• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ali Ghufron Mukti Ketua Konsorsium Covid-19 (Plt. Staf Ahli Bidang Infrastruktur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ali Ghufron Mukti Ketua Konsorsium Covid-19 (Plt. Staf Ahli Bidang Infrastruktur)"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

Reformasi Birokrasi melalui Penguatan Pengawasan

Indonesia Unggul

Mengawal Hasil RAKORNAS Kemenristek/BRIN 2020

MAJALAH PENGAWASAN EDISI 7/2020

ISSN 25977415

Peran Pengawasan dalam Pelaksanaan Litbangjirap

Ali Ghufron Mukti Ketua Konsorsium Covid-19 (Plt. Staf Ahli Bidang Infrastruktur)

(2)

SALAM REDAKSI

01 PENANGGUNG JAWAB 1. Inspektur Utama 02 Dewan Redaksi 1. Hendra Suryanto 2. Herwin Heriyanti 3. Adam Fuadi 4. Dadit Herdikiagung 5. Sastra Manjani 03 Editor 1. Suranto 2. Dianita Aryantini 3. I Dewa Made M 4. Sari Ustika Dewi 5. Intan K. Putri 6. Aldina Mahtia Sari 7. Rosmadiar Dini

1. Mahardika Bekti P 2. Kharis Habib Hidayat

4. Nesya Fauziah Herdiana 05 Sekertariat

1. Rio Satrio Wibowo 2. Azmy Maulida K 3. Renwi Noviantini 4. Sari Handayani 5. Nicki Rianti 06 Fotografer 1. Aldino Meirianto 2. M. Firmansah

”.

Peran Pengawasan

Badan Riset dan Inovasi Nasional merupakan

sebuah amanah dari disahkannnya

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem

Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

(Sisnas IPTEK). BRIN digabungkan dengan

Kementerian yang mengurus riset dan

teknologi, sehingga disebut Kemenristek/

BRIN. Tugas utama Kemenristek/BRIN

adalah mengintegrasikan pelaksanaan

LITBANGJIRAP (Penelitan Pengembangan

Pengkajian dan Penerapan).

Fungsi Riset dan Inovasi pada Kementerian

lembaga akan diintegrasikan secara

bertahap sesuai dengan peraturan perundang

undangann.

Kemenristek/BRIN akan berperan sebagai

regulator dan koordinator dalam bidang riset

dan inovasi baik dari pelaksanaan litbangjirap

maupun dari segi pendanaan sehingga dapat

memastikan keselarasan kegiatan penelitian

dan inovasi secara nasional.

Dalam edisi ke-VII Majalah Infestera kali

ini mengangkat tema “

dalam Penyelenggaraan Litbangjirap

menuju Inovasi, Indonesia Unggul

Tema itu dengan informasi informasi terkait

l

a

n

r

e

t

n

i

n

a

s

a

w

a

g

n

e

p

n

a

t

a

k

g

n

i

n

e

p

a

y

a

p

u

(3)

DAFTAR ISI

LAPORAN UTAMA

4

MENGAWAL HASIL RAKORNAS

KEMENRISTEK/BRIN 2020

ARTIKEL PENGAWASAN

2020 Tahun Baseline Kinerja Kementerian,

10

Titik Awal Pengawasan

Model Pengawasan dan Pengendalian

15

di Era Litbangjirab

Pemanfaatan Dana Hibah Kemenristek/

22

BRIN dalam Peningkatan Inovasi Bangsa

Menuju Indonesia Unggul

Reformasi Birokrasi melalui Penguatan

25

Pengawasan Indonesia Unggul

Evaluasi Rasa Audit

30

Virus Corona dan Work From Home (WFH)

38

PROFIL

54

Upaya Pemerintah dalam

Melakukan Penelitian

Tentang Pandemi COVID-19

9

INFOGRAFIS

ITTAMA

58

MENJAWAB

GALERI FOTO

60

REPORTASE

Litbangjirab ISI Padang Panjang

42

Dari Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, Penerapan, sampai

48

Pertanggungjawaban di Politeknik Pertanian Payakumbuh

(4)

MENGAWAL HASIL RAKORNAS

KEMENRISTEK/BRIN 2020

P

ada bulan Januari 2020 merupakan tahun pertama Kabinet Indonesia Maju. Kementerian Riset dan Teknologi/ Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) perlu menyiapkan pelaksanaan program, kegiatan, dan anggaran 2020 agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar. Selain itu, Kemenristek/ BRIN juga perlu melakukan respon terhadap isu-isu strategis. Isu-isu-isu strategis diantaranya yaitu Pertama, Peningkatan Efektivitas Pemanfaatan Dana Iptek-Inovasi (Anggaran Litbang 0,25% GDP; Pemerintah 84%; Industri Manufaktur 8%; 2019). Kedua, Penciptaan Ekosistem Inovasi (Penguatan

Kapabilitas Adopsi Teknologi dan Inovasi (Peringkat 85/129, GII 2019). Terakhir, Pemanfaatan Iptek sebagai Penghela Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan (Rata-rata/tahun 5,4-6%). Pembahasan program, kegiatan, dan anggaran serta untuk merespons isu-isu strategis tersebut perlu dilakukan melalui Rakornas. Oleh karena itu, Kemenristek/BRIN mengadakan kegiatan Rapat Koordinasi Nasional (RAKORNAS) Tahun 2020 di Graha Widya Bhakti No. 121-122, Serpong, Tangerang Selatan-Banten. Acara RAKORNAS dilaksanakan selama dua hari yaitu pada tanggal 29-30 Januari 2020.

(5)

Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan (Litbangjirap) Iptek yang menghasilkan Invensi dan Inovasi untuk pembangunan nasional berkelanjutan. Tujuan acara ini adalah mensosialisasikan organisasi Ristek/BRIN, mensinergikan program riset, teknologi dan inovasi nasional 2020-2024, dan menyusun rekomendasi langkah-langkah strategis Kemenristek/BRIN dalam pembangunan riset, teknologi, inovasi dan sumberdaya iptek. Turut hadir dalam acara kegiatan RAKORNAS ini antara lain Presiden RI 5, Presiden RI ke-7, Ketua DPR RI Puan Maharani, Ketua DPD RI (La Nyalla Mattalitti), Menteri Koordinasi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Mahfud MD), Menteri Koordinasi Bidang Pembangunan Menteri Sekretaris Negara (Pratikno), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Nadiem Anwar Makarim), Menteri Perindustrian (Agus Gumiwang Kartasasmita), Menteri Kesehatan (Terawan Agus Putranto), Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertahanan Nasional (Sofyan Djalil), Menteri Menteri Perdagangan (Agus Suparmanto), Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (I Gusti Ayu Bintang Darmawati), dan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Teten Masduki), Serta Gubernur Banten (Wahidin Halim). Presiden ke-5 RI turut hadir dan menyampaikan bahwa Kementerian Ristek/BRIN harus menjadi kompas seluruh lembaga litbang dan stakeholders lainnya kearah tujuan yang sama dari riset tersebut. Beliau juga menekankan bahwa riset untuk kemanusiaan, perdamaian, bangsa, dan kehidupan masyarakat kita. Semenjak beliau menjabat Presiden mendorong berdirinya BRIN. BRIN bertugas mengintegrasikan dan mengkonsolidasikan anggaran, tetapi juga SDM dan aspek-aspek lainnya.

Sebelum menyampaikan sambutan, Presiden RI ke-7 terlebih dahulu meninjau pameran yang menyajikan produk-produk inovasi karya anak bangsa. Presiden RI ke-7 menyampaikan amanah kepada Menteri Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional, bahwa Kemenristek/BRIN perlu mendorong seluruh pimpinan Perguruan Tinggi Negeri/Perguruan Tinggi Swasta, Lembaga Pemerintah Non-Kementerian, Litbang Kementerian/Lembaga dan industri agar dapat bersinergi mendukung implementasi Prioritas Riset Nasional (PRN) dari hulu sampai hilir. Kemenristek/ strategis nasional untuk menghasilkan invonasi yang berdaya guna, konsolidasi agenda riset strategi nasional, konsolidasi anggaran riset, serta konsolidasi jejaring dan sumber daya riset. Selain itu, Presiden RI ke-7 juga memberikan arahan diantaranya yaitu Pertama, membangun SDM Iptek pekerja keras yang dinamis, produktif, terampil, menguasai Iptek didukung dengan kerjasama industri dan talenta global. Kedua, penyederhanaan regulasi untuk menciptakan ekosistem litbangjirap yang kondusif. Ketiga, melaksanakan litbangjirap dan hilirisasi yang i s u ti t s b u s , a n u g t a p e t i g o l o n k e t n a k li s a h g n e m

impor (peningkatan TKDN), peningkatan nilai tambah, dan teknologi/ produk baru. Keempat, penyatuan litbang KL dan LPNK ke dalam BRIN untuk mencegah riset yang duplikasi, berskala kecil, berorientasi penyerapan anggaran, debirokratisasi penelitian menuju lembaga litbangjirap yang memperbaharui, dan mengoptimalkan pemanfaatan infrastruktur litbangjirap untuk mendukung transformasi ekonomi. Presiden RI ke-7 juga memberikan apresiasi khusus kepada tim riset ITB tentang penemuan katalis untuk mengubah minyak kelapa sawit

(6)

menjadi bahan bakar seperti bensin, solar, dan avtur. Temuan memberikan nilai tambah yang impor katalis yang jumlahnya trilyunan tiap mengurangi ketergantungan impor bahan bakar, meningkatkan kesejahteraan masyarakat (45% kebun sawit milik rakyat umum dan 55% milik industri), meningkatkan ketahanan bangsa, dll. Presiden mendukung pembiayaan pendirian pabrik katalis oleh ITB. Selain itu, inovator dari masyarakat diantaranya DR. Tineke Saroinsong, SST, M.Eng. menemukan Pembangkit Listrik Tenaga MikroHidro (PLTMH), Khairul membuat Pesawat Terbang dari Pinrang Sulawesi, Clara Mujinem sebagai Inovator Pupuk RIBON ATOM, BIO PESINDU, dan Pupuk BIO ATOM ORGANIK (BAPO), Nur Kanif sebagai Inovator Kincir Angin di Blora, Utari sebagai Inovator pasarlaut.com

Pada kesempatan ini, Menteri Ristek/BRIN Bambang Brodjonegoro memberikan arahan dalam riset dan inovasi, seperti : perlu didorong pengembangan untuk kemanusiaan dan kesejahteraan. Indikator keberhasilannya tidak hanya untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Namun, indikator keberhasilannya dapat menjawab permasalahan yang ada. Implikasinya pada indikator percepatan pertumbuhan perekonomian. Hasil riset harus mampu memberikan nilai tambah

dalam berbagai aspek. Perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas riset dalam berbagai bidang, dan pada sisi lainnya juga mencegah duplikasi riset. Litbangjirap pelaksanaan pembangunan iptek untuk Indonesia maju dan unggul. Kemenristek/BRIN berupaya keras untuk melakukan integrasi berbagai lembaga litbang, perguruan tinggi, badan usaha dan lembaga lainnya. Dalam menciptakan ekosistem yang baik untuk sinergitas triple helix dalam rangka hilirisasi riset. Dunia usaha harus memahami dan mendukung dunia riset. Sebaliknya, dunia riset juga harus mampu membaca kebutuhan dunia usaha dan masyarakat. Kemenistek/BRIN terus mendukung setiap tahapan riset seperti : riset dasar, riset terapan, riset pengembangan dan hilirisasi. Kemenristek/BRIN juga mendorong Kementerian Keuangan untuk percepatan penerapan kebijakan Super Deduction Tax. Dengan cara seperti itu, membuat iklim riset semakin menggairahkan dan mendorong semua pihak agar berinvestasi dan terlibat di dalam riset dan teknologi.

Program litbangjirap adalah Pertama, mensinergikan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan (Litbangjirap) baik Kementerian/Lembaga ke dalam BRIN. Kedua, Program penelitian menghasilkan Invensi (Invensi berarti menciptakan atau

(7)

merancang seseuatu yang sebelumnya tidak ada) dan Inovasi untuk pembangunan nasional berkelanjutan. Hasil invensi dan inovasi agar dapat dikomersialkan ke masyarakat sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat indonesia. Anggaran dari pemerintah yang disiapkan untuk riset yang tersebar di berbagai lembaga riset dan penelitian yang jika digabungkan nilainya mencapai Rp. 27,1 triliun. Program penelitian yang menggunakan anggaran dari pemerintah nantinya dilakukan pengawasan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) sehingga mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). APIP Kemenristek/BRIN juga harus melakukan konsolidasi anggaran tersebut sehingga menghasilkan hilirisasi riset yang baik. Fungsi APIP yang berjalan dengan baik dapat mencegah kecurangan, menghasilkan keluaran yang berharga untuk menjadi masukan bagi pihak auditor eksternal, eksekutif dan legislatif dalam memperbaiki pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah pada waktu yang akan datang. BPK dapat memanfaatkan hasil pengawasan APIP terutama dari hasil reviu atas laporan keuangan pemerintah, mendukung manajemen pemerintah daerah dalam pelaksanaan rekomendasi BPK dan perbaikan sistem pengendalian Internal. APIP yang profesional dan independen mendorong peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan yang dapat meningkatkan kewajaran laporan keuangan. Oleh karena itu, APIP harus mampu menciptakan dan atau memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders), terutama masyarakat. Langkah pro dalam memenuhi tuntutan itu telah dilakukan seperti melakukan reorganisasi, perbaikan

sistem, pembuatan pedoman dan sebagainya telah dilaksanakan oleh Kemenristek/BRIN.

Tujuan pengawasan itu adalah untuk meningkatkan kinerja dan mendayagunakan para Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan dengan terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean government). Seiring dengan semakin kuatnya tuntutan dorongan arus reformasi ditambah lagi dengan semakin kritisnya masyarakat yang didukung dengan teknologi informasi, maka rumusan pengawasan yang sederhana itu tidaklah cukup. Masyarakat mengharapkan lebih dari sekedar perbaikan kesalahan, melainkan harus diminta pertanggungjawaban kepada yang bersalah. Setiap kesalahan yang dibuat harus mendapatkan sanksi/ hukuman sesuai dengan aturan yang berlaku, dan bila memenuhi unsur tindak pidana harus diproses oleh aparat penegak hukum, sehingga membuat efek jera bagi pelaku dan orang lain berpikir seribu kali untuk melakukan hal yang sama, sehingga praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) menjadi berkurang dan akhirnya hilang. Hal seperti itulah yang menjadi cita-cita dan semangat bangsa Indonesia yang tercermin dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 1998 tentang

(8)

Penyelenggaraan Pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Peran dan Fungsi Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) harus selalu ditingkatkan. Cara meningkatkan peran dan fungsi Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) dapat dilakukan melalui sistem pengawasan yang efektif, seperti : audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Inspektorat Utama selalu meningkatkan fungsi dan perannya sebagai APIP di lingkungan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional ketika melakukan tugasnya terkait anggaran riset dan iptek sehingga menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, akuntabel dan transparan. Dalam penutupan Rakornas ini, Menteri Bambang menyampaikan seluruh rekomendasi kebijakan hasil Rakornas Kemenristek/BRIN 2020,

mencakup:

1. Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BRIN perlu mendorong pimpinan institusi litbangjirap (perguruan tinggi, Lembaga Pemerintah Non

Kementerian, dan Litbang Kementerian dan Lembaga) dan industri untuk dapat bersinergi mendukung implementasi Prioritas Riset Nasional (PRN) dari hulu sampai hilir.

2. Hasil penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menghasilkan invensi dan inovasi berperan strategis untuk mewujudkan transformasi ekonomi yang mampu membawa Indonesia keluar dari middle income trap neraca perdagangan.

3. Memacu pertumbuhan industri nasional yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dalam negeri.

BRIN harus melakukan: 1.

menghasilkan inovasi yang berdaya guna. 2. Konsolidasi agenda riset strategis nasional 3. Konsolidasi anggaran riset, dan

4. Konsolidasi jejaring dan sumber daya riset Berdasarkan penjabaran diatas Inspektorat Utama akan mengawal pencapaian dari hasil RAKORNAS Kemenristek/BRIN 2020 .

(Renwi Novianti).

(9)

Google telah melakukan riset yang

mengungkapkan bahwa pada tahun 2025

nanti, pertumbuhan ekonomi digital

Indonesia akan naik empat kali lipat

dan menyentuh nilai USD 100 Miliar atau

(10)

Inspektorat harus tahu

titik awal kinerja beserta

perkembangannya sehingga

mengetahui apakah

kementerian telah sukses

dalam menjalankan tugas

dan fungsinya atau kah

sebaliknya.

artikel pengawasan

2020 tahun baseline kinerja kementerian,

titik awal pengawasan

P

eratura nPeme irnta hn o60 tahu n200 8 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah menempatkan audit kinerja sebagai salah satu instrumen pengawasan nasional. Pada PP tersebut juga dijelaskan bahwa pengawasan intern meliputi seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (pasal 1). Sementara itu, bentuk pengendalian juga diarahkan oleh PP No. 60 melalui penetapan dan reviu atas indikator dan

Lebih lanjut Peraturan Menteri PAN dan RB No. 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tatacara Riviu atas Laporan KInerja menekankan bahwa Sasaran Strategis, Indikator Kinerja, beserta Target Kinerja merupakan elemen penting dalam mengukur kinerja (keberhasilan) suatu instansi pemerintah. Dari kedua peraturan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sasaran strategis beserta indikator dan target kinerjanya perlu menjadi perhatian bagi seluruh elemen kementerian termasuk Inspektorat utama. Konsekuensi logisnya capaian kinerja harus diikuti oleh para pengawas/ auditor atau diawasi sejak awal ukuran tersebut ditetapkan serta perkembangan capaiannya.

(11)

Dengan terbitnya Perpres No. 73 tentang Kementerian Riset dan Teknologi dan Perpres No. 74 tahun 2019 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional yang merupakan dasar pembentukan Kemenristek/BRIN maka perlu perumusan ulang Indikator Kinerja Sasaran serta tatacara perhitungannya agar dapat diukur kinerja kementerian di tahun tahun berikutnya sebagai salah satu indikator keberhasilan dan akuntabilitas kinerja penyelenggaraan pemerintahan negara yang dibidangi oleh Kementerian Riset dan Teknologi/ Badan Riset dan Inovasi Nasional.

Peran Pengawasan untuk Mencapai

Sasaran Strategis.

Sebagai unsur utama dari sebuah kementerian, inspektorat dapat memberikan perannya guna mendorong pencapaian sasaran dan target kementerian yang telah ditetapkan dalam Rencana Srategis Kementerian. Salah satu fungsi inspektorat sabagai katalisator kementerian dalam mencapai target target kinerjanya, dapat mendorong, mengawal atau bahkan percepatan pencapaian target target tersebut. Inspektorat berhak dan wajib memetakan seluruh indikator kinerja beserta targetnya. Inspektorat harus tahu titik awal kinerja beserta perkembangannya sehingga mengetahui apakah kementerian telah sukses dalam menjalankan tugas dan fungsinya atau kah sebaliknya. Lebih jauh, inspektorat dapat memberikan rekomendasi ataupun peringatan dini kepada kementerian terkait kondisi pencapaian kinerja.

Tahun awal sebagai Baseline.

2020 sebagai tahun awal kabinet dan awal didirikannya Kementerian perlu jelas kondisinya. Apa saja yang ada pada awal tahun tersebut harus

didata sebagai titik awal prestasi. Selanjutnya setiap tahun, diukur dan dianalisa apakah kinerja pada tahun tahun berikutnya terdapat kemajuan dan prestasi yang pesat ataukah hanya sekedar jalan ditempat alias tidak berprestasi atau tidak ada kemajuan. Penetapan kondisi tahun 2020 sebagai titik tolak pengawasan terhadap kinerja merupakan tonggak penting (miles stone) yang dapat diambil dari kenerja Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi tahun 2019. Indikator Kinerja Sasaran yang sesuai dengan karakteristik Kemenristek/BRIN dapat diambil dan diadopsi beserta capaiannya saat itu sebagai base line awal kinerja, tentunya dengan memilih Indikator Kinerja yang relevan. Disamping indikator tersebut, dapat juga diciptakan atau ditambahkan indikator kinerja baru yang sesuai dengan karakteristek tugas dan fungsi Kemenristek/ BRIN. Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya beberapa LPNK yang bergabung dan adanya eselon I tambahan yang mustinya memperkaya khasanah indikator kinerja saat ini.

Gambaran Indikator Kinerja Kementerian

Baru.

Rencana Sasaran strategis Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional

(12)

artikel pengawasan

yang tertera pada Rancangan Rencana Strategis memiliki indikator beserta tergetnya untuk tahun 2020 antara lain adalah sebagai berikut:

Target tahun 2020 tersebut merupakan base line posisi Kemenristek/BRIN dalam indeks indeks yang diikuti kinerjanya. Baseline juga bisa ditetapkan dengan mengambil prestasi tahun sebelumnya (2019), yakni satu tahun sebelum Kementerian ini melakukan kinerjanya. Demikian juga indikator kinerja strata dibawahnya, yakni indikator kinerja program, indikator kinerja out yang setiap tahun dipergunakan, perlu ditetapkan titik awalnya sehingga keberhasilan kementerian dapat diukur dan dibandingkan dengan tahun baseline nya baik keberhasilan tingkat kementerian ataupun tingkat program dan kegiatan. Tahun baseline perlu ditegaskan pada Renstra 2020 – 2024 Kementerian Riset dan Teknologi / Badan Riset dn Inovasi Nasional ini secara tersurat.

Konsistensi rumusan Indikator Kinerja

dalam mengukur keberhasilan.

Berbagai indeks yang akan ditetapkan oleh kementerian melalui putusan Menteri tentang Rencana Strategis dan perlu dijaga konsistensi keberlangsungannya ditahun tahun berikutnya. Apabila indeks dihitung oleh lembaga lain yang independen, maka kementerian menyediakan data yang konsisten dan updated sesuai tahun penghitungan indeks tersebut. Namun apabila indeks dihitung mandiri oleh instansi/kementerian

maka rumusan indikator kinerja beserta perhitungan nya harus jelas dan diterapkan secara konsisten. Jenis jenis data indikator kinerja yang mendukung indeks perlu dianalisis korelasinya. Keterkaitan dan benang merahnya harus sedekat mungkin dan jelas, termasuk data yang dipergunakan harus valid dari sumber yang relevan dan kompeten. Disinilah perlunya rumusan indikator yang cocok ( “ ” ) sejak awal, baik indikator tingkat sasaran maupun indikator tingkat program dan kegiatan.

Sebuah instansi atau bahkan tingkan kementerian, diberi tugas dan fungsi yang dilekatkan kepadanya, tentunya akan ditagih akuntabilitas dan keberhasilannya. Mengukur keberhasilan perlu disertai/didukung dengan penetapan rumusan indikator kinerja serta perhitungan nya yang (tidak berubah ditengah jalan), penerapan yang konsisten, pengumpulan data yang valid serta indikator indikator kinerja yang saling sinkron baik antar layer (sasaran,program,kegiatan) maupun antar satuan kerja yang ada dalam Kementerian

(13)

artikel pengawasan

Riset dan Teknologi / Badan Riset dan Inovasi Nasional. Hal hal tersebut seharusnya tercakup rapid dan logis dalam Rencana Strategis yang akan ditetapkan. Gambaran pembahasan diatas dapat di skemakan sebagai berikut:

Kesimpulan.

Dengan memperhatikan bahasan sebelumnya maka agar dapat mengukur keberhasilan sebuah lembaga/satuan kerja atau bahkan sebuah

kementerian maka perlu dibangun berbagai instrumen pengukuran berupa indikator kinerja yang memiliki karakteristik sabagai berikut:

1. Indikator kinerja yang yakni tidak berubah ditengah jalan.

2. Rumusan indikator beserta perhitungannya yang jelas.

3. Penerapan indikator kinerja yang konsisten. 4. Pengambilan data indikator kinerja dari sumber

yang valid.

5. Adanya Indikator yang sinkron antar layer dan antar satuan kerja.

6. Perlunya titik awal pengukuran (Baseline Year). Ada baiknya Kemenristek/BRIN menyelenggarakan workshop detail yang melibatkan seluruh elemen didalamnya yang membahas detail dari Rencana Strategis sebelum ditetapkan sebagai dokumen yang menjadi acuan penyelenggaraan tugas dan fungsi kementarian selama 5 tahun ke depan.

(14)

infograFiS

APA ITU

COVID-

19?

Covid-19 adalah virus baru penyebab penyakit saluran pernafasan. Virus ini berasal dari Cina. Virus ini diberi nama Syndrome Corona Virus 2 (SARS-COV2), dan menyebabkan penyakit Corona Virus Disease (Covid-19). Covid-19 merupakan satu keluarga dengan virus penyebab SARS dan MERS.

Gejala Klinis:

APA

BEDANYA?

Suspect

Orang yang sudah menunjukan gejala terjangkit corona dan

diduga kuat melakukan kontak fisik dengan pasien

positif Covid-19 Pasien Suspect akan diperiksa spesimennya menggunakan metode PCR dan

Genome Sequencing

Orang Dalam Pemantauan (ODP)

Orang dengan status ODP belum menunjukan gejala sakit. Pada

Kategori ini seseorang sempat berpergian dan kontak dengan

pasien yang diduga positif Covid-19. Sehingga dilakukan

pemantauan

Pasien Dalam Pemantauan (PDP)

Orang yang sudah menunju-kan gejala terjangkit Covid-19 (Demam, Bapil, dan Sesak Nafas).

PDP harus ditindak dengan baik karena merupakan pasien

Demam

Tinggi Batuk, Pilek

Pusing,

(15)

Artikel Pengawasan

Model Pengawasan dan Pengendalian

di Era LITBANGJIRAP

Penulis : Sastra Manjani

Sumber: https://medinok.it/en/ricerca-e-sviluppo

U

ndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Untuk menjamin setiap orang berhak memperoleh manfaat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,

pemerintah berupaya memajukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan menjadikan riset bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan dunia pendidikan dan industri, hal tersebut i r T ir a d n a i g a b n a k a p u r e m t e si r n a k a n e r a k i d

Dharma Perguruan Tinggi.

Publikasi ilmiah yang dilakukan oleh para peneliti merupakan bukti bahwa riset telah dilakukan, dan publikasi ilmiah internasional terindeks membuktikan bahwa riset itu

(16)

artikel pengawasan

telah diakui oleh pakar di bidangnya. Sejauh ini riset belum terlihat menjadi perhatian utama di banyak Perguruan Tinggi di Indonesia, hal ini h a i m li i s a k il b u p a y n g n a r u k n a g n e d n a k it k u b i d

internasional yang berasal dari Indonesia, rasio hasil penelitian begitu kecil (baik berdasarkan jumlah dosen, perguruan tinggi, atau jumlah . N A E S A a r a g e n -a r a g e n n a k g n i d n a b i d ) k u d u d n e p

Dalam kurun waktu antara tahun 1996 sampai tahun 2014, publikasi internasional Indonesia berada pada posisi di bawah dibandingkan negara ASEAN lainnya. Indonesia masih berada di bawah Thailand, Malaysia dan Singapura, dan hanya berada sedikit di atas Vietnam dan Philipina. Negara Malaysia membuat loncatan yang cukup sebelumnya berada pada posisi rangking tiga di tahun 2008 menjadi rangking satu di tahun 2014. Gambar 1. Publikasi Internasional Indonesia dibandingkan Negara ASEAN 1996 – 2014

Sumber : Scimago, 2014

Pada tingkat ASIA, dalam rentang waktu antara tahun 1996 hingga tahun 2018 rangking publikasi internasional Indonesia berada di urutan ke-11 dengan 110.610 dokumen publikasi internasional. Rangking pertama negara China dengan publikasi internasional sebanyak 5.901.404 dokumen, diikutin Jepang dengan 2.750.108 dokumen

dan disusul India dengan 1.670.099 dokumen. Penentuan dan perhitungan rangking negara ini ditentukan berdasarkan jumlah publikasi internasional dan jumlah sitasi atas dokumen publikasi tersebut (Scimago, 2016). Hal ini menunjukan bahwa negara yang produktif dalam melakukan riset dan mempublikasikan hasilnya pada jurnal internasional akan mendapatkan pengakuan internasional, dibuktikan dengan besarnya jumlah sitasinya atas hasil riset tersebut. Gambar 2. Publikasi Internasional Indonesia dibandingkan Negara ASIA 1996 – 2018

Sumber : Scimago, 2018

Jumlah paten yang dihasilkan lembaga riset atau industri di Indonesia juga menunjukan kondisi yang kurang menggembirakan. Berdasarkan data Kantor Paten Indonesia pada tahun 2014 terdapat 702 paten dari 8.023 total paten terdaftar. Indonesia menempati peringkat terendah untuk jumlah paten lokal yang terdaftar di masing-masing negara ASEAN. Peringkat Indonesia berada di bawah Negara Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Philipina (WIPO, 2015).

Fenomena jumlah publikasi riset internasional dan jumlah paten terdaftar di atas menjadikan

(17)

artikel pengawasan

posisi Indonesia berada pada level bawah di bidang riset ilmiah, hal yang sangat ironis dan bertolak belakang dengan besarnya sumberdaya yang ada. Seperti disebutkan oleh Badan Pusat Statistik (2010), dari hasil sensus penduduk tahun 2010 menyatakan bahwa jumlah penduduk Indonesia lebih dari 237 juta jiwa yang tersebar pada 13.466 pulau dari Sabang sampai Merauke. Sumber daya dan kekayaan alam Indonesia tercinta ini mustinya dapat dijadikan sebagai aset dalam meningkatkan jumlah publikasi internasional dan paten yang dapat didaftarkan.

Kondisi tersebut salah satu diantaranya disebabkan oleh lemahnya Akademisi dan Perguruan Tinggi atau Peneliti dan Institusi terkait di Indonesia masih lemah dalam Knowledge Management sehingga berdampak pada kemampuan riset anak bangsa. Walaupun penangannya sudah dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) atau institusi lainnya, Knowledge Management yang tertata dengan baik belum ada, yaitu pengelolaan riset dalam satu institusi mulai dari aktivitas penciptaan, penyebaran, hingga penggunaan yang mampu mengubah nilai.

Harus diakui bahwa dalam perencanaan riset sampai dengan publikasi hasil riset diperlukan suatu pengetahuan (knowledge) dan keahlian g n a y l a h n a k a p u r e m n a u h a t e g n e P . u t n e tr e t

sangat mendasar bagi peran inovasi dalam riset, seperti diungkapkan oleh Nonak Takeuchi (1995) yang menyatakan bahwa: Nothing innovation without knowledge. Pengetahuan dan inovasi dalam bidang riset perlu dikelola dengan baik, dan hampir di setiap negara, termasuk Indonesia sudah menyusun dan memiliki Rencana Induk Penelitian (RIP).

RIP merupakan arahan kebijakan dalam pengelolaan penelitian institusi atau negara dalam jangka waktu tertentu (misal 5 tahun). Menurut Ditjen Dikti (2012), dalam penyusunan RIP institusi setidaknya dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: 1. Tahap pertama: Menetapkan identitas

organisasional institusi. Pada tahap ini merupakan proses mengenal diri suatu institusi secara mandiri yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.

2. Tahap kedua: Mengembangkan rencana aksi untuk mencapai prioritas strategis penelitian.

(18)

artikel pengawasan

Pada tahap dua suatu institusi harus sudah menetapkan visi misi dan rencara strategisnya, selain itu juga ditentukan output dan outcome dalam periode tertentu.

3. Tahap ketiga: Implementasi dan monev rencana aksi dalam mencapai prioritas strategis. Pada tahap tiga dilakukan monitoring dan evaluasi yang dilakukan sejak dari perencanaan sampai dengan pelaporan. Selain itu juga dilakukan penilaian kinerja atas penelitian/riset yang sudah dilakukan.

Penentuan tema riset suatu institusi harus memperhatikan agenda pembangunan antar bangsa di awal abad ke-21 yang mendudukan posisi manusia sebagai subjek dan sekaligus tujuan pembangunan. Perhatian sentral ditujukan pada kesetaraan, keamanan, keberlanjutan. Dalam Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals; MDGs) dinyatakan sejumlah prioritas pembangunan yang mencakup diantaranya: penanggulangan kemiskinan, kesetaraan akses ke layanan pendidikan

dasar; kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; penurunan angka kematian anak; peningkatan angka kesehatan ibu; dan kelestarian lingkungan hidup (DRPM UI, 2013). Selain itu, untuk mendapatkan jaminan mutu atas hasil riset dapat dilakukan pengawasan melalui monitoring evaluasi kemajuan riset, evaluasi hasil akhir riset, dan penetapan sanksi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 disebutkan bahwa Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi salah satu diantaranya bertujuan untuk memajukan dan meningkatkan kualitas Pendidikan, Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang menghasilkan Invensi dan Inovasi. Penyelenggaraan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan dilakukan melalui Pendidikan, Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan (LITBANGJIRAP).

Dalam Undang - undang tersebut juga disebutkan bahwa Pemerintah Pusat wajib melakukan Pengawasan dan Pengendalian (WASDAL) terhadap kegiatan pengelolaan/penyimpanan data primer dan keluaran hasil Penelitian dan Pengembangan; LITBANGJIRAP serta Invensi dan Inovasi yang dilaksanakan oleh kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi asing; dan/atau orang asing; dan LITBANGJIRAP serta invensi dan inovasi yang berisiko tinggi dan berbahaya; dan alih Teknologi.

Pengawasan dan Pengendalian LITBANGJIRAP sebagaimana diamanatkan dalam Undang- Undang Nomor 11 tahun 2019, wajib dilaksanakan untuk memantau perencanaan dan pelaksanaan Penyelenggaraan IPTEK sesuai dengan rencana induk pemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

(19)

artikel pengawasan

Pengawasan dan pengendalian tersebut dilakukan oleh pernerintah Pusat dalam hal ini dilakukan oleh unit pelaksana terkait dengan menggandeng Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) di lingkungan Kementerian/Lembaga yang menaungi dan bertanggungjawab terhadap peningkatan dan pengelolaan kualitas Pendidikan, Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Pengawasan dan Pengendalian LITBANGJIRAP yang dilakukan oleh unit terkait dapat dilakukan dengan bekerja sama atau bersinergi bersama APIP. Kegiatan pengawasan dan pengendalian ini dimulai sejak dirumuskannya RIP atau RENSTRA oleh masing-masing institusi pada awal tahun anggaran. Kegiatan Pengawasan dan Pengendalian yang dilaksanakan oleh unit terkait bersama APIP atas kegiatan LITBANGJIRAP, harus dilakukan secara sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif terhadap laporan pelaksanaan kegiatan. Tujuannya untuk dapat menetapkan tingkat kesesuaian teknologi dengan kriteria dan/atau standar yang telah ditetapkan serta penyampaian hasil kepada

pengguna sesuai tepat guna dan tepat waktu. Pengawasan dan pengendalian ini bertujuan untuk memastikan bahwa:

1. Penelitian telah dilakukan sesuai metodologi ilmiah untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan pemahaman tentang fenomena alam dan/atau sosial, pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis, dan penarikan kesimpulan ilmiah.

2. Telah dilakukan kegiatan Pengembangan dalam rangka meningkatkan manfaat dan daya dukung IPTEK yang telah terbukti kebenaran dan keamanannya untuk meningkatkan fungsi dan manfaat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 3. Telah dilakukan Pengkajian untuk menilai

atau mengetahui kemanfaatan, dampak, dan implikasi sebelum dan atau sesudah IPTEK diterapkan.

4. Hasil Penelitian, Pengembangan, dan atau Pengkajian IPTEK telah diterapkan ke dalam

(20)

ARTIKEL PENGAWASAN

Selain kegiatan Pengawasan dan Pengendalian atas LITBANGJIRAP tersebut di atas, APIP secara khusus dan mandiri juga harus melakukan Audit Mutu (Quality Audit). Audit mutu ini merupakan pemeriksaan sistematik dan independen untuk menentukan apakah kualitas aktivitas dan pencapaian hasil sesuai dengan rencana yang sudah dirancang, dan apakah rancangan tersebut dapat diimplementasikan secara efektif dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain Audit Mutu disebut sebagai suatu alat manajemen yang dengan kualitas (Bastian, 2019:17).

Keberhasilan kegiatan Pengawasan dan Pengendalian atas LITBANGJIRAP Ilmu Pengetahuan dan Teknologi diantaranya ditandai dengan meningkatnya jumlah pelaksanaan riset dan pengembangan IPTEK sesuai RIP yang sudah ditetapkan. Lebih jauh, dampaknya dapat dilihat dari peningkatan hasil riset yang dipublikasikan pada jurnal internasional dan hasil riset yang mendapat hak paten baik di tingkat nasional maupun internasional. Peningkatan jumlah publikasi internasional dan jumlah paten secara tidak langsung akan menaikan rangking riset ilmiah dan IPTEK Indonesia di tingkat ASEAN lebih jauh dapat bersaing pada tingkat ASIA, bahkan dunia. Semoga.

Daftar Pustaka

Bastian, Indra. 2019. Audit Sektor Publik. Penerbit Universitas Terbuka. Tangerang Selatan. Banten.

Badan Pusat Statistik.2010. Sensus Penduduk Tahun 2010. https://sp2010.bps.go.id.

Kementerian Pendidikan Nasional. 2012. Pedoman Rencana Induk Penelitian Tahun 2012. Direktorat Penelitian dan

Pengabdian kepada Masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Nasution. K. 2016. Fenomena Riset. Harian Analisa. Opini. Selasa, 24 Mei 2016.

Nonaka I, Takeuchi H (1995). The Knowledge Creating Company: How Japanese Companies Create the Dynamics Innovation. Oxford Univ. Press, Oxford, UK.

Universitas Indomesia. 2013. Rencana Induk Penelitian Universitas Indonesia 2013. Direktorat Riset dan Pendabdian Masyarakat Universitas Indomesia.

Republik Indonesia. 2019. Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Scimago. 2014. Scimago Journal and Country Rank 1996-2014. Scimago Institution Rankings. https://www. scimagojr.com/countryrank.php

Scimago. 2018. Scimago Journal and Country Rank 1996-2018. Scimago Institution Rankings. https://www.scimagojr. com/countryrank.php

WIPO. 2016. World Intellectual Property Indicators 2016. https://www.wipo.int.

(21)
(22)

artikel pengawasan

PEMANFAATAN DANA HIBAH

KEMENRISTEK/BRIN DALAM

PENINGKATAN INOVASI BANGSA

MENUJU INDONESIA UNGGUL

Penulis : M. Syaifudin Aswan, Fedrico Zamzani S. B

I

lm upengetahua ndan t eknolog imerupaka n modal investasi pembangunan nasional untuk meningkatkan kualitas hidup, mengangkat harkat dan martabat dalam kesejahteraan rakyat dan serta memajukan daya saing guna meningkatkan kemandirian bangsa. Perguruan tinggi diharapkan berperan penting dalam meningkatkan kemampuan Iptek dan inovasi untuk menghasilkan nilai tambah produk inovasi menuju Indonesia Unggul. Salah satu peran strategis yang bisa dilakukan adalah memperbanyak riset, mempublikasi kegiatan ilmiah dan menghilirisasikannya kepada masyarakat.

Selama ini hasil penelitian pada perguruan tinggi pada umumnya hanya berakhir sampai pembuatan prototipe skala laboratorium.

IKIP PGRI Jember berupaya dengan optimal untuk dapat menghilirisasikan produk penelitian kearah komersialisasi atau penggunaan pada dunia usaha. IKIP PGRI Jember merupakan Perguruan Tinggi Swasta di Jawa Timur yang telah banyak berkiprah dalam mengembangkan hasil riset berupa inovasi baru dibidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat dengan biaya mandiri maupun Hibah Kemenristekdikti. Salah satu

(23)

artikel pengawasan

hasil penelitian yang telah dikembangkan dan dihilirisasikan ke masyarakat adalah Pemanfaatan biji karet sebagai pengganti bahan baku pembuatan

tempe. Penelitian tersebut menghasilkan informasi penting tentang kandungan tempe biji karet.

Hasil penelitian tersebut telah disosialisakan untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di beberapa wilayah perkebunan di Kabupaten Jember. Potensi jumlah biji karet di wilayah Kabupaten Jember mencapai 45.414.000 – 68.121.000.000 butir/tahun. Berdasarkan data luas lahan perkebunan karet di Kabupaten Jember yang mencapai 15,138 Ha (BPS, 2018). Jumlah biji karet yang dihasilkan dari satu hektar tanaman sangat bervariasi, yaitu sekitar 3.000-4.500.000 butir/ha/tahun. Tim peneliti IKIP PGRI Jember yang terdiri dari Ismul Mauludin Al Habib, Dwi Sucianingtyas Sukamto, Lila Maharani melakukan penelitian tentang kadar gizi tempe biji karet pada tahun 2014 melalui program Penelitian Dosen Pemula hibah Kemenristekdikti.

Sosialisasi kepada Masyarakat dilakukan pada tahun 2016 dan 2017 melalui program Iptek bagi Masyarakat, dan pada tahun 2018 melalui Program KKN-PPM Kemenristekdikti. Berbagai upaya pengembangan telah dilaksanakan tim IKIP PGRI Jember adalah mengembangkan produk-produk olahan berbahan dasar biji karet antara lain, sambel pecel biji karet, keripik tempe biji karet dan rempeyek biji karet. Berdasarkan hasil evaluasi dari masyarakat sebagai mitra, pengolahan terkendala pada proses pemecahan biji karet yang dilakukan secara manual. Hasil evaluasi tersebut ditindaklanjuti oleh tim dengan mengajukan dana hibah untuk pembuatan mesin pemecah biji

karet. Dan akhirnya kegiatan ini dapat didanai melalui Program Penerapan Teknologi Tepat Guna Kemenristekdikti tahun 2019.

Program Penelitian dan Pengabdian Masyarakat yang didanai oleh Kemenristekdikti memberikan dampak positif bagi masyarakat, salah satunya pada karang taruna Bina Muda Desa Suci Kecamatan Panti yang menjadi lebih produktif dengan memanfaatkan inovasi hasil penelitian Tim IKIP PGRI Jember. Mereka memanfaatkan mesin pemecah biji karet, untuk memproduksi bahan makanan berbahan dasar biji karet. Kami sangat berterima kasih kepada tim dari IKIP PGRI Jember dan Kemenristekdikti dengan adanya program hibah ini. Kata Roby selaku ketua karang .i t n a P n a t a m a c e K i c u S a s e d a d u M a n i B a n u r a t

Masyarakat desa Silo dan Harjomulyo Kecatan Silo kabupaten Jember juga telah merasakan manfaat dari program hibah dari Kemenristekdikti. “Ibu– ibu jadi punya kegiatan tambahan yang produktif di sore hari, terimakasih kepada IKIP PGRI Jember dan Kemenristekdikti yang telah memberikan program seperti ini.“ kata Ibu Ewin selaku ketua Ikatan Istri Karyawan perkebunan.

Keunggulan dari program ini adalah dapat inovasi bangsa menuju Indonesia unggul. Program selanjutnya di tahun 2020-2021 melakukan riset potensi tepung biji karet, uji keamanan pangan, sosialisasi dan pelatihan ke masyarakat perkebunan karet. Diharapkan terdapat dampak dari pengolahan biji karet secara nasional yang dilakukan pada setiap perkebunan karet dengan membentuk wisata edukasi berbasis alam di area perkebunan, sebagai upaya memperkenalkan produk olahan biji karet. Tentunya melalui program kerjasama antara IKIP PGRI Jember, Kemenristek/ BRIN dan Direktorat Perkebunan.

(24)
(25)

artikel pengawasan

Reformasi Birokrasi

Melalui Penguatan

Pengawasan INDONESIA

UNGGUL

Penulis : Hendra Suryanto

R

eformasi memiliki makna perubahan kearah yang lebih baik. Manusia senantiasa berubah dari waktu ke waktu menjadi lebih baik lagi. Hari ini harus lebih baik dari kemarin, hari yang akan datang harus lebih baik dari hari sebelumnya. Perubahan kearah yang lebih baik pada setiap individu menjadi keharusan, menjadi pribadi yang dinamis menuju kearah baru. Da’i kondang Aa Gym menyampaikan pesan bahwa perubahan kearah yang lebih baik dimulai dari diri kita sendiri, hal kecil, dan sekarang juga. Kehidupan selalu dinamis, alampun dinamis, terus bergerak berubah, individu dituntut senantiasa dinamis. Individu terus bergerak maju untuk menjadikan pribadi yang lebih berarti bagi

dirinya dan lingkungan.

Para ilmuwan dan para praktisi tanpa henti mengembang dan menemukan IPTEK baru, sehingga IPTEK selalu bergerak lebih maju, bahkan lebih cepat, dari waktu ke waktu. Kini berada dalam era iptek yang kita sebut Era Industri 4.0, dan entah apalagi era IPTEK ke depannya. Semisal, teknologi digital yang sekarang sedang trend. Dampaknya terhadap manusia secara luas tak terhindarkan dalam berbagai hal, dimana manusia harus berubah pula menata kehidupan dengan memanfaatkan IPTEK terkini untuk kehidupan yang lebih baik dan sejahtera.

(26)

artikel pengawasan

Reformasi birokrasi di pemerintahan menjadi keniscayaan untuk dijalankan agar senantiasa roda pemerintah berjalan semakin baik, berperan semakin optimal, semakin berakuntabilitas, semakin meningkat pelayanan bagi masyarakat, dan semakin bermakna bagi bangsa dan negara. Perubahan aparatur pemerintah dan organisasi secara sistemik kearah yang lebih baik menjadi kunci keberhasilan reformasi birokrasi. Birokrasi yang dinamis dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Kementerian Ristek/BRIN menjadi bagian integral dari program reformasi birokrasi nasional dan senantiasa berperan aktif didalamnya.

Kementerian Ristek/BRIN tentu saja memiliki komitmen dan konsisten melaksanakan reformasi birokrasi. Salah satu program reformasi birokrasi di Kementerian Ristek/BRIN adalah penguatan i s a r g e t n i n a d r u t a l k n e m o n n a h a b u r e P . n a s a w a g n e p

lembaga/unit kerja lain ke dalam Kementerian Ristek/BRIN, menuntut kegiatan pengawasan menjadi semakin profesional. Perubahan tentunya melahirkan bidang-bidang dan kegiatan-kegiatan baru baik aspek manajerial maupun inti riset dan inovasi di lingkup kelembagaan ristek/BRIN. Pengawasan seyogyanya meliputi perencanaan hingga hasil/dampaknya (hulu hingga hilir), sehingga bersifat menyeluruh, utuh, dan terpadu. Pada sisi lain, pengawasan idealnya untuk menciptakan iklim kondusif yang mendorong para pelaku yang terlibat dalam riset dan inovasi semakin dapat berkerja penuh dedikasi dan tanggung jawab untuk menghasilkan outcome riset dan inovasi dengan nilai tambah (added value) tinggi bagi masyarakat, bangsa dan Negara. Para pengawas dan para peneliti bagaimana dapat bekerjasama dalam menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi kendala atau hambatan penelitian, sehingg para peneliti tetap produktif.

Dalam usaha memberikan arah kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi agar program reformasi birokrasi dapat berlangsung secara melembaga dan berkelanjutan tentunya diperlukan peta jalan reformasi birokrasi di Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional. Sasaran reformasi birokrasi yaitu: 1) birokrasi yang bersih dan akuntabel; 2) birokrasi yang efektif dan publik yang berkualitas. Bahasa lebih sederhana bagaimana reformasi birokrasi menjadikan birokrasi yang lebih baik, lebih murah, dan lebih cepat.

Reformasi birokrasi pada intinya adalah terjadinya perubahan mental, pola pikir dan budaya kerja aparatur. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan/ organisasi, ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur. Hal-hal yang mengakibatkan sistem penyelenggaraan pemerintahan kurang berjalan baik, tidak berjalan, atau diperkirakan tidak akan berjalan dengan baik harus ditata ulang atau diperbarui. Jadi reformasi birokrasi

(27)

artikel pengawasan

dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Untuk menuju perubahan-perubahan tersebut ke arah lebih positif, diperlukan beragam program, antara lain penguatan sistem pengawasan. Program penguatan sistem pengawasan dimaksudkan untuk meningkatkan penyelenggaraan birokrasi yang bersih dan bebas KKN. Reformasi birokrasi merupakan salah satu langkah awal untuk melakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik, efektif secara cepat, tepat, dan profesional.

Program Penguatan Sistem Pengawasan mempunyai sasaran, yaitu:

1. Meningkatkan kepatuhan terhadap pengelolaan keuangan negara oleh masing– masing instansi pemerintah;

2. Meningkatnya efektivitas pengelolaan keuangan negara pada masing masing instansi pemerintah;

3. Meningkatnya status opini BPK terhadap pengelolaan keuangan negara pada masing-masing instansi pemerintah dan;

4. Menurunnya tingkat penyalah gunaan wewenang pada masing masing instansi pemerintah.

Keberhasilan program dapat diraih melalui perencanaaan dan pelaksanaannya secara baik. Perencanaan dijabarkan dalam peta jalan reformasi birokrasi Kementerian Ristek/BRIN. Peta jalan merupakan panduan bagi pelaksanaan program reformasi birokrasi. Program penguatan pengawasan sebagai salah satu program reformasi birokrasi, tentunya harus mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Guna mencapai tujuan penguatan pengawasan dan mempercepat tercapainya sasaran program reformasi birokrasi Kementerian Ristek/BRIN, perlu disusun perencanaan program penguatan pengawasan dan kegiatan yang konkret. Penguatan pengawasan dilakukan dengan beragam program dan pendekatan, serta berkesinambungan untuk peningkatan kinerja pengelolaan satuan/ unit kerja, pengelolaan keuangan negara yang handal dan terpercaya, peningktan ketaatan pada dan efektif, serta peningkatan kebermaknaan aktivitasnya bagi masyarakat, bangsa dan negara. Program penguatan pengawasan meliputi:

1. Pembangunan unit kerja untuk memperoleh predikat menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)/Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM);

2.

3. Pelaksanaan whistleblowing sistem; 4. Pelaksanaan pemantauan benturan; 5. kepentingan;

6. Pembangunan SPIP;

7. Penanganan pengaduan masyarakat dan; 8. Penguatan pengelolaan APIP.

Penguatan pengawasan juga perlu mendapat penguatan dari aspek lainnya, misalnya penyediaan kebijakan dan regulasi, penataan ulang aparatur pengawas karena integrasi lembaga, berkembangnya bidang-bidang kerja,

(28)

ARTIKEL PENGAWASAN

jumlah pengawas, kapasitas/kemampuan aparatur pengawas, pemanfaatan IT/teknologi digital secara optimal dalam pengawasan, penguatan peran Satuan Pengawas Internal (SPI) sebagai mitra pimpinan unit kerja, dll. Wujud-wujud penguatan pengawasan lainnya diperlukan agar program-program reformasi birokrasi dapat mengatasi masalah secara menyeluruh dan terpadu, saling mengisi kekurangan dan kelebihan, serta saling memperkuat satu sama lain. Program pengawasan juga senantiasa relevan dan kontekstual dengan kebutuhan dan untuk perbaikan berkesinambungan (continuous improvement). Dengan demikian diharapkan lembaga/unit kerja lebih terjaga, berintegritas dan berakuntabilitas. Uraian di atas disarikan dari bahan program reformasi birokrasi Kementerian Ristek/BRIN. Pelaku utama program reformasi birokrasi tentunya seluruh individu yang berada dalam organisasi. Aparatur menjadi ruh reformasi, bukan yang statis, melainkan yang dinamis dimana ia senantiasa berpikir, bersikap dan bertindak melakukan perubahan untuk birokrasi yang lebih baik. Reformasi harus diketahui, dimiliki, dirasakan penting oleh setiap individu dan menjadi komitmen diri. Reformasi tanpa partisipasi para pribadi dalam

organisai menjadi tak berarti. Satu hal yang paling penting sesungguhnya setiap pribadi menjadi pengawas dirinya sendiri untuk mendukung terwujudnya birokrasi yang bersih dan melayani. Pribadi yang baik menjadi pengawasan dirinya yang baik. Kang Ebet Kadarusman almarhum, mantan presenter TV, sering mengatakan “memang baik menjadi orang penting, tapi yang paling penting menjadi orang baik (it nice to be important but the most important is to be nice)”.

(29)
(30)

artikel pengawasan

Evaluasi Rasa Audit

DR. Yusrial Bachtiar, Ak., MM., CA

(Plt. Inspektur Utama Kemenristek/BRIN)

“Maaf Bapak dan Ibu, surat tugasnya menyatakan bahwa bapak dan ibu ditugaskan untuk mengevaluasi program yang kami kelola. Kami mohon bertanya, apa bedanya kegiatan bapak dan ibu ini dengan audit yang sudah dilakukan?”. Pertanyaan yang sekaligus mengandung keluhan, terlontar pada saat pembahasan akhir hasil evaluasi terhadap salah satu program di bidang Pendidikan Tinggi. Sebagai pengelola kegiatan atau program, yang sehari-hari berhadapan langsung dengan para evaluator, mengetahui persis perilaku, data, dan informasi yang diminta atau yang harus disediakan. Jika berada pada posisi auditor, jawaban dan penjelasan apa yang diberikan? Apa yang salah dari perilaku evaluator? Atau apa yang harus dilakukan oleh APIP?”

Pengantar

Evaluasi, kata ini tidak asing ditelinga kita bukan. Hampir semua orang dewasa mengetahui kata ini. Sering juga, kata ini dirangkai dengan kata lainnya seperti Evaluasi Pembelajaran, Evaluasi Pendidikan, Evaluasi Kinerja, Evaluasi Program, dan lain-lain. Untuk orang-orang yang berkecimpung di bidang pengelolaan kegiatan atau program, kata evaluasi sering didahului dengan kata monitoring sehingga membentuk kata monitoring dan evaluasi (monev). Kegiatan monev merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam daur pelaksanaan kegiatan atau program.

Bagi sumber daya manusia yang berada dibawah naungan unit kerja Aparat Pengawasan Intern

(31)

artikel pengawasan

Pemerintah (APIP) kata ini juga sangat akrab dengan pekerjaan pengawasan internal. Paling tidak, sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun, SDM APIP melakukan kegiatan evaluasi, yaitu evaluasi terhadap pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan evaluasi terhadap Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Dalam lingkungan Akuntan Publik, kata evaluasi juga seharusnya selalu ada dalam setiap pelaksanaan kegiatan atau penugasan pemberian jasa kepada perusahaan atau klien.

Meskipun kata ini tidak asing dalam pelaksanaan kegiatan/program dan kegiatan pengawasan intern, namun dalam implementasinya, sangat sulit membedakan secara tegas dengan jenis kegiatan pengawasan intern lainnya. Hampir sebagian besar SDM APIP, tidak dapat menjelaskan secara baik perbedaan mendasar kegiatan evaluasi dengan kegiatan pengawasan lainnya. Dampaknya, dikalangan satuan kerja atau para pengelola kegiatan/program, timbul pertanyaan yang kadang terlontar kadang hanya dalam hati, “kok tidak beda ya dengan audit yang kemarin?” sehingga berkembang luas istilah “Evaluasi Rasa Audit”, penugasannya evaluasi namun pelaksanaannya audit. Jika demikian, evaluasi yang dilakukan oleh pihak eksternal dan internal, akan menjadi kata yang menimbulkan rasa kekhawatiran atau ketakutan bagi para pengelola kegiatan. Evaluasi yang dilakukan bukan untuk perbaikan atau memberikan nilai tambah, tetapi akan menentukan keberlanjutan kegiatan/program atau karir para pengelola.

Evaluasi?

Wikipedia menjelaskan bahwa kata Evaluasi merupakan saduran dari bahasa Inggris “evaluation” yang diartikan sebagai penaksiran

itu sendiri telah banyak dinyatakan oleh para penulis dari berbagai latar keilmuan, beberapa diantaranya:

• Sudijono: sebuah interpretasi (penafsiran) yang bersumber pada data-data kuantitatif.

mendapatkan, dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan.

• Worthen and Sanders: proses mencari sesuatu yang berharga, baik berupa program, informasi, produksi, maupun alternatif prosedur.

menyimpulkan bahwa evaluasi adalah proses menetukan nilai untuk suatu hal atau objek yang berdasarkan pada acuan-acuan tertentu untuk evaluasi menurut wikipedia adalah:1. Proses menentukan nilai; 2. Sesuatu hal atau obyek; 3. Pada acuan-acuan tertentu; dan. 4. Menentukan tujuan tertentu. Menurut wikipedia juga, dalam perusahaan, evaluasi dapat diartikan sebagai proses pengukuran akan efektivitas strategi yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut akan digunakan sebagai analisis situasi program berikutnya.

bahwa evaluasi diartikan sebagai proses informasi tentang kinerja manusia, sistem, atau alat untuk mengukur/menilai apakah sebuah kegiatan atau program dilaksanakan sesuai perencanaan dan berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan sehingga dapat dijadikan bahan dalam pengambilan keputusan.

(32)

artikel pengawasan

Evaluasi Dalam Konteks Pengawasan Intern

Di Bidang Pengawasan Intern, kata evaluasi dijumpai dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Kata ini dijumpai dalam pasal pasal 48. Kata evaluasi merupakan salah satu kegiatan Pengawasan Intern Pemerintah. Pada ayat (2) n r e t n I n a s a w a g n e P t a r a p A a w h a b n a k a t a y n i d ) 1( t a y a a d a p d u s k a m i d a n a m i a g a b e s h a t n ir e m e P . b ;t i d u a . a :i u l a le m n r e t n i n a s a w a g n e p n a k u k a le m

reviu; c. evaluasi; d. pemantauan; dan e. kegiatan pengawasan lainnya.

Pasal 48 ayat (2) huruf c, yang menyatakan bahwa h a l a d a ” is a u l a v e “ n a g n e d d u s k a m i d g n a y li s a h n a k g n i d n a b m e m n a t a i g e k n a i a k g n a r , r a d n a t s n a g n e d n a t a i g e k u t a u s is a t s e r p u a t a

rencana, atau norma yang telah ditetapkan, dan i h u r a g n e p m e m g n a y r o t k a f-r o t k a f n a k u t n e n e m

keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan evaluasi menurut PP No. 60 tahun 2008 adalah: 1. Membandingkan hasil atau prestasi; 2. Standar, rencana, atau norma; 3. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalannya; dan 4. Pencapaian tujuan.

disampaikan oleh beberapa penulis sebagaimana yang diuraikan pada bagian penjelasan tentang dalam PP No. 60 Tahun 2008 tentang SPIP, tampak 60 Tahun 2008 tentang SPIP lebih fokus pada hanya membandingkan hasil atau prestasi dengan standar, rencana atau norma yang telah ditetapkan, menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan, dan dikaitkan dengan

pencapaian tujuan.

Kata evaluasi juga ditemukan dalam pasal 43 ayat (2), PP No. 60 Tahun 2008 tentang SPIP, yang menyatakan bahwa “Pemantauan Sistem Pengendalian Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pemantauan berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya”. kata evaluasi terpisah sebagai “Yang dimaksud dengan “evaluasi terpisah” adalah penilaian atas mutu kinerja Sistem Pengendalian Intern dengan ruang lingkup dan frekuensi tertentu berdasarkan pada penilaian risiko dan efektivitas prosedur pemantauan yang berkelanjutan”.

Sedangkan dalam Daftar Uji Pengendalian Intern Pemerintah yang merupakan Lampiran PP No. 60 Tahun 2008 tentang SPIP, pada Bagian Pendahuluan dinyatakan bahwa “secara khusus, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 43 Peraturan Pemerintah ini, pimpinan Instansi Pemerintah melakukan pemantauan s a t a h a si p r e t is a u l a v e i u l a le m n i a l a r a t n a

Sistem Pengendalian Internal masing-masing untuk mengetahui kinerja dan efektivitas Sistem Pengendalian Internal serta cara meningkatkannya. Daftar Uji Pengendalian Internal Pemerintah dimaksudkan untuk membantu pimpinan Instansi Pemerintah dan evaluator dalam menentukan sampai seberapa jauh pengendalian intern suatu Instansi Pemerintah dirancang dan berfungsi serta, jika perlu, untuk membantu menentukan apa, bagian mana, dan bagaimana penyempurnaan dilakukan.

Jadi, evaluasi dalam sistem pengendalian internal yang merupakan salah satu alat pengawasan internal, tidak melakukan pengukuran atau

(33)

artikel pengawasan

Sumber: http://www.kjaashadirekan.co.id/jasa-internal-audit-atau-pemeriksaan-internal/

penilaian kinerja, namun hanya membandingkan hasil atau prestasi yang telah dicapai. Pengukuran dan atau penilaian hasil diserahkan sepenuhnya kepada pelaksana/pengelola kegiatan/program. Di samping itu, evaluator dalam kegiatan evaluasi di bidang pengawasan internal, harus memperoleh informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan pencapaian tujuan kegiatan/program.

Salah satu kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) adalah evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi 5 1 0 2 n u h a T 2 1 r o m o N a is e n o d n I k il b u p e R i s a r k o ri B

Tentang Pedoman Evaluasi Atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dinyatakan bahwa untuk mengetahui sejauh mana instansi pemerintah mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)-nya, serta sekaligus untuk mendorong adanya peningkatan kinerja instansi pemerintah, maka perlu dilakukan suatu evaluasi implementasi

SAKIP.

sebagai aktivitas analisis yang sistematis, pemberian nilai, atribut, apresiasi, dan pengenalan permasalahan, serta pemberian solusi atas masalah yang ditemukan untuk tujuan peningkatan akuntabilitas dan kinerja instansi/ SAKIP di atas, kata kuncinya adalah: 1. Analisis yang sistematis, 2. Pemberian nilai, atribut, dan apresiasi, 3. Pengenalan masalah, 4. Pemberian solusi, dan 5. Peningkatan akuntabilitas kinerja.

Evaluasi V.S Audit

Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, dalam pasal 48 Pada ayat (2) menyatakan h a t n ir e m e P n r e t n I n a s a w a g n e P t a r a p A a w h a b n a k u k a le m ) 1( t a y a a d a p d u s k a m i d a n a m i a g a b e s

pengawasan intern melalui: a. audit; b. reviu; c. evaluasi; d. pemantauan; dan e. kegiatan , u iv e r ,t i d u a n a t a i g e K . a y n n i a l n a s a w a g n e p

(34)

artikel pengawasan n a t a i g e k n a k a p u r e m n a u a t n a m e p n a d ,i s a u l a v e

yang berkaitan langsung dengan penjaminan kualitas (quality assurance).

Penjelasan Pasal 48 Ayat (2) Huruf a PP No. 60 Tahun 2008 tentang SPIP, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “audit” adalah proses yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. 2. Dilakukan secara independent, obyektif, dan professional; 3. Berdasarkan standar audit; 4. Menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan 5. Pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah.

audit, tampak jelas perbedaannya. Evaluasi dalam masalah, analisis dan evaluasi bukti. Evaluasi dalam pegawasan intern hanya membandingkan hasil atau prestasi dengan standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi juga tidak harus dilakukan oleh orang yang independen dan professional. Evaluasi tidak mensyaratkan evaluator orang yang independen dan atau orang Evaluasi juga tidak harus dilakukan sesuai dengan standar evaluasi seperti halnya audit, karena selain belum memiliki standar evaluasi. Dan evaluasi tidak menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, serta keandalam informasi. Namun, evaluasi harus memperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan dan keberhasilan pencapaian tujuan

kegiatan/program yang dievaluasi.

Jadi, evaluasi seharusnya jauh lebih sederhana dibandingkan dengan audit dalam tataran pelaksanaan di lapangan. Hanya membandingkan hasil dengan standar atau rencana yang telah ditetapkan serta menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalannya. evaluasi lebih memfokuskan pada pengumpulan data dan analisis untuk membangun argumentasi bagi perumusan saran/rekomendasi perbaikan. Sifat evaluasi lebih persuasif, analitik, dan memperhatikan kemungkinan penerapannya. Dalam implementasinya, evaluasi yang dilaksanakan oleh APIP, harus sesuai dengan pedoman evaluasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pedoman ini menjadi acuan evaluator dalam melaksanakan tugas agar hasil evaluasi dapat terstandar dan dapat dibandingkan dengan yang lain. Dalam setiap pedoman evaluasi, terdapat beberapa acuan yang harus diikuti oleh evaluator dalam melaksanakan tugas evaluasi. Ketentuan tersebut antara lain: 1. Perumusan Tujuan Evaluasi; 2. Penentuan Ruang Lingkup Evaluasi; 3. Perancangan Desain Evaluasi; 4. Pemilihan Metode dan Teknik serta Instrumen dan Alat Evaluasi; 5. Pe laksanaan Evaluasi; dan 6. Pelaporan dan Pengkomunikasian Hasil Evaluasi.

Tim evaluator sering terjebak dalam ketidakjelasan perumusan tujuan evaluasi, batasan lingkup evaluasi, metoda dan teknik evaluasi yang akan diterapkan, serta instrumen dan alat evaluasi yang akan digunakan. Akibatnya, kesederhanaan dalam melakukan evaluasi secara teoritis, dalam pelaksanaannya di lapangan menjadi tidak terarah, melebar ke seluruh penjuru mata angin, menggunakan metode dan teknik audit, serta salah menggunakan instrument dan alat evaluasi.

(35)

artikel pengawasan

Pedoman evaluasi yang telah disusun tidak dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan tugas, sehingga para evaluator bekerja hanya berdasarkan kebiasaan dan pengalaman yang dimiliki. Dampak yang terasa oleh para pengelola kegiatan adalah evaluasi yang dilaksanakan sama dengan audit yang selama ini dilakukan.

Langkah-langkah dan metode evaluasi kondisi tersebut juga lebih disebabkan adanya faktor lingkungan pengawasan internal. Pada masa sebelum terbitnya PP No. 60 tahun 2008 tentang SPIP, pengendalian internal yang kita kenal sekarang ini disebut dengan pengawasan melekat. Sejak resesi ekonomi tahun 1998 melanda dunia, pengawasan terhadap tindak pidana Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Pengawasan terhadap KKN ini juga semakin gencar dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Audit yang dilakukan oleh instansi pengawasan internal dengan tujuan pencegahan tidak pidana korupsi

demikian kuat dan berkualitas. Setiap instansi atau unit kerja yang dijadikan sasaran pemeriksaan atau audit sudah dapat dipastikan ditemukan beberapa berujung pada penyerahan kasus-kasusnya kepada aparat penegak hukum.

Fenomena kuatnya peran aparat pengawas intern (auditor) pemerintah dalam melakukan audit telah dan rasa takut yang luar biasa para pengelola keuangan untuk diaudit. Istilah atau kata audit menjadi kata yang sangat menakutkan dan perlu dihindari. Berbagai cara dan Langkah dilakukan para pengelola keuangan agar tidak diaudit. Para pengola keuangan dan pimpinan instansi berupaya menolak surat tugas audit atau tim audit dengan beribu alasan yang diperkenankan peraturan perundang-undangan.

Phobia akan kata Audit menjadi semakin meluas sehingga kinerja instansi pengawasan internal pemerintah menjadi turun sangat pengawasannya, diciptakanlah berbagai program baru di bidang pengawasan internal sehingga apparat pengawasan internal tetap dapat berperan mengawal pelaksanaan anggaran pemerintah dengan sebaik-baiknya. Salah satu upaya yang sangat berhasil adalah penciptaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dengan PP No. 60 Tahun 2008, yang memperkenalkan lima jenis pengawasan internal sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya.

Pada awal-awal implementasi PP No. 60 Tahun 2008, untuk menghindari phobia audit, sebagian besar aparat pengawasan internal, mencoba untuk memperhalus kata audit dengan menggantinya dengan istilah evaluasi. Mungkin pula, kondisi

(36)

artikel pengawasan

dan kebiasaan ini yang masih terbawa oleh para auditor sehingga langkah-langkah kerja evaluasi masih sama dengan Langkah kerja audit.

Simpulan

Evaluasi jelas berbeda dengan audit. Secara teoritis, seharusnya langkah dan simpulan evaluasi lebih sederhana dari langkah dan simpulan hasil audit. Kesamaan evaluasi dengan audit didalam fakta dan penampilan, lebih banyak disebabkan kekurang cermatan dalam penyusunan pedoman evaluasi yang merupakan acuan pokok

evaluator dalam melaksanakan tugas. Di sisi lain, kebiasaan lama yang sudah melekat dalam pola pikir auditor, lebih banyak menggunakan langkah-langkah audit karena pedoman evaluasi yang kurang dan/atau tidak dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan evaluasi. Untuk meningkatkan saatnya instansi yang mempunyai otoritas di bidang pengawasan intern untuk mengkaji kembali aturan-aturan yang diperlukan dalam pelaksanaan pengawasan intern.

(37)
(38)

artikel pengawasan

Virus Corona dan

Work From

Home

(WFH)

W

ork From Home (WFH) menjadi trend gara-gara corona. Masyarakat awam dikagetkan dengan wabah penyakit corona. Beragam sumber menjelaskan bahwa Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2 ) menyeran g ssitem pernapasan . Penyakit karena infeksi virus ini disebut COVID-19 (Corona Virus Disease 2019). Virus ini adalah jenis baru dari virus corona yang menular manusia ke manusia.

Pertama kali COVID-19 ditemukan di kota Wuhan, provinsi Hubei China pada akhir Desember 2019. Otoritas kesehatan China melaporkan sejumlah kasus sindrom pernafasan akut di kota tersebut. corona baru sebagai agen penyebab utama kasus pada manusia. Penyebaran dan penularan begitu cepat dan telah menyebar ke hampir semua negara, termasuk Indonesia, dalam kurun waktu beberapa bulan saja.

Gambar

Gambar  1.  Publikasi  Internasional  Indonesia  dibandingkan Negara ASEAN 1996 – 2014

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan berbagai macam tahap dalam penelitian ini maka disimpulkan bahwa hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah adanya hubungan positif yang signifikan

(2) Tujuan dibentuknya Peraturan Walikota ini adalah untuk mewujudkan optimalisasi penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas dalam rangka menjamin keamanan,

- Surat Pencabutan Gugatan HAK KEPANITERAAN PADA PENGADILAN TINGKAT PERTAMA -> PERADILAN AGAMA - Relaas Pemberitahuan Putusan Sela PK kepada Pemohon/ Termohon Peninjauan Kembali

YLL pada suatu populasi diukur dengan mengalikan jumlah kematian penyakit (N) dengan standar usia harapan hidup pada kematian (dalam tahun, L), sehingga rumusnya

Model pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan pada lahan gambut di Provinsi Riau membutuhkan data-data tentang lahan dan sosial-ekonomi yang terpadu. Penelitian

Hal tersebut dapat mempermudah investor mendapatkan informasi mengenai perencanaan kebutuhan, perencanaan biaya, perhitungan rencana pendapatan, perhitungan

si mengajar n, kelas yan elas yang se a yang kur k ergonomi ebab risiko elitian usan masala baran tingk epok tahun ungan faktor asar Negeri d ungan faktor asar Negeri d ungan