• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KESIAPAN INDIVIDU PADA NIAT KEPERILAKUAN MENGGUNAKAN E-LEARNING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KESIAPAN INDIVIDU PADA NIAT KEPERILAKUAN MENGGUNAKAN E-LEARNING"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KESIAPAN INDIVIDU PADA NIAT

KEPERILAKUAN MENGGUNAKAN E-LEARNING

Oleh:

Komang Ayu Trisna Monalisa trisna_monalisa@gmail.com

Program Studi Manajemen Magister Sains Universitas Gadjah Mada

Abstract

The Internet and Web-based technologies have become a popular platform for development and delivery of distance learning program. Many universities in Indonesia have begun to provide their students with greater online learning opportunities through e-learning system. Unfortunately, majority of their student has not fully accepted e-learning as one of learning methods. This paper investigated the effect of individual readiness on e-learning acceptance.

This study combined the Technology Readiness Index (TRI) and Technology Acceptance Model (TAM) into one model. This study justified Technology Readiness Index (TRI) that was developed by Parasuraman (2000) to e-learning context. An empirical study was conducted among the student at The Open University (Universitas Terbuka, UT). Partial Least Square was used to analyze the model.

Analysis of the data revealed that only three dimensions of individual readiness -- optimism, innovativeness, and insecurity -- had effects on behavioral intention to use e-learning. Perceived ease of use and perceived usefulness was found significant as mediator on the effect of those three dimensions. Surprisingly, discomfort found had no impact as expected. Based on the research findings, several implications and future research were stated and proposed in the conclusion.

Keywords: Technology Acceptance Model (TAM), Technology Readiness Index (TRI), E-learning.

(2)

ISU PENELITIAN

Latar Belakang Isu dan Identifikasi Isu

Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology, ICT) telah memicu berkembangnya e-learning. Teknologi Internet dan teknologi berbasis web telah menjadi populer dalam penyampaikan dan pengembangan program pembelajaran jarak jauh melalui e-learning (Luschei et al., 2008).

Di Indonesia beberapa perguruan tinggi telah menerapkan pembelajaran jarak jauh, antara lain, Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Katolik Petra Surabaya, Universitas Surabaya, Universitas Bina Nusantara (BINUS) Jakarta, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di Bandung, Universitas Negeri Malang dan Universitas Brawidjaja (UNIBRAW). Penerapan konsep e-learning di Indonesia, sesungguhnya didasarkan pada beberapa alasan, salah satunya adanya upaya memenuhi kebutuhan masyarakat dalam memperoleh kesempatan belajar (Darmayanti et al., 2007).

Universitas Terbuka (UT) merupakan institusi di Indonesia yang juga menerapkan e-learning. Sebagai sebuah institusi pendidikan jarak jauh, UT menerapkan e-learning demi memberikan kemudahan belajar mahasiswanya. Mahasiswa UT tersebar luas di seluruh Indonesia. Oleh karenanya, pengembangan e-learning merupakan hal penting bagi UT karena e-learning merupakan salah satu metode alternatif dalam memberikan kemudahan pada proses belajar mahasiswa (Darmayanti et al., 2007).

E-learning dipersiapkan di UT sejak tahun 2001. Penerapan e-learning di UT khususnya diaplikasikan dalam bentuk based supplement atau disebut dengan web-supplement, web-based tutorial yang dikenal dengan electronic tutorial atau tutorial elektronik (Belawati, 2003 dalam Darmayanti et al., 2007). Pelaksanaan e-learning di UT berbentuk kuliah online, konseling online, tutorial online dan ujian online. Bagi mahasiswa S1, layanan tutorial online merupakan layanan tambahan untuk membantu mahasiswa dalam proses belajar. Layanan tutorial online untuk S2 bersifat wajib dan memiliki kontribusi nilai yang berpengaruh pada nilai akhir. Hingga akhir tahun 2008, belum semua mata kuliah menggunakan e-learning (Luschei et al, 2008).

(3)

Universitas Terbuka berencana untuk mengaplikasikan e-learning pada semua mata kuliah di semua program studi. Universitas Terbuka bahkan merencanakan untuk mewajibkan penggunaan e-learning pada seluruh mahasiswanya di tahun 2009. Universitas Terbuka telah melakukan berbagai upaya guna memberi dukungan bagi penerapan e-learning, salah satunya adalah tergabungnya UT dalam akses internet publik. Universitas Terbuka melakukan kerjasama dengan berbagai organisasi seperti asosiasi Warnet, Warposnet, dan Warintek. Kerjasama ini diharapkan mampu memberikan dukungan, khususnya dukungan infrastruktur dalam proses implementasi e-Learning (Darmayanti, 2002 dalam Darmayanti et al., 2007). Kerjasama tersebut juga memungkinkan mahasiswa memperoleh potongan harga dalam pemakaian internet seperti di Jakarta, Palembang, Pangkal Pinang, Medan, Pontianak, Kendari, Kupang, Pakan Baru dan Bangka Belitung. Universitas Terbuka bahkan memberikan imbalan ekstrinsik kepada mahasiswa berupa pemberian kontribusi nilai terhadap nilai akhir mahasiswa sebesar 10% guna mendorong niat mahasiswa menggunakan e-learning (Luschei et al, 2008).

Minimnya jumlah mahasiswa yang memanfaatkan sistem ini menjadi masalah dalam penerapan e-learning di UT. Meskipun sistem ini telah memberi manfaat besar bagi mahasiswa serta adanya dukungan oleh pihak universitas, akan tetapi, penerimaan mahasiswa terhadap sistem ini masih kurang maksimal. Kurangnya penerimaan mahasiswa dalam menggunakan sistem e-learning tercermin dari masih sedikitnya mahasiswa yang terdaftar aktif dalam tutorial online.

Penerimaan seseorang pada sebuah sistem teknologi informasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Teori penerimaan penggunaan sistem teknologi informasi yang dianggap sangat berpengaruh dan umumnya digunakan untuk menjelaskan penerimaan individual terhadap penggunaan sistem informasi adalah model penerimaan teknologi (Technology Acceptance Model (TAM)) (Hartono, 2007). Penelitian mengenai penerimaan teknologi banyak dilakukan dengan menggunakan TAM (Technology Acceptance Model) yang dikembangkan oleh Davis et al., (1989). Sejak TAM dikenalkan pada tahun 1986 sampai tahun 2003, teori ini sudah dirujuk oleh 698 penelitian seperti yang dilaporkan oleh Social Science Citation Index (SSCI) (Hartono, 2007, Lee et al., 2003). Hartono (2007) menyebutkan bahwa variabel-variabel eksternal yang digunakan oleh peneliti untuk mengembangkan TAM meliputi variabel

(4)

individual (Agrawal dan Prasad, 1999; Gefen dan Straub, 1997; dan Karahanna et al., 1999), organisasi (Igbaria et al., 1995), kultur (Straub, 1994) dan karakteristik-karakteristik tugas (Karahanna dan Limayem, 2000; Gefen dan Starub, 2000; Moon dan Kim, 2001).

Penelitian ini fokus pada variabel individu yaitu kesiapan individu guna menguji pengaruhnya pada penerimaan e-learning. Kesiapan individu terhadap teknologi mengacu pada kecenderungan seseorang untuk menerima dan menggunakan teknologi untuk menyelesaikan tujuan dalam kehidupan sehari-hari dan di tempat kerja (Parasuraman, 2000).

Sejak konstruk Kesiapan Individu terhadap Teknologi pertama kali dikemukakan oleh Parasuraman (2000), penelitian yang menguji Kesiapan Individu terhadap Teknologi masih terbatas dan aplikasi teknologi yang digunakan dalam menguji dampak kesiapan individu terhadap teknologi pun masih sangat terbatas, misal pada software (Walczuch et al., 2007) dan self-service technology (Liljander et al., 2006; Lin dan Hsieh, 2006). Parasuraman (2000) menyarankan agar Kesiapan Individu terhadap Teknologi diteliti pada aplikasi teknologi yang beragam guna meningkatkan generalitas Indeks Kesiapan Teknologi.

Penelitian ini melakukan penyesuaian terhadap Indeks Kesiapan Individu terhadap Teknologi (Technology Readiness Index, TRI) yang dikembangkan oleh Parasuraman (2000) dengan konteks e-learning. Penyesuaian ini didasarkan pada argumen Liljander et al. (2006) yang menyatakan bahwa terjadi ketidakkonsistenan pada temuan studi-studi sebelumnya. Hal tersebut diduga karena Indeks Kesiapan Individu terhadap Teknologi merupakan indeks yang mengukur kesiapan individu secara umum sehingga belum sesuai untuk digunakan secara spesifik pada aplikasi maupun organisasi tertentu. Penelitian ini menarik karena dapat memberi diskusi yang berbeda sebab Indeks Kesiapan Teknologi yang sebelumnya mengukur kesiapan individu terhadap teknologi secara umum, pada penelitian ini lebih spesifik mengukur kesiapan individu pada e-learning.

Penelitian ini menggabungkan model penerimaan teknologi (Davis et al., 1989) dengan Kesiapan Individu terhadap Teknologi (Parasuraman, 2000). Penelitian ini mereplikasi dengan memodifikasi penelitian yang dilakukan oleh Walczuch et al. (2007). Walczuch et al. (2007) melakukan penelitian mengenai pengaruh kesiapan

(5)

individu terhadap teknologi pada penerimaan teknologi yang dilakukan pada karyawan penyedia jasa keuangan. Ukuran penerimaan teknologi pada penelitian ini adalah pada kemudahan penggunaan persepsian dan kegunaan persepsian.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Walczuch et al. (2007), penelitian ini menambahkan konstruk niat keperilakuan (behavioral intention) dari Davis et al. (1989) sebagai ukuran penerimaan individu. Niat keperilakuan merupakan ukuran penerimaan lebih lanjut dari kemudahan penggunaan persepsian dan kegunaan persepsian yang berada pada tahap kepercayaan (belief). Hasil penelitian-penelitian sebelumnya, misalnya yang dilakukan oleh Davis et al., 1989; Taylor dan Todd, 1995; Chau, 1996; Igbaria et al., 1997; Venkatesh dan Davis, 2000; Lee et al., 2003, serta Roca dan Gagne, 2007 (Hartono, 2007) menunjukkan bahwa niat keperilakuan merupakan prediksi yang baik dari penggunaan teknologi oleh pemakai sistem. Berdasarkan isu tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh kesiapan individu pada niat keperilakuan menggunakan e-learning.

KAJI TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

E-learning

E-learning umumnya mengacu pada bentuk pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pembelajaran. E-learning digunakan sebagai upaya menghubungkan pelajar dengan sumber belajarnya yang secara fisik terpisah atau bahkan berjauhan namun dapat saling berkomunikasi, berinteraksi, berkolaborasi secara langsung (synchronous) dan secara tidak langsung (asynchronous) (Naidu, 2006).

Beberapa istilah telah digunakan untuk mendeskripsikan metode pengajaran dan pembelajaran seperti yang dimaksudkan di atas, yaitu online-learning, virtual learning, distributed learning, network dan web-based learnimg (Wentling, 2000). Dalam penelitian ini, e-learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi berupa internet dalam mendukung pembelajaran jarak jauh. Berdasarkan batasan definisi tersebut, media yang digunakan akan berpusat pada sistem teknologi informasi internet. Situs web yang digunakan merupakan situs institusi pendidikan.

(6)

Penerimaan Teknologi

Teori tentang penggunaan sistem teknologi informasi yang dianggap sangat berpengaruh dan umumnya digunakan untuk menjelaskan penerimaan individual terhadap penggunaan sistem informasi adalah Model Penerimaan Teknologi (Technology Acceptance Model, TAM) (Hartono, 2007). Model Penerimaan Teknologi merupakan suatu model penerimaan sistem teknologi informasi yang akan digunakan oleh pemakai. Penelitian mengenai penerimaan teknologi banyak dilakukan dengan menggunakan TAM yang dikembangkan oleh Davis et al. (1989). Davis et al. (1989) dalam studinya, menemukan bahwa ada tiga faktor penentu pada pengunaan komputer manajerial yakni: (1) Penggunaan komputer oleh masyarakat dapat diprediksikan secara rasional dari niatnya (intentions), (2) kegunaan persepsian (perceived usefulness) adalah faktor penentu utama dari nait masyarakat dalam menggunakan komputer dan (3) kemudahan penggunaan persepsian (perceived easy to use) adalah faktor penentu kedua dari niat masyarakat dalam menggunakan komputer.

Model Penerimaan Teknologi dibangun dari Theory Reasoned Action (TRA) (Davis et al., 1989). Model Penerimaan Teknologi menambahkan dua konstruk utama dalam model TRA. Dua konstruk utama ini adalah kegunaan persepsian dan kemudahan penggunaan persepsian. Model Penerimaan Teknologi berargumentasi bahwa penerimaan individu terhadap sistem teknologi informasi ditentukan oleh dua konstruk tersebut. Kegunaan persepsian dan kemudahan penggunaan persepsian keduanya mempunyai pengaruh ke niat perilaku (behavioral intention). Pemakai teknologi akan mempunyai niat untuk menggunakan teknologi jika merasa sistem teknologi bermanfaat dan mudah digunakan. Kegunaan persepsian juga mempengaruhi kemudahan penggunaan persepsian tetapi tidak sebaliknya. Pemakai sistem akan menggunakan sistem jika bermanfaat baik sistem itu mudah digunakan atau tidak mudah digunakan. Sistem yang sulit digunakan akan tetap digunakan jika pemakai merasa bahwa sistem masih berguna (Davis, et al., 1989).

(7)

Gambar 1: Model Penerimaan Teknologi

Sumber: Hartono, 2007 (*Revisi dari Hartono untuk minat menjadi niat)

Kesiapan Individu

Kesiapan Individu terhadap Teknologi mengacu pada kecenderungan seseorang untuk menerima dan menggunakan teknologi untuk menyelesaikan tujuan dalam kehidupan rumah tangga dan di tempat kerja (Pasuraman, 2000). Konstruk Kesiapan Individu terhadap Teknologi dapat dilihat sebagai pernyataan pikiran secara keseluruhan yang dihasilkan dari gestalt mental pendorong dan penghambat yang secara kolektif menentukan kecenderungan untuk menggunakan teknologi baru. Indeks Kesiapan Individu terhadap Teknologi merupakan sebuah kerangka kerja yang berhubungan dengan teknologi secara umum (Parasuraman, 2000). Karakateristik berbeda pada setiap orang dan oleh karenanya kepercayaan mereka terhadap berbagai aspek teknologi juga berbeda. Kekuatan relatif dari tiap karakteristik mengidikasi keterbukaan seseorang terhadap teknologi. Kesiapan Individu terhadap Teknologi adalah beraneka segi (multifaceted) (Parasuraman, 2000).

Kesiapan Individu terhadap teknologi mendefinisikan empat kelompok pengguna yang dipisahkan berdasarkan karakteristik kepribadian umum mereka dengan dua faktor yang menjadi motivasi dari teknologi baru dan dua faktor yang menjadi penghambat. Kesiapan Individu terhadap Teknologi meliputi (Parasuraman, 2000):

1. Optimisme (optimism). Pandangan positif terhadap teknologi. Kepercayaan dalam meningkatkan kontrol, fleksibilitas, dan efisiensi dalam hidup karena teknologi; Kegunaan Persepsian (Perceived Usefulness) Kemudahan Penggunaan Persepsian (Perceived Ease of Use) Sikap terhadap Perilaku (Attitude Towards Behavior) Niat* perilaku (Behavioral intention) Perilaku (Behavior)

(8)

2. Keinovatifan (innovativesness). Kecenderungan untuk menjadi pengguna pertama sebuah teknologi baru;

3. Ketidaknyamanan (discomfort). Memiliki kebutuhan untuk mengontrol dan adanya rasa kewalahan;

4. Ketidakamanan (insecure). Tidak mempercayai teknologi dikarenakan alasan keamanan dan privasi.

Optimisme dan keinovatifan merupakan pemicu positif kesiapan individu terhadap teknologi. Kedua variabel tersebut mendorong seseorang untuk menggunakan teknologi baru. Ketidaknyamanan dan ketidakamanan merupakan sikap negatif yang bersifat menghambat yang membuat seseorang enggan untuk menggunakan teknologi.

Pengembangan Hipotesis

Hubungan Optimisme dan Persepsi terhadap E-learning

Optimistik kurang memusatkan pada hal-hal yang negatif sehingga lebih terbuka dalam menghadapi teknologi. Seseorang yang optimis lebih bisa menerima situasi dan cenderung tidak menghindar dari kenyataan. Oleh karena itu, optimistik memiliki keinginan lebih untuk menggunakan teknologi baru (Scheier dan Carver, 1987). Optimistik mengarah pada sikap yang lebih positif dan akan membantu membawa sikap yang lebih positif terhadap komputer (Loyd dan Gressard, 1984; Muger dan Loyd, 1989).

Para optimistik akan menghadapi segala sesuatunya secara aktif dibandingkan para pesimistik. Pandangan ini lebih efektif dalam mencapai hasil yang positif. Hal ini berhubungan terbalik dengan distress emosional, kecemasan, dan kekhawatiran terhadap pengalaman buruk (Taylor et al., 1992). Individu yang memiliki optimisme yang tinggi tidak banyak mempertimbangkan batasan-batasan yang mungkin terjadi. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka diasumsikan bahwa seorang optimistik akan mempersepsikan teknologi sebagai hal yang mudah digunakan karena kurangnya kekhawatiran adanya kemungkinan hasil yang negatif.

Dalam studinya mengenai kesiapan individu terhadap karyawan yang bergerak dalam bidang jasa, Walezuch et al. (2007) menemukan bahwa optimisme karyawan secara signifikan memiliki pengaruh positif pada kemudahan penggunaan persepsian teknologi informasi. Dalam konteks penelitian ini, seseorang yang optimis

(9)

pada e-learning akan memiliki persepsi bahwa e-learning tersebut mudah untuk digunakan.

H2: Optimisme berpengaruh positif pada kemudahan penggunaan persepsian.

Optimisme merupakan kecenderungan untuk mempercayai bahwa seseorang akan secara umum memperoleh hasil yang baik dibandingkan yang buruk dalam hidupnya (Scheier dan Carver, 1987). Seseorang yang optimis pada teknologi tertentu akan merasa bahwa teknologi tersebut berguna. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil temuan studi Walezuch et al. (2007) yang menyatakan bahwa optimisme karyawan secara signifikan memiliki pengaruh positif pada kemudahan penggunaan persepsian teknologi informasi. Dengan demikian, seseorang yang optimis pada e-learning akan meningkatkan persepsinya terhadap kegunaan e-learning.

H2: Optimisme berpengaruh positif pada kegunaan persepsian.

Hubungan Keinovatifan dan Persepsi terhadap E-learning.

Keinovatifan dianggap sebagai trait, tidak dipengaruhi oleh lingkungan ataupun variabel-variabel internal (Agarwal dan Prasad, 1998). Inovator kurang menaruh kepercayaan pada evaluasi subjektif orang lain dalam lingkungan sosial mengenai konsekuensi dari mengadopsi inovasi baru (Rogers, 1995). Seseorang dengan PIIT (Personal Innovativeness in Technology Information) yang tinggi akan memiliki persepsi yang positif terhadap teknologi. Keinovatifan seseorang dalam teknologi informasi (PIIT) adalah keinginan seseorang untuk mencoba teknologi informasi baru apapun (Midgley dan Dowling, 1978; Flynn dan Goldsmith, 1993).

Karahanna et al. (1998) menunjukkan bahwa semakin inovatif seseorang, maka ia akan memiliki seperangkat kepercayaan yang semakin tidak komplek mengenai teknologi baru. Seseorang yang inovatif akan merasa teknologi merupakan sesuatu hal yang mudah. Argumen tersebut didukung oleh hasil temuan dari studi yang dilakukan oleh Walezuch et al. (2007) yang menyatakan bahwa keinovatifan seseorang secara signifikan memiliki pengaruh positif pada kemudahan penggunaan. Dalam konteks e-learning, seseorang yang inovatif akan berpersepsi e-learning mudah digunakan.

H3: Keinovatifan berpengaruh positif pada kemudahan penggunaan persepsian

(10)

Seseorang yang inovatif cenderung untuk berpikir bahwa ia akan kehilangan manfaat tertentu ketika tidak mencoba teknologi baru. Seseorang yang inovatif akan menggunakan temuan baru bahkan ketika nilai potensial temuan tersebut tidak pasti dan manfaatnya tidak jelas (Walezuch et al., 2007). Dalam konteks penelitian ini dinyatakan bahwa seseorang yang inovatif akan menganggap e-learning berguna bagi proses pembelajarannya.

H4: Keinovatifan berpengaruh positif pada kegunaan persepsian

Hubungan Ketidakamanan dan Persepsi terhadap E-learning.

Penghalang dari penerimaan teknologi salah satunya adalah pertimbangan mengenai masalah keamanan dan privasi (Chen et al. dalam Walczuch et al., 2007). Hal ini dapat menimbulkan rasa khawatir dalam menerima teknologi baru. Seseorang yang merasa tidak aman akan mengurangi niatnya untuk menggunakan suatu teknologi tertentu (Walczuch et al., 2007).

Kekhawatiran, sebagaimana dideskripsikan oleh Kwon dan Chidambaram dalam Walczuch et al. (2007), merupakan hasil dari penghindaran penggunaan komputer dikarenakan ketakutan individu yang bersifat halus terhadap teknologi. Alasan untuk hal ini terletak pada sikap skeptis yang dimiliki seseorang terhadap teknologi baru. Dengan demikian, individu yang merasa tidak aman terhadap sebuah teknologi akan mengurangi persepsinya akan kemudahan dalam menggunakan teknologi.

Dalam studinya mengenai kesiapan individu terhadap teknologi karyawan yang bergerak dalam bidang jasa, Walezuch et al. (2007) menemukan bahwa ketidakamanan karyawan terhadap teknologi secara signifikan memiliki pengaruh negatif pada kemudahan penggunaan teknologi tersebut. Dalam konteks e-learning, individu yang merasa tidak aman dalam menggunakan learning akan merasa e-learning tidak mudah untuk digunakan.

H5: Ketidakamanan berpengaruh negatif pada kemudahan penggunaan persepsian

Ketidakamanan muncul karena seseorang merasa tidak percaya terhadap teknologi karena alasan keamanan dan privasi (Parasuraman, 2000). Hal ini akan

(11)

mengakibatkan kecurigaan dan mengurangi persepsi kegunaan pada suatu sistem informasi tertentu (Walezuch et al., 2007). Walezuch et al. (2007) menemukan pengaruh negatif ketidakamanan pada kegunaan persepsian. Dalam konteks e-learning, individu yang merasa tidak aman dalam menggunakan learning akan merasa e-learning tidak berguna.

H6: Ketidakamanan berpengaruh negatif pada kegunaan persepsian.

Hubungan Ketidaknyamanan dan Persepsian terhadap E-learning.

Orang-orang dengan skor ketidaknyamanan yang tinggi akan mempersepsikan teknologi dengan lebih komplek. Persepsi tersebut akan mengakibatkan persepsi bahwa teknologi kurang mudah atau sukar untuk digunakan. Orang dengan tingkat ketidaknyamanan yang tinggi kurang menyukai model dengan berbagai fitur sehingga lebih memilih teknologi dengan model standar yang lebih sederhana (Parasuraman, 2000).

Pendapat di atas konsisten dengan hasil penelitian Walczuch et al. (2007) yang menemukan bahwa ketidaknyaamanan karyawan secara signifikan memiliki pengaruh negatif pada kemudahan penggunaan persepsian. Dalam konteks e-learning maka dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi tingkat ketidaknyamanan seseorang terhadap e-learning maka semakin rendah persepsinya terhadap kemudahan penggunaan e-learning.

H7: Ketidaknyamanan berpengaruh negatif pada kemudahan penggunaan persepsian

Ketidaknyamanan didefinisikan sebagai adanya kebutuhan untuk mengontrol dan adanya rasa kewalahan (Parasuraman, 2000). Rasa kewalahan menyebabkan timbulnya persepsi bahwa suatu teknologi tidak berguna (Walczuch et al., 2007). Dalam konteks e-learning, ketidaknyamanan seseorang terhadap e-learning akan mengakibatkan semakin rendahnya persepsi kegunaannya terhadap e-learning tersebut.

H8: Ketidaknyamanan berpengaruh negatif pada kegunaan persepsian.

Hubungan Kemudahan Penggunaan Persepsian dan Kegunaan Persepsian

Beberapa studi empiris (Taylor dan Todd, 1995; Venkatesh dan Davis, 2000; Venkatesh dan Morris, 2000) menunjukkan bahwa kemudahan penggunaan persepsian

(12)

secara signifikan dan positif berpengaruh pada persepsi kegunaan. Individu yang merasa bahwa sistem informasi mudah digunakan maka ia juga akan merasa bahwa sistem informasi itu berguna. Dalam konteks penelilitian ini, dapat dinyatakan bahwa seseorang yang mempersepsikan e-learning mudah untuk digunakan maka ia juga akan mempersepsikan e-learning tersebut berguna.

H9: Kemudahan penggunaan persepsian berpengaruh positif pada kegunaan persesian.

Hubungan Kemudahan Penggunaan Persepsian, Kegunaan Persepsian dan Niat Keperilakuan Menggunakan E-learning.

Kemudahan penggunaan persepsian dan kegunaan persepsian keduanya ditemukan mempunyai pengaruh ke niat keperilakuan untuk menggunakan sistem teknologi informasi (Davis et al., 1989; Chau, 1996; Igbaria et al., 1997; Lee et al., 2003, Roca dan Gagne, 2007). Pemakai sistem teknologi informasi akan mempunyai niat menggunakan sistem teknologi informasi jika merasa sistem teknologi informasi tersebut bermanfaat dan mudah digunakan. Dalam konteks e-learning, seseorang akan berniat menggunakan e-learning jika ia merasa e-learning mudah untuk digunakan dan berguna.

H10: Kemudahan penggunaan persepsian berpengaruh positif pada niat keperilakuan menggunakan e-learning,

H11:. Kegunaan persepsian berpengaruh positif pada niat keperilakuan menggunakan e-learning.

RANCANGAN PENELITIAN Objek Penelitian

Objek penelitian dari penelitian ini adalah sistem e-learning di Universitas Terbuka (UT). Dipilihnya e-learning dengan petimbangan bahwa sistem ini sedang berkembang dan mulai diadopsi pada bidang pendidikan. Dipilihnya UT dengan pertimbangan bahwa UT merupakan universitas yang sedang mengembangkan e-learning, namun penerimaan sistem ini di kalangan mahasiswa masih kurang. Pertimbangan lainnya adalah aktivitas-aktifitas e-learning UT seperti kuliah online, konseling online, tutorial online dan ujian online dapat merefleksikan keempat dimensi Kesiapan Individu terhadap Teknologi .

(13)

Desain Pengambilan Sampel

Teknik sampling yang digunakan adalah convenience sampling. Dari 198 kuesioner yang disebar, sebanyak 150 kuesioner (75,75%) yang digunakan, sementara 48 kuesioner tidak digunakan karena tidak lengkap ataupun terdapat kesalahan dalam pengisian.

Sampel penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Terbuka UPBJJ Yogyakarta. Mahasiswa UT yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 non pendidikan dasar (non pendas). Dipilihnya mahasiswa S1 non pendas karena e-learning pada program tersebut masih bersifat pilihan atau suka rela. Studi dilaksanakan pada mahasiswa UPBJJ Yogyakarta dengan pertimbangan bahwa Yogyakarta merupakan kota pendidikan di Indonesia sehingga cocok digunakan sebagi tempat untuk melakukan penelitian di bidang pendidikan. Alasan lainnya adalah layanan jasa internet sebagai pendukung pelaksanaan e-learning sangat berkembang di Yogyakarta.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei. Data diperoleh dengan cara menggunakan kuesioner yang disebarkan secara langsung kepada responden.

Definisi Operasional dan Pengukuran

Kesiapan Individu terhadap E-learning

Item pertanyaan kesiapan individu menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Parasuraman (2000) dan diukur menggunakan skala Likert.

1. Optimisme (optimism) didefinisikan sebagai pandangan positif terhadap e-learning. Kepercayaan dalam meningkatkan kontrol, fleksibilitas dan efisiensi dalam proses pembelajaran karena e-learning. Item pertanyaan optimisme terdiri dari 10 item pertanyaan.

2. Keinovatifan (innovativesness) didefinisikan sebagai kecenderungan untuk menjadi pengguna pertama e-learning. Item pertanyaan keinovatifan terdiri dari 7 item pertanyaan.

(14)

3. Ketidaknyamanan (discomfort) merupakan adanya kebutuhan untuk mengontrol dan adanya rasa kewalahan. Item pertanyaan ketidaknyamanan terdiri dari 9 item pertanyaan.

4. Ketidakamanan (insecure) didefinisikan sebagai tingkat ketidakpercayaan terhadap e-learning dikarenakan alasan keamanan dan privasi. Item pertanyaan ketidakamanan terdiri dari 9 item pertanyaan.

Kemudahan Penggunaan Persepsian

Kemudahan persepsian adalah tingkat kepercayaan seseorang bahwa e-learning akan bebas dari usaha (Davis, 1989). Item pertanyaan kemudahan persepsian menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Davis (1989) yang terdiri dari 6 item pertanyaan dan diukur menggunakan skala Likert.

Kegunaan Persepsian

Kegunaan persepsian didefinisikan sebagai tingkat kepercayaan seseorang bahwa menggunakan e-learning akan meningkatkan kinerja proses pembelajarannya. kegunaan persepsian menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Davis (1989) yang terdiri dari 6 item pertanyaan dan menggunakan skala Likert.

Niat Keperilakuan Menggunakan E-learning

Niat keperilakuan menggunakan e-learning adalah kecenderungan seseorang untuk menggunakan e-learning dalam proses pembelajaran di masa yang akan datang. Item pertanyaan kegunaan persepsian menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Davis et al. (1989), Chau (1996), serta Gardner dan Amoroso (2004) yang terdiri dari 5 item pertanyaan dan menggunakan skala Likert.

Metode Pengujian Validitas

Uji validitas digunakan untuk menguji apakah pengukuran benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur (Hartono, 2008). Uji validitas dilakukan terkait dengan validitas konvergen dan validitas diskriminan (Gefen dan Straub, 2005).

Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua item pengukuran loading lebih besar pada konstruk latennya dengan rentang nilai loading yang digunakan lebih besar dari 0,7 (Tabel 1) serta semua item pengukuran signifikan pada alpha 0,05. Nilai ini didapatkan setelah menjalankan fungsi algoritma sebanyak dua tahap. Nilai AVE pada

(15)

setiap konstruk diperoleh di atas 0,5 (Tabel 1). Hasil uji validitas konvergen ini sesuai dengan kriteria yang diajukan oleh Gefen dan Straub (2005).

Tabel 1: Rangkuman Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Item Loading t Value AVE CR

Keinovatifan 0,773 0,872 INO-5 0,887 30,421 INO-6 0,871 24,793 Kegunaan Persepsian 0,653 0,904 KP-1 0,745 17,078 KP-2 0,815 17,444 KP-3 0,815 21,782 KP-4 0,846 25,813 KP-5 0,817 18,401

Kemudahan Penggunaan Persepsian 0,721 0,939

KPP-1 0,905 42,227 KPP-2 0,907 43,047 KPP-3 0,829 15,825 KPP-4 0,783 13,532 KPP-5 0,901 48,512 KPP-6 0,754 16,347 Niat Keperilakuan 0,730 0,890 NP-3 0,747 10,986 NP-4 0,911 37,932 NP-5 0,896 48,693 Optimis 0,558 0,910 OPT-10 0,719 9,446 OPT-2 0,761 12,783 OPT-3 0,711 10,032 OPT-4 0,756 12,345 OPT-5 0,733 13,406 OPT-6 0,795 17,135 OPT-8 0,764 14,587 OPT-9 0,735 11,512 Ketidakamanan 0,708 0,944 TAMN-1 0,736 6,678 TAMN-2 0,768 7,508 TAMN-3 0,786 7,977 TAMN-4 0,917 7,851 TAMN-5 0,758 7,198 TAMN-6 0,938 7,819 TAMN-9 0,954 8,242 Ketidaknyamanan 0,851 0,9195 TNYM-2 0,963 47,952 TNYM-3 0,881 12,555

Keterangan: OPT= Optimis; INO= Keinovatifan; TAMN= Ketidakamanan; TNYM= Ketidaknyaman; KPP= Kemudahan Penggunaan Persepsian; KP = Kegunaan Persepsian; NP= Niat Keperilakuan. Sumber: Data primer, diolah, 2008.

(16)

Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa nilai akar kuadrat AVE lebih tinggi daripada nilai korelasi pada setiap konstruk laten (Tabel 2). Ini berarti bahwa item pengukuran memiliki validitas diskriminan yang baik sesuai kriteria yang diajukan oleh Gefen dan Straub (2005). Dari hasil uji dapat disimpulkan bahwa seluruh item pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini valid.

Tabel 2: Korelasi antar Variabel dan Nilai Akar Kuadrat AVE INO KP KPP NP OPT TAMN TNYM

INO 0,879 0 0 0 0 0 0 KP 0,419 0,808 0 0 0 0 0 KPP 0,432 0,739 0,849 0 0 0 0 NP 0,420 0,624 0,451 0,854 0 0 0 OPT 0,437 0,502 0,430 0,554 0,747 0 0 TAMN -0,062 -0,349 -0,388 -0,249 -0,330 0,841 0 TNYM -0,075 -0,145 -0,203 -0,131 -0,246 0,211 0,923

Keterangan: OPT= Optimis; INO= Keinovatifan; TAMN= Ketidakamanan; TNYM= Ketidaknyaman; KPP= Kemudahan Penggunaan Persepsian; KP = Kegunaan Persepsian; NP= Niat Keperilakuan. Angka yang dicetak tebal adalah nilai akar kuadrat dari AVE.

Sumber: Data primer, diolah, 2008.

Metode Pengujian Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan tingkat stabilitas, akurasi dan konsistensi dari suatu alat ukur (instrumen) (Cooper dan Schindler, 2006). Penelitian ini akan mengukur internal consistency. Indikator yang digunakan adalah composite reliability dengan ambang minimal 0,7 untuk mengindikasikan adanya konvergensi yang cukup atau adanya konsistensi internal (Hair et al., 2006).

Hasil pengujian menunjukkan seluruh konstruk memberikan nilai composite reliability di atas 0,7 (Tabel 1). Berdasarkan hasil ini, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh instrumen penelitian memiliki reliabilitas yang baik.

(17)

HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Responden

Mayoritas responden pada studi ini cenderung berusia rata-rata 29,8 tahun. Dari sisi jenis kelamin, komposisi responden lebih banyak pria, yaitu sebesar 53,3% dibandingkan responden wanita sebesar 46,7%. Responden penelitian ini mayoritas berasal dari program studi manajemen sebesar 28% (Tabel 3).

Tabel 3 : Profil Responden

% Jenis Kelamin Pria 53,3 Wanita 26,7 Usia (tahun) 29,8 Prodi Adm Negara 18,0 Akuntansi 3,3 Biologi 2,7 IESP 4,0 Ilmu Komunikasi 11,3 ILmu Pemerintahan 5,3 Manajemen 28,0 Matematika 1,3 Pend. Bhs Indonesia 2,0 Pend. Bhs Inggris 6,0 Pend. Biologi 4,0 Pend. Ekop 1,3 Pend. Fisika 3,3 Pend. Kimia 2,7 Pend. Matematika 3,3 KPMS 3,3

Sumber: data primer, diolah, 2008

Goodness-of-Fit Model

Cohen (1988) dalam Scheper et al (2005) menjelaskan bahwa effect size dari R2 dapat dikelompokkan dalam kategori kecil (nilai R2=0,02), sedang (nilai R2=0,13) dan besar (R2=0,26). Hasil temuan menunjukkan bahwa variabel dalam penelitian ini memiliki effect size besar.

Selain melihat R2 pengukuran global fit dari model juga dapat dilihat dari nilai GoF (Tenenhaus et al., 2005). Nilai GoF dikelompokkan kedalam kategori kecil

(18)

(0,1), medium (0,25) dan besar (0,36) (Schepers et al., 2005). Model penelitian ini memiliki GoF = 0,562 (Tabel 4.). Berdasarkan kriteria Schepers et al. (2005), maka model penelitian ini dapat dikategorikan sebagai model dengan kesesuaian yang baik.

Tabel 4: Perhitungan Goodness-of-Fit

R Square Communality GoF

INO 0 0,773 KP 0,593 0,653 KPP 0,347 0,721 NP 0,389 0,730 OPT 0 0,558 TAMN 0 0,708 TNYM 0 0,851 Rata-rata 0,443 0,713 0,562

Keterangan: OPT = Optimis; INO = Keinovatifan; TAMN= Ketidakamanan; TNYM= Ketidaknyaman; KPP= Kemudahan Penggunaan Persepsian; KP = Kegunaan Persepsian; NP = Niat Keperilakuan.

Sumber: data primer, diolah, 2008.

Pengujian Hipotesis

Pengaruh Optimisme pada Persepsi terhadap E-learning.

Hasil pengujian mendukung hipotesis pertama (H1) bahwa optimisme berpengaruh positif pada kemudahan penggunaan persepsian (p=0,575).

Pengaruh optimisme juga ditemukan berpengaruh pada kegunaan persepsian (H2) (p=0,198). Temuan ini menunjukkan bahwa seseorang yang optimis dengan e-learning yaitu seseorang yang memandang e-e-learning secara positif akan memiliki persepsi bahwa e-learning tersebut bebas dari usaha dan berguna bagi proses pembelajaran. Temuan ini konsisten dengan hasil studi Walczuch et al. (2007) yang menemukan pengaruh positif optimisme pada kemudahan penggunaan persepsian dan kegunaan persepsian.

Pengaruh Keinovatifan pada Persepsi terhadap E-learning

Keinovatifan ditemukan memiliki pengaruh positif pada kemudahan penggunaan persepsian (H3) dengan nilai probabilitas sebesar 0,000 (p<0,1). Temuan ini konsisten dengan studi yang dilakukan oleh Walczuch et al. (2007). yang menyatakan terdapat pengaruh positif keinovatifan pada kemudahan persepsian. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa seseorang yang inovatif akan menganggap bahwa e-learning mudah digunakan.

(19)

Tabel 5: Pengujian Hipotesis Hipotesis Original Sample (O) Standard Error (STERR) T Statistics (|O/STERR|) p Value Keterangan 1 OPT -> KPP 0,1684 0,1064 1,5832* 0,0575 Terdukung 2 OPT -> KP 0,2047 0,1084 1,888 ** 0,0302 Terdukung 3 INO -> KPP 0,3343 0,0790 4,2323*** 0,0000 Terdukung 4 INO -> KP 0,0652 0,0892 0,7316 0,2326 Tidak Terdukung 5 TAMN -> KPP -0,2955 0,1052 2,8095*** 0,0027 Terdukung 6 TAMN -> KP -0,0501 0,0785 0,6382 0,2620 Tidak Terdukung 7 TNYM -> KPP -0,0745 0,0728 1,0234 0,1537 Tidak Terdukung 8 TNYM -> KP 0,0456 0,0522 0,8735 0,1917 Tidak Terdukung 9 KPP -> KP 0,6122 0,0793 7,7222*** 0,0000 Terdukung 10 KPP -> NP -0,0205 0,1082 0,1892 0,4251 Tidak Terdukung 11 KP -> NP 0,6387 0,1019 6,2689*** 0,0000 Terdukung

Keterangan: OPT = Optimis; INO = Keinovatifan; TAMN = Ketidakamanan; TNYM = Ketidaknyaman; KPP = Kemudahan Penggunaan Persepsian; KP = Kegunaan Persepsian; NP = Niat Keperilakuan Menggunakan E-learning.

* signifikan pada 0,1; ** signifikan pada 0,05; *** signifikan pada 0,01. Sumber: data primer, diolah, 2008

Konsisten pula dengan temuan studi yang dilakukan oleh Walczuch et al.(2007), pengaruh keinovatifan pada kegunaan persepsian ditemukan tidak signifikan (p=0,2326). Tidak didukungnya hipotesis tersebut (H4) mengimplikasi bahwa seseorang yang inovatif sangat sadar akan kemajuan teknologi. Seseorang yang inovatif menyadari bahwa perkembangan teknologi sangat cepat sehingga timbul pula anggapan bahwa daur hidup temuan-temuan di bidang sistem teknologi informasi sangatlah cepat. Seseorang yang inovatif memiliki ekspektasi yang tinggi pada temuan sistem teknologi informasi selanjutnya. Hal ini kemudian diduga mengurangi persepsi kegunaan seseorang yang inovatif pada sistem teknologi informasi tertentu.

Pengaruh Ketidakamanan pada Persepsi dan Niat terhadap E-learning

Dimensi ketidakamanan ditemukan memiliki pengaruh negatif pada kemudahan penggunaan persepsian (H5) (p=0,0027). Temuan ini konsisten dengan studi yang dilakukan oleh Walczuch et al. (2007) yang menyatakan bahwa seseorang dengan tingkat ketidakamanan rendah akan meningkatkan persepsinya akan kemudahan penggunaan teknologi tertentu. Dalam konteks penelitian ini, maka dapat dinyatakan bahwa seseorang yang merasa tidak aman menggunakan e-learning seperti mengirim

(20)

informasi, tugas, serta ujian, maka ia akan menganggap e-learning tersebut mudah digunakan.

Meskipun seseorang yang merasa aman menggunakan e-learning akan menganggap e-learning mudah untuk digunakan, akan tetapi belum tentu orang tersebut akan beranggapan bahwa e-learning berguna bagi proses pembelajarannya. Argumen tersebut yang diduga menjadi alasan tidak didukungnya hipotesis 6 mengenai pengaruh negatif dimensi ketidakamanan pada kegunaan persepsian (p=0,262). Hasil tersebut berbeda dengan studi Walczuch et al. (2007) yang menemukan adanya pengaruh negatif ketidakamanan pada kegunaan persepsian.

Pengaruh Ketidaknyamanan pada Persepsi dan Niat terhadap E-learning.

Dimensi ketidakamanan ditemukan tidak memiliki pengaruh negatif pada kemudahan penggunaan persepsian (H7) (p=0,1537). Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan hasil studi yang dilakukan oleh Walczuch et al. (2007) yang menemukan pengaruh negatif dimensi ketidaknyamanan pada kemudahan penggunaan persepsian.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ketidaknyamanan seseorang tidak memiliki pengaruh negatif pada kegunaan persepsian (H8) (p=0,1917) Temuan ini senada dengan studi yang dilakukan oleh Walczuch et al. (2007) yang menemukan bahwa ketidaknyamanan tidak berpengaruh pada kegunaan persepsian.

Temuan pada dimensi ketidaknyaman terhadap e-learning menunjukkan bahwa ketidaknyamanan bukanlah faktor yang menentukan penerimaan seseorang terhadap e-learning.

Pengaruh Kemudahan Penggunaan Persepsian pada Kegunaan Persepsian

Kemudahan penggunaan persepsian ditemukan berpengaruh positif pada kegunaan persepsian (H9) (p<0,00). Beberapa studi empiris (Taylor dan Todd, 1995; Venkatesh dan Davis, 2000; Venkatesh dan Morris, 2000) menunjukkan bahwa kemudahan penggunaan persepsian secara signifikan dan positif berpengaruh terhadap persepsi kegunaan. Seseorang yang merasa bahwa e-learning mudah digunakan maka ia juga akan merasa bahwa e-learning tersebut berguna.

Pengaruh Kemudahan Penggunaan Persepsian dan Kegunaan Persepsian pada Niat Keperilakuan Menggunakan E-learning

(21)

Hasil pengujian tidak mendukung hipotesis bahwa kemudahan persepsian berpengaruh positif pada niat keperilakuan menggunakan e-learning (H17). Temuan ini menunjukkan bahwa seseorang yang tidak beranggapan bahwa e-learning mudah digunakan belum tentu tidak memiliki niat untuk menggunakan e-learning. Niat seseorang tersebut akan muncul dikarenakan faktor–faktor lainnya, bukan hanya berdasarkan dari persepsi kemudahan penggunaan terhadap e-learning.

Pada beberapa studi yang mengaplikasikan TAM pada penelitiannya, telah ditemukan hasil yang tidak konsisten pada pengaruh kemudahan penggunaan persepsian pada niat keperilakuan (Sun, 2003 dalam Hartono, 2007). Studi yang dilakukan oleh Sun (2003) menunjukkan bahwa terdapat tiga penelitian yang menemukan hasil yang tidak signifikan mengenai pengaruh kemudahan penggunaan persepsian pada niat keperilakuan (Hartono, 2007). Leggris et al.(2003) dalam studinya yang melakukan analisis TAM dengan mengkaji sebanyak 80 artikel penelitian TAM juga menemukan terdapat 3 hubungan yang tidak signifikan mengenai pengaruh kemudahan penggunaan persepsian pada niat keperilakuan, salah satunya studi oleh Lucas dan Spitler (1999).

Hasil pengujian mendukung hipotesis bahwa kegunaan persepsian berpengaruh positif pada niat keperilakuan menggunakan e-learning (H11). (p=0,00). Temuan ini konsisten dengan hasil temuan studi yang dilakukan oleh Davis et al., 1989; Chau, 1996; Igbaria et al., 1997; Moon dan Kim 2001; Lee et al., 2003; serta Roca dan Gagne, 2007. Temuan ini menunjukkan bahwa seseorang akan mempunyai niat menggunakan e-learning jika ia merasa e-learning bermanfaat dalam meningkatkan kinerja proses pembelajarannya.

Pengujian Mediasi Kemudahan Penggunaan Persepsian Dan Kegunaan Persepsian Hasil pengujian menunjukkan bahwa untuk dimensi optimisme, pengaruh optimisme pada niat keperilakuan menggunakan e-learning dimediasi oleh kemudahan penggunaan persepsian maupun kegunaan persepsian.

Temuan ini menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki pandangan positif secara umum terhadap e-learning akan memiliki niat terhadap e-learning jika seseorang tersebut merasa e-learning tersebut mudah untuk digunakan maupun berguna bagi proses pembelajarannya.

(22)

Pengaruh dimensi keinovatifan dan ketidakamanan pada niat keperilakuan menggunakan e-learning dimediasi oleh kemudahan penggunaan persepsian melalui kegunaan persepsian.

Temuan tersebut menunjukkan bahwa seseorang yang inovatif akan memiliki niat untuk menggunakan e-learning tidak hanya karena merasa e-learning mudah untuk digunakan, tetapi juga berguna dalam meningkatkan kinerja proses pembelajarannya. Demikian pula berlaku pada orang yang merasa tidak aman terhadap e-learning. Seseorang yang merasa tidak aman terhadap e-learning akan berniat menggunakan e-learning tidak hanya semata-mata didasarkan pada kemudahan penggunaan tetapi e-learning harus dirasakan bermanfaat dan berguna bagi proses pembelajarannya.

Gambar 1: Model Empiris

Keterangan:

Terdukung Tidak Terdukung

OPT = Optimis; INO = Keinovatifan; TAMN = Ketidakamanan; TNYM = Ketidaknyaman; KPP = Kemudahan Penggunaan Persepsian; KP = Kegunaan Persepsian; NP = Niat Keperilakuan Menggunakan E-learning. *** signifikan pada 0,01; ** signifikan pada 0,05; * signifikan pada 0,10.

(23)

Implikasi

Implikasi Teoritis

Hasil temuan ini memberikan validasi lebih lanjut terhadap Indeks Kesiapan Individu terhadap Teknologi dengan menerapkannya secara lebih spesifik, disesuaikan dengan konteks penelitian yaitu e-learning. Indeks Kesiapan Individu terhadap Teknologi tidak lagi mengukur kesiapan seseorang terhadap teknologi secara umum, akan tetapi dalam penelitian ini Indeks Kesiapan Individu terhadap Teknologi disesuaikan dengan konteks e-learning menjadi Indeks Kesiapan Individu terhadap E-learning.

Studi ini menambah bukti empiris mengenai pengaruh kesiapan individu pada penerimaan e-learning, bahwa kesiapan individu memiliki pengaruh positif pada niat keperilakuan menggunakan e-learning. Secara spesifik penelitian ini memberikan dikusi yang berbeda karena menguji masing-masing dimensi kesiapan individu pada niat keperilakuan yang sebelumnya kesiapan individu diuji secara keseluruhan.

Implikasi Praktis

Perguruan Tinggi diharapkan memperhatikan kesiapan mahasiswa terlebih dahulu sebelum membuat keputusan untuk mewajibkan pemakaian e-learning. Hal ini menjadi sangat penting karena proses pembelajaran yang bersifat mandatori tanpa didasari kesiapan mahasiswa akan meyebabkan proses pembelajaran menjadi tidak maksimal.

Berdasarkan temuan yang menyatakan bahwa keinovatifan memiliki pengaruh tidak langsung pada niat keperilakuan menggunakan e-learning, maka Perguruan Tinggi dapat menindaklanjuti temuan tersebut dengan menjadikan mahasiswa yang dianggap inovatif sebagai pioner pada e-learning (e-learning champion). Perguruan Tinggi juga harus mempertimbangkan faktor keamanan serta memperhatikan sisi kemudahaan penggunaan dalam mendesain sistem e-learning. Isu mengenai kemudahan ini dapat diatasi pihak perguruan tinggi dengan cara memberikan pelatihan e-learning pada mahasiswa serta penyedian buku panduan e-learning yang komprehensif dan mudah dimengerti. Pihak perguruan tinggi juga dapat menyediakan tenaga teknis guna membantu mempermudah mahasiswa dalam menggunakan e-learning.

(24)

Temuan lainnya yang perlu diperhatikan pada penelitian ini adalah bahwa untuk keinovstifsn dsn ketidakamanan, kemudahan persepsian tidak secara langsung mempengaruhi niat untuk menggunakan e-learning tapi juga melalui kegunaan persepsian. Dengan demikian, sistem e-learning tidak hanya didesain agar mudah digunakan namun juga harus dapat meningkatkan kinerja pembelajaran mahasiswa.

Keterbatasan dan Arahan Penelitian Mendatang

Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang mengadaptasi dan melakukan penyesuaian Indeks Kesiapan Individu terhadap Teknologi pada konteks yang spesifik. Meskipun syarat realibilitas dan validitas alat ukur untuk kesiapan terhadap e-learning terpenuhi, akan tetapi kedepannya perlu dilakukan validasi lebih lanjut.

Sampel dalam penelitian ini hanya melibatkan mahasiswa Universitas Terbuka UPBJJ Yogyakarta. Hal ini menyebabkan hasil penelitian tidak dapat digenalisir pada objek yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya diharapkan memperluas lingkup penelitian tidak hanya pada satu universitas pada suatu daerah, tetapi mempertimbangkan representasi Universitas yang menggunakan e-learning dalam metode pembelajarannya. Disarankan juga agar memperluas lingkup penelitian tidak hanya pada e-learning di lembaga pendidikan, namun juga pada organisasi lainnya, baik pada organisasi bisnis (perusahaan) maupun sektor publik.

Jumlah sampel yang relatif kecil (150 responden) mungkin menjadi salah satu titik lemah pada penelitian ini. Marcoulides dan Saunders (2006) menjelaskan bahwa jumlah sampel yang kecil mungkin tidak menjadi masalah pada situasi tertentu, namun dalam situasi yang lain, jumlah sampel yang kecil akan menjadi masalah serius.

Penelitian ini bersifat penilaian diri sendiri (self report) yang beresiko timbulnya bias penelitian. Untuk menghindari bias tersebut, maka akan lebih baik jika penelitian yang akan datang didasarkan pada pemakaian aktual (actual use).

(25)

Daftar Pustaka

Agarwal, R., Prasad J. “A Conceptual and Operational Definition of Personal Innovativeness in the Domain of Information Technology,” Information Systems Research (9:2), 1998, hal. 204–215. Agarwal, R., Karahanna, E. “Time Flies When You’re Having Fun: Cognitive Absorption And Beliefs

About Information Technology Usage,” MIS Quarterly (24:4), 1998, hal. 665–694.

Chau, Y.P K. “An Empirical Assessment of a Modified Technology Acceptance Model,” Journal of

Management Information System (13), 1996, hal. 185-204.

Chin, W.W., B.L. Marcolin and P.R. Newsted A Partial Least Squares Latent Variable Modeling Approach for Measuring Interaction Effects: Result from A Monte Carlo Simulation Studyand Voice Mail,1996.

Cooper, Donald R., dan Schindler, P.S. Business Research Methods. New York: McGraw-Hill, 9th Edition, 2006.

Dabholkar P.A. “Consumer Evaluations of New Technology-Based Self-Service Options: An Investigation of Alternative Models of Service Quality,” International Journal of Research in

Marketing (13:1), 1996, hal. 29–51.

Darmayanti, T., M. Yudi, B. Oetojo “E-learning Pada Pendidikan Jarak Jauh: Konsep yang Mengubah Metode Pembelajaran di Perguruan Tinggi di Indonesia,”Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh,(8:2), 2007, hal. 99-113.

Davis, F.D. “Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and User Acceptance of Information Technology,”MIS Quarterly (13:3), 1989, hal. 319–340.

Davis, F.D., Bagozzi, R.P., Warshaw, P.R. “User Acceptance of Computer Technology: A Comparison of Two Theoretical Models,” Management Science (35:8), 1989, hal. 982-1003.

Davis, F.D., Bagozzi, R.P., Warshaw, P.R. “Extrinsic and Intrinsic Motivation to Use Computers in The Workplace,” Journal of Applied Social Psychology (22:14), 1992, hal. 1111-1132.

Flynn L.R., Goldsmith R.E. “A Validation of The Goldsmith and Hofacker Innovativeness Scale,”

Educational and Psychological Measurement 53, 1993, hal. 1105–1116.

Gardner, C. dan Amoroso, D.L. “Development of an Instrument to Measure the Acceptance of Internet Technology by Consumers,” Proceedings of the 37th Hawaii International Conference on System Sciences, 2004.

Gefen, D. dan D. Straub “A Practical Guide to Factorial Validity Using PLS-Graph: Tutorial and Annotated Example”, Communication of Association for Information System (16), hal.91-109, 2005.

Hair, J.F., Black,W., Babbin, B.J, Anderson, R.E., dan Tatham, R.L. Multivariate Data Analysis,Sixth Edition.Perason Prentice Hall, 2006.

Hartono, J. Metodologi Penelitian Sistem Informasi, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2008. Hartono, J. Sistem Informasi Keperilakuan, Penerbit ANDI, Yogyakarta, 2007.

Igbaria, M. Parasuraman, S., dan Baraoudi J.J. “A Motivational Model of Microcomputer Usage,”

Journal of Management Information Systems (13:1), 1996, hal. 127-143.

Igbaria, M., Schiffman, S. J., dan Wieckowshi, T. S. “The Respective Roles of Perceived Usefulness and Perceived Fun in The Acceptance of Microcomputer Technology,” Behavior and Information

Technology (13;6), 1994, hal. 349-361.

Igbaria, M., Zinatelli, N., Cragg, P., Leitch, R.A. “Personal Computing Acceptance Factors in Small Firms: A Structural Equation Model,” MIS Quarterly (21:3), 1997, hal. 279-301.

Karahanna, E., Straub D.W., Chervany N.L. “Information Technology Adoption Across Time: A Cross-Sectional Comparison of Pre-Adoption and Post-Adoption Beliefs,” MIS Quarterly (23:2), 1998, hal.183–213.

Kwon H.S., Chidambaram L., “A test of the technology acceptance model: the case of cellular telephone adoption,” Proceedings of the 33rd Hawaii International Conference on System Sciences, 2000. Lee, Y., Kozar, K.A. dan Larsen K.R.T. “The Technology Acceptance Model: Past, Present, dan Future,”

Communications of the Association for Information Systems, (12:50), hal.752-780.

Legris, P., Ingham, J., Collerette, P, “Why Do People Use Information Technology? A Critical Review of The Technology Acceptance Model,” Information and Management, 40(3), 2003, hal.191-204. Liljander, V., Gilberg, F., Gummerus, J., dan Riel V.A. “Technology Readiness and The Evaluation and

(26)

Lin, C.-H., Hsin, Y.-S, Wang Y,-L. “Consumer Adoption of E-Service: Integrating Technology Readiness with The TAM,” Technology Management: A Unifying Dicipline for Melting the Bounderies (31), 2005, hal. 483-488.

Lin, J.-S, dan Hsieh P.-L. “The Influence of Technology Readiness on Satisfaction and Behavioral Intentions toward Self-Service Technologies,” Computer in Human Behavior 23, 2007, hal. 1597-1615.

Lin, J.-S., dan Hsieh P.-L. “The Role of Technology Readiness in Customer’s Perception and Adoption of Self-Service Technology,” International Journal of Service Industry Management (17:5), 2006, hal.497-517.

Loyd, B.H., Gressard, C. “Reliability and Factorial Validity of Computer Attitude Scales,” Educational

and Psychological Measurement 44, 1984, hal. 501–505.

Luschei, T.F., Damayati, S., Padmo, D. “Maintaining E3-Learning while Transitioning to Online Instruction: The Case of Open University of Indonesia,” Distance Education (29:2), 2008, hal. 165-174.

Midgley, D.F., Dowling G.R. “Innovativeness: The Concept and Its Measurement,” Journal of Consumer

Research 4, 1978, hal. 229–242.

Moon, J.W., dan Kim Y.G. “Extending the TAM for A Word-Wide-Web Context,” Information &

Management (38), 2001, hal. 217-230.

Munger, C.F., Loyd, B.H. “Gender and Attitudes towards Computers and Calculators: The Relationship to Math Performance,” Journal of Educational Computing Research (5), 1989, hal.167–177. Naidu, S. A Guidebook of Principles, Procedures and Practices E-Learning, 2nd Revised Edition,

CEMCA, Melbourne, Australia, 2006.

Norman, D.A. The Invisible Computer: Why Good Products Can Fail, the Personal Computer is so

Complex, and Information Ahalliances are the Solution, MIT Press, Cambridge and London,

1998.

Parasuraman A. “Technology Readiness Index (TRI): A Multiple Item Scale to Measure Readiness to Embrace New Technologies,” Journal of Service Research (2:4), 2000, hal. 307–320.

Roca, J.C., dan Gagne, M. “Understanding E-learning Continuance Intention in the Workplace: A Self-determination Theory Perspective,” Computers in Human Behavior, 2007.

Roger, E.M. The Diffusion of Innovations, Free Press, New York, NY, 1995.

Rosen, L.D., Weil, M.M. “Adult and Teenage Use of Consumer, Business, and Entertainment Technology: Potholes on the Information Superhighway?” Journal of Consumer Affairs (29:1), 1995, hal. 55–84.

Schepers, J., M. Wetzels and K. de Ruyter, “Leadership Styles in Technology Acceptance: Do Followers Practice what Leaders Preach?”, Managing Serice Quality, Vol.15(6), pp.496-508, 2005. Scheier M.F., Carver C.S. “Dispositional Optimism, and Physical Well-Being: The Influence of

Generalized Outcome Expectancies on Health,” Journal of Personality and Social Psychology (55), 1987, hal. 169–210.

Scheier M.F., Carver C.S. “Effects of Optimism on Psychological and Physical Well-Being: Theoretical Overview and Empirical Update,” Cognitive Therapy and Research 16, 1992, hal. 201–228. Taylor S.E., Kemeny M.E., Aspinwall L.G., Schneider S.G., Rodriguez R., Herbert M. “Optimism,

Coping, Psychological Distress, and High-Risk Sexual Behavior Among Men at Risk for Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)”, Journal of Personality and Social Psychology 63, 1992, hal. 460–473.

Taylor, S., & Todd, P. A., “Understanding Information Technology Usage: A Test of Competing Models,” Information Systems Research (6:2), 1995, hal.144–176.

Teo, Thompson S.H., Lim, Vivien K.G., Lai, Raye Y.C. “Intrinsic and Extrinsic Motivation in Internet Usage,” OMEGA: International Journal Management Science, 27, 1999, hal. 27-37. Tenenhaus, M., V.E. Vinci, YM. Chatelin and C. Lauro, “PLS Path Modeling”, Computational Statistics

& Data Analysis, Vol.48, 2005, hal.159-205.

Venkatesh, V., dan Davis, F.D. “A Theoretical Extension of the Technology Acceptance Model: Four Longitudinal Field Studies” Management Science (46:2), 2000, hal. 186-204.

Venkatesh, V., dan Morris, M.G. “Why don’t Men ever Stop to Ask for Direction? Gender, Social Influence, and Their Role in Technology Acceptance and Usage Behavior” MIS Quarterly (24), 2000, hal. 115-139.

Venkatesh, V., dan Brown, S. “A Longitudinal Investigation of Personal Computers in Homes: Adoption Determinants and Emerging Challenges,” MIS Quarterly (25:1), 2001, hal.71-102.

(27)

Wentling, et al. E-learning - A Review of Literature, Knowledge and Learning Systems Group, University of Illinois at Urbana-Champaign, 2000.

Gambar

Gambar 1: Model Penerimaan Teknologi
Tabel 1: Rangkuman Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Tabel 2: Korelasi antar Variabel dan Nilai Akar Kuadrat AVE            INO       KP      KPP       NP      OPT     TAMN     TNYM
Tabel 3 : Profil Responden
+4

Referensi

Dokumen terkait

Informasi, Pengetahuan dan Hikmat Dengan munculnya berbagai teknologi baru dalam dunia komputer dan Internet yang memudahkan manusia memperoleh infor- masi dari berbagai

Uji Daya Tanaman Padi ( Oryza sativa L.) dalam Sistem Legowo dengan Metode SRI (The System if Rice Intensification).. Skripsi Fakultas Pertanian

Manfaat pembelajaran dengan model Cooperative Learning adalah: (a) mahasiswa yang diajari dengan dan dalam struktur-truktur kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran

XYZ yang merupakan perusahaan Agroindustri berbahan baku singkong, dengan produk utamanya adalah Ethanol; (2) Sistem penghitungan Person Value (Nilai Orang) dibatasi

Jitsuzo Katsumata, Tetsuya Toma, Tetsuro Ogi: Possibility of Introduction of Referral System to Developing Countries -Through Accumulation of Medical Data using Mobile Clinic

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara variabilitas iklim (suhu, kelembaban, curah hujan, hari hujan) dengan insiden DBD di Kota

Tidak hanya di bidang pemakaman di dinas pemakaman dan pertamanan (diskamtam) yang mengalami kesulitan tersebat tetapi juga bagian petugas di tempat pemakaman

Memperhatikan perbandingan antara jumlah orang yang beresiko terkena HIV AIDS dengan jumlah kunjungan konseling dan test sukarela, maka peneliti tertarik untuk melakukan