29)

prinsip sopan santun berjumlah 300 data sms, dan 93 data selebihnya me-rupakan data sms yang termasuk pelanggaran prinsip sopan santun.

Kesamaan penelitian ini dengan penelitian Rifa‟i terletak pada teori yang

digunakan dalam menganalisis sumber data yakni sama-sama menggunakan teori prinsip kesopanan Leech. Meskipun menganalisis dengan teori yang sama, terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Rifa‟i. Perbedaan tersebut terletak pada sumber data dan tujuan penelitian. Rifa‟i

menggunakan sumber data dari harian Suara Merdeka, sebuah surat kabar dengan jangkauan terluas di Jawa Tengah, sedangkan penulis menggunakan sumber data tuturan antartokoh dalam percakapan film Sang Pemimpi sutradara Riri Riza. Tujuan penelitian Rifa‟i terbatas pada deskripsi pematuhan dan pelanggaran prinsip sopan santun, sedangkan penelitian ini dilengkapi dengan relevansinya sebagai bahan pembelajaran keterampilan menyimak dan ber-bicara serta skenario pembelajaran di kelas X semester 2 SMA.

Penelitian Rifa‟i mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan itu ter-letak pada cakupan analisis data. Dalam menguraikan analisinya, Rifa‟i

meng-gunakan bahasa yang lugas sehingga mudah dipahami, sedangkan kekurangan dalam penelitian yang dilakukan oleh Rifa‟i hasil analisis yang telah Rifa‟i

lakukan tidak dihubungkan dengan pembelajaran di sekolah. Mengingat bahwa latar belakang penulisnya, Rifa‟i berasal dari Fakultas Keguruan dan Ilmu

(30)

2. Fitriyanti (2011)

Fitriyanti (2011), mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Ahmad Dahlan melalui skripsinya yang berjudul “Ung-kapan Kesantunan Imperatif antartokoh dalam Film Laskar Pelangi dan Model Pembelajarannya di SMP” menganalisis kesantunan imperatif antartokoh

dalam film Laskar Pelangi dan aplikasi pada model pembelajaran di SMP. Dari hasil pendekatan pragmatik ditemukan bentuk kesantunan imperatif dalam interaksi antartokoh pada film Laskar Pelangi meliputi kesantunan linguistik, kesantunan pragmatik, makna pragmatik imperatif dalam interaksi antartokoh pada film Laskar Pelangi, dan model pembelajaran kesantunan imperatif yaitu model pembelajaran siswa aktif yang diintegrasikan dalam aspek berbicara kegiatan diskusi.

Kesamaan penelitian ini dengan penelitian Fitriyanti terletak pada sumber data yang digunakan dan aplikasi hasil penelitian dalam pembelajaran di sekolah. Data yang digunakan sama-sama berupa film yang berbeda judulnya dan aplikasi pembelajaran diterapkan pada jenjang pendidikan yang berbeda tingkatannya. Meskipun menggunakan sumber data yang sama, terdapat per-bedaan antara penelitian ini dengan penelitian Fitriyanti. Perper-bedaan tersebut terletak pada analisisnya. Penelitian yang dilakukan Fitriyanti hanya sekadar menganalisis kesantunan imperatif dan diperluas dengan aplikasi pem-belajarannya di SMP, sedangkan penelitian ini fokus menganalisis prinsip kesantunan berbahasa dalam percakapan antartokoh film Sang Pemimpi dengan

(31)

relevansi sebagai bahan pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara di kelas X semester 2 SMA.

B. Kajian Teoretis

Kajian teoretis merupakan penjabaran kerangka teoretis yang berupa kum-pulan materi terpilih dari berbagai sumber untuk dijadikan sebagai acuan pokok dalam membahas masalah yang diteliti. Dalam kajian teori ini penulis akan menjabarkan pengertian prinsip kesantunan berbahasa, skala kesantunan ber-bahasa, karakteristik percakapan pemain dalam film Sang Pemimpi, pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara di SMA.

1. Prinsip Kesantunan Berbahasa

Definisi kesantunan telah dikemukakan oleh beberapa pakar. Istilah santun berbahasa menurut Parera (1993: 136) adalah perilaku berbahasa yang di-sesuaikan dengan konteks percakapan atau pembicaraan. Dalam santun ber-bahasa, pelibat bicara akan memperhatikan status, umur, jenis kelamin, jabatan pelibat bicara, dan juga asal suku pelibat bicara. Santun berbahasa akan tampak dalam pilihan kata, misalnya bentuk sapaan dan salam. Rustono (1999: 19) menambahkan bahwa konteks merupakan sarana pemerjelas suatu maksud. Sarana itu meliputi dua macam, yang pertama berupa bagian ekspresi yang dapat mendukung kejelasan maksud dan yang kedua berupa situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian. Konteks terdiri atas berbagai unsur seper-ti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, perisseper-tiwa, ben-tuk amanat, kode, dan sarana (Alwi, 2003: 421). Hwang (2007: 13) menam-bahkan bahwa konteks yang terdiri dari tiga bagian, yakni konteks fisik,

(32)

konteks linguistik, dan konteks pengetahuan yang diperlukan oleh penutur dan mitra tutur untuk memberikan maksud dalam percakapan secara tepat.

Selanjutnya, Kridalaksana (2011: 119) mendefinisikan bahwa kesantunan sebagai hal memperlihatkan kesadaran akan martabat orang lain. Dasar ke-benaran bagi ungkapan kesopansantunan ialah dapatnya ungkapan-ungkapan itu secara tepat menerangkan aneka asimetris yang seperti itu, dan konsekuensi-konsekuensinya baik secara langsung maupun tidak langsung. Pertama peneliti harus menerangkan dengan mengacu pada jenis sopan santun apa yang paling penting dalam masyarakat penutur (Tarigan, 2009: 45). Tari-gan menTari-ganggap bahwa ada baiknya peneliti menghubungkan aneka tindak ilokusi secara tepat dengan aneka jenis kesopansantunan yang serasi. Leech (2011: 126) menjelaskan bahwa ada ilokusi-ilokusi yang pada dasarnya memang tidak sopan dan ada ilokusi-ilokusi yang pada dasarnya sopan. Oleh karena itu, sopan santun negatif berfungsi mengurangi ketidaksopanan ilokusi-ilokusi yang tidak sopan dan sopan santun positif bertugas membuat ilokusi-ilokusi yang sopan menjadi sesopan mungkin. Leech (2011: 124) menambahkan bahwa prinsip sopan santun harus menjaga keseimbangan sosial dan keramahan hubungan, karena hanya dengan hubungan-hubungan yang demikian dapat mengharapkan bahwa peserta yang lain akan bekerja sama.

Secara umum, prinsip sopan santun dapat dirumuskan gunakanlah sesedikit mungkin tuturan-tuturan yang mengungkapkan pendapat yang tidak sopan (Leech, 2011: 123). Alasan dicetuskannya prinsip kesantunan adalah bahwa di dalam tuturan penutur tidak cukup hanya dengan mematuhi prinsip

(33)

kerja sama. Prinsip kesantunan diperlukan untuk melengkapi prinsip kerja sama dan mengatasi kesulitan yang timbul akibat penerapan prinsip kerja sama (Rustono, 1999: 61).

Dari pendapat-pendapat ahli di atas, dapat dirumuskan bahwa prinsip kesantunan berbahasa adalah aturan dalam percakapan yang digunakan oleh penutur agar mitra tutur mendapatkan keuntungan yang sesuai dengan konteks tuturan. Mitra tutur tidak merasa dirugikan oleh penutur karena penutur berusaha untuk menciptakan tuturan yang meminimalkan ketaksantunan tutur-an dalam komunikasi sosial di masyarakat.

Secara lengkap, Leech (2011: 206) menawarkan bahwa prinsip kesantunan yang meliputi enam bidal beserta subbidalnya sebagai berikut.

a. Maksim kearifan (tact maxim) dalam ilokusi-ilokusi impositif dan komisif. Maksim kearifan ditandai sebagai berikut.

1) Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin. 2) Buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin.

b. Maksim kedermawanan (generosity maxim) dalam ilokusi-ilokusi impositif dan komisif. Maksim kedermawanan ditandai sebagai berikut.

1) Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin. 2) Buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin.

c. Maksim pujian (approbation maxim) dalam ilokusi-ilokusi ekspresif dan asertif. Maksim pujian ditandai sebagai berikut.

1) Kecamlah orang lain sesedikit mungkin. 2) Pujilah orang lain sebanyak mungkin.

(34)

d. Maksim kerendahan hati (modesty maxim) dalam ilokusi-ilokusi ekspresif dan asertif. Maksim kerendahan hati ditandai sebagai berikut.

1) Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin. 2) Kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin.

e. Maksim kesepakatan (agreement maxim) dalam ilokusi-ilokusi asertif. Maksim kesepakatan ditandai sebagai berikut.

1) Usahakan agar ketaksepakatan antara diri dan pihak lain terjadi sesedikit mungkin.

2) Usahakan agar kesepakatan antara diri dan pihak lain terjadi sebanyak mungkin.

f. Maksim simpati (sympathy maxim) dalam ilokusi-ilokusi asertif. Maksim simpati ditandai sebagai berikut.

1) Kurangilah rasa antipasti antara diri dengan lain hingga sekecil mungkin. 2) Tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan lain.

Berikut penjabaran keenam maksim prinsip kesantunan menurut Leech beserta contoh.

a. Maksim Kearifan

Petunjuk dalam bidal ini diminimalkan biaya kepada pihak lain dan memaksimalkan keuntungan kepada pihak lain. Pihak lain di dalam tuturan hendaknya dibebani biaya seringan-ringannya tetapi dengan keuntungan sebesar-besarnya (Leech, 2011: 166; Nadar, 2009: 30; Rustono, 1999: 66; Tarigan, 2009: 44; dan Wijana, 1996: 56). Pelanggaran maksim kearifan terjadi jika penutur tidak menaati maksim kearifan. Penutur selalu

(35)

menam-bah keuntungan diri sendiri dan merugikan pihak lain. Perhatikan contoh maksim kearifan di bawah ini.

Konteks : Pada hari Kamis tanggal 28 Februari 2013 pukul 08.00 WIB, diadakan acara pelepasan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Universitas Muhammadiyah Purworejo bertempat di kantor Balai Desa Pituruh. Untuk kepentingan tersebut, mahasiswa bertemu dengan Pak Lurah dan terjadilah percakapan.

Percakapan I

Mahasiswa : [1] “Kalau Bapak tidak ada kegiatan dan tidak berkeberatan, mohon kehadiran Bapak dalam acara pelepasan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Universitas Muhammadiyah Purworejo bertempat di kantor Balai Desa Pituruh pada hari Kamis tanggal 28 Februari 2013 pukul 08.00 WIB. ”

Pak Lurah : “Insya Allah saya hadir.” Percakapan II

Mahasiswa : [2] “Bapak hadir ya dalam acara pelepasan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Universitas Muhammadiyah Purworejo bertempat di kantor Balai Desa Pituruh pada hari Kamis tanggal 28 Februari 2013 pukul 08.00 WIB .”

(36)

Analisis :

Dari kedua percakapan tersebut, tuturan [1] dinilai mengurangi beban biaya kepada Pak Lurah, sedangkan tuturan [2] penutur tidak menaati maksim kearifan yang merugikan pihak lain yaitu memaksa Pak Lurah harus menuruti permintaan dari mahasiswa untuk hadir dalam acara pelepasan mahasiswa KKN. Dengan demikian, tuturan [1] dinilai mematuhi maksim kearifan, sedangkan tuturan [2] dinilai melanggar maksim kearifan. b. Maksim Kedermawanan

Bidal ini memberi penjelasan penutur meminimalkan keuntungan kepada diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan kepada pihak lain. Pihak lain di dalam tuturan hendaknya diupayakan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, sementara itu penutur hendaknya berupaya mendapatkan keuntungan yang sekecil-kecilnya (Leech, 2011: 209; Nadar, 2009: 30; Rustono, 1999: 67; Tarigan, 2009: 77; dan Wijana, 1996: 57). Maksim kedermawanan diharapkan para peserta tutur dapat menghormati orang lain dengan baik. Penghormatan kepada orang lain dapat terjadi apabila orang dapat mengurangi kadar keuntungan bagi diri sendiri dan memaksimalkan kadar keuntungan bagi pihak lain dengan cara mengutamakan kepentingan bagi orang lain. Pelanggaran maksim kedermawanan terjadi apabila peserta tutur menambah keuntungan diri sendiri dan mengurangi pengorbanan terhadap diri sendiri. Perhatikan contoh maksim kedermawanan berikut ini.

(37)

Konteks : Pada hari Selasa tanggal 12 Februari 2013 pukul 09.30 WIB, diadakan kegiatan pelantikan kaur pembangunan yang bertempat di Balai Desa Pituruh. Untuk kepentingan ter-sebut, Pak Lurah akan berangkat ke Balai Desa Pituruh bertemu dengan mahasiswa dan terjadilah percakapan. Percakapan I

Pak Lurah : “Bagaimana saya sampai ke Balai Desa agar tepat wak-tu?”

Mahasiswa : [3] “Tidak perlu khawatir, Pak. Saya dapat meminjamkan sepeda motor saya kepada Bapak.”

Percakapan II

Pak Lurah : “Bagaimana saya sampai ke Balai Desa agar tepat wak-tu?”

Mahasiswa : [4] “Jalan melewati gang alternatif saja, Pak. Kami naik sepeda motor dan menunggu Bapak di Balai Desa.” Analisis :

Tuturan [3] dinilai telah meminimalkan keuntungan kepada diri mahasiswa dengan menawarkan sepeda motor miliknya kepada Pak Lurah, sedangkan tuturan [4] dinilai melanggar maksim kedermawanan karena menguntungkan diri sendiri, yakni menyuruh Pak Lurah jalan melewati gang alternatif padahal mahasiswa menggunakan sepeda motor untuk sampai ke Balai Desa.

(38)

c. Maksim Pujian

Bidal ini menyarankan penutur agar meminimalkan penjelekan kepada pihak lain dan memaksimalkan pujian kepada pihak lain (Leech, 2011: 211; Nadar, 2009: 30; Rustono, 1999: 68; Tarigan, 2009: 79; dan Wijana, 1996: 57). Pelanggaran maksim penghargaan terjadi jika penutur menambah penjelekan pada orang lain dan mengurangi pujian pada orang lain. Perhatikan contoh maksim pujian berikut ini.

Konteks : Pada hari Jumat tanggal 1 Februari 2013 pukul 09.00 WIB, kedatangan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Universitas Muhammadiyah Purworejo disambut oleh Lurah dan warga desa. Untuk kepentingan menginap selama kegiatan KKN berlangsung, mahasiswa bertemu dengan Pak Lurah dan terjadilah percakapan.

Percakapan I

Pak Lurah : “Maaf, seadanya. Ada dua rumah kosong yang masih layak huni, satu untuk mahasiswa laki–laki dan satu untuk mahasiswa perempuan. Silakan menginap di rumah itu.”

Mahasiswa : [5] “Ya. Terima kasih, Pak. Kami senang bisa menempati rumah ini.”

Percakapan II

Pak Lurah : “Maaf, seadanya. Ada dua rumah kosong yang masih layak huni, satu untuk mahasiswa laki–laki dan satu

(39)

untuk mahasiswa perempuan. Silakan menginap di rumah itu.”

Mahasiswa : [6] “Terima kasih, rumah kosong ini sungguh angker dan kotor .”

Analisis :

Tuturan [5] mematuhi maksim pujian karena meminimalkan penjelekan kepada pihak lain dengan ucapan terima kasih walau rumah kosong itu memang angker dan kotor, sedangkan tuturan [6] dinilai melanggar maksim pujian karena memaksimalkan penjelekan terhadap pihak lain dengan mengatakan bahwa rumah kosong itu sangat angker dan kotor.

d. Maksim Kerendahan Hati

Bidal ini menyarankan penutur agar meminimalkan pujian kepada diri sendiri dan memaksimalkan penjelekan kepada diri sendiri. Dalam bidal ini penutur merendahkan diri agar tidak terkesan sombong (Leech, 2011: 214; Nadar, 2009: 30; Rustono, 1999: 69; Tarigan, 2009: 80; dan Wijana, 1996: 58). Maksim kerendahan hati berpusat pada diri sendiri. Maksim ini menuntut setiap penutur untuk meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Orang yang dianggap santun dalam maksim ini adalah orang yang bersikap rendah hati. Pelanggaran maksim kerendahan hati terjadi jika mitra tutur memaksimalkan rasa hormat pada diri sendiri yang terkesan menyombong-kan diri. Perhatimenyombong-kan contoh maksim kerendahan hati berikut ini.

Konteks : Pada hari Sabtu tanggal 23 Februari 2013 pukul 09.00 WIB, diadakan kegiatan lomba memasak bertempat di kantor Balai

(40)

Desa Pituruh. Untuk kepentingan tersebut, mahasiswa selaku panitia memberikan arahan dan dukungan kepada semua kelompok kemudian terjadilah percakapan.

Percakapan I

Mahasiswa : “Wah, kompak sekali kelompok dukuh pesantren yang paling rapi, bersih dan selesai tepat waktu. ”

Ibu : [7] “Alhamdulillahirrabbil’alamin, terima kasih. Itu juga atas dukungan dari Mbak UMP.”

Percakapan II

Mahasiswa : “Wah, kompak sekali kelompok dukuh pesantren yang paling rapi, bersih dan selesai tepat waktu. ”

Ibu : [8] “Ya inilah Ibu-Ibu paling handal memasak.” Analisis :

Tuturan [7] dinilai mematuhi maksim kerendahan hati karena me-maksimalkan penjelekan kepada diri sendiri walau mendapat pujian dari penutur, sedangkan tuturan [8] melanggar maksim kerendahan hati karena memaksimalkan pujian kepada diri sendiri yang seolah-olah Ibu itu terlihat sombong setelah dipuji mahasiswa.

e. Maksim Kesepakatan

Bidal ini memberi penjelasan penutur meminimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dan pihak lain dan memaksimalkan kesetujuan antara diri sendiri dan pihak lain (Leech, 2011: 218; Nadar, 2009: 30; Rustono, 1999: 69; Tarigan, 2009: 82; dan Wijana, 1996: 59). Pelanggaran terhadap maksim

(41)

kesepakatan ini sebagai akibat salah seorang mitra tutur meminimalkan kecocokan antara penutur dengan lawan tutur dan memaksimalkan ketidakcocokan antara penutur dengan lawan tutur. Perhatikan contoh maksim kesepakatan di bawah ini.

Konteks : Pada hari Senin tanggal 18 Februari 2013 pukul 10.00 WIB, diadakan kegiatan PKK bertempat di rumah Bu Bayan. Untuk kepentingan tersebut, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Universitas Muhammadiyah Purworejo diminta untuk mengisi kegiatan PKK oleh Bu Bayan kemudian terjadilah percakapan.

Percakapan I

Bu Bayan : “Nanti ada kegiatan PKK, mohon mbak UMP mengisi dengan tema keharmonisan rumah tangga dalam kegiatan tersebut yang bertempat di rumah saya.”

Mahasiswa : [9] “Insya Allah, kami siap mengisi kegiatan PKK.” Percakapan II

Bu Bayan : “Nanti ada kegiatan PKK, mohon mbak UMP mengisi dengan tema keharmonisan rumah tangga dalam kegiatan tersebut yang bertempat di rumah saya.”

(42)

Analisis :

Tuturan [9] dinilai santun karena mematuhi maksim kesepakatan yakni dengan mensetujui permintaan Bu Bayan untuk mengisi kegiatan PKK, sedangkan tuturan [10] dinilai melanggar maksim kesepakatan karena memaksimalkan ketidaksetujuan antara diri sendiri dengan pihak Bu Bayan. f. Maksim Simpati

Bidal ini memberi penjelasan hendaknya penutur meminimalkan antipati antara diri sendiri dan pihak lain dan memaksimalkan simpati antara diri sendiri dan pihak lain (Leech, 2011: 219; Nadar, 2009: 31; Rustono, 1999: 70; Tarigan, 2009: 82; dan Wijana, 1996: 60). Jika mitra tutur mendapatkan kesuksesan atau kebahagiaan, penutur wajib memberikan ucapan selamat. Bila lawan tutur mendapat kesusahan, atau musibah penutur layak berduka, atau mengutarakan bela sungkawa sebagai tanda kesimpatian. Pelanggaran pelaksanaan maksim simpati terjadi jika penutur menambah antipati antara diri sendiri dengan orang lain dan mengurangi kesimpatian antara diri sendiri dengan orang lain. Perhatikan contoh maksim simpati berikut ini. Konteks : Pada hari Kamis tanggal 7 Februari 2013 pukul 11.00 WIB,

mahasiswa KKN mengikuti takziyah di Dukuh Krajan. Dalam hal ini, mahasiswa bertemu dengan yang sedang berduka dan terjadilah percakapan.

Percakapan I

Mahasiswa : [11] “Dari lubuk hati yang dalam, kami ikut berduka atas meninggalnya Bapak Heri. Semoga amal ibadah

(43)

diterima di sisi Allah.”

Orang : “Terima kasih.” Percakapan II

Mahasiswa : [12] “Alhamdulillah, akhirnya Bapak Heri meninggal dunia.”

Orang : “Terima kasih.” Analisis :

Dalam konteks tersebut, tuturan [11] mahasiswa santun dan telah mematuhi maksim simpati karena memaksimalkan simpati antara diri sendiri dan pihak lain mengenai berbela sungkawa atas meninggalnya Bapak Heri, sedangkan tuturan [12] mahasiswa dinilai melanggar maksim simpati karena mahasiswa membuat orang yang sedang berduka itu merasa tidak nyaman atas tuturan [12] tesebut yang meminimalkan simpati antara diri sendiri dan pihak lain.

Penjelasan dan contoh di atas menggambarkan bahwa prinsip kesantunan Leech memudahkan penulis mengidentifikasi tuturan dalam percakapan film

Sang Pemimpi. Oleh karena itu, penulis memilih prinsip kesantunan berbahasa

menurut Leech sebagai acuan analisis. 2. Skala Kesantunan Berbahasa

Skala pengukur peringkat kesantunan berbahasa yang masih digunakan sebagai acuan yaitu skala kesantunan menurut Leech. Realisasi konsep kesantunan akhirnya menyangkut apakah suatu tuturan itu lebih santun atau kurang santun. Dengan adanya konsep itu penilaian atas suatu tuturan dapat

(44)

dilakukan. Pengukuran kesantunan tuturan itu didasarkan pada suatu skala, yaitu rentangan tingkatan untuk menentukan sesuatu. Skala kesantunan berarti rentangan tingkatan untuk menentukan kesantunan suatu tuturan. Makin tinggi tingkatan di dalam kesantunan, makin santunlah suatu tuturan. Sebaliknya, kurang santunlah suatu tuturan yang berada pada tingkatan skala kesantunan yang rendah.

Leech menuturkan tiga macam skala yang dapat digunakan untuk meng-ukur atau menilai kesantunan suatu tuturan berkenaan dengan bidal ketimbang-rasaan prinsip kesantunan. Berikut uraian ketiga skala kesantunan tersebut (Rustono, 1999: 72).

a. Skala Biaya Keuntungan

Skala biaya keuntungan atau skala untung rugi berupa rentangan tingkatan untuk menghitung biaya dan keuntungan di dalam melakukan suatu tindakan berkenaan dengan penutur dan mitra tuturnya. Makna skala biaya keuntungan itu adalah makin memberikan beban biaya (sosial) kepada mitra tutur makin kurang santunlah tuturan itu. Sebaliknya, makin memberikan keuntungan kepada mitra tutur, makin santunlah tuturan itu. Tuturan yang memberikan keuntungan kepada penutur merupakan tuturan yang kurang santun. Sementara tuturan itu, tuturan yang membebani biaya (sosial) yang besar kepada penutur merupakan tuturan yang santun (Rustono, 1999: 72).

(45)

b. Skala Keopsionalan

Skala keopsionalan adalah rentangan pilihan untuk menghitung jumlah pilihan tindakan bagi mitra tutur. Makna skala keopsionalan itu adalah makin memberikan banyak pilihan kepada mitra tutur makin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, makin tidak memberikan pilihan tindakan kepada mitra tutur, makin kurang santunlah tuturan itu (Rustono, 1999: 73).

Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang akan latihan drama sedang meminta pelatih datang untuk memberikan latihan drama. Mahasiswa itu menuturkan tuturan bermaksud meminta pelatih datang, yakni „kalau tidak

lelah, ada waktu, dan tidak berkeberatan, sudikah Bapak datang melatih drama kelompok kami‟. Tuturan mahasiswa tersebut dianggap santun

ka-rena tuturan itu memberikan pilihan di dalam jumlah yang paling banyak. c. Skala Ketaklangsungan

Skala ketaklangsungan menyangkut ketaklangsungan tuturan. Skala ini berupa rentangan ketaklangsungan tuturan sebagai indikator kesantunannya. Makna skala ketaklangsungan itu adalah makin tak langsung, makin san-tunlah tuturan itu. Sebaliknya, makin langsung, makin kurang sansan-tunlah tuturan itu (Rustono, 1999: 75).

Leech (2011: 194) menambahkan bahwa tiga skala yang menunjukkan derajat kearifan yang sesuai dengan situasi percakapan tertentu sebagai be-rikut.

1) Skala untung-rugi, pada skala ini diperkirakan untung-rugi tindakan tuturan bagi penutur atau bagi mitra tutur.

(46)

2) Skala kemanasukaan, skala ini mengurut ilokusi-ilokusi menurut jumlah pilihan yang diberikan oleh penutur kepada mitra tutur.

3) Skala ketaklangsungan, dari sudut pandangan penutur skala ini mengurut ilokusi-ilokusi menurut panjang jalan yang menghubungkan tindak ilokusi dengan tujuan ilokusi, sesuai dengan analisis cara-tujuan.

Untuk kepentingan penelitian ini, skala yang digunakan untuk mengukur nilai kesantunan tuturan dalam percakapan adalah skala biaya keuntungan menurut Leech.

3. Karakteristik Percakapan Pemain dalam Film Sang Pemimpi

Film Sang Pemimpi bercerita tentang mimpi-mimpi seorang remaja di Belitong yang ingin belajar di Eropa. Mereka tinggal bersama, berjuang bersama jauh dari keluarga mereka. Sebelum mereka meraih cita-cita, bermacam-macam masalah bermunculan yang membuat konflik tersendiri dalam cerita. Perjalanan cerita ketiga tokoh sentral film Sang Pemimpi ini memang sangat menarik untuk diikuti.

Percakapan pemain dalam film Sang Pemimpi memiliki karakteristik khas. Bahasa yang digunakan dalam dialog antartokoh adalah bahasa Indonesia, bahasa Daerah Belitong yang masih dipengaruhi oleh bahasa Melayu, dan bahasa lain yang sesuai dengan karakter masing-masing pemain. Ciri yang menjadi khas percakapan pemain dalam film Sang Pemimpi umumnya berisi tuturan yang memiliki nilai kesantunan positif dan negatif sesuai dengan konteks percakapan dan emosional sehingga tuturan tersebut menginspirasi

(47)

penulis melakukan penelitian tentang penerapan kesantunan berbahasa dalam percakapan film Sang Pemimpi.

4. Pembelajaran Keterampilan Menyimak dan Berbicara di kelas X semester 2 SMA

Bruce, Weil, dan Calhoun menuturkan bahwa pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses yang kompleks (rumit), dengan maksud yang sama, yaitu memberi pengalaman belajar kepada siswa sesuai dengan tujuan (Asra, 2009: 3). Tujuan yang hendak dicapai sebenarnya merupakan acuan dalam penyelenggaraan proses pembelajaran. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran berorientasi pada siswa yang aktif dan guru sebagai fasilitator dapat meng-gunakan berbagai metode yang sesuai dengan standar kompetensi. Dalam proses pembelajaran terdapat empat keterampilan berbahasa yang harus di-kuasai oleh siswa, yaitu keterampilan menyimak atau mendengarkan, keteram-pilan berbicara, keteramketeram-pilan membaca dan keteramketeram-pilan menulis. Penelitian ini mengacu pada keterampilan menyimak dan berbicara. Dalam pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara, digunakan bahasa santun tuturan tokoh film Sang Pemimpi yang disertai dengan konteks sebagai bagian dari peristiwa komunikasi. Menurut Brooks, antara berbicara dan menyimak terdapat hubungan yang erat. Hubungan ini terdapat pada hal-hal berikut (Tarigan, 2008a: 3; Tarigan, 2008b: 4).

a. Ujaran (speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru (imitasi). Oleh karena itu, model atau contoh yang disimak serta direkam oleh siswa sangat penting dalam penguasaan serta kecakapan berbicara.

(48)

b. Kata-kata yang akan dipakai serta dipelajari oleh siswa biasanya ditentukan oleh perangsang (stimuli) yang ditemuinya (misalnya, kehidupan desa dan kota) dan kata-kata yang paling banyak memberi bantuan atau pelayanan dalam penyampaian gagasan-gagasannya.

c. Ujaran siswa mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan masyarakat tempatnya hidup. Hal ini terlihat nyata dalam ucapan, intonasi, kosa kata, penggunaan kata-kata, dan pola-pola kalimat.

d. Siswa dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit daripada kalimat-kalimat yang dapat diucapkannya.

e. Meningkatkan keterampilan menyimak berarti pula membantu meningkat-kan kualitas berbicara siswa.

f. Bunyi suara merupakan suatu faktor penting dalam peningkatan cara pemakaian kata-kata oleh siswa. Oleh karena itu, siswa akan tertolong kalau dia mendengarkan serta menyimak ujaran-ujaran yang baik dan benar dari guru, rekaman-rekaman yang bermutu, cerita-cerita yang bernilai tinggi, dan lain-lain.

g. Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga (visual aids) akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak. Umumnya siswa menggunakan bahasa yang didengar serta disimaknya.

Penulis memilih kompetensi dasar keterampilan menyimak dan berbicara yang terdapat pada silabus kelas X semester 2 SMA, yaitu 9.2 menyimpulkan isi informasi yang didengar melalui tuturan tidak langsung (rekaman atau teks yang dibacakan) dan 10.1 memberikan kritik terhadap informasi dari media

(49)

cetak dan atau elektronik. Untuk kepentingan pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara, diwujudkan dengan menerapkan kesantunan berbahasa pada tuturan. Salah satu penerapan kesantunan berbahasa pada tuturan dapat ditemukan dalam film Sang Pemimpi. Hasil perpaduan penelitian antara bahasa dan sastra ini digunakan untuk membantu kegiatan komunikasi sehari-hari siswa yang menerapkan tuturan lebih santun setelah mencapai indikator pembelajaran keterampilan menyimak dan berbicara di kelas X semester 2 SMA.

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini berisi pendekatan penelitian, objek penelitian, sumber data, fokus penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik penyajian hasil analisis data.

A. Pendekatan Penelitian

Penulis menggunakan dua jenis pendekatan, yakni pendekatan teoretis dan pendekatan metodologis.

1. Pendekatan Teoretis

Secara teoretis, penulis menggunakan pendekatan pragmatik, yakni pen-dekatan dengan menghubungkan penggunaan bahasa sebagai unsur utama dan pengaruh konteks tertentu dalam tuturan. Hal ini senada dengan penuturan Levinson, pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubung-kan serta penyerasian kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat (Tarigan, 2009: 31).

2. Pendekatan Metodologis

Secara metodologis, penulis menggunakan pendekatan deskriptif kua-litatif. Dalam penelitian ini penulis berusaha memperoleh data berupa kata-kata yang diamati dan dianalisis berdasarkan fakta data yang ada. Sebagaimana dikatakan oleh Moleong (2011: 11) bahwa data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Selanjutnya, Bogdan dan

(51)

Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2011: 4).

B. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah prinsip kesantunan berbahasa pada tuturan tokoh Arai, Ikal, dan Jimbron dalam film Sang Pemimpi sutradara Riri Riza yang di-adaptasi dari novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata.

C. Sumber Data

Arikunto (2010: 172) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek dari data yang diperoleh. Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber pada tuturan tokoh Arai, Ikal, dan Jimbron dalam film Sang Pemimpi sutradara Riri Riza yang diadaptasi dari novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata yang mematuhi dan melanggar prinsip kesantunan berbahasa.

D. Fokus Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantun-an berbahasa dalam tuturkesantun-an tokoh Arai, Ikal, dkesantun-an Jimbron pada film Skesantun-ang

Pe-mimpi sutradara Riri Riza. Pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan

ber-bahasa dalam tuturan tersebut direlevansikan sebagai bahan pembelajaran ke-terampilan menyimak dan berbicara serta skenario pembelajaran di kelas X semester 2 SMA.

E. Instrumen Penelitian

Sebagaimana dikatakan oleh Moleong (2011: 9) bahwa dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan dari orang lain merupakan alat

(52)

pengumpul data utama. Arikunto (2010: 203) menambahkan bahwa instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Dalam penelitian ini, penulis berperan sebagai instrumen penelitian dan dibantu dengan kartu pencatat data. Di bawah ini disajikan format kartu pencatat data.

Tabel 3

Format Kartu Pencatat Data

Nomor data

Sumber Data

Kategori pematuhan dan pelanggaran kesantunan berbahasa Konteks :

Tuturan : Analisis :

Contoh pengisian kartu data di atas dapat dilihat tabel berikut.

Tabel 4

Contoh Format Pengisian Kartu Pencatat Data

No. 01 Film Sang Pemimpi

Pematuhan Maksim Kearifan

Konteks : Ikal, tukang sortir di kantor pos, pulang kerja. Ketika Ikal di depan pintu masuk rumah, seorang ibu dari sebelah rumahnya memberi tahu kepada Ikal bahwa ada surat. Terjadilah percakapan Ikal dengan ibu tersebut pada adegan ke-1.

Tuturan : Ibu : “Kal, kayaknya ada surat tuh buat kamu sama Arai. Ibu selipin aja di bawah pintu. Arai belum pulang-pulang ya.”

(53)

Analisis : Ibu memaksimalkan keuntungan pada Ikal dengan menyelipkan surat di bawah pintu.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik dasar berupa teknik sadap dengan teknik lanjutan simak bebas libat cakap dan catat. Subroto (1992: 41) menyoroti bahwa teknik simak dan catat yang dimaksudkan adalah mengadakan penyimakan terhadap pemakaian bahasa lisan yang bersifat spontan dan mengadakan pencatatan terhadap data relevan yang sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian. Sudaryanto (1993: 133) menambah-kan bahwa disebut metode simak atau penyimamenambah-kan karena memang berupa penyimakan dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa. Adapun teknik lanjutannya yakni teknik simak bebas libat cakap, peran penulis hanya sebagai pemerhati yang dengan penuh minat tekun mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang-orang yang hanyut dalam proses berdialog. Teknik catat dilakukan dengan mencatat data yang diperlukan dari suatu peristiwa yang terjadi. Teknik catat dimaksudkan untuk menunjang dan melengkapi teknik simak bebas libat cakap.

Langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam prosedur kerja pengumpulan data sebagai berikut.

1. Menyimak tuturan tokoh Arai, Ikal, dan Jimbron pada film Sang Pemimpi sutradara Riri Riza.

2. Menyeleksi tuturan yang diduga termasuk dalam kategori pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa. Tuturan yang tidak termasuk dalam

Gambar

Tabel 1  Karakter Otak Kiri

Referensi

Dokumen terkait

Jenis ekstrak yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit buah petai (Parkia speciosa Hassk.).. Konsentrasi larutan merupakan parameter yang menyatakan komposisi

From this point of view, the emphasis that Waltz puts on the powerful tendency of socialization and competition under anarchy to force the development of like units takes on

Promosi menjadi kegiatan penting yang berperan aktif dalam mengenalkan, memberitahukan, dan menginformasikan potensi suatu produk agar keberadaannya lebih dikenal oleh masyarakat

Dalam kasus Mandalawangi ini, pembuktian bahwa para Tergugat tidak menerapkan prinsip kehati-hatian nampak cukup jelas, yang mana juga dapat dijadikan dalil untuk menyatakan

Dibuktikan dalam penelitian ini 2 responden merupakan anggota POLRI yang penah di berikan pelatihan memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas mempunyai

Menyongsong Era Globalisasi yang tidak bisa kita hindari dalam realita sejarah yang pasti akan berpengaruh pada sektor pendidikan yang pada dasarnya berhakekat suatu proses

Berdasarkan hasil dari penelitian yang penulis lakukan mengenai Sistem Pendukung Keputusan Pemilihan Pemenang Lomba Masak Serba Ikan yang telah dirancang, penulis

Dari 363 penderita yang dirawat dengan malaria falciparum terdapat 148 orang dengan malaria berat (75 laki-laki dan 73 perempuan), terdiri dari hiperparasitemia 88 orang, ma-