• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kemitraan dengan PT Indofood Fritolay Makmur (PT IFM) terhadap Efisiensi Petani Kentang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Kemitraan dengan PT Indofood Fritolay Makmur (PT IFM) terhadap Efisiensi Petani Kentang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

175 TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 ISSN: 1693-5241

Pengaruh Kemitraan dengan PT Indofood Fritolay Makmur (PT IFM)

terhadap Efisiensi Petani Kentang di Kecamatan Pangalengan Kabupaten

Bandung Provinsi Jawa Barat

Micha Snoverson Ratu Rihi

Jurusan Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Politeknik Pertanian Negeri Kupang Sri Hartoyo

Anna Faryanti

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Abstract: The main objective of this study is to analyze the technical, allocative, and economic efficiencies. In order to that, the study used primary data collected from 80 potato farmers. Using the stochastic frontier analysis (SFA), the results showed that the technical, allocative, and economic efficiencies of the farmers are 0.71, 0.51, and 0.36, respectively. Therefore, if farmers could increase their efficiencies to the highest levels, the cost could be reduced for about 28%, 35%, and 38%, respectively. The model also used a dummy variable to distinguish partnership with PT IFM. It is showed that partnership reduced farmers allocative inefficiency. Otherwise, it increased the technical and economic inefficiencies. Another dummy variable of potato cultivation training and duration as a member of farmers club lowered all inefficiencies. The results implied that the average technical, allocative, and economic efficiencies of potato farmers who had part-nership with PT IFM were lower than those who had no partpart-nership.

Keywords: business partnership, efficiency, potato farmers

Abstrak: Tujuan utama penelitian ini adalah menganalisis efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi petani kentang.

Untuk menjawab tujuan itu, kajian ini menggunakan data primer dari 80 petani kentang. Menggunakan analisis stokastik frontier (stochastic frontier analyzis, SFA), hasil penelitian menujukkan rata-rata efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi petani kentang berturut-turut adalah 0.71, 0.51. dan 0.36 menunjukkan jika petani dapat meningkatkan efisiensi teknis,alokatif, dan ekonomi mereka ke tingkat efisiensi tertinggi, biaya usahatani kentang dapat dikurangi masing-masing sebesar 28, 35, dan 38%. Model persamaan juga memasukkan variabel dummy kemitraan untuk membedakan pengaruh kemitraan dengan PT IFM terhadap inefisiensi teknis, inefisiensi alokatif dan inefisiensi ekonomi petani kentang. Hasilnya menunjukkan bahwa kemitraan dengan PT IFM mengurangi inefisiensi alokatif namun meningkatkan inefisiensi teknis dan inefisiensi ekonomi. Variabel dummy pelatihan budidaya kentang dan variabel lama menjadi anggota kelompoktani berpengaruh mengurangi semua inefisiensi. Hasil penelitian juga menunjukkan rata-rata efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi petani kentang yang bermitra dengan PT IFM lebih rendah daripada rata-rata efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi petani yang tidak bermitra.

Kata Kunci: kemitraan, efisiensi, dan petani kentang

Alamat Korespondensi:

Micha Snoverson Ratu Rihi, Jurusan TPH, Politani Negeri Kupang. Email: raturihimicha@yahoo.com; HP (081339440891)

(2)

Kentang merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan dengan jumlah produksi ketiga terbesar di Indonesia setelah cabe dan kubis. Share produksi kentang pada tahun 2009 adalah 10.20% dari total produksi sayuran di Indonesia (Badan Pusat Statistik 2010a). Provinsi Jawa Barat merupakan sentra pro-duksi kentang di Indonesia dengan share propro-duksi pada tahun 2009 adalah 27.25% dari total produksi kentang nasional (Badan Pusat Statstik 2010a). Salah satu sentra produksi kentang di Jawa Barat adalah Kabupaten Bandung dengan share produksi lebih dari 57% pada tahun 2009 (Badan Pusat Statistik 2010b). Produktivitas rata-rata kentang di Kabupaten Bandung pada tahun 2009 sebesar 20.35 ton/ha, lebih rendah daripada produktivitas kentang Jawa Barat pada tahun yang sama (20.89 ton/ha) dan bahkan lebih rendah daripada produktivitas kentang Brazil (24.46 ton/ha) sebagai sesama negara berkembang yang ber-iklim sama dengan Indonesia (FAO 2011).

Rendahnya produktivitas kentang di Kabupaten Bandung diduga karena tingkat efisiensi yang relatif masih rendah. Bakhsh, et al. (2006) menyatakan bah-wa salah satu kemungkinan meningkatkan produksi kentang yaitu menggunakan sumberdaya yang terse-dia secara lebih efisien. Peningkatan efisiensi tidak saja meningkatkan produksi kentang seperti yang ditemukan oleh Bakhsh, et al. (2006), tapi juga dapat menekan biaya usahatani sehingga dapat meningkat-kan pendapatan petani seperti yang ditemumeningkat-kan oleh Ogundari dan Ojo (2007), Obare, et al. (2010), dan Adhiana (2005). Pertanyaannya, berapa besar efi-siensi teknis, alokatif dan ekonomi petani kentang, apa saja yang mempengaruhi inefisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi serta berapa besar biaya yang dapat dihemat oleh petani kentang jika efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi ditingkatkan sampai tingkat tertinggi?

PT Indofood Fritolay Makmur (PT IFM) meru-pakan sebuah perusahaan pengolahan kentang telah melakukan program kemitraan dengan petani kentang di Kecamatan Pangalengan sejak tahun 1997 dengan menyediakan bibit unggul kentang bersertifikasi bagi petani dan melatih semua ketua kelompoktani yang dibentuk untuk tujuan kemitraan agar trampil dalam pembibitan kentang. Pembibitan yang dimaksud ada-lah dengan membeada-lah umbi bibit kentang menjadi dua sehingga petani dapat lebih efisien dalam penggunaan

bibit. Jika petani dapat memproduksi pada tingkat output tertentu dengan menggunakan input lebih efisien pada tingkat teknologi tertentu maka petani dapat lebih efisien dalam mengalokasikan input. Selain itu petani yang bermitra diharapkan lebih efisien seca-ra alokatif karena adanya jaminan kepastian harga dari perusahaan mitra atas kentang yang dihasilkan pada saat bibit diserahkan kepada petani. Dengan adanya kepastian harga jual bagi kentang yang dipro-duksi oleh petani yang bermitra, mereka diharapkan dapat melakukan pengalokasian biaya pada kondisi minimisasi sehingga dapat meningkatkan efisiensi alokatif. Pada akhirnya jika petani yang bermitra diha-rapkan lebih efisien secara teknis dan alokatif maka tentu saja mereka pun diduga dapat lebih efisien seca-ra ekonomis daripada petani yang tidak bermitseca-ra. Pertanyaannya, apakah petani kentang yang bermitra dengan PT IFM lebih efisien secara teknis, alokatif dan ekonomi daripada petani yang tidak bermitra?

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah menganalisis efisiensi teknis, alokatif, ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi; menganalisis besarnya biaya yang dapat dikurangi oleh petani kentang jika dilakukan perbaikan efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi ke tingkat yang paling tinggi; dan menganalisis pengaruh kemitraan terhadap efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi petani kentang.

KERANGKA PEMIKIRAN

Farrell (1957), diacu dalam Coelli, et al. (1998) memperkenalkan bahwa efisiensi terdiri dari efisiensi teknis (Technical Efficiency-TE) yakni kemampuan suatu perusahaan untuk mendapatkan output maksi-mum dari penggunaan suatu set (bundle) input. Efi-siensi teknis berhubungan dengan kemampuan suatu perusahaan untuk berproduksi pada kurva frontier isoquant. Kumbhakar dan Lovell (2000) menyatakan bahwa efisiensi teknis menunjuk pada kemampuan untuk meminimalisasi penggunaan input dalam pro-duksi sebuah vektor output tertentu atau kemampuan untuk mencapai output maksimum dari suatu vektor input tertentu. Definisi lain menunjukkan bahwa TE adalah kemampuan perusahaan untuk memproduksi pada tingkat output tertentu dengan menggunakan input minimum pada tingkat teknologi tertentu. Seorang

(3)

petani secara teknis dikatakan lebih efisien dibanding-kan dengan petani lainnya jika dengan penggunaan jenis dan jumlah input yang sama menghasilkan output secara fisik yang lebih tinggi. Efisiensi alokatif (Allocative Efficiency-AE) adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menggunakan input pada proporsi yang optimal pada harga dan teknologi produksi yang tetap (given). AE merupakan kemampuan perusaha-an untuk menghasilkperusaha-an sejumlah output pada kondisi minimisasi rasio biaya dari input. Dengan kata lain, efisiensi alokatif atau yang biasa juga disebut dengan efisiensi harga mengukur tingkat keberhasilan petani dalam usahanya untuk mencapai keuntungan maksi-mum yang dicapai pada saat nilai produk marjinal (Value Marginal Product,VMP) setiap faktor pro-duksi yang diberikan sama dengan biaya marjinalnya (Marginal Cost, MC) atau menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan input dengan proporsi yang optimal pada masing-masing tingkat harga input dan teknologi yang dimiliki. Gabungan kedua efisiensi ini disebut efisiensi ekonomi (Economic Efficiency-EE) atau disebut juga efisiensi total. Hal ini berarti bahwa produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan baik secara teknis maupun ekonomis adalah efisien.

Jika rasio harga-harga input X1 dan X2 ditunjuk-kan oleh garis AA’ maka kombinasi input pada titik Q secara alokatif belum efisien. Efisiensi alokatif da-pat ditentukan jika garis AA’menyinggung kurva isoquant SS’ yaitu pada titik Q’. Efisiensi alokatif terjadi jika untuk menghasilkan satu unit output digunakan biaya yang terendah yaitu pada garis AA’ (isocost) ditunjukkan pada kombinasi input di titik Q’ atau R sehingga kombinasi input di titik Q sudah efisien secara teknis tetapi belum efisien secara alokatif. Hal ini disebabkan untuk menghasilkan satu unit output masih dapat digunakan kombinasi input yang biayanya terendah yaitu di titik R. Berdasarkan uraian di atas maka efisiensi alokatif adalah sebesar OR/OQ. Oleh karena di titik R atau Q’ secara teknis dan alokatif efisien maka efisiensi ekonomi adalah perkalian anta-ra efisiensi teknis dengan efisiensi alokatif, sebesar OR/OP.

Pengukuran Efisiensi Menggunakan

Stochas-tic Frontier

Production frontier memiliki definisi yang ham-pir sama dengan fungsi produksi dan umumnya banyak digunakan saat menjelaskan konsep pengukuran efisiensi. Frontier digunakan untuk menekankan pada kondisi optimum yang dapat dihasilkan (Coelli, et al., 1998). Konsep produksi batas (frontier production function) menggambarkan output maksimum yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi. Fungsi produksi frontier merupakan fungsi produksi yang paling praktis atau menggambarkan produksi maksi-mal yang dapat diperoleh dari variasi kombinasi faktor produksi pada tingkat pengetahuan dan teknologi tertentu (Doll dan Orazem, 1984). Fungsi produksi frontier digunakan dengan menghubungkan titik-titik output maksimum untuk setiap tingkat penggunaan input. Jadi fungsi produksi tersebut mewakili kombi-nasi input-output secara teknis paling efisien. Pengu-kuran fungsi produksi frontier dibedakan atas empat cara yaitu: frontier dan non frontier. Pendekatan non frontier terdiri dari dua metode yaitu: (1) fungsi pro-duksi, dan (2) fungsi keuntungan. Sedangkan pende-katan frontier adalah: (1) determinstic non para-metric frontier, (2) deterministic parapara-metric frontier, (3) deterministic statistical frontier, dan (4) stochastic statistical frontier (stochastic frontier).

ET = OQ/OP EA = OR/OQ EE = OR/OP

Gambar 1. Pengukuran efisiensi (Taylor et al. 1986)

Dalam memahami konsep pengukuran efisiensi kita perlu memperhatikan Gambar 1. Kurva SS’ merupakan isoquant frontier yang menggambarkan kombinasi input minimum untuk menghasilkan ouput satu unit yang secara teknis paling efisien. Jika untuk menghasilkan output satu unit digunakan kombinasi input pada tiitik P maka kombinasi input tersebut dikatakan secara teknis tidak efisien. Kombinasi input yang secara teknis efisien adalah di titik Q. Tingkat efisiensi teknis pada penggunaan kombinasi input adalah OQ/OP.

(4)

Ada beberapa fungsi produksi yang selama ini dikenal dan digunakan dalam penelitian. Salah satunya adalah fungsi produksi Cobb-Douglass. Bentuk umum fungsinya adalah:

Yi = 0 Xii + ei....(1)

Untuk memudahkan dalam pendugaan maka fungsi produksi Cobb-Douglass ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural menjadi:

lnYi= ln 0 + i ln Xi + i...(2) Frontier stochastic disebut juga composed error model. Variabel åi atau yang dikenal dengan nama error term terdiri dari dua komponen yaitu vi dan ui, di mana i = vi - ui, i = 1,...,n.

Aigner, Lovell, dan Schmidt (1977) dikutip Coelli et al. (1998) menyatakan fungsi persamaan stochastic frontier secara ringkas adalah:

ln Yi = ln 0 + i ln Xi + (vi - ui) , i= 1,2, ..., N ...(3)

di mana:

Variabel i atau vi - ui adalah spesifik error term dari observasi ke-i. Variabel acak vi berguna untuk menghitung ukuran kesalahan dan faktor-faktor di luar kontrol petani (eksternal) atau faktor-faktor yang tidak pasti seperti iklim, cuaca, serangan hama dan penyakit tanaman, pemogokan (dalam kasus perusahaan) (Coelli, et al., 1998) yang juga disebut gangguan statistik (statistical noise) di dalam nilai variabel output ber-sama dengan pengaruh-pengaruh yang dikombinasi-kan dari variabel input yang tidak dispesifikasi dalam fungsi produksi. Kesalahan pengukuran dan pemo-delan juga termasuk dalam variabel vi. Sedangkan variabel ui disebut one side disturbance yang ber-fungsi untuk menangkap efek inefisiensi. Variabel ui merupakan variabel non negatif dan diasumsikan terdistribusi secara bebas. Komponen galat (error) yang sifatnya internal dapat dikendalikan petani dan lazimnya berkaitan dengan kapasitas manajerial petani dalam mengelola usahataninya dicerminkan oleh ui. Komponen ini sebarannya simetris (one sided) yakni ui

0. Jika proses produksi berlangsung efisien (sem-purna) maka output yang dihasilkan berimpit dengan potensi maksimalnya berarti ui = 0. Sebaliknya jika ui < 0 berarti berada di bawah potensi maksimalnya. Distribusi menyebar setengah normal (ui ~|N(0, u2|)

dan menggunakan metode pendugaan kemungkinan maksimum (maximum likelihood).

Fitur dasar dari model stochastic frontier digam-barkan dalam dua dimensi dalam Gambar 2. Input-input diwakili dalam sumbu horizontal dan output dalam sumbu vertikal. Komponen deterministik dari model frontier, y = exp (x), digambarkan yang meng-asumsikan bahwa skala hasil yang menurun diguna-kan. Input-input dan output-output yang diamati dari dua perusahaan i dan j, dipresentasikan dalam grafik. Perusahaan ke-i menggunakan tingkat input, xi, untuk menghasilkan output, yi. Nilai input-output yang diamati diindikasikan dengan titik yang ditandai dengan x di atas nilai xi. Nilai dari output stochastic frontier, yi*ad(xi + vi) ditandai dengan titik  di atas fungsi produksi karena kesalahan acak, vi, adalah positif. Dengan cara yang sama, perusahaan ke-j mengguna-kan input, xj, dan menghasilkan output, yj. Akan tetapi, output frontier, yj*ad(xj + vj), di bawah fungsi produksi karena kesalahan acak, vj, adalah negatif. Tentu saja output-output stochastic frontier, yi* dan yj* tidak diamati karena kesalahan-kesalahan acak, vi dan vj tidak dapat diamati.

Pendugaan Maximum Likelihood (MLE) pada model stochastic frontier dilakukan melalui proses dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode ordi-nary least square (OLS) untuk menduga parameter teknologi dan input-input produksi (j) dan tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi (j), intersep (0), dan varians dari kedua komponen kesalahan vi dan ui (v2 dan 

u 2).

Gambar 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier

(5)

METODE

Lokasi, Waktu, Data dan Sampel Penelitian

Lokasi penelitian dipilih secara purposive yaitu Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung dengan pertimbangan sebagai sentra produksi kentang pada tahun 2009 dengan share sebesar 71.62 persen (Ba-dan Pusat Statistik 2010c). Pengambilan data di lokasi telah dilakukan pada September–Oktober 2011 dengan metode survei.

Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner dan data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan pustaka yang relevan dengan penelitian ini. Populasi dalam penelitian ini adalah petani kentang yang bermitra dengan PT IFM yang membudidayakan kentang varietas Atlantik G5 dan petani yang tidak bermitra yang membudidayakan kentang varietas Granola G5. Jumlah populasi petani kentang adalah 800 petani dengan rincian petani yang bermitra sebanyak 320 orang dan yang tidak bermitra sebanyak 480 orang. Metode pengambilan contoh dila-kukan dengan cara stratifikasi (proportionate stratified random sampling) berdasarkan luas lahan. Strata I, II, dan III adalah petani yang luas lahannya masing-masing dd 0.25 ha; 0.25 > sampai dengan 0.5 ha; dan > 0.5 ha. Sampel diambil 10 persen dari jumlah popu-lasi tiap strata sehingga jumlah sampel adalah 80 orang (Tabel 1).

kerja luar keluarga (HKSP); X6: insektisida (l); X7: fungisida (kg); 0; intersep;i: petani responden ke-i; dan  parameter yang diestimasi; vi -ui: efek inefisiensi teknis dalam model. Tanda dan besaran parameter yang diharapkan: i > 0.

Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis

Metode inefisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada model pengaruh in-efisiensi teknis yang dikembangkan oleh Coelli, et al. (1998). Untuk menduga nilai parameter yang mempe-ngaruhi inefisiensi teknis adalah:

ui = 0i + 1Z1i +  2D1i + 3D2i...(5)

di mana: : Efek inefisiensi teknis yang secara oto-matis diperoleh dari program FRONTIER 4.1; Z1: Lama menjadi anggota kelompoktani (tahun); D1: dummy kemitraan dalam usahatani kentang dengan PT IFM; dan D2: dummy pelatihan budidaya kentang. Tanda dan besaran parameter yang diharapkan: 1,2, 3 < 0

Analisis Efisiensi Alokatif, Ekonomi, Inefisiensi

Alokatif dan Inefisiensi Ekonomi

Efisiensi Ekonomi (EE) dihitung dengan menggu-nakan fungsi biaya dual yang diturunkan dari fungsi

Tabel 1. Sebaran Sampel Penelitian

Strata Petani Bermitra Petani Tidak Bermitra

Popula si Sampel Popula si Sampel

I 160 16 150 15

II 100 10 120 12

III 60 6 210 21

Jumlah 320 32 480 48

Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Tahap awal dari pembentukan model adalah penentuan variabel penelitian. Dengan memasukkan 7 variabel bebas ke dalam persamaan (4) maka secara matematis model persamaan penduga fungsi produksi stochastic fontier adalah:

lnYi = ln0i + 1ilnX1i + 2ilnX2i + 3ilnX3i + 4ilnX4i + 5ilnX5i + 6ilnX6i + 7ilnX7i + (vi - ui)…...(4) di mana: Y: produksi kentang (kg); X1: lahan yang ditanami kentang (ha); X2: bibit kentang (kg); X3: pupuk kandang (kg); X4: pupuk kimia (kg); X5: tenaga

produksi stochastic frontier menurut petunjuk Taylor, et al. (1986):

,

1... 1 ...(6) 2 1 1 r n Y P P kP P Y C di mana: j= rj j n j

r

1

1

(6)

r j j j

r

k

1

0

r n n

r

...

1

1 2 2 1 0 ) 7 ...( ... ... ... 1 ji ji n j Aktual P X C i   Sehingga ) 8 ...( ... ... ... ) , ( Aktual C P Y C EE  ) 9 ...( ... ... ... ... 1 2 1 2 n j ji ji j j i X P Y PX PX kPX EE r j i    i i i EE EA ET ………...(10) dengan 0

ET ed 1; 0

AE

1; dan 0

EE ed 1 Keterangan:

C: biaya frontier (Rp), Y: produksi kentang (kg), P: rata-rata harga input dari petani secara keseluruhan (Rp/unit), Pj: harga masing-masing input yang dibeli tiap petani (Rp/unit), Xj: input ke-j, Caktual: biaya tunai usahatani; i: petani ke-i, EE, ET, EA: efisiensi ekonomi, efisiensi teknis, efisiensi alokatif.

Inefisiensi alokatif (IA) dan inefisiensi ekonomi (IE) dihitung dengan rumus:

IA = 1-EA dan IE = 1-EE sesuai dengan petunjuk Nahraeni (2012)

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempe-ngaruhi inefisiensi alokatif dan inefisiensi ekonomi, faktor-faktor penduga inefisiensi teknis juga diregresi-kan terhadap nilai IA dan IE. Dengan demikian, IA =

0 +

1Z1+

2D1+

3D2+ ...(11)1) Tanda dan besaran parameter yang diharapkan:

1,

2,

3 < 0

IE = 0 + 1Z1+ 2D1+ 3D2+ ………...(12) Tanda dan besaran parameter yang diharapkan: 1, 2, 3 < 0

Efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi tidak saja dibahas secara agregat tetapi juga dibahas terpisah

menurut jenis kemitraan. Persentase biaya yang dapat dihemat petani kentang jika mereka ingin mencapai efisiensi tertinggi adalah sebesar 1-(efisiensi rata-rata/ efisiensi tertinggi) x 100 persen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor-Faktor Produksi dan Penduga

Inefisiensi Teknis

Tabel 2 menunjukkan nilai gamma () sebesar 0.99 dan signifikan pada = 0.01 yang menyatakan secara tidak langsung bahwa 99 persen variasi output petani kentang di Kecamatan Pangalengan disebab-kan perbedaan efisiensi-efisiensi teknis antara para petani dan sisanya disebabkan oleh efek-efek stoc-hastic seperti pengaruh iklim, cuaca, serangan hama dan penyakit dan kesalahan pemodelan. Nilai gamma () dalam penelitian ini konsisten dengan apa yang ditemukan Sinaga (2011) pada petani kentang di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara sebesar 0.99. Tetapi nilai gamma () dalam penelitian ini lebih besar daripada gamma () yang ditemukan oleh Bakhsh, et al. (2006) pada petani kentang di Punjab, Pakistan sebesar 0.80; Abedullah, et al. (2006) pada petani kentang di Okara dan Kasur, Pakistan sebesar 0.82; Hossain, et. al. (2008) pada petani ken-tang di beberapa wilayah terpilih di Bangladesh sebesar 0.97; Nyagaka, et al. (2010) pada petani ken-tang di Nyandarua, Wilayah Utara Kenya sebesar 0.85; Maganga (2012) pada petani kentang biasa di Dedza, Malawi Tengah sebesar 0.83; Alam, et al. (2012) pada petani kentang di Gilgit-Baltistan, Pakis-tan sebesar 0.79. Untuk kajian di Indonesia, nilai gamma () dalam penelitian ini juga lebih besar dari apa yang ditemukan oleh Tanjung (2003) pada petani kentang di Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat sebesar 0.98; dan Nahraeni (2012) pada petani ken-tang di Provinsi Jawa Barat sebesar 0.75. Hal ini menunjukkan variasi produksi kentang di Kecamatan Pangalengan yang disebabkan oleh pengaruh inefi-siensi teknis adalah yang paling besar dari variasi pro-duksi kentang dimanapun dengan penyebab yang sama kecuali variasi produksi kentang di Kabupaten Simalungun seperti yang ditemukan oleh Sinaga (2012).

Ln Y = 5.54 + 0.34LnX1 + 0.33LnX2 + 0.11LnX3 + 0.08LnX4 + 0.03LnX5 + 0.02LnX6 + 0.04LnX7

(7)

Uji t dengan metode MLE menunjukkan dari tujuh variabel yang dimasukkan dalam persamaan fungsi produksi stochastic frontier hanya tiga variabel yang berpengaruh signifikan terhadap produksi kentang. Hal ini terjadi karena adanya tambahan pengaruh dari faktor-faktor penduga inefisiensi teknis. Tiga variabel itu adalah lahan, bibit, dan pupuk kandang. Sedangkan empat variabel input lainnya tidak memberi pengaruh yang signifikan sampai dengan taraf = 0.2 walaupun tanda koefisiennya tetap positif. Variabel-variabel itu adalah pupuk kimia, tenaga kerja luar keluarga, insek-tisida, dan fungisida. Koefisien variabel lahan, bibit dan pupuk kandang adalah positif dan signifikan masing-masing pada =0.01; 0.01; dan 0.05. Hal ini menun-jukkan bahwa ketiga input ini mempunyai peranan yang besar dalam produksi kentang. Elastisitas lahan adalah yang terbesar dibandingkan dengan elastisitas semua variabel yang dimasukkan dalam model meng-indikasikan bahwa kontribusi dalam total faktor pro-duktivitas adalah dominan. Jika terjadi perubahan luas lahan atau perubahan jumlah bibit kentang yang digu-nakan atau perubahan jumlah pupuk kandang masing-masing sebesar satu persen, produksi kentang akan mengalami perubahan masing-masing sebesar 0.34; 0.33; dan 0.11% sesuai dengan tanda koefisien masing-masing variabel.

nilai koefisien total adalah 0.95. Ini berarti, skala pro-duksi usahatani kentang di Kecamatan Pangalengan berada pada decreasing return to scale (DRS) kare-na koefisien bertanda positif tetapi besarannya lebih kecil dari satu. Dengan kata lain, jika penggunaan masing-masing faktor produksi mengalami pening-katan sebesar satu persen secara proporsional, pro-duksi kentang akan meningkat kurang dari satu persen atau 0.95%.

Dari 3 variabel yang dimasukkan sebagai pen-duga inefisiensi teknis, hanya satu variabel yang ber-pengaruh signifikan terhadap inefisiensi teknis bahkan tanda koefisiennya positif (tidak sesuai harapan). Variabel itu adalah dummy kemitraan dalam usahatani kentang. Ini berarti melalui kemitraan yang terjadi antara petani kentang di Kecamatan Pangalengan dengan PT IFM ternyata meningkatkan inefisiensi teknis sebesar 0.47%. Hal ini diduga terjadi karena beberapa faktor. Pertama, perbedaan adaptasi antara bibit kentang yang ditanam oleh petani. Semua petani yang bermitra dengan PT IFM menanam kentang Atlantik G5 sedangkan petani yang tidak bermitra me-nanam kentang Granola G5. Kentang Granola sudah lama dibudidayakan di Indonesia bahkan penangkaran bibitnya dilakukan di lokasi penelitian sehingga sudah lebih adaptif dengan kondisi lingkungan dan habitatnya

Tabel 2. Pendugaan Fungsi Produksi Stochastic Frontier dengan Menggunakan Metode MLE dan Faktor-Faktor Penduga Inefisiensi Teknis

Variabel Metode MLE

Koefisien Standar Error t Hit

Konstanta (b0) 5.54a 1.08 5.12 Lahan (b1) 0.34 a 0.13 2.60 Bibit (b2) 0.33a 0.11 2.96 Pupuk Kandang (b3) 0.11b 0.06 2.06

Pupuk Kimia Padat (b4) 0.08 0.07 1.23

Tenaga Kerja Luar Keluarga (b5) 0.03 0.03 0.97

Insektisida (b6) 0.02 0.03 0.66

Fungisida (b7) 0.04 0.03 1.19

Konstanta (δ0) 0.12 0.25 0.50

Lama Menjadi Anggota Kelompoktani (δ1) -0.01 0.01 -0.44

Dummy Kemitraan dalam usahatani (δ2) 0.47a 0.17 2.78

Dummy Pelatihan Bud idaya Kentang (δ3) -0.13 0.13 -0.98

Sigma sguared (σ2) = σ2v+ σ2u 0.11a 0.04 2.71

Gamma (γ) = σ2v /σ2v+ σ2u 0.99a 0.04 25.58

Keterangan: a dan b signifikan pada  = 0.01 dan 0.05

Penjumlahan nilai elastisitas atau koefisien dari tujuh variabel input dengan metode MLE menunjukkan

sedangkan kentang Atlantik adalah bibit impor yang membutuhkan penyesuaian atau adaptasi yang relatif

(8)

lebih lama dengan lingkungannya yang baru. Tanaman yang lebih adaptif biasanya lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman. Hal ini terbukti dari. dosis rata-rata insektisida dan fungisida yang digunakan oleh petani yang bermitra masing-masing lebih tinggi 12.71% dan 56.64% daripada dosis rata-rata insektisida dan fungisida yang digunakan oleh petani yang tidak bermitra. Kedua, kerusakan bibit yang relatif tinggi. Persentase kerusakan dapat berki-sar antara 5 sampai dengan 20%. Kurangnya bibit akan mengurangi populasi kentang di lahan sehingga akan menurunkan produksi. Hal ini terbukti dari pro-duktivitas rata-rata kentang petani yang bermitra adalah 16.24 ton/ha dan produktivitas petani kentang yang tidak bermitra adalah 20.01 ton/ha dan perbe-daan ini siginifikan secara statistik pada  =0.01. Dengan kata lain, rata-rata produktivitas kentang Atlantik lebih rendah 18.84% daripada rata-rata produktivitas kentang Granola. Hasil penelitian ini berbeda penelitian Bravo-Ureta dan Pinheiro (1997) yang menyatakan kemitraan antara petani di Republik Dominika dengan perusahaan pertanian dapat mengu-rangi inefisiensi teknis walaupun tidak signifikan.

Efisiensi Teknis, Alokatif, dan Ekonomi

Tabel 3 menunjukkan tingkat efisiensi teknis petani responden berkisar antara 0.30–0.98 dengan rata-rata sebesar 0.71. Dengan kata lain, tingkat efi-siensi teknis terendah dan tertinggi adalah masing-masing 30% dan 98% dengan rata-rata sebesar 71%. Ini berarti pada tingkat input dan teknologi yang ada, output atau produksi rata-rata kentang dapat diting-katkan sebesar 27%. Dengan memperbaiki atau meningkatkan efisiensi teknis dari 71% menjadi 98% (efisiensi teknis tertinggi yang dicapai oleh petani sam-pel), rata-rata produktivitas kentang petani responden dapat ditingkatkan dari 18.93 ton/ha menjadi 18.93 + [(0.27/0.71)(18.93)] atau 26.13 ton/ha pada tingkat input dan teknologi yang ada. Luas total lahan kentang petani responden adalah 55.47 ha. Melalui peningkatan efisiensi teknis sampai 98% akan meningkatkan produksi kentang dari (18.93 ton/ha x 55.47 ha) atau 1 050.12 ton menjadi (26.13 ton/ha x 55.47 ha) atau 1 449.43 ton. Rata-rata harga kentang dari petani res-ponden saat penelitian adalah Rp5 262/kg. Tambahan produksi 399.31 ton atau 399 310 kg ini akan mening-katkan penerimaan sebesar 399 310 kg kg x Rp5 262/

kg atau Rp2 101 169 220. Hasil penelitian Abedullah et al. (2006) di Okara dan Kasur, Pakistan menyata-kan bahwa dengan memperbaiki efisiensi teknis dari 84% sampai 100%, rata-rata produksi kentang akan meningkat dari 8.33 ton per acre menjadi 9.92 ton per acre dengan sumberdaya yang ada. Selain itu, total luas lahan yang ditanami dengan kentang adalah 226 600 acre dan perbaikan dalam efisiensi teknis menjadi 100% akan meningkatkan produksi kentang dari 1 887 578 ton sampai 2 247 872 ton per tahun. Tambahan produksi 360 294 ton kentang tersebut akan meningkatkan penerimaan 990.81 juta Rupee Pakistan atau US$ 16.51 juta setiap tahun.

Menurut Abedullah, et al. (2006) suatu usahatani sudah dikatakan efisien jika memiliki tingkat efisiensi sebesar 0.7. Dengan demikian, rata-rata petani ken-tang di Kecamatan Pangalengan sudah efisien secara teknis tetapi jika dibahas menurut sebaran efisiensi, tidak semua petani kentang sudah efisien. Tabel 3 menunjukkan 41 orang petani atau 51.25 persen petani kentang Kecamatan Pangalengan belum efisien seca-ra teknis dan hanya 39 oseca-rang atau 48.75% petani yang sudah memiliki tingkat efisiensi teknis di atas 0.7 atau dikatakan sudah efisien. Hanya 15% (12 orang) petani yang yang beroperasi di atas 90% efisiensi teknis. Ini menyatakan secara tidak langsung bahwa sejumlah besar petani responden (85%) menghadapi masalah serius dalam hal inefisiensi teknis. Hasil penelitian Bakhsh, et al. (2006) menunjukkan efisiensi teknis petani kentang di Pakistan berkisar dari 0.55 sampai 0.99 dengan rata-rata tingkat efisiensi sebesar 0.76. Selain itu 63% petani beroperasi di atas tingkat efi-siensi teknis 70%. Hal ini berarti bahwa 37% petani kentang beroperasi di bawah tingkat efisiensi teknis 70% dan hanya 16% petani kentang yang beroperasi di atas 90% tingkat efisiensi teknis. Ini menyatakan secara tidak langsung bahwa sejumlah besar petani responden (84 persen) menghadapi masalah serius dalam inefisiensi teknis.

Rata-rata efisiensi teknis petani responden dalam penelitian ini lebih kecil daripada rata-rata efisiensi teknis yang ditemukan oleh Bogale dan Bogale (2005) untuk petani kentang dalam skema irigasi tradisional (0.77) di Wilayah Awi, Ethiopia; Abedullah, et al. (2006) untuk petani kentang (0.84) di Okara dan Ka-sur, Pakistan; Maganga (2012) untuk petani kentang (0.83) di Dedza, Malawi Tengah; Hossain, et al. (2008)

(9)

untuk petani kentang (0.75) di Bangladesh; dan Alam et al. (2012) untuk petani kentang (0.81) di Gilgit-Baltistan, Pakistan. Akan tetapi rata-rata efisiensi teknis petani responden lebih besar daripada yang ditemukan oleh Nyagaka, et al. (2010) untuk petani kentang (0.67) di Nyandarua Wilayah Utara, Kenya. Untuk kajian yang dilakukan di Indonesia, rata-rata tingkat efisiensi teknis petani kentang dalam penelitian ini lebih kecil daripada yang ditemukan oleh Tanjung (2003) untuk tanaman kentang (0.76) di Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat; Nahraeni (2012) untuk petani kentang (0.84) di Provinsi Jawa Barat; akan tetapi dan lebih besar daripada yang ditemukan Sinaga (2011) untuk tanaman kentang (0.41) di Kabu-paten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.

Rata-rata biaya tunai usahatani kentang di Keca-matan Pangalengan adalah Rp57 499 123.19/ha. Ditinjau dari aspek penghematan biaya usahatani, jika rata-rata petani sampel ingin mencapai efisiensi teknis tertinggi, mereka dapat menghemat biaya sebesar (1-(0.71/0.98)x100) atau 28% atau Rp16 099 754.49/ha sehingga rata-rata biaya yang diperlukan hanya sebe-sar Rp41 399 368.70. Hasil penelitian Ogundari dan Ojo (2007) menyatakan efisiensi teknis petani ubi kayu di Osun State, Nigeria berkisar antara 0.67 sampai dengan 0.98 dengan rata-rata sebesar 0.90. Hal ini berarti jika rata-rata petani sampel ingin mencapai efisiensi teknis tertinggi, mereka dapat menghemat biaya sebesar 8%.

Tingkat efisiensi alokatif petani responden berki-sar antara 0.29–0.79 dengan rata-rata sebeberki-sar 0.51. Hal ini berarti jika rata-rata petani berkeinginan untuk

mencapai tingkat efisiensi alokatif tertinggi, mereka harus menghemat biaya sebesar 1- (0.51/0.79) atau 35% atau Rp20 124 693.12/ha sehingga rata-rata biaya yang diperlukan hanya sebesar Rp37 374 430.07/ha. Hasil penelitian Obare, et al. (2010) menyatakan bahwa efisiensi alokatif petani kentang di Nyandarua, Wilayah Utara Kenya berkisar antara 0.40–0.86 dengan rata-rata 0.57 sehingga jika petani ingin mencapai efisiensi alokatif tertinggi, mereka da-pat mengurangi biaya usahatani sebesar 34%. Tingkat efisiensi alokatif petani kentang dalam penelitian ini lebih rendah dari efisiensi alokatif petani kentang biasa di Nyandarua, Kenya yang ditemukan oleh Obare, et al. (2010) sebesar 0.57; petani kentang di Kabupaten Solok Sumatera Barat yang ditemukan oleh Tanjung (2003) sebesar 0.60. Tetapi efisiensi alokatif petani kentang dalam penelitian ini lebih tinggi dari efisiensi alokatif petani kentang di Provinsi Jawa Barat yang ditemukan oleh Nahraeni (2012) sebesar 0.47.

Efek gabungan dari efisiensi teknis dan alokatif adalah efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi petani kentang di Kecamatan Pangalengan berkisar antara 0.15–0.58 dengan rata-rata sebesar 0.36. Hal ini ber-arti jika rata-rata petani berkeinginan untuk mencapai tingkat efisiensi ekonomi tertinggi, mereka harus menghemat biaya sebesar (1- (0.36/0.58)) atau 38% atau Rp 21 849 666.81/ha sehingga rata-rata biaya yang diperlukan hanya sebesar Rp35 649 456.38/ha. Hasil penelitian Adhiana (2005) menyatakan bahwa efisiensi ekonomi petani lidah buaya di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat berkisar antara 0.18-0.83 dengan rata-rata 0.55 sehingga jika petani ingin

Tabel 3. Sebaran Tingkat Efisiensi Teknis, Ekonomi, dan Alokatif

Indeks Efisiensi Efisiensi Teknis Efisiensi A lokatif Efisiensi Ekonomi Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase

0.00-0.20 0 0.00 0 0.00 3 3.75 0.21-0.30 1 1.25 1 1.25 20 25.00 0.31-0.40 3 3.75 6 7.50 32 40.00 0.41-0.50 4 5.00 27 52.50 18 22.50 0.51-0.60 13 16.25 39 33.75 7 8.75 0.61-0.70 20 25.00 6 7.50 0 0.00 0.71-0.80 9 11.25 1 1.25 0 0.00 0.81-0.90 18 22.50 0 0.00 0 0.00 0.91-1.00 12 15.00 0 0.00 0 0.00 Total 80 100.00 80 100.00 80 100.00 Min 0.30 0.29 0.15 Max 0.98 0.79 0.58 Rataan 0.71 0.51 0.36

(10)

mencapai efisiensi ekonomi tertinggi, mereka dapat mengurangi biaya usahatani sebesar 34%. Tingkat efisiensi ekonomi petani kentang dalam penelitian ini lebih rendah dari efisiensi ekonomi petani kentang di Provinsi Sumatera Barat yang ditemukan oleh Tanjung (2003) sebesar 0.44 dan efisiensi ekonomi petani kentang di Provinsi Jawa Barat yang ditemukan oleh Nahraeni (2012) sebesar 0.38. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata petani kentang di Kecamatan Panga-langan belum efisien secara alokatif sehingga faktor-faktor penentu inefisiensi perlu mendapat perhatian.

Faktor-Faktor Penduga Inefisiensi Alokatif dan

Inefisiensi Ekonomi

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa koe-fisien lama menjadi anggota kelompok tani berpenga-ruh mengurangi inefisiensi alokatif petani kentang secara signifikan pada  = 0.1. Hasil penelitian ini sesuai dengan penemuan Obare, et al. (2010) yang menyatakan bahwa keanggotaan petani dalam kelom-pok tani dapat mengurangi inefisiensi alokatif petani kentang di Nyandarua, wilayah Utara Kenya secara signifikan pada  = 0.01. Petani yang tergabung dalam kelompoktani akan memiliki akses yang lebih baik kepada informasi seperti informasi teknologi, informasi pasar, dan program-program pemerintah sehingga melalui informasi teknologi dan informasi pasar yang diketahuinya dapat membantunya mengoptimalkan pengalokasian sumberdaya lebih efisien. Koefisien variabel dummy kemitraan dalam usahatani berpenga-ruh mengurangi inefisiensi alokatif petani kentang secara signifikan pada  = 0.01. Hal ini berarti petani kentang yang bermitra lebih mampu meminimisasi rasio biaya dari input untuk mencapai keuntungan maksimal karena harga jual telah diketahui lebih dahulu. Hasil penelitian ini sesuai dengan penemuan

Bravo-Ureta dan Pinheiro (1997) yang menyatakan bahwa kemitraan dengan perusahaan pertanian yang dilakukan oleh petani skala usahatani kecil di Dajabon, Republik Dominika menurunkan inefisiensi alokatif secara signifikan pada  = 0.01. Glover (1984) me-nyatakan bahwa kemitraan atau kontrak pertanian dapat sangat bernilai bagi usahatani skala kecil karena dapat memfasilitasi akses ke pasar dan meningkatkan pendapatan dan tenaga kerja para petani. Koefisien variabel dummy pelatihan usahatani kentang berpenga-ruh mengurangi inefisiensi alokatif petani kentang secara signifikan pada  = 0.01. Hal ini terjadi karena petani yang pernah mendapat pelatihan budidaya ken-tang lebih tahu dan mampu meminimisasi rasio biaya dari input dalam usahatani kentang jika terjadi peru-bahan harga input.

Koefisien variabel lama menjadi anggota kelom-pok tani berpengaruh mengurangi inefisiensi ekonomi petani kentang secara signifikan pada  = 0.2. Hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang ditemukan oleh Nahraeni (2012) yang menyatakan keanggotaan peta-ni kentang di Provinsi Jawa Barat dalam kelompok tani dapat mengurangi inefisiensi ekonomi walaupun tidak signifikan. Koefisien variabel dummy kemitraan dalam usahatani dengan PT IFM berpengaruh me-ningkatkan inefisiensi ekonomi petani kentang secara signifikan pada  = 0.1. Hal ini terjadi karena inefi-siensi teknis lebih dominan pengaruhnya daripada inefisiensi alokatif dalam mempengaruhi inefisiensi ekonomi (efisiensi total) petani kentang. Koefisien variabel dummy pelatihan budidaya kentang berpe-ngaruh meningkatkan inefisiensi ekonomi petani ken-tang secara signifikan pada  = 0.01. Ini berarti pela-tihan budidaya kentang dapat membantu petani meng-alokasikan input dan biaya usahatani lebih efisien.

Tabel 4. Faktor-Faktor Penduga Inefisiensi Alokatif dan Ekonomi

Keterangan: a, b, c, dan d masing-masing signifikan pada  = 0.01; 0.05; 0.1; dan 0.2

Variabel Inefisiensi Alokatif Inefisiensi Ekonomi

Koefisien P Koefisien P

Konstanta (θ0) 0.55 0.00 0.67 0.00

Lama menjad i anggota kelo mpoktani (θ1 atau α1) -0.00 c

0.10 -0.00d 0.10

Dummy kemitraan dalam usahatani (θ2 atau α2) -0.06a 0.00 0.05b 0.03

(11)

Efisiensi Petani Kentang berdasarkan Kemitraan

Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat efisiensi tek-nis, alokatif dan ekonomi petani kentang yang bermitra dengan PT IFM lebih rendah daripada tingkat efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi petani kentang yang tidak bermitra dan perbedaan ini masing-masing signifikan pada  = 0.01; 0.01; dan 0.2. Tingkat efisiensi teknis terendah dan tertinggi petani kentang yang bermitra dengan PT IFM adalah masing-masing 0.30 dan 0.97 dengan rata-rata sebesar 0.62. Dengan kata lain, efi-siensi teknis tertinggi dan terendah petani kentang yang bermitra adalah masing-masing 30% dan 97 persen dengan rata-rata sebesar 62%. Rata-rata produkti-vitas kentang petani yang bermitra adalah 16.24 ton/ ha. Dengan memperbaiki atau meningkatkan efisiensi teknis dari 62% ke 97%, rata-rata produksi kentang petani yang bermitra akan meningkat dari 16.24 ton/ ha menjadi 16.24 + ((0.35/0.62)(16.24)) atau 25.41 ton/ha dengan menggunakan sumberdaya dan tekno-logi yang ada. Luas total lahan kentang petani respon-den yang bermitra adalah 15.91 ha. Melalui pening-katan efisiensi teknis sampai 97% petani yang bermit-ra akan meningkatkan produksi kentang dari (16.24 ton/ha x 15.91 ha) atau 258.38 ton menjadi (25.41 ton/ha x 15.91 ha) atau 404.27 ton. Rata-rata harga kentang petani bermitra adalah Rp4 851/kg. Tam-bahan produksi 145.89 ton atau 145 890 kg ini akan meningkatkan penerimaan sebesar 145 850 kg x Rp4 851/kg atau Rp707 712 390. Sedangkan tingkat

efisiensi teknis terendah dan tertinggi petani kentang yang tidak bermitra dengan PT IFM adalah masing-masing 0.48 dan 0.98 dengan rata-rata sebesar 0.78. Dengan kata lain, efisiensi teknis tertinggi dan teren-dah petani kentang yang tidak bermitra adalah masing-masing 48% dan 98% dengan rata-rata sebesar 78%. Ini berarti pada tingkat input dan teknologi yang ada, rata-rata petani yang tidak bermitra dapat meningkat-kan output atau produksi kentang sebesar (98–78%) atau 20%. Rata-rata produktivitas kentang petani yang tidak bermitra adalah 20.01 ton/ha. Dengan memper-baiki atau meningkatkan efisiensi teknis dari 78% ke 98%, rata-rata produksi kentang petani yang tidak bermitra akan meningkat dari 20.01 ton/ha menjadi 20.01 + ((0.20/0.78)(20.01)) atau 25.14 ton/ha dengan menggunakan sumberdaya dan teknologi yang ada. Luas total lahan kentang petani responden yang ber-mitra adalah 39.56 ha. Melalui peningkatan efisiensi teknis sampai 98% akan meningkatkan produksi ken-tang dari (20.01 ton/ha x 39.56 ha) atau 791.60 ton menjadi (25.14 ton/ha x 39.56 ha) atau 994.54 ton. Rata-rata harga kentang petani tidak bermitra adalah Rp5 397/kg. Tambahan produksi 202.94 ton atau 202 940 kg ini akan meningkatkan penerimaan sebesar 202 840 kg x Rp5 397/kg atau Rp1 095 267 180.

Rata-rata biaya tunai usahatani kentang petani yang bermitra dan petani yang tidak bermitra adalah masing-masing sebesar Rp52 415 092.84/ha dan Rp59 543 762.42/ha. Ditinjau dari aspek penghematan biaya

Tabel 5. Tingkat Efisiensi Petani Kentang Berdasarkan Kemitraan

Keterangan: a dan d signifikan pada  = 0.01 dan 0.2

Indeks Efisiensi

Efisiensi Teknis Petani Efisiensi Alokatif Petani Efisiensi Ekono mi Petani Bermitra Bermitra Tidak Bermitra Bermitra Tidak Bermitra Petani. Bermitra Tidak

Σ (%) Σ (%) Σ (%) Σ (%) Σ (%) Σ (%) 0.00-0.20 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 3 9.37 0 0.00 0.21-0.30 0 0.00 0 0.00 0 0.00 1 2.08 8 25.00 12 25.00 0.31-0.40 4 12.50 0 0.00 0 0.00 6 12.50 12 37.50 20 41.66 0.41-0.50 3 9.38 1 2.08 5 15.12 22 45.83 7 21.88 11 22.92 0.51-0.60 7 21.88 6 12.50 22 68.75 17 35.42 2 6.25 5 10.42 0.61-0.70 9 28.12 11 22.92 4 0.00 2 4.17 0 0.00 0 0.00 0.71-0.80 3 9.38 6 12.50 1 3.13 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0.81-0.90 5 15.62 13 27.08 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0.91-1.00 1 3.12 11 22.92 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 Total 32 100.00 48 100.00 32 100.00 48 100.00 32 100.00 48 100.00 Min 0.30 0.48 0.46 0.29 0.15 0.23 Max 0.97 0.98 0.79 0.67 0.55 0.58 Rataan 0.62 a 0.78 0.55 a 0.48 0.34 d 0.37

(12)

usahatani, jika rata-rata petani yang bermitra ingin mencapai efisiensi teknis tertinggi, mereka dapat menghemat biaya sebesar (1-(0.62/0.97) x 100) atau 36% atau Rp18 869 433.42/ha dan petani yang tidak bermitra dapat menghemat biaya sebesar (1-(0.78/ 0.98) x100) 20% atau Rp11 908 752.48/ha.

Berdasarkan kemitraan, jika rata-rata petani ken-tang yang bermitra dan petani yang tidak bermitra dengan PT IFM ingin mencapai efisiensi alokatif ter-tinggi, mereka harus menghemat biaya masing-masing sebesar (1- (0.55/0.79)) atau 30% dan (1- (0.48/0.67)) atau 28%. Hal ini berarti jika rata-rata petani kentang yang bermitra dan yang tidak bermitra ingin mencapai tingkat efisiensi alokatif tertinggi, mereka harus meng-hemat biaya masing-masing sebesar 30% atau Rp15 724 527.85/ha dan 28% atau Rp16 672 253.48/ha sehingga biaya yang dibutuhkan hanya sebesar Rp36 690 564.99/ha dan Rp42 871 508.94/ha.

Efek gabungan dari efisiensi teknis dan alokatif adalah efisiensi ekonomi. Berdasarkan kemitraan, jika petani kentang yang bermitra dan petani yang tidak bermitra dengan PT IFM ingin mencapai efisiensi ekonomi tertinggi, mereka harus menghemat biaya masing-masing sebesar (1- (0.34/0.55)) atau 38% dan (1- (0.37/0.58)) atau 36%. Hal ini berarti jika rata-rata petani kentang yang bermitra dan yang tidak bermitra ingin mencapai tingkat efisiensi ekonomi tertinggi, mereka harus menghemat biaya sebesar 38% atau Rp19 917 735.28/ha dan 36% atau Rp21 435 754.47/ha sehingga biaya yang dibutuhkan hanya sebesar Rp32 497 357.56/ha dan Rp38 108 007.95/ ha.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: Rata-rata tingkat efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi petani kentang di Kecamatan Pangalengan sebesar 0.71; 0.51; dan 0.36. Variabel kemitraan dengan PT IFM berpengaruh mengurangi inefisensi alokatif secara signifikan tetapi meningkatkan in-efisiensi teknis dan inin-efisiensi ekonomi secara signi-fikan. Variabel lama menjadi anggota kelompoktani dan dummy pelatihan kentang berpengaruh mengu-rangi inefisiensi alokatif dan inefisiensi ekonomi petani kentang secara signifikan.

Untuk mencapai efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi tertinggi, petani dapat menghemat biaya masing-masing sebesar 28%, 35% dan 38%.

Rata-rata efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi petani kentang yang bermitra dengan PT IFM lebih rendah daripada rata-rata efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi petani yang tidak bermitra dan perbedaaan ini signifikan secara statistik.

Saran dan Implikasi Kebijakan

PT IFM perlu melakukan penangkaran bibit kentang Atlantik di wilayah setempat sebelum bibit diberikan kepada petani agar tanaman kentang Atlantik lebih adaptif terhadap kondisi lingkungan sehingga produktivitasnya meningkat.

Para petani perlu yang belum menjadi anggota kelompoktani perlu masuk dalam kelompktani agar memiliki akses yang lebih baik kepada informasi seperti informasi teknologi, informasi pasar, dan program-program pemerintah sehingga melalui infor-masi teknologi dan inforinfor-masi pasar yang diketahuinya dapat membantunya mengoptimalkan pengalokasian sumberdaya lebih efisien.

