• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK KEMITRAAN PETANI KAKAO DENGAN PT. MARS SYMBIOSCIENCE INDONESIA TERHADAP PENDAPATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DAMPAK KEMITRAAN PETANI KAKAO DENGAN PT. MARS SYMBIOSCIENCE INDONESIA TERHADAP PENDAPATAN"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK KEMITRAAN PETANI KAKAO DENGAN PT. MARS SYMBIOSCIENCE INDONESIA TERHADAP PENDAPATAN

USAHATANI KAKAO

(Studi Kasus Di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu)

OLEH:

SRI REZKY ARIEF G 211 13 312

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

(2)
(3)

PANITIA UJIAN SARJANA

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Judul : DAMPAK KEMITRAAN PETANI KAKAO DENGAN PT. MARS SYMBIOSCIENCE INDONESIA TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KAKAO (Studi Kasus Di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu)

Nama : SRI REZKY ARIEF NIM : G 211 13 312

TIM PENGUJI

Prof. Dr. Ir. Didi Rukmana, M.S.

Ketua Sidang

Dr. Letty Fudjaja, S.P, M.Si.

Anggota

Ir. Yopie Lumoindong, M.Si.

Anggota

Ir. Idris Summase, M.Si.

Anggota

Muhammad Arsyad, S.P., M.Si., Ph.D.

Anggota

Rusli M. Rukka, S.P, M.Si.

Anggota

Tanggal Ujian : Januari 2018

(4)

RINGKASAN

Dampak Kemitraan Petani Kakao dengan PT. Mars Symbioscience Indonesia terhadap Pendapatan Usahatani Kakao (Studi Kasus di

Desa Buntu Batu Kecamatan Bupon Kabupaten Luwu) dibawah bimbinganDidi Rukmana dan Letty Fudjaja

Kakao merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang memiliki peranan cukup nyata dan dapat diandalkan dalam mewujudkan program pembangunan pertanian. Dalam pengembangannya berbagai program kemitraan telah dilaksanakan namun, petani masih dapat dikatakan belum sejahtera. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak kemitraan terhadap pendapatan petani dan bentuk risiko harga dan risiko keuangan yang dihadapi petani kakao yang bermitra dan petani non mitra PT. Mars Symbioscience Indonesia. Metodeanalisis data dilakukan secara kuantitatif dan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan pembinaan yang diberikan oleh PT. Mars Symbioscience Indonesia melalui Cocoa Doctor menjadikan pendapatan petani mitra lebih besar dari petani non mitra. Rata-rata pedapatan per hektar untuk petani mitra sebesar Rp.8.709.239,- sedangkan petani non mitra sebesar Rp.

5.789.686,-. Adanya kemitraan tidak berpengaruh terhadap pengurangan risiko harga dan risiko keuangan yang dihadapi oleh petani. Bentuk risiko harga pada petani mitra maupun non mitra tidak memiliki kepastian harga.

Bentuk risiko keuangan pada petani mitra yaitu tingginya suku bunga pinjaman yang diberikan kepada petani sedangkan pada petani non mitra yaitu terbatasnya informasi yang didapatkan oleh petani mengenai peminjaman modal. Upaya yang dapat dilakukan oleh petani non mitra agar mendapatkan kepastian harga yaitu dengan menjalin kemitraan dan upaya memitigasi risiko keuangan yaitu petani memiliki sumber pendanaan baik dari pemerintah maupun swasta.

Kata Kunci: Kemitraan ,Pendapatan, Risiko, Memitigasi, Kakao

(5)

ABSTRACT

The impact of Cocoa Farmers Partnership with PT. Mars Symbioscience Indonesia to Revenue of Cocoa Farming (Case Study in Buntu Batu Village, Bupon Sub-district of

Luwu Regency)

under the guidance ofDidi Rukmana and Letty Fudjaja

Cocoa is one type of plantation that has a real and reliable role in realizing the agricultural development program. The development various partnership programs have been running, but it has not made the cocoa farmers to feel prosperous . this research purposes to determine the impact of partnership on farmer's income and the risk of financial that is acrossed on cocoa farmers who are partner and non-partner farmers in PT. Mars Symbioscience Indonesia. Data analysis is done in quantitatively and descriptively. The results show the coaching is provided by PT. Mars Symbioscience Indonesia through Cocoa Doctor makes the farmers' income greater than non-partner farmers. Average per hectare for peasant farmers is Rp.8.709.239, - while non-partner farmers are Rp. 5.789.686, -.

The existence of partnerships does not influence the price assessment and financial risks that are being developed by farmers. The form of price risk on partner farmers and non partners have not got price certainty. The form of financial performances for high partner farmers to farmers rather than non-partner farmers with limited information prduced by farmers with respect tocapital lending. The efforts that can be done by non-partner farmers in order to price certainty by partnering and mitigating the financial risk of farmers have a source of both government and private.

Keywords: Partnership, Income, Risk, Mitigation, Cacao

(6)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Sri Rezky Arief, lahir di Ujung Pandang tepatnya pada tanggal 12 Juni 1995, merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Drs. Arief S.Pd dan Dra. Hayang

Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah Taman Kanak-Kanak Bu’ Atun Mubarakah pada tahun 2000-2001. SD Inpres Tamalanrea II pada tahun 2001-2007.

Setelah itu melanjutkan ke SMP Negeri 25 Makassar pada tahun 2007- 2010 dan kemudian melanjutkan studi di SMA Negeri 5 Makassar pada tahun 2010-2013. Pada tahun 2013, melalui jalur SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) penulis berhasil diterima sebagai Mahasiswa Jurusan (sekarang menjadi Departemen) Sosial Ekonomi Pertanian Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.

Selama menempuh pendidikan di Universitas Hasanuddin, penulis aktif dalam kegiatan organisasi, yaitu sebagai Anggota Badan Pengurus Harian (BPH) MISEKTA periode 2015/2016 dan Anggota Badan Pengawas dan Pemeriksa (BAPPER) MISEKTA periode 2016/2017. Disamping itu, penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan di kampus serta kegiatan-kegiatan lainnya seperti seminar-seminar baik tingkat fakultas, regional, nasional maupun internasional.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘Alamin. Puji syukur kepada Allah SWT

karena atas Rahmat dan Ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sungguh Dia-lah yang telah menjadi penerang dalam segala kesulitan dan Sang Pemilik Arsy’ yang telah menitipkan ilham serta memberi limpahan kasih sayang yang tak dapat terlukiskan dengan kata-kata sehingga penulis dapat merampungkan skripsi dengan judul “Dampak Kemitraan Petani Kakao dengan PT. Mars Symbioscience Indonesia terhadap Pendapatan Usahatani Kakao (Studi Kasus di Desa Buntu Batu Kecamatan Bupon Kabupaten Luwu)”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar pada Program Sarjana Fakultas Pertanian, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Agribisnis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, penulis senantiasa menerima setiap saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini.

Semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.

Makassar, Januari 2018

Penulis

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahi Rabbil ’aalamiin, segala puji syukur penulis

hanturkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Tuhan bagi alam semesta, atas segala rahmat dan hidayah- Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi. Tanpa rahmat dan hidayah-Nya, tak mungkin penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa pula shalawat dan salam kepada Junjungan Kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah memberi tauladan bagi kita semua.

Melalui kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu semasa penulis berjuang menyelesaikan pendidikan di kampus khususnya pada pihak yang membantu untuk kelancaran penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih setulus hati penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Almarhum Drs. Arief SP.d dan Ibunda Dra. Hayang yang telah membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tak terhingga dan doa yang terus terpanjatkan untuk keberhasilan penulis dalam meraih cita-cita. Kakak-kakak terkasih Muhammad Fadly Arief dan Muhammad Aswar Arief serta adik tersayang Muhammad Fuqan Arief yang selalu menyemangati dan memberi dukungan untuk penulis. Kepada keluarga besar penulis yang telah memberikan doa dan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis.

(9)

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Didi Rukmana, M.S., selaku dosen pembimbing I, terima kasih atas setiap waktu yang diberikan untuk ilmu, motivasi, saran, teguran yang membangun, dan pemahaman baru mengenai berbagai hal. Penulis secara pribadi memohon maaf atas segala kekurangan serta kekhilafan jikalau sempat membuat kecewa selama proses pembimbingan skripsi selama ini, semoga doa dan dukungan Ibunda menjadi berkah untuk penulis kedepannya, serta penulis ingin memohon maaf yang sebesar- besarnya atas kesalahan dan tingkah laku yang penulis lakukan selama ini baik sewaktu kuliah dan selama penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Letty Fudjaja, S.P., M.Si., selaku pembimbing II, yang dengan keikhlasannya telah bersedia meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dengan penuh kesabaaran. Penulis secara pribadi memohon maaf atas segala kekurangan serta kekhilafan jikalau sempat membuat kecewa selama proses pembimbingan skripsi selama ini, semoga doa dan dukungan Ibunda menjadi berkah untuk penulis kedepannya, serta penulis ingin memohon maaf yang sebesar- besarnya atas kesalahan dan tingkah laku yang penulis lakukan selama ini baik sewaktu kuliah dan selama penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Ir. Yopie Lumoindong, M.Si., Bapak Ir. Idris Summase, M.Si., dan Bapak Muhammad Arsyad, S.P, M.Si., Ph.D., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran guna penyempurnaan skripsi ini serta selalu memperhatikan perkembangan skripsi. Penulis ingin memohon maaf yang sebesar-

(10)

besarnya atas kesalahan dan tingkah laku yang penulis lakukan selama ini baik sewaktu kuliah dan selama penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Rusli M. Rukka, S.P, M.Si. selaku panitia ujian sarjana, Ibu Ni Made Viantika S.S.P, M.Agb. selaku panitia seminar

proposal dan Ibu Rasyidah Bakri, S.P, M.Sc. selaku panitia seminar hasil, terima kasih untuk telah meluangkan waktunya dalam memimpin seminar terima kasih juga telah memberikan petunjuk, saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi serta penulis ingin memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan dan tingkah laku yang penulis lakukan selama ini baik sewaktu kuliah dan selama penyusunan skripsi ini.

6. Dr. Muh. Hatta Jamil, S.P., M.Si dan Dr. A. Nixia Tenriawaru, S.P., M.Si selaku Ketua Departemen sekaligus Penasehat Akademik dan Sekertaris Departemen Sosial Ekonomi Pertanian yang telah banyak memberikan pengetahuan dan memberikan teladan selama penulis menempuh pendidikan serta penulis mau memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan dan tingkah laku yang penulis lakukan selama ini baik sewaktu kuliah dan selama penyusunan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Pertanian, khususnya Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, yang membimbing penulis sejak pertama kali menginjakkan kaki di Universitas Hasanuddin sampai penulis merampungkan tugas akhir ini dan penulis mau memohon maaf yang sebesar-besarnya atas

(11)

kesalahan dan tingkah laku yang penulis lakukan selama ini baik sewaktu kuliah dan selama penyusunan skripsi ini.

8. Seluruh Staf dan Pegawai Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin. Khususnya Pak Ahmad, Pak Bahar, Kak Hera, dan Kak Ima yang telah membantu penulis dalam proses administrasi selama menyelesaikan skripsi ini.

9. Masyarakat Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, yang telah bersedia meluangkan waktu bagi penulis dalam

pengambilan informasi dan penyusunan data dalam pelaksanaan penelitian.

10. Keluarga Bapak Ma’di yang telah bersedia membantu dan menemani penulis selama proses penelitian di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu.

11. Seluruh keluarga besar SELARAS yang selalu sejalan dan selalu memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Terkhusus untuk sahabat seperjuangan Putri Kausari, Andi Nurbani Razak, Andi Irga Satrawati, Nur Fatonny, Nur Jayadi, Indah Aulia, Ummu Sa’ada Sam, Mukaramma HK, Fuziah Mas’ud, Yusuf Utama Siri, Ibrahim Al-affan, serta seluruh teman-teman SELARAS yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih atas segala pengalaman dan cerita yang telah kita rangkai bersama selama kurang lebih 4 tahun.

(12)

12. Kakanda dan adinda MIZONE, OCEANZ, ACT11ON, SPEKTA12, SEMESTA, KA15AR, angkatan 2016, BPH MISEKTA Periode 2017/2018 dan Keluarga Besar Mahasiswa Peminat Sosial Ekonomi Pertanian (MISEKTA) tanpa terkecuali, terima kasih atas

segala doa, ilmu, motivasi, kenangan dan pengalaman berorganisasi. Semoga semuanya dapat menjadi pelajaran hidup yang bermanfaat. AMIN.

13. Keluarga besar LDK 29 SMA Negeri 5 Makassar, terima kasih untuk segala doa, motivasi, canda dan tawa selama kurang lebih 7 tahun.

14. Lilis Nur Asmin Djohan, Sarah Anggreini, Ainun Mutmainnah, Selvy Annesa Putri, Nur Zafirah Mahdi, Nur Atirah Yahya, Zyahrawani, Andi Winarni, Andi Siti Safira, Ayu Pertiwi yang merupakan sahabat-sahabat penulis yang telah menjadi sahabat sahabat yang baik bagi penulis semenjak di bangku SMA hingga saat ini, terima kasih karena telah menjadi sahabatku yang selalu memberikan doa, dukungan dan kasih sayang kepada penulis serta mengajarkan arti persahabatan yang indah bagi penulis dan terima kasih atas waktu yang telah kalian curahkan untuk mendengar keluh kesah dari penulis dan selalu menghibur penulis.

15. Teman-teman KKN Tematik DSM Bantaeng Gel. 90 khususnya Posko 5 Desa Labbo Ayoe Gayatri, Melisa, Azurah Adawiyah, Atirah Zainuddin, Afdal, Kanda Ibnu Zikrillah, dan Kanda Ismail yang bersedia mendukung dan mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

(13)

16. Semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan doa yang senantiasa mengalir tanpa sepengetahuan penulis. Terima kasih sebanyak- banyaknya kepada orang-orang yang turut bersuka cita atas keberhasilan penulis menyelesaikan skripsi ini.

Demikianlah semoga segala pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis diberikan kebahagiaan dan rahmat oleh Allah SWT, Aamiin.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, Januari 2018

Penulis

(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

SUSUNAN TIM PENGUJI ... iii

RINGKASAN ... iv

ABSTRACT ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Kakao ... 11

2.2 Usahatani ... 14

2.2.1 Konsep Penerimaan Usahatani ... 16

2.2.2 Konsep Biaya Usahatani ... 18

2.2.3 Konsep Pendapatan Usahatani ... 19

2.3 Kemitraan Agribisnis ... 21

2.4 Pola Kemitraan ... 22

2.5 Risiko Pada Usahatani ... 25

2.6 Penelitian Terdahulu ... 27

2.7 Kerangka Pemikiran ... 30

(15)

III. METODE PENELITIAN... 33

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

3.2 Jenis Data dan Sumber Data... 33

3.3 Metode Penentuan Sampel ... 34

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 34

3.5 Metode Analisis Data ... 35

3.6 Konsep Operasional ... 37

IV. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 39

4.1 Kondisi Geografis ... 39

4.2 Keadaan Penduduk ... 40

4.2.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40

4.2.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian 41 4.3 Keadaan Umum Sarana dan Prasarana ... 42

4.3.1 Sarana dan Prasarana Pendidikan ... 42

4.3.2 Sarana dan Prasarana Perekonomian ... 43

4.3.3 Sarana dan Prasarana Keagamaan dan Kesehatan .. 44

4.4 Keadaan Umum Perkebunan Kakao ... 45

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

5.1 Gambaran Umum Identitas Petani ... 47

5.1.1 Umur ... 47

5.1.2 Tingkat Pendidikan ... 48

5.1.3 Pengalaman Berusahatani ... 50

5.1.4 Luas Lahan ... 51

5.2 Gambaran Umum PT. Mars Symbioscience Indonesia ... 52

5.3 Usahatani Kakao di Desa Buntu Batu ... 54

5.3.1 Pemupukan ... 56

5.3.2 Penyemprotan ... 56

5.3.3 Penyiangan ... 57

5.3.4 Pemangkasan ... 58

5.3.5 Panen ... 59

5.3.6 Penjemuran ... 60

(16)

5.4 Kemitraan Antar Petani dengan PT. Mars Symbioscience

Indonesia ... 61

5.5 Risiko Usahatani ... 69

5.5.1 Risiko Harga ... 70

5.5.2 Risiko Keuangan ... 71

5.6 Upaya Memitigasi Risiko yang Dihadapi Petani Kakao ... 73

5.6.1 Upaya Memitigasi Risiko Harga ... 73

5.6.2 Upaya Memitigasi Risiko Keuangan ... 74

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

6.1 Kesimpulan . ... 75

6.2 Saran ... ... 75 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(17)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Luas Areal dan Produksi Tanaman Kakao menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan, 2015

3

2. Luas Areal Dan Produksi Tanaman Kakao di Kabupaten Luwu, 2015

8

3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017

40

4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017

41

5. Sarana Pendidikan di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017

43

6. Keadaan Sarana dan Prasarana di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi

Sulawesi Selatan, 2017

43

7. Sarana Keagaaman dan Kesehatan di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017

44

8. Keadaan Perkebunan Kakao di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2016

45

9. Identitas Petani Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017

47

10. Identitas Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017

49

11. Identitas Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017

50

(18)

12. Identitas Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

51

13. Jumlah Petani Kakao Mitra dan Non Mitra di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

54

14. Analisis Pendapatan Rata-rata per hektar Usahatani Kakao Responden Petani Mitra dan Non Mitra Selama satu Tahun di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

68

(19)

DAFTAR GAMBAR

No. Nama Gambar Halaman

1. Kerangka Pemikiran 32

.

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Nama

1. Identitas Petani Responden Mitra PT. Mars Symbioscience Indonesia di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

2. Perhitungan Nilai Produksi Usahatani Kakao Petani Mitra Responden di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

3. Faktor Produksi Luas Lahan, Jumlah Tanaman, dan Umur Tanaman Usahatani Kakao Petani Responden Mitra PT. Mars Symbioscience Indonesia di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

4. Faktor Produksi Pupuk Usahatani Kakao Petani Mitra Responden Selama satu Tahun di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

5. Faktor Produksi Pestisida Usahatani Kakao Petani Mitra Responden Selama satu Tahun di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

6. Faktor Produksi Tenaga Kerja Usahatani Kakao Petani Mitra Selama satu Tahun di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

7. Jenis dan Nilai Penyusutan Alat pada Usahatani Kakao di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017

8. Biaya Produksi Usahatani Kakao Petani Responden Responden Selama satu Tahun di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

9. Biaya Produksi per hektar Usahatani Kakao Petani Mitra Responden Selama satu Tahun di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

10. Analisis Pendapatan Usahatani Kakao Petani Mitra Responden Selama satu Tahun di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

(21)

11. Analisis Pendapatan per hektar Usahatani Kakao Petani Mitra Responden Selama satu Tahun di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

12. Identitas Petani Responden Non Mitra PT. Mars Symbioscience Indonesia di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

13. Perhitungan Nilai Produksi Usahatani Kakao Petani Non Mitra Responden di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

14. Faktor Produksi Luas Lahan, Jumlah Tanaman, dan Umur Tanaman Usahatani Kakao Petani Responden Non Mitra PT.

Mars Symbioscience Indonesia di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

15. Faktor Produksi Pupuk Usahatani Kakao Petani Non Mitra Responden Selama satu Tahun di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

16. Faktor Produksi Pestisida Usahatani Kakao Petani Non Mitra Responden Selama satu Tahun di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

17. Faktor Produksi Tenaga Kerja Usahatani Kakao Petani Non Mitra Selama satu Tahun di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

18. Jenis dan Nilai Penyusutan Alat pada Usahatani Kakao di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017

19. Biaya Produksi Usahatani Kakao Petani Responden Non Mitra Selama satu Tahun di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

20. Biaya Produksi per hektar Usahatani Kakao Petani Non Mitra Responden Selama satu Tahun di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

21. Analisis Pendapatan Usahatani Kakao Petani Non Mitra Responden Selama satu Tahun di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

(22)

22. Analisis Pendapatan per hektar Usahatani Kakao Petani Non Mitra Responden Selama satu Tahun di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan, 2017.

23. Peta Desa Buntu Batu 24. Dokumentasi

25. Kuisioner Penelitian 26. Jurnal

(23)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian yang harus dibangun adalah berwujud pertanian modern yang tangguh, efisien, dan dikelola secara profesional serta memiliki keunggulan memenangkan persaingan di pasar global baik untuk tujuan pemenuhan kebutuhan dalam negeri maupun ekspor (sumber devisa). Perekonomian Indonesia semakin terintegrasi ke dalam perokonomian dunia di era globalisasi menuntut pengembangan usahatani dan produk pertanian siap menghadapi persaingan terbuka yang semakin ketat agar dapat bersaing dengan pesaing-pesaing luar negeri.

Sektor pertanian termasuk didalamnya perkebunan mempunyai berbagai potensi pengembangan agribisnis yang baik dan menguntungkan. Potensi pengembangan komoditi perkebunan di Indonesia sangat besar seperti potensi pengembangan komoditi perkebunan lainnya, tetapi dalam perkembangannya terdapat beberapa permasalahan strategi pembangunan dan kelembagaan. Pemerintah perlu menetapkan kebijakan tidak langsung untuk menciptakan konsepsi yang kondusif. Kebijakan yang secara langsung mendorong perkembangan agribisnis dalam aspek: kemitraan, modal, permasalahan teknologi dan informasi sangat diperlukan.

(24)

Kakao merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang memiliki peranan yang cukup nyata dan dapat diandalkan dalam mewujudkan program pembangunan pertanian, khususnya dalam hal penyediaan lapangan kerja, pendorong pengembangan wilayah, peningkatan kesejahteraan petani dan peningkatan pendapatan / devisa negara.

Sektor pertanian Sulawesi Selatan merupakan salah satu sektor ekonomi yang masih memiliki peranan penting bagi perekonomian daerah, sehingga menjadikan Sulawesi Selatan sebagai salah satu provinsi yang mengekspor komoditi pertanian ke berbagai negara. Komoditi pertanian yang diekspor tersebut salah satunya berasal dari subsektor perkebunan.

Menurut data BPS tahun 2015 hasil tanaman perkebunan yang cukup dominan di Sulawesi Selatan adalah tanaman Kakao yang berproduksi sebesar 143.237 ton (BPS Sulawesi Selatan, 2015).

Berdasarkan data dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa Kabupaten Luwu memiliki potensi dalam pengembangan kakao. Karena, Kabupaten Luwu merupakan penghasil kakao terbesar di Sulawesi Selatan. Luas areal perkebunan kakao di Kabupaten Luwu sebesar 35.226 Ha dengan jumlah produksi sebesar 27.159 Ton. Luas areal dan produksi tanaman kakao di Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini :

(25)

Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Tanaman Kakao menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan, 2015

No. Kabupaten/Kota Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)

1. Kepulauan Selayar 682 151

2. Bulukumba 8.225 4.882

3. Bantaeng 5.377 2.848

4. Jeneponto 103 11

5. Takalar 45 26

6. Gowa 6.919 2.138

7. Sinjai 10.490 1.605

8. Maros 1.721 715

9. Pangkep 292 50

10. Barru 936 494

11. Bone 30.705 16.412

12. Soppeng 18.875 11.577

13. Wajo 15.712 11.170

14. Sidrap 8.262 7.277

15. Pinrang 20.551 12.018

16. Enrekang 10.013 7.034

17. Luwu 35.226 27.159

18. Tana Toraja 4.209 1.295

19 Luwu Utara 34.252 21.236

20.. Luwu Timur 27.822 11.896

21. Toraja Utara 2.582 1.434

22. Makassar - -

21. Pare-Pare - -

22. Palopo 3.224 1.809

Total 246.223 143.237

Sumber : BPS Sulawesi Selatan, 2015.

Di Kabupaten Luwu terdapat sebuah perusahaan yang bergerak dalam penyediaan produk setengah jadi dari tanaman kakao yang kemudian akan digunakan sebagai bahan baku oleh industri lain, perusahaan tersebut ialah PT. Mars Symbioscience Indonesia. Konsumen utama PT. MarsSymbioscience Indonesia merupakan unit internal dari Mars Incoorporated. PT. Mars Symbioscience Indonesia juga mengekspor produknya ke perusahaan lain ke berbagai mancanegara.

(26)

Meskipun kakao merupakan salah satu komoditi unggul untuk di ekspor tetapi para petaninya hingga saat ini masih dapat dikatakan belum sejahtera. Petani pada umumnya mengahadapi masalah keterbatasaan skala usahatani baik pengusahaan lahan yang kecil, permodalan yang lemah, teknologi yang sederhana, jaminan pasar serta transparansi harga.

Menurut Miliondry (2014) salah satu subsistem penunjang yang mendukung kegiatan agribisinis adalah dengan adanya kemitraan. Salah satu upaya yang dianggap tepat dalam memecahkan masalah tersebut adalah melalui program kemitraan.

Menurut Shinta (2011) kemitraan sangat diperlukan dalam program pembangunan usahatani, terutama karena adanya interaksi antara industri baik skala kecil maupun besar, yang mempunyai modal, wadah untuk menampung hasil panen, memiliki inovasi terbaru dengan petani yang kekurangan modal, dan belum tersentuh teknologi yang baru serta kebingungan akan penjualan hasil panennya.

Upaya yang dilakukan berbagai pihak untuk mewujudkan kemitraan antara lain dengan lahirnya Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, kemitraan adalah kerja sama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha yang lebih besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Beberapa tujuan yang ingin

(27)

dicapai dalam kemitraan dengan anggota/mitranya adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumber daya kelompok atau petani mitra, peningkatan skala usaha, menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra (Shinta, 2011).

Kemitraan antara petani dan perusahaan merupakan startegi dalam pengembangan kegiatan bisnis. Kemitraan seharusnya dapat meningkatkan pendapatan petani dengan setiap potensi dan tantangan dalam menerapkan pola kemitraan sebagai salah satu inovasi dalam meningkatkan kesejahteraan petani. Namun pada kenyataanya masih ditemukan bahwa kemitraan hanya menguntungkan salah satu pihak saja.

Seperti pada pola kemitraan inti plasma yang banyak digunakan di Indonesia. Pada pelaksanaannya kemitraan antara perusahaan inti dengan petani plasma dalam usaha perkebunan seringkali menghadapi berbagai permasalahan. Diantaranya pola kemitraan yang berat sebelah, cenderung lebih menguntungkan perusahaan inti dan memberatkan petani plasma.

Selaras dengan permasalahan tersebut hasil penelitian Srikujam (2015) menunjukkan bahwa pola kemitraan terkait dengan lahan telah melahirkan konflik antara perusahaan dan petani plasma sebagai mitra.

Petani plasma sebagai mitra selalu menjadi pihak yang dirugikan. Akibat perbedaan luas lahan plasma antara versi perusahaan, versi KUD, dan versi Pemerintah Daerah, sehingga menyulitkan Badan Pertanahan

(28)

Nasional melakukan proses sertifikasi. Akibatnya petani terancam tidak bisa memiliki sertifikat hak milik atas lahannya. Selain itu, pelaksanaan sistem bagi hasil masih belum berjalan sesuai pejanjian.

Serupa dengan permasalahan tersebut pada penelitian Harveni (2014) menunjukkan hasil bahwa implementor kurang patuh terhadap kebijakan terutama dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam pelaksanaan pola kemitraan inti plasma. Terlihat dari munculnya masalah- masalah dalam pelaksanaan kebijakan pola kemitraan inti plasma, disamping kurang patuhnya implementor juga disebabkan oleh banyaknya aktor-aktor terlibat dalam setiap proses tahapan pelaksanaan pola kemitraan inti plasma yang mempunyai tugas dan fungsi masing-masing dalam pelaksanaan pola kemitraan. Selain itu tidak optimalnya pelaksanaan kebijakan pola kemitraan inti plasma juga disebabkan oleh adanya faktor eksternal diluar kendali implementor yaitu kurangnya komitmen yang dimiliki oleh pihak perusahaan dan masyarakat peserta plasma sehingga mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pola kemitraan inti plasma, hal ini tentu berimplikasi tidak tercapainya tujuan dari kebijakan.

(29)

Berdasarkan uraian dan pernyataan diatas yang menunjukkan bahwa masih banyaknya permasalahan yang terjadi pada kemitraan perusahaan dan petani, maka peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang “Dampak Kemitraan Petani Kakao dengan PT. Mars Symbioscience Indonesia terhadap Pendapatan Usahatani Kakao (Studi Kasus di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu)”.

1.2. Rumusan Masalah

Kabupaten Luwu merupakan kabupaten yang memiliki luas areal tanaman kakao terluas di Provinsi Sulawesi Selatan. Sehingga, tidak mengherankan jika Kabupaten Luwu memiliki jumlah produksi kakao tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan dan menjadikan Kabupaten Luwu sebagai penghasil kakao terbesar.

Berdasarkan data dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa Kabupaten Luwu terdiri dari 22 kecamatan. Kecamatan Bupon merupakan kecamatan yang memiliki luas areal tanaman kakao terluas yang ada di Kabupaten Luwu. Luas areal tanaman kakao di Kecamatan Bupon yaitu 5.582,50 Ha dan jumlah produksi mencapai 5.352,00 ton.

(30)

Tabel 2. Luas Areal Dan Produksi Tanaman Kakao di Kabupaten Luwu, 2015No. Kecamatan Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)

1. Larompong 1.861,00 1.560,00

2. Larompong Selatan 2.579,00 2.560,00

3. Suli 1.206,00 650,00

4. Suli Barat 4.145,00 3.820,00

5. Belopa 349,50 210,00

6. Kamanre 2.220,00 1.480,00

7. Belopa Utara 159,50 120,00

8. Bajo 1.254,70 872,00

9. Bajo Barat 2.583,00 2.410,00

10. Bassesangtempe 223,00 124,00

11. Latimojong 771,00 460,00

12. Bassesangtempe Utara 216,00 134,00

13. Bupon 5.582,50 5.352,00

14. Ponrang 2.387,00 1.100,00

15. Ponrang Selatan 4.589,75 4.040,00

16. Bua 804,00 340,00

17. Walenrang 536,00 242,00

18. Walenrang Timur 892,00 620,00

19. Lamasi 223,00 62,00

20. Walenrang Utara 671,00 454,00

21. Walenrang Barat 490,00 261,00

22. Lamasi Timur 389,00 129,00

Total 34.185,95 27.000,00

Sumber : BPS Kabupaten Luwu, 2015.

Desa Buntu Batu merupakan salah satu desa di Kecamatan Bupon yang memiliki petani yang bermitra dengan PT. Mars Symbioscience Indonesia. Petani tersebut langsung memasarkan hasil produksi kakaonya PT. Mars Symbioscience Indonesia. Tetapi tidak semua petani yang ada di Desa Buntu Batu menjalin kemitraan dengan PT. Mars Symbioscience Indonesia. Masih ada para petani yang menjual hasil produksinya ke pedagang pengumpul.

(31)

Tentu dengan adanya perbedaan pemasaran kakao yang terjadi di Desa Buntu Batu maka terdapat pula perbedaan pendapatan yang di dapatkan oleh para petani kakao di Desa Buntu Batu. Oleh karena itu, dengan adanya perbedaan tersebut belum diketahui mana yang lebih menguntungkan antara petani kakao bermitra atau non mitra.

Berdasarkan uraian diatas maka permasalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana dampak kemitraan terhadap pendapatan petani yang bermitra dengan PT. Mars Symbioscience Indonesia?

2. Bagaimana bentuk risiko harga dan risiko keuangan yang dihadapi petani kakao yang bermitra dengan PT. Mars Symbioscience Indonesia ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui dampak kemitraan terhadap pendapatan petani yang bermitra dengan PT. Mars Symbioscience Indonesia.

2. Mengetahui bentuk risiko harga dan risiko keuangan yang dihadapi petani kakao yang bermitra dengan PT. Mars Symbioscience Indonesia.

(32)

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi petani, yaitu sebagai masukan informasi sehingga dapat dijadikan pertimbangan bagi petani untuk melakukan kemitraan.

2. Memberikan pengetahuan dalam memperluas wawasan, bahan masukan dan informasi untuk penelitian selanjutnya mengenai kemitraan dan usahatani.

(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kakao

Theobroma cacao atau yang lebih dikenal dengan nama kakao merupakan satu-satunya dari 22 jenis marga Theobroma, suku Sterculiaceae, yang diusahakan secara komersial. Kakao sebagai salah satu komoditi pertanian digolongkan sebagai tanaman tahunan (Puslitbang, 2010).

Tanaman kakao diperkenalkan pertama kali di Indonesia pada tahun 1560, tepatnya di Sulawesi, Minahasa. Ekspor kakao diawali dari pelabuhan Manado ke Manila tahun 1825-1838 dengan jumlah 92 ton, setelah itu menurun karena adanya serangan hama. Hal ini yang membuat ekspor kakao terhenti setelah tahun 1928. Di Ambon pernah ditemukan 10.000 - 12.000 tanaman kakao dan telah menghasilkan 11,6 ton tapi tanamannya hilang tanpa informasi lebih lanjut. Penanaman di Jawa mulai dilakukan tahun 1980 ditengah-tengah perkebunan kopi milik Belanda, karena tanaman kopi Arabika mengalami kerusakan akibat serangan penyakit karat daun (Hemileia vastatrix). Tahun 1888 puluhan semaian kakao jenis baru didatangkan dari Venezuela, namun yang bertahan hanya satu pohon. Biji-biji dari tanaman

(34)

tersebut ditanam kembali dan menghasilkan tanaman yang sehat dengan buah dan biji yang besar. Tanaman tersebutlah yang menjadi cikal bakal kegiatan pemuliaan di Indonesia dan akhirnya di Jawa Timur dan Sumatera (Puslitbang, 2010).

Beberapa sifat (penciri) dari buah dan biji digunakan dasar klasifikasi dalam sistem taksonomi. Berdasarkan bentuk buahnya, kakao dapat dikelompokkan ke dalam empat populasi. Kakao lindak (bulk) yang telah tersebar luas di daerah tropika adalah anggota sub jenis sphaerocarpum. Bentuk bijinya lonjong, pipih dan keping bijinya berwarna ungu gelap. Mutunya beragam tetapi lebih rendah daripada sub jenis cacao. Permukaan kulit buahnya relatif halus karena alur-alurnya dangkal.

Kulit buah tipis tetapi keras (Puslitbang, 2010).

Kakao sebagai salah satu komoditi perkebunan yang di usahakan maka perlunya dilakukan pemeliharaan agar tanaman kakao dapat tumbuh dengan subur serta menghasilkan buah kakao yang berkualitas.

Berikut ini adalah cara pemeliharaan tanaman kakao (Departemen Perindustrian, 2007) :

1. Pemangkasan

Pemangkasan pohon pelindung dilakukan agar dapat berfungsi untuk jangka waktu yang lama. Pemangkasan dilakukan terhadap cabang- cabang yang tumbuh rendah dan lemah. Pohon dipangkas sehingga cabang terendah akan berjarak lebih dari 1 m dari tajuk tanaman kakao.

Pemangkasan ini merupakan usaha untuk meningkatkan produksi dan

(35)

mempertahankan umur ekonomis tanaman. Dengan pemangkasan maka akan mencegah serangan hama dan penyakit, membentuk tajuk pohon, memelihara tanaman dan memacu produksi.

2. Penyiangan

Tujuannya adalah untuk mencegah persaingan dalam penyerapan air dan unsur hara serta mencegah hama dan penyakit. Penyiangan harus dilakukan secara rutin, minimal satu bulan sekali dengan menggunakan cangkul, koret atau dicabut dengan tangan.

3. Pemupukan

Pemupukan dilakukan setelah tanaman kakao berumur dua bulan di lapangan. Pemupukan pada tanaman yang belum menghasilkan dilakukan dengan cara menaburkan pupuk secara merata dengan jarak 15 cm – 50 cm (untuk umur 2 – 10 bulan) dan 50 cm – 75 cm (untuk umur 14 – 20 bulan) dari batang utama. Sedang untuk tanaman yang menghasilkan, penaburan pupuk dilakukan pada jarak 50 cm – 75 cm dari batang utama. Penaburan pupuk dilakukan dalam alur sedalam 10 cm.

4. Penyiraman

Penyiraman tanaman kakao yang tumbuh dengan kondisi tanah yang baik dan memiliki pohon pelindung tidak memerlukan banyak air. Air yang berlebihan akan menyebabkan kondisi tanah menjadi sangat lembab. Penyiraman dilakukan pada tanaman muda, terutama tanaman yang tidak memiliki pohon pelindung.

(36)

5. Pemberantasan hama dan penyakit

Pemberantasan hama dilakukan dengan penyemprotan pestisida dalam dua tahap. Pertama, bertujuan untuk mencegah sebelum diketahui ada hama yang menyerang. Kadar dan jenis pestisida disesuaikan. Tahap yang kedua adalah usaha pemberantasan hama, dimana jenis dan kadar pestisida yang digunakan ditingkatkan. Contoh pestisida yang digunakan:

Deltametrin (Decis 2,5 EC), Sihalotrin (Metador 25 EC) dan lain-lain.

Hama yang sering menyerang tanaman kakao antara lain belalang (Valanga Nigricornis), ulat jengkal (Hypsidra talaka Walker), kutu putih (Planoccos lilaci), penghisap buah (Helopeltis sp.), dan penggerek batang (Zeuzera sp.). Insektisida yang sering digunakan untuk pemberantasan belalang, ulat jengkal, dan kutu putih antara lain adalah Decis, Cupraycide, Lebaycide, Coesar dan Atabron. Penghisap buah dapat diberantas dengan Lebaycide, Cupraycide dan Decis.

Penyakit yang sering ditemukan dalam budidaya kakao, yaitu penyakit jamur upas dan jamur akar. Penyakit tersebut disebabkan oleh jamur Oncobasidium thebromae. Selain itu juga sering dijumpai penyakit busuk buah yang disebabkan olehPhytoptera sp.

2.2. Usahatani

Shinta (2011), Indonesia merupakan negara yang mempunyai lahan pertanian luas, dalam sistem pertanian tersebut tidaklah terlepas dari usahatani. Kategori usahatani yang ada di Indonesia merupakan

(37)

usahatani kecil, terbilang usahatani kecil karena mempunyai ciri sebagai berikut:

a. Penduduk lokal yang semakin meningkat, sehingga membuat penduduk lokal mempunyai usahatani dalam lingkungan tekanan penduduk yang semakin meningkat.

b. Tingkat hidup yang rendah sebagai akibat dari keterbatasan sumberdaya yang ada.

c. Bergantung terhadap produksi yang subsistem.

d. Pelayanan masyarakat seperti pelayanan kesehatan, pendidikan dan lainnya masih kurang terjamin.

Usahatani dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu berdasarkan faktor produksi yang digunakan oleh petani, kedua usahatani tersebut yaitu:

a. Perorangan, usahatani perorangan merupakan usahatani yang dikuasai atau dimiliki oleh seseorang dan hasil yang didapatkan akan ditentukan oleh seseorang juga.

b. Kooperatif, usahatani kooperatif merupakan usahatani yang dimiliki bersama dan hasil yang didapatkan akan dibagi sesuai dengan porsi kontribusi anggota yang telah disepakati bersama.

Usahatani adalah kegiatan mengorganisasikan atau mengelola aset dan cara dalam pertanian. Usahatani juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang mengorganisasi sarana produksi pertanian dan teknologi dalam suatu usaha yang menyangkut bidang pertanian (Daniel, 2001).

(38)

Menurut Soekartawi (1995) Ilmu usahtani bisa diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektid dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya; dan dikatan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input).

2.2.1. Konsep Penerimaan Usahatani

Pendapatan kotor atau dalam istilah lain penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya satu tahun danmencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau digudangkan pada akhir tahun. Penerimaan ini dinilai berdasarkan perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku (Soekartawi dkk, 1986).

Penerimaan usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti luas usahatani, jenis dan harga komoditi usahatani yang diusahakan.

Penerimaan dalam usahatani dihitung berdasarkan perkalian dari produksi dengan harga jual (Sundari, 2011).

(39)

Beberapa istilah yang sering digunakan dalam melihat penerimaan usahatani, yaitu:

1. Penerimaan tunai usahatani (farm receipt), yang didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi dkk 1986). Pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Penerimaan tunai tidak mencakup yang berupa benda, sehingga nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani. Penerimaan tunai usahataniyang tidak berasal dari penjualan produk usahatani seperti pinjaman tunai, harus ditambahkan.

2. Penerimaan tunai luar usahatani berarti penerimaaan yang diperoleh dari luar aktivitas usahatani seperti upah.

3. Penerimaan kotor usahatani (gross return), didefenisikan sebagai penerimaan dalam jangka waktu (biasanya satu tahun atau satu musim), baik yang dijual (tunai) maupun yang tidak dijual (tidak tunai seperti konsumsi keluarga, bibit, pakan, ternak). Penerimaan kotor juga sama dengan pendapatan kotor atau nilai produksi.

(40)

Menurut Sundari (2011) untuk menghitung penerimaan usahatani yaitu dengan mengalikan jumlah produksi per hektar dengan harga jual per satuan kg, yang dirumuskan :

Keterangan : TR = Penerimaan usaha (Rp) P = Harga produksi (Rp/Kg) Q = Hasil produksi (Kg) 2.2.2. Konsep Biaya Usahatani

Fungsi biaya menggambarkan hubungan antara besarnya biaya dengan tingkat produksi. Biaya dapat dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam usahatani dan besarnya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang dihasilkan, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani yang besarnya sangat dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan (Suratiyah, 2006).

Biaya usahatani dapat berbentuk biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi, biaya pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan serta biaya upah tenaga kerja. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani, modal dan nilai kerja keluarga. Tenaga kerja keluarga dinilai berdasarkan upah yang berlaku. Biaya penyusutan alat- alat pertanian dan sewa lahan milik sendiri dapat dimasukkan kedalam

TR = P X Q

(41)

biaya yang diperhitungkan. Biaya dapat juga diartikan sebagai penurunan inventaris usahatani. Nilai inventaris suatu barangs dapat berkurang karena barang tersebut rusak, hilang atau terjadi penyusutan (Milliondry, 2014).

2.2.3. Konsep Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya.Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatanidisebut pendapatan bersih usahatani.

Pendapatan bersih usahatani mengukurimbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksikerja, pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yangdiinvestasikan ke dalam usahatani, oleh karena itu pendapatan bersih merupakanukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk membandingkan beberapa penampilan usahatani (Soekartawi dkk,1986).

Analisis pendapatan usahatani mempunyai kegunaan bagi petani maupunbagi pemilik faktor produksi. Tujuan utama dari analisis pendapatan ada dua, yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha, dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur seberapa jauh kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak bagi seorang petani (Nasution, 2016).

(42)

Pendapatan usahatani akan berbeda untuk setiap petani, dimana perbedaanini disebabkan oleh perbedaan faktor produksi, tingkat produksi yang dihasilkandan harga jual yang tidak sama hasilnya. Pendapatan cabang usaha adalah selisih antara penerimaan cabang usaha yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Pengukuran pendapatan pada dasarnya dapat menggunakan beberapa perhitungan. Pilihan bergantung pada tingkat perkembangan usahataninya. Jika usahatani yang menggunakan tenaga kerja dari keluarga maka lebih tepat pendapatan itu dihitung sebagai pendapatan yang berasal dari kerja keluarga. Pada kasus tersebut kerja keluarga tidak usah dihitung sebagai pengeluaran.

Ada pula usahatani yang menggunakan tenaga kerja yang diupah. Dalam hal yang demikian, upah kerja dihitung sebagai pengeluaran (Nasution, 2016).

Menurut Sundari (2011) Untuk menghitung pendapatan usaha tani yaitu dengan menghitung selisih penerimaan dan biaya usaha tani yang dirumuskan :

Keterangan : Pd = Pendapatan usaha (Rp) TR = Penerimaan usaha (Rp) TC = Total Biaya usaha (Rp)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani dibagi menjadi dua yaitu faktor-faktor intern dan ekstern. Faktor-faktor intern usahatani yang mempengaruhi pendapatan usahatani yaitu kesuburan

Pd = TR – TC

(43)

lahan, luas lahan garapan, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan modal dalam usahatani, penggunaan input modern/teknologi, pola tanam, lokasi tanaman, fragmentasi lahan, status penguasaan lahan, cara pemasaran output, efisiensi penggunaan input dan tingkat pengetahuan maupun keterampilan petani dan tenaga kerja. Faktor-faktor ekstern usahatani yang mempengaruhi pendapatan usahatani yaitu sarana transportasi, sistem tataniaga, penemuan teknologi baru, fasilitas irigasi, tingkat harga output dan input, ketersediaan lembaga perkreditan, adat istiadat masyarakat dan kebijaksanaan pemerintah (Milliondry, 2014).

2.3. Kemitraan Agribisnis

Sistem kemitraan dalam agribisnis dapat diartikan sebagai jalinan kerjasama dari dua atau lebih pelaku agribisnis yang saling menguntungkan. Kemitraan usaha pertanian (agribisnis) menurut Keputusan Mentri Pertanian Tahun 1997 adalah kerjasama usaha antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra di bidang usaha pertanian.Kelompok mitra meliputi petani/nelayan, kelompok tani/nelayan, gabungan kelompok tani/nelayan, koperasi atau usaha kecil (Kementerian Pertanian, 1997).

Azas kemitraan diarahkan untuk mewujudkan sinergi kemitraan, yaitu hubungan yang : saling mendukung, dalam arti perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan baku dan kelompok mitra memerlukan penampungan hasil dan bimbingan; saling memperkuat, dalam arti baik

(44)

kelompok mitra maupun perusahaan mitra sama-sama memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis, sehingga akan memperkuat kedudukan masing-masing dalam meningkatkan daya saing usahanya;

saling menguntungkan, yaitu baik kelompok mita maupun perusahaan mitra memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha.

Ketiga bentuk hubungan tersebut dikenal dengan Trilogi Kemitraan (Kementerian Pertanian, 1997).

2.4. Pola Kemitraan

Pola kemitraan secara lebih rinci diuraikan dalam Pasal 27 Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1995, disebutkan bahwa kemitraan dapat dilaksanakan dengan beberapa pola antara lain :

1. Pola Inti plasma

Inti-plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar sebagai inti membina dan mengembangkan usaha kecil yang menjadi plasma dalam penyediaan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha, produksi, perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktifitas usaha. Program inti-plasma ini, diperlukan keseriusan dan kesiapan, baik

(45)

pihak usaha kecil sebagai pihak yang mendapat bantuan untuk dapat mengembangkan usahanya, maupun pihak usaha besar yang mempunyai tanggung jawab sosial untuk mengembangkan usaha kecil sebagai mitra usaha dalam jangka panjang.

2. Pola Sub Kontraktor

Sub kontraktor adalah suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara usaha besar dengan usaha kecil/menengah, di mana usaha besar sebagai perusahaan induk (parent firm) meminta kepada usaha kecil/menengah (selaku subkontraktor) untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk.

3. Pola Dagang Umum

Dagang umum adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang berlangsung dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan pasokan dari usaha kecil mitra usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha besar dan atau usaha menengah yang bersangkutan.

4. Pola Waralaba

Waralaba (franchise) adalah suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara usaha besar (franchisor) dengan usaha kecil (franchises), dimana franchisee diberikan hak atas kekayaan intelektual

(46)

atau penemuan ciri khas usaha, dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak franchisor dalam rangka penyediaan atau penjualan barang dan atau jasa.

5. Pola Keagenan

Keagenan merupakan hubungan kemitraan, dimana pihak principal memproduksi/memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga.

6. Pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KAO)

Pola KOA merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal serta sarana untuk mengusahakan dan membudidayakan suatu komoditi pertanian.

Kemitraan sebagaimana tersebut di atas juga telah dimuat kembali dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang menyebutkan: 32 Kemitraan dilaksanakan dengan pola:

a. Inti-plasma;

b. Subkontrak;

c. Waralaba;

d. Perdagangan umum;

e. Distribusi dan keagenan; dan

(47)

f. Bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan (joint venture), dan peyumberluaran (outsourching).

Dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan juga menerangkan mengenai kemitraan usaha perkebunan dengan polanya dapat berupa kerja sama penyediaan sarana produksi, kerja sama produksi, pengeolaan dan pemasaran, transportasi, kerja sama operasional, kepemilikan saham, dan jasa pendukung lainnya.

2.5. Risiko Pada Usahatani

Risiko adalah konsekuensi dari apa yang telah kita lakukan.

Seluruh kegiatan yang dilakukan baik perorangan atau perusahaan juga mengandung risiko. Kegiatan bisnis sangat erat kaitannya dengan risiko.

Risiko dalam kegiatan bisnis juga dikaitkan dengan besarnya return yang akan diterima oleh pengambil risiko. Semakin besar risiko yang dihadapi umumnya dapat diperhitungkan bahwa return yang diterima juga akan lebih besar. Pola pengambilan risiko menunjukkan sikap yang berbeda terhadap pengambilan risiko. Risiko adalah ketidakpastian dan dapat menimbulkan terjadinya peluang kerugian terhadap pengambilan suatu keputusan (Harwood, etal 1999).

Harwood, et al (1999), menjelaskan beberapa risiko yang sering terjadi pada pertanian dan dapat menurunkan tingkat pendapatan petani yaitu:

(48)

1. Risiko hasil produksi

Hasil produksi yang senantiasa berubah-ubah dalam pertanian disebabkan karena kejadian yang tidak terkontrol. Biasanya disebabkan oleh kondisi alam yang ekstrim seperti curah hujan, iklim, cuaca, dan serangan hama dan penyakit. Produksi juga harus memperhatikan teknologi tepat guna untuk memaksimumkan keuntungan dari hasil produksi optimal.

2. Risiko harga atau pasar

Risiko harga dapat dipengaruhi oleh perubahan harga produksi atau input yang digunakan. Risiko ini muncul ketika proses produksi sudah berjalan. Hal ini lebih disebabkan kepada proses produksi dalam jangka waktu lama pada pertanian, sehingga kebutuhan akan input setiap periode memiliki harga yang berbeda. Kemudian adanya perbedaan permintaan pada lini konsumen domestik maupun internasional.

3. Risiko institusi

Institusi mempengaruhi hasil pertanian melalui kebijakan dan peraturan. Kebijakan pemerintah dalam menjaga kestabilan proses produksi, distribusi, dan harga input-output dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan produksi petani. Fluktuasi harga input maupun output pertanian dapat mempengaruhi biaya produksi.

(49)

4. Risiko manusia atau orang

Risiko ini disebabkan oleh tingkah laku manusia dalam melakukan proses produksi. Sumberdaya manusia perlu diperhatikan untuk menghasilkan output optimal. Moral manusia dapat menimbulkan kerugian seperti adanya kelalaian sehingga menimbulkan kebakaran, pencurian, dan rusaknya fasilitas produksi.

5. Risiko keuangan

Risiko keuangan merupakan dampak yang ditimbulkan oleh cara petani dalam mengelola keuangamya. Modal yang dimiliki dapat digunakan secara optimal untuk menghasilkan output. Peminjaman modal yang banyak dilakukan oleh petani memberikan manfaat seimbang berupa laba antara pengelola dan pemilik modal.

2.6. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aryani (2009) menunjukkan hasil analisis pendapatan usahatani, petani mitra memperoleh pendapatan usahatani lebih besar dari pada petani non mitra, baik untuk pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total. Hasil imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio), dapat diketahui R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total petani mitra yaitu 2,77 dan 1,47. Sedangkan R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total petani non mitra adalah 1,92 dan 0,96. Dari nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C atas biaya total dapat disimpulkan bahwa

(50)

pelaksanaan kemitraan antara PT Garuda food dengan petani mitra di Desa Palangan memberikan keuntungan bagi petani mitra. Sehingga pelaksanaan kemitraan dapat diteruskan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jasuli (2014) menunjukkan bahwa pola kemitraan antara petani kapas dengan PT Nusafarm di Kabupaten Situbondo adalah pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis (KOA). Dimana pihak petani menyediakan lahan dan tenaga kerja, sedangkan pihak PT Nusafarm menyediakan sarana produksi seperti benih, pupuk dan obat-obatan, selain itu PT Nusafarm juga menanggung biaya angkut serta memberikan bimbingan teknis dari budidaya hingga pasca panen dan memberikan jaminan kepastian pasar kepada petani. Tetapi pihak PT Nusafarm tidak memberikan kategori atau tingkatan terhadap kualitas kapas yang dihasilkan petani, sehingga petani yang menghasilkan kualitas kapas yang bagus tetap dibeli dengan harga yang sama oleh pihak PT Nusafarm. Maka dalam hal ini petani masih merasa dirugikan oleh pihak PT Nusafarm (Win-Lose).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pakpahan, dkk (2012) menunjukkan bahwa program kemitraan berpengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan masyarakat petani. Hal ini ditunjukkan dengan uji t sampel berpasangan taraf signifikansi 0,05 dimana t hitung (39,606) > t tabel (1,782) artinya H0 ditolak dan Ha diterima artinya terjadi peningkatan pendapatan secara signifikan setelah petani mengikuti Program Kemitraan. Sarana produksi yang digunakan petani semangka

(51)

tidak berubah baik sebelum dan sesudah mendapat bantuan karena sebelumnya petani memenuhi kebutuhan usaha semangka dari toke dengan perjanjian hasilmenjadi hak toke sepenuhnya namun setelah mendapat bantuan petani sudah mampu membiayai seluruh kebutuhan budidaya semangka, bebas membeli faktor produksi dan bebas menjual produksi ke toke yang harganya lebih tinggi sehingga pendapatan petani menjadi meningkat.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Naim, dkk (2015) menunjukkan bahwa bentuk kemitraan antara PG Pakis Baru dengan petani tebu adalah sebagai sebagai penanggung jawab apabila terjadi kegagalan pengembalian kredit atau sebagai penjamin kredit terhadap petani tebu mitra. Selain mendapat pinjaman petani tebu mitra juga mendapat kuota pupuk bersubsidi, bimbingan teknis dan mendapat tetes tebu dari PG. Rata-rata jumlah pendapatan Rp14.980.154,00 per hektar per musim tanam. Sedangkan pendapatan usahatani tebu petani non- mitra dalam satu kalimusim tanam sebesar Rp10,076.350,00. Pendapatan petani mitra lebih tinggi dari petani non-mitra, dikarenakan selain mendapat pinjaman biaya, petani mitra juga mendapat jatah kuota pupuk bersubsidi, bimbingan teknis dan tetes tebu dari PG.

(52)

2.7. Kerangka Pemikiran

Petani kakao sebagaimana petani pada umumnya di Indonesia, pada dasarnya dihadapkan pada permasalahan yang sama yaitu permodalan yang lemah, teknologi yang sederhana, produksi rendah serta tidak adanya kepastian harga yang diterima oleh petani. Dari permasalahan inilah dapat memunculkan risiko-risiko yang akan berpengaruh terhadap produktivitas usahatani. Untuk mengatasi masalah tersebut ada petani yang memutuskan untuk mejalin kemitraan dengan perusahaan dan ada juga yang mengelolah usahatani secara mandiri tanpa menjalin kemitraan.

Kemitraan merupakan sebuah strategi bisnis yang memiliki tujuan saling menguatkan, saling membesarkan dan saling menguntungkan.

Melalui program kemitraan, tumbuh kembang usaha pertanian di pedesaan akanmeningkat yang juga akan memacu aktivitas ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya kemitraan ini maka akan berpengaruh terhadap pendapatan petani yang bermitra dengan non mitra.

Selaras dengan itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fanani (2015) menunjukkan bahwa Risiko produktivitas yang dihadapi oleh petani mitra lebih rendah dari petani non mitra. Hasil analisis fungsi risiko produksi usahatani tembakau menunjukkan faktor penentu risiko produksi usahatani adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dan dummy kemitraan.Tenaga kerja berpengaruh positif terhadap risiko

(53)

produksi tembakau sedangkan kemitraan mampu menurunkan risiko produksi tembakau. Risiko harga yang dihadapi oleh petani mitra dan non mitra berbeda secara signifikan. Nilai koefisien variasi menunjukkan bahwa risiko yang dihadapi petani non mitra lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang bermitra. Hal ini dikarenakan petani mitra mendapat jaminan harga dan jaminan pasar dari pihak mitra yaitu PT. Gudang Garam, Tbk.

Dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan peneliti ingin menganalisis bagaimana dampak kemitraan terhadap pendapatan usahatani kakao dan risiko apa saja yang dihadapi oleh para petani kakao dalam menjalankan usahataninya, dalam hal ini peneliti memfokuskan pada risiko harga dan risiko keuangan, baik pada petani mitra maupun non mitra. Analisis yang dilakukan adalah analisis usahatani. Analisis usahatani yang dilakukan baik pada petani mitra maupun non mitra meliputi biaya produksi, penerimaan usahatani kakao, pendapatan usahatani kakao. Dari hasil analisis kemudian peneliti akan mebandingkan antara pendapatan petani mitra maupun non mitra dan dari hasil pengamatan risiko dalam usahatani kakao, petani dapat menentukan serangkaian upaya untuk dapat mengatasi risiko tersebut. Berikut ini disajikan kerangka pemikiran dari penelitian ini :

(54)

Petani Kakao

Gambar 1: Kerangka Pikir Dampak Kemitraan Petani Kakao dengan PT.

Mars Symbioscience Indonesia terhadap Pendapatan Usahatani Kakao di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu”.

Mitra Non Mitra

Analisis Usahatani:

1. Biaya Produksi.

2. Penerimaan Usahatani kakao.

3. Pendapatan Usahatani kakao.

Risiko

Memitigasi Risiko:

1. Risiko Harga 2. Risiko Keuangan

Input

Proses

Output

Outcome

Inpact 1. Risiko Harga

2. Risiko Keuangan

(55)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Desa Buntu Batu, Kecamatan Bupon, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan pada bulan Juni hingga Agustus 2017. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan mempertimbangkan bahwa Kabupaten Luwu merupakan penghasil kakao terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan dan Kecamatan Bupon memiliki jumlah produksi kakao terbesar di Kabupaten Luwu.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawacara langsung dengan petani menggunakan kuisioner yang berisi biaya produksi kakao, penerimaan usahatani kakao, serta pendapatan usahatani kakao.

Sedangkan, data sekunder adalah data pendukung yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika, Dinas Perkebuna, Kantor Desa Buntu Batu, dan studi kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Pendapatan usahatani sayuran bayam dan R/C rasio untuk musim tanam terakhir musim kemarau dan musim hujan per hektar berdasarkan golongan petani responden lahan

Hasil penelitian menunjukkan (1) rata-rata pendapatan usahatani tebu rakyat sebesar Rp19.670.852,61/hektar, (2) rata-rata pendapatan rumah tangga petani

rata-rata pendapatan yang diperoleh petani responden musim tanam pertama pada usahatani padi sawah di Kampung Matang Ara dengan rata-rata luas lahan 0,35 hektar

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pendapatan rumahtangga dan besarnya kontribusi pendapatan usahatani kakao dan non usahatani kakao terhadap

Petani dengan luas lahan yang besar sangat dibantu oleh pendapatan dari usahatani kakao maupun non kakao, sedangkan petani dengan lahan sempit sangat dibantu oleh pendapatan

Hasil penelitian menunjukkan (1) selama kurun waktu 12 tahun terjadi perubahan fungsi lahan sawah 0,120 hektar per rumah tangga petani; (2) Proporsi pendapatan usahatani berkurang

Petani dengan luas lahan yang besar sangat dibantu oleh pendapatan dari usahatani kakao maupun non kakao, sedangkan petani dengan lahan sempit sangat dibantu oleh pendapatan

Latar belakang dilakukannya penelitian ini adalah menilik besarnya pendapatan rumah tangga petani kakao serta kontribusi usahatani kakao terhadap total pendapatan rumah tangga petani di