• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNGKAPAN LARANGAN PADA MASYARAKAT NAGARI ALAHAN PANJANG KECAMATAN LEMBAH GUMANTI KABUPATEN SOLOK SKRIPSI ARTIKEL ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNGKAPAN LARANGAN PADA MASYARAKAT NAGARI ALAHAN PANJANG KECAMATAN LEMBAH GUMANTI KABUPATEN SOLOK SKRIPSI ARTIKEL ILMIAH"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

UNGKAPAN LARANGAN PADA MASYARAKAT

NAGARI ALAHAN PANJANG KECAMATAN LEMBAH GUMANTI

KABUPATEN SOLOK

SKRIPSI

ARTIKEL ILMIAH

AHMAD SYUKRI

NPM 09080121

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

(2)

UNGKAPAN LARANGAN PADA MASYARAKAT NAGARI ALAHAN PANJANG, KECAMATAN LEMBAH GUMANTI, KABUPATEN SOLOK

Oleh

Ahmad Syukri, Dr. Eva Krisna, M. Hum2, Zulfitriyani, S.S., M.Pd3 1) Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat

2) Dan 3) Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) kategori ungkapan larangan pada masyarakat nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok; (2) makna ungkapan larangan pada masyarakat nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok; dan (3) fungsi sosial ungkapan larangan pada masyarakat nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok. Untuk itu teori yang akan digunakan adalah teori tentang folklor, khususnya sastra lisan.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif, dimana penelitian yang dilakukan berdasarkan fakta atau fenomena yang terjadi di sekitar lingkungan hidup penuturnya. Data penelitian diperoleh dengan cara: (1) merekam ungkapan larangan, tuturan informan direkam dengan menggunakan perekam audio dan tuturan tersebut ditraksripkan ke dalam bentuk tulisan; (2) tuturan yang awalnya berbentuk bahasa Minang di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia; dan (3) data yang sudah terkumpul disimpulkan ke dalam katagori, makna, dan fungsi sosial.

Hasil dari penelitian ini berupa data ungkapan larangan yang berjumlah 50 ungkapan larangan dan diperoleh dari lima orang informan. Data-data tersebut dikelompokkan sesuai dengan kategori, makna, dan fungsi sosial ungkapan larangan.

Kesimpulan penelitian ini adalah ungkapan larangan sebagian masih digunakan oleh masyarakat nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok. Ungkapan ini digunakan sebagai alat untuk mendidik, melarang, dan mengingatkan siapa saja. Ungkapan larangan yang masih banyak digunakan dan berkembang adalah ungkapan mengenai tubuh manusia dan obat-obatan, masa lahir, bayi, dan masa kanak-kanak.

(3)

PENDAHULUAN

Masyarakat Minangkabau merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia yang memiliki berbagai bentuk kepercayaan rakyat. Kehidupan sosial masyarakat Minangkabau juga diatur dengan memanfaatkan kepercayaan rakyat. Sebagian besar kepercayaan rakyat digunakan untuk menyampaikan perintah, larangan, serta didikan bagi anak-anak Minangkabau. Meskipun masyarakat Minangkabau sekarang telah berpikir modern, mereka tidak bisa melepaskan diri sepenuhnya dari kepercayaan rakyat yang telah menjadi tradisi dalam kehidupan mereka pada masa lalu.

Salah satu bentuk kepercayaan rakyat Minangkabau adalah ungkapan larangan. Ungkapan larangan merupakan bagian dari folklor dan juga tradisi lisan yang diwariskan secara turun-temurun sehingga tidak diketahui siapa yang menciptakan. Menurut Brundvand (dalam Danandjaya, 1991:153) ungkapan larangan yang disebut takhayul bukan saja mencakup tentang kepercayaan (belief), melainkan ada juga kelakuan (behavior), pengalaman-pengalaman (experiences), ada kalanya juga alat, dan biasanya juga ungkapan (sajak). Ungkapan larangan sering didengar dari orang-orang tua, seperti larangan anak gadis tidak boleh menyapu pada waktu magrib atau senja hari, larangan anak gadis tidak boleh duduk di pintu, dan larangan makan di tutup wadah atau panci.