Frekuensi pelatihan pelatihan budidaya kentang perlu ditingkatkan agar petani lebih efisien dalam usahatani.

DAFTAR RUJUKAN

Abedullah, K.B., and Bashir, A. 2006. Technical Efficiency and Its Determinants in Potato Production, Evidence from Punjab, Pakistan. The Lahore Journal of

Eco-nomics. 11(2):1–22.

Adhiana. 2005. Analisa Efisiensi Ekonomis Usahatani

Lidah Buaya (Aloe vera) di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat: Pendekatan Stochastic Pro-duction Frontier. Tesis Magister Sains. Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Aigner, D.J., C.A.K. Lovell, and P. Schmidt. 1977.

Formula-tion and EstimaFormula-tion of Stochastic Frontier Produc-tion FuncProduc-tion Models. Journal of Econometrics, 6:21– 37.

Alam, A., Hajime, K., Ichizen, M., Akira, I., Esham, M., and Faridullah. 2012. Technical Efficiency and Its Deter-minants in Potato Production: Evidence from North-ern Areas in Gilgit-Baltistan Region of Pakistan.

In-ternational Journal of Research in Management, Economic and Commerce (IJRMEC), 2 (3):1–17.

(13)

Badan Pusat Statsitik. 2010a. Indonesia dalam Angka. 2010. BPS, Jakarta.

_______.2010b. Provinsi Jawa Barat dalam Angka. 2010. BPS, Bandung.

_______.2010c. Kabupaten Bandung dalam Angka. 2010. BPS, Soreang.

Bakhsh, K., Bashir Ahmad, and Sarfraz Hassan, 2006. Food Security Through Increasing Technical Efficiency. Asian Journal of Plant Science, 5 (6):970–976. Bogale, T., and Ayalneh, B. 2005. Technical Efficiency of

Resource Use in The Production of Irrigated Potato: A Study of Farmers Using Modern and Traditional Irrigation Scheme in Awi Zone, Ethiopia. Journal of

Agriculture and Rural Development in the Tropics and Subtropics, 106 (1): 59–70.

Bravo-Ureta, B.E., and Antonio, E.P. 1997. Technical, Eco-nomic, and Allocative Efficiency in Peasant Farming: Evidence from The Dominican Republic. The

Devel-oping Economics, XXXV (1) :48–67.

Coelli, T., D.S.P. Rao, and G.E. Battese. 1998. An Introduc-tion to Efficiency Productivity Analysis. Kluwer Aca-demic Publishers, Massachusetts.

Doll, J.P., and F. Orazem. 1984. Production Economics

(Theory and Applications). New York, USA: John

Wiley & Sons.

FAO. 2011. Statistic Production. faostat.fao.org.

Farrell, M.J. 1957. The Measurement of Productive Effi-ciency. Journal of The Royal Statistical Society, Se-ries A, CXX (3):253–290.

Glover, D.J. 1984. Contract Farming and Smallholder Outgrower Schemes in Less-developed Countries.

World Development 12, nos. 11 (12):1143–57.

Hossain, M.A., M.K. Hasan, and Q. Naher. 2008. Assess-ment of Technical Efficiency of Potato Producers in Some Selected Areas of Bangladesh. Journal of

Ag-ricultural & Rural Development (JARD) 6 (1&2),

113–118.

Kumbakhar, S.C., dan C.A.K Lovell. 2000. Stochastic

Fron-tier Analysis. London: Cambridge University Press.

Maganga, A.M. 2012. Technical Efficiency and Its

Deter-minants in Irish Potato Production: Evidence from Dedza District, Central Malawi. American-Eurasian

Journal Agricultural & Environmental Science, 12

(2):192–197.

Nahraeni, W. 2012. Efisiensi dan Nilai Keberlanjutan

Usahatani Sayuran Dataran Tinggi di Provinsi Jawa Barat. Disertasi Doktor. Bogor: Sekolah Pascasarjana,

Institut Pertanian Bogor.

Nyagaka, D.O., Gideon, A., Obare, John, M., Omiti, and Wilson, N. 2010. Technical Efficiency in Resource Use: Evidence from Smallholder Irish Potato Farmers in Nyandarua North District, Kenya. African Journal of

Agricultural Research (AJAR) Vol. 5(11):1179–1186.

Obare, G.A., Daniel, O., Nyagaka, Wilson, N., and Samuel, M.M. 2010. Are Kenyan Smallholders Allocatively Efficient? Evidence from Smallholder Irish Potato Pro-ducers in Nyandarua North District. Journal of

De-velopment and Agricultural Economics (JDAE), 2

(3):076–085.

Ogundari, K., and S.O. Ojo. 2007. An Examination of Tech-nical, Economic, and Allocative Efficiency of Small Farms: The Case Study of Cassava Farmers in Osun State of Nigeria. Bulgarian Journal of Agricultural

Science 13:185–195.

Sinaga, R. 2011. Analisis Perbedaan Akses Kredit dan

Pengaruhnya terhadap Efisiensi Usahatani Sayur-an: Kasus Tanaman Sayuran Tomat dan Kentang di Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Tesis

Magister Sains. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Tanjung, I. 2003. Efisiensi Teknis dan Ekonomis Petani

Kentang di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat: Analisis Stochastic Frontier. Tesis Magister

Sains. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,

Taylor, T.G., H. Evand, D., and Aloisio, T.G. 1986. Agricul-tural Credit Programs and Production Efficiency: An Analysis of Traditional Farming in Southestern Minas Gerais, Bazil. American Agricultural Economics

Gambar

Gambar 1. Pengukuran efisiensi (Taylor et al. 1986) Dalam memahami konsep pengukuran efisiensi kita  perlu  memperhatikan  Gambar  1
Gambar 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier Sumber: Coeli, et al. (1998)
Tabel  2  menunjukkan  nilai  gamma  (  )  sebesar 0.99 dan signifikan pada    = 0.01 yang menyatakan secara tidak langsung bahwa 99 persen variasi output petani kentang di Kecamatan Pangalengan  disebab-kan  perbedaan  efisiensi-efisiensi  teknis  antar
Tabel 4. Faktor-Faktor Penduga Inefisiensi Alokatif dan Ekonomi

Referensi

Dokumen terkait

membuat siswa mengerti. 2) dilihat dari lembar observasi aktivitas siswa, siswa aktif berdiskusi kelompok, ber- tanya kepada guru sehingga mereka lebih

Kholis, 2013, Gejolak Peradaban Islam pada Masa Perang Salib , dalam Umar Faruq Thohir dan Anis Hidayatul Imtihanah (ed), Dinamika Peradaban Islam , Yogyakarta: Pustaka

Kemudian rekomendasi dokumen dan manajemen akan menambahkan total 9 (sembilan) poin dengan rincian: kriteria prasyarat kategori konservasi air dan kesehatan dan

Jika perusahaan dalam kesulitan keuangan dan mempunyai prospek buruk, manajer memberi sinyal dengan menyelenggarakan akuntansi konservatif yang tercermin dalam

Dengan meningktanya persentase reduksi pada proses wire drawing akan memperbesar peningkatan nilai kekuatan tarik dan memperbesar penurunan nilai regangan yang

Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus pada Chevron Indonesia Company (CICo) sebagai objeknya perihal analisis terhadap pemanfaatan implementasi Electronic

c) Maksud menyusun skripsi di Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura. Bagian ini ditulis menggunakan huruf Times New Roman ukuran 12 pt dan hanya huruf pertama

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh umur tanaman terhadap produksi TBS (Tandan Buah Segar) perkebunan kelapa sawit rakyat di