Ungkapan larangan Minangkabau merupakan salah satu bahasa lisan milik masyarakat Minangkabau. Ungkapan larangan telah lama digunakan dari generasi ke generasi. Itulah sebabnya ungkapan larangan menjadi satu tradisi bagi masyarakat Minangkabau. Ungkapan larangan banyak berkembang di kalangan orang-orang tua dan digunakan sebagai sarana pendidikan untuk anak-anak. Ungkapan larangan ini bertujuan untuk mengingatkan dan mengajarkan anak-anak untuk menjaga etika dalam kehidupan sehari-hari.

Ungkapan larangan merupakan salah satu khazanah budaya masyarakat Minangkabau dan merupakan kearifan lokal yang harus diwariskan ke generasi berikutnya. Pesatnya ilmu pengetahuan, perkembangan zaman, dan masuknya budaya asing yang menimbulkan pengaruh terhadap masyarakat dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap generasi muda dan masyarakat. Banyak generasi muda yang tidak acuh dan kurang peduli dengan ungkapan larangan tersebut, bahkan menganggap bahwa itu merupakan suatu pemikiran konyol dan tidak masuk akal.

Pada dasarnya, ungkapan larangan perlu dilestarikan keberadaannya, meskipun banyak yang beranggapan bahwa ungkapan larangan itu hanya sebuah takhayul. Masyarakat penuturnya harus paham dengan makna dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ungkapan larangan tersebut sehingga masyarakat tidak lagi menganggap sekedar takhayul.

Berdasarkan masalah dan kenyataan yang ada, perlu dilakukan pengkajian terhadap ungkapan larangan. Dalam kehidupan remaja, tidak banyak yang menggunakan ungkapan larangan. Hal tersebut merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian karena ungkapan larangan merupakan tradisi yang tetap memiliki relevansi dengan kehidupan masyarakat pemiliknya. Mengingat banyaknya jenis dan ragam ungkapan larangan, maka dapat diduga ungkapan larangan memiliki berbagai kategori. Selain kategori, ungkapan larangan pun memiliki makna dan fungsi sosial yang berlaku di tengah masyarakat pendukungnya.

Suatu saat, ungkapan larangan akan hilang karena proses pewarisannya terhenti. Pelestarian dan pewarisan itu dapat dilakukan antara lain dengan melaksanakan penelitian ungkapan larangan. Pada penelitian ini, ungkapan larangan yang akan diteliti adalah yang hidup di tengah masyarakat Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan medote deskriptif. Menurut Semi (1990:23), penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang dilakukan dengan tidak menggunakan angka-angka, tetapi menggunakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji secara empiris. Sejalan dengan itu, Moleong (2006:4) mengatakan bahan penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat

(4)

penelitian, rancangan penelitian bersifat sementara, dan hasil penelitiannya disepakati oleh kedua belah pihak antara peneliti dan subjek penelitian. Metode deskriptif merupakan metode meneliti suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu sistem pemikiran, atau suatu peristiwa pada saat sekarang. Pemilihan metode deskriptif dalam penelitian ini disebabkan tujuan penelitian adalah mendeskripsikan kategori, makna, dan fungsi sosial yang terkandung dalam ungkapan larangan yang ada pada masyarakat Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah melakukan wawancara dengan informan yang telah ditentukan, merekam ungkapan larangan, tuturan informan direkam dengan menggunakan perekam audio dan hasil rekaman ditranskripkan ke dalam bentuk tulisan.

Menurut Patton (dalam Moleong, 2006:280), analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Teknik penganalisisan data pada penelitian ini adalah: (1) mentraskripkan hasil tuturan informan ke dalam bentuk tulisan, (2) hasil transkripsi ditransliterasi (translate) dari bahasa daerah Minangkabau ke Bahasa Indonesia, (3) menganalisis dan mengelompokkan ungkapan larangan berdasarkan teori tentang kategori, makna, dan fungsi sosial ungkapan larangan, dan (4) menyimpulkan hasil penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengumpulkan 50 ungkapan larangan yang diperoleh dari 5 orang informan, dan ungkapan larangan yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan kategori, makna, dan fungsi sosial ungkapan larangan.

1. Kategori Ungkapan Larangan

Pada kategori ini, ungkapan larangan digolongkan menjadi empat golongan besar, yaitu: (a) ungkapan larangan di sekitar lingkungan hidup manusia, (b) ungkapan larangan mengenai alam ghaib, (c) ungkapan larangan mengenai terciptanya alam semesta, dan (d) jenis takhayul lainnya.

1.1 Ungkapan Larangan di Sekitar Lingkungan Hidup Manusia 1.1.1 Lahir, Masa bayi, dan Masa Kanak-Kanak

Data (2) Urang hamil indak buliah malilik salendang, beko talilik tali pusek anak

(Orang yang sedang hamil tidak boleh melilitkan selendang, nanti anak yang dikandungnya terlilit tali pusar)

Ungkapan larangan pada data (2) di tujukan kepada orang hamil. Orang hamil tidak boleh melilitkan selendang ke leher. Bila pantangan itu dilanggar, maka anak yang berada di dalam kandungan akan terlilit tali pusar.Ungkapan ini mengandung asosiasi bahwa selendang yang melilit di leher menggambarkan hal yang sama terhadap bayi, yaitu tali pusar akan melilit leher bayi. Hal tersebut adalah mitos yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat.

1.1.2 Tubuh Manusia dan Obat-obatan Rakyat

Ungkapan larangan di sini berkaitan dengan tubuh manusia dan obat-obatan rakyat. Ungkapan larangan ini ditujukan kepada masyarakat umumnya. Apabila ungkapan larangan ini dilanggar, maka berakibat kepada tubuh manusia dan obat-obatan rakyat. Ungkapan yang termasuk kategori tubuh manusia dan obat-obatan rakyat dapat dilihat sebagai berikut.

(5)

Data (6) Indak elok mamotong kuku di malam hari, beko pamburuak dagiang wak dek nyo

(Tidak baik memotong kuku di malam hari, nanti pemburuk daging)

Ungkapan larangan pada data (6) ditujukan pada masyarakat umum. Tidak boleh memotong kuku pada malam hari. Bagi yang melanggar, maka akan mengakibatkan luka pada jari. Pada zaman dahulu cahaya lampu belum memadai. Masyarakat hanya menggunakan lampu dinding untuk penerangan. Memotong kuku pada malam hari bisa mengakibatkan luka pada jari.

1.1.3 Rumah dan Pekerjaan Rumah Tangga

Ungkapan larangan di sini berkaitan dengan rumah dan pekerjaan rumah. Ungkapan larangan ini ditujukan kepada masyarakat umumnya. Apabila ungkapan ini dilanggar maka berakibat pada rumah dan pekerjaan rumah. Ungkapan yang termasuk kategori rumah dan pekerjaan rumah dapat dilihat sebagai berikut.

Data (1) Anak gadih indak elok duduak di jendela, beko buruak bantuak

(Anak gadis tidak boleh duduk di jendela, nanti buruk rupanya)

Ungkapan larangan pada data (1) ditujukan kepada masyarakat umum khususnya anak gadis. Tidak diperbolehkan duduk di jendela, bagi yang melanggar akan mengakibatkan buruk rupa bagi seorang anak gadis.

1.1.4 Mata Pencarian dan Hubungan Sosial

Ungkapan larangan ini termasuk dalam kategori mata pencarian dan hubungan sosial. Ungkapan larangan ini dapat ditujukan pada masyarakat umum. Apabila ungkapan ini dilanggar akan berakibat pada mata pencarian dan hubungan sosial dengan masyarakat lain. Ungkapan yang termasuk kategori mata pencarian dan hubungan sosial ini dapat dilihat sebagai berikut.

Data (23) Kalau makan basamo, ndak buliah minum sambia makan, beko disangko urang samba ndak lamak

(Kalau makan bersama, tidak boleh minum dan makan diselang-seling, nanti disangka orang sambal yang dibuat tidak enak)

Ungkapan larangan pada data (23) ini ditujukan kepada masyarakat umum. Tidak diperbolehkan untuk menjangkau makanan pada saat makan bersama. Bagi yang melanggar maka orang lain jadi ragu dan malas mengambil makanan karena sikap kita yang kurang sopan.

1.1.5 Perjalanan dan Perhubungan

Ungkapan larangan ini termasuk ke dalam kategori perjalanan dan perhubungan. Ungkapan tersebut dapat ditujukan pada masyarakat umum. Apabila ungkapan tersebut dilanggar, maka akan berakibat pada perjalanan dan perhubungan. Ungkapan larangan yang termasuk ke dalam kategori perjalanan dan perhubungan dapat dilihat sebagai berikut.

Data (13) Indak elok bajalan jauah di hari salasa, beko dapek musibah di jalan

(Tidak boleh berjalan jauh pada di hari selasa, nanti akan mendapat musibah) Ungkapan larangan pada data (13) ditujukan pada masyarakat umum. Tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk bepergian pada hari Selasa. Bagi yang melanggar akan mengalami kendala dalam perjalanannya. Sebagian besar masyarakat menganggap kalau hari Selasa adalah hari api atau hari panas dan bagi mereka yang melakukan perjalanan pada hari tersebut bisa mendapat malapetaka

(6)

1.1.6 Cinta, Pacaran, dan Menikah

Ungkapan larangan ini termasuk ke dalam kategori cinta, pacaran, dan menikah. Ungkapan tersebut dapat ditujukan kepada masyarakat umum. Apabila ungkapan ini dilanggar akan berakibat pada hubungan seperti cinta, pacaran, dan pernikahan. Ungkapan larangan yang termasuk kategori cinta, pacaran dan menikah dapat dilihat sebagai berikut.

Data (15) Anak gadih indak buliah duduak di janjang rumah, beko payah dapek laki

(Anak gadis tidak boleh duduk di tangga rumah nanti susah dapat suami)

Ungkapan pada data (15) ini ditujukan kepada anak gadis. Anak gadis tidak diperbolehkan duduk di tangga rumah. Bagi yang melanggar maka anak gadis tersebut akan susah dalam mendapatkan jodoh.

1.1.7 Kematian dan Pemakaman

Ungkapan larangan ini termasuk ke dalam kategori kematian dan pemakaman, ungkapan tersebut ditujukan pada masyarakat umum. Apabila ungkapan ini dilanggar maka akan berakibat kepada masalah kematian dan pemakaman. Ungkapan larangan yang termasuk ke dalam kategori kematian dan pemakaman dapat dilihat sebagai berikut.

Data (12) Indak buliah lalok di tangah padang, beko mati mande awak

(Tidak boleh tidur ditengah lapangan, nanti meninggal ibu kita)

Ungkapan larangan pada data (12) ditujukan kepada masyarakat umum. Tidak diperbolehkan untuk tidur di tengah padang atau lapangan. Bagi yang melanggar maka orang tua perempuan akan meninggal. Lapangan merupakan tempat untuk berolahraga, bukan untuk tidur.

1.2 Ungkapan Mengenai Alam Ghaib

Ungkapan larangan ini termasuk kepada alam ghaib. Ungkapan tersebut dapat ditujukan pada masyarakat umum. Apabila ungkapan ini dilanggar maka akan berakibat pada masalah ghaib. Ungkapan larangan yang termasuk ke dalam kategori alam ghaib dapat dilihat sebagai berikut.

Data (11) Indak buliah mandi tangah hari, beko tasapo

(Tidak boleh mandi tengah hari, nanti kesurupan)

Ungkapan larangan pada data (11) sama halnya dengan data (21) yang ditujukan kepada masyarakat umum. Tidak diperbolehkan bagi siapapun mandi pada saat tengah hari. Bagi yang melanggar maka tubuh akan menjadi sakit.

1.3 Ungkapan Larangan Mengenai Terciptanya Alam Semesta

Ungkapan larangan mengenai terciptanya alam semesta dapat dilihat sebagai berikut.

1.3.1 Cuaca

Data (40) Indak buliah bapayuang di dalam rumah, beko nyo tembak dek patuih

(7)

Ungkapan pada data (40) ditujukan kepada masyarakat umum. Tidak diperbolehkan untuk mengembangkan payung di dalam rumah. Bagi yang melanggar maka diri atau rumahnya bisa disambar petir. Selain itu memakai payung di dalam rumah juga termasuk pekerjaan yang sia-sia, karena di dalam rumah kita sudah terlindung dari panas dan hujan.

1.3.2 Binatang dan Peternakan

Data (34) Urang hamil indak buliah mambunuah binatang, beko cacat anak laia

(Orang hamil tidak boleh membunuh binatang, nanti anaknya cacat ketika lahir) Ungkapan larangan pada data (34) ditujukan kepada wanita yang sedang hamil. Wanita yang sedang hamil tidak boleh membunuh binatang. Bagi yang melanggar, maka akan berakibat dan beresiko anak yang dilahirkan akan mengalami cacat.

2. Makna Ungkapan Larangan

Ungkapan harus dimaknai konotasi atau kias karena makna ungkapan sering disampaikan secara tersirat agar tidak menyakiti hati atau perasaan orang lain. Makna ungkapan yang terdapat di ungkapan larangan pada Masyarakat Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, ada yang bermakna sebenarnya da nada juga yang berupa makna tersirat.

2.1 Makna Sebenarnya

Makna sebenarnya adalah makna yang disampaikan dalam ungkapan merupakan makna sebenarnya. Apa yang ada dalam ungkapan itulah makna sebenarnya. Ungkapan yang memiliki makna sebenarnya hanya ada satu ungkapan yang ditemukan dalam ungkapan larangan pada Masyarakat Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok. Hal ini disebabkan karena pada umumnya ungkapan mengandung makna tersirat. Ungkapan yang memiliki makna sebenarnya ini dapat dilihat pada ungkapan berikut ini.

Data (42) Anak gadih indak buliah basiua, beko disangko urang laki-laki

(Anak gadis tidak boleh bersiul, nanti disangka orang laki-laki)

Makna dari ungkapan di atas adalah seorang anak gadis tidak boleh dan tidak sepatutnya bersiul seperti seorang anak laki-laki. Seorang anak gadis yang suka bersiul, orang akan beranggapan bahwa dia menyerupai seorang anak laki-laki, karena bersiul hanya dilakukan oleh anak laki-laki.

2.2 Makna Tersirat

Makna tersirat adalah makna yang disampaikan secara tidak langsung melainkan melalui makna yang tersembunyi yang disampaikan dalam ungkapan itu. Pada umumnya ungkapan mengandung makna tersirat. Ungkapan yang memiliki makna tersirat bisa dilihat sebagai berikut.

Data (1) Anak gadih indak elok duduak di jendela, beko buruak bantuak

(Anak gadis tidak boleh duduk di jendela nanti buruk rupanya)

Jendela merupakan tempat pertukaran udara di dalam rumah, jadi tidak baik seorang anak gadis duduk di jendela dan perbuatan itu tidak enak di pandang oleh orang lain.

(8)

3. Fungsi Sosial Ungkapan Larangan 3.1 Berfungsi Mempertebal Keyakinan

Fungsi sosial mempertebal keimanan adalah menambah keyakinan dan pengucapannya secara lisan serta mengamalkan dengan anggota badan. Berdasarkan data yang diperoleh, ada beberapa ungkapan larangan yang berfungsi untuk mempertebal keimanan, yaitu sebagai berikut.

Data (35) Anak gadih indak buliah bajalan sanjo hari, beko dicilok dek antu

(Anak gadis tidak boleh berjalan sore hari, nanti disembunyikan setan)

Ungkapan pada data (35) memiliki fungsi sosial mempertebal keimanan, karena menambah keyakinan seseorang bahwa selain manusia masih ada makhluk lain di dunia ini. Dengan kata lain ungkapan di atas berfungsi mempertebal keimanan seseorang dalam menjalankan ibadah.

3.2 Berfungsi Mengingatkan

Fungsi sosial mengingatkan adalah memberi nasehat atau mengingatkan akan sesuatu perbuatan yang kurang baik. Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat 14 ungkapan larangan, yaitu sebagai berikut.

Data (2) Urang hamil indak buliah malilik salendang, beko talilik tali pusek anak

(Orang yang sedang hamil tidak boleh melilitkan selendang, nanti anak yang dikandungnya terlilit tali pusar)

Ungkapan larangan pada data (2) memiliki fungsi sosial mengingatkan, karena memberikan nasehat kepada seseorang yang sedang hamil untuk menghindari bahaya yang akan menimpa dirinya, dengan kata lain ungkapan di atas berfungsi untuk mengingatkan orang yang sedang hamil untuk menjaga kandungannya.

3.4 Berfungsi Mendidik

Fungsi sosial mendidik adalah fungsi sosial yang bersifat mendidik dan memberikan pendidikan mengenai akhlak dan sopan santun,. Berdasarkan data yang diperoleh, ungkapan larangan yang berfungsi untuk mendidik bisa dilihat sebagai berikut.

Data (1) Anak gadih indak elok duduak di jendela, beko buruak bantuak

(Anak gadis tidak boleh duduk di jendela nanti buruk rupanya)

Ungkapan larangan pada data (1) memiliki fungsi sosial mendidik, mendidik anak gadis agar menjaga kesopanan dan tidak memperlihatkan sikap dan perbuatan yang tidak baik.

3.5 Berfungsi Melarang dan Menyuruh

Fungsi melarang dan menyuruh dimaksudkan agar kita melakukan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu. Berdasarkan data yang diperoleh, ungkapan larangan yang berfungsi untuk melarang dan menyuruh bisa dilihat sebagai berikut.

Data (10) Indak buliah malapia anak jo sapu lidi, sawan anak dek nyo

(9)

Ungkapan larangan pada data (10) memiliki fungsi melarang, yaitu tidak boleh meukul anak dengan sapu, karena perbuatan itu tidak baik untuk mental anak, ada baiknya mengajarkan anak dengan tidak menggunakan kekerasan.

IMPLIKASI

Pesatnya ilmu pengetahuan, perkembangan zaman, dan masuknya budaya asing yang menimbulkan pengaruh terhadap masyarakat dikhawatirkan akan berdampak negative terhadap generasi muda dan masyarakat. Banyak generasi muda yang tidak acuh dan kurang peduli dengan ungkapan larangan tersebut, bahkan menganggap bahwa itu merupakan suatu pemikiran konyol dan tidak masuk akal. Ungkapan larangan perlu dilestarikan keberadaannya, meskipun banyak yang beranggapan bahwa ungkapan larangan itu hanya sebuah takhayul. Masyarakat penuturnya harus paham dengan makna dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam ungkapan larangan tersebut sehingga masyarakat tidak lagi menganggap sekedar takhayul.

Ungkapan larangan sebagai aturan hidup masyarakat Minangkabau mempunyai fungsi mendidik, baik itu dalam pendidikan formal maupun dalam pendidikan nonformal. Dalam pendidikan formal misalnya di sekolah, ungkapan larangan bisa diimplementasikan dalam pelajaran Budaya Alam Minangkabau. Dalam pendidika nonformal misalnya dalam keluarga, ungkapan larangan disampaikan langsung oleh orang tua sebagai upaya mengajarkan nilai-nilai adat dan moral yang melingkupi masyarakat Minangkabau. Seperti yang telah disebut di atas, ungkapan larangan berfungsi sebagai aturan yang menyeimbangkan hidup dalam bermasyarakat. Jika sebuah keluarga memiliki anak gadis, maka orang tua dapat menggunakan ungkapan larangan tersebut sebagai nasehat dan peringatan agar anak gadisnya mengerti dengan sopan santun.

SIMPULAN DAN SARAN

Bedasarkan hasil penelitian mengenai ungkapan larangan pada masyarakat Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat maka dapat disimpulkan ungkapan larangan bisa dilihat dari segi kategori, makna, dan fungsi sosial.

Dari segi katagori, ungkapan larangan dibagi empat, yaitu: (1) takhayul di sekitar lingkungan hidup manusia; (2) takhayul mengenai alam ghaib; (3) takhayul mengenai terciptanya alam semesta dan dunia; dan (4) jenis takhayul lainnya.

Selanjutnya ungkapan larangan sekitar lingkungan hidup manusia dibagi atas tujuh bagian, yaitu (1) lahir, masa bayi, dan kanak-kanak; (2) tubuh manusia dan obat-obatan rakyat; (3) rumah dan pekerjaan rumah tangga; (4) mata pencarian dan hubungan sosial; (5) perjalanan dan perhubungan; (6) cinta, pacaran, dan menikah; dan (7) kematian dan pemakaman.

Selanjutnya ungkapan larangan mengenai terciptanya alam semesta dibagi jadi lima, yaitu (1) gejala alam atau fenomena kosmik; (2) cuaca; (3) binatang dan peternakan; (4) penangkapan dan berburu; dan (5) tanaman dan pertanian.

Ungkapan larangan pada masyarakat nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok juga bisa dilihat dari segi makna. Makna sebenarnya adalah makna yang disampaikan dalam ungkapan larangan dan memiliki makna yang sebenarnya. Selanjutnya makna tersirat, yaitu makna yang disampaikan secara tidak langsung melainkan melalui makna yang tersembunyi yang disampaikan dalam ungkapan itu.

Ungkapan larangan juga bisa dilihat dari segi fungsi sosial. Dalam penelitian ini terdapat beberapa ungkapan larangan yang berfungsi untuk mempertebal keyakinan, berfungsi untuk mengingatkan, berfungsi untuk mendidik, dan berfungsi untuk melarang dan menyuruh.

Ungkapan larangan adalah suatu kepercayaan masyarakat Minangkabau yang dipakai menjadi acuan dan mengatur hidup masyarakat pada kehidupan sehari-hari. Ungkapan larangan dipakai dengan maksud menyampaikan isi hati, perasaan, petunjuk, serta keinginan penutur pada lawan tuturnya dengan bahasa kias dan tidak kasar, tidak menyinggung, dan tetap saling menghormati. Masyarakat

(10)

Minangkabau di nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat sebagian masih menggunakan ungkapan ini untuk mendidik anak, keluarga, dan kerabat dekat agar mengerti dan paham dalam bersikap dan sopan santun.

Berdasarkan simpulan penelitian di atas, disarankan beberapa hal sebagai berikut. pertama, ungkapan larangan yang masih berkembang pada masyarakat nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok sebagian besar masih mempertahankan ungkapan larangan bagi generasi berikutnya. Selain itu, ungkapan larangan tersebut dapat digunakan sebagai alat kontrol sosial dan pendidik bagi masyarakat. Kedua, penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itudiharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai ungkapan larangan pada masyarakat nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.

DAFTAR PUSTAKA

Danandjaya, James. 1991. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng dan Lain-lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Moleong, Lexi. J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Referensi

Dokumen terkait

BAGIAN STRUKTUR JENIS / BAHAN KETERANGAN DIMENSI 1.1 Lantai Tegel terbuat dari campuran semen & pasir 30 cm x 30 cm atau.. LANTAI 40 cm x

Menurut Jenning (1971, dalam Blomm 197), topografi karst didefinisikan sebagai lahan dengan relief dan pola penyaluran yang aneh, berkembang pada batuan yang

Faktor-fisik yang mempengaruhi selektivitas yaitu semua faktor yang dapat mempengaruhi kontak antara herbisida yang diaplikasikan dengan permukaan gulma yang akan dikendalikan

Pemahaman mengenai stabilitas kimia dari mineral magnetik (dalam proses authigenesis) merupakan hal yang sangat penting untuk dapat menerangkan proses geokimia sedimen

Kartu reagen memiliki 3 jenis yaitu GN (Gram-Negatif) yang digunakan untuk mengidentifikasi secara langsung bakteri Gram- negatif, GP (Gram-Positif) yang digunakan

Berisi tentang pemaparan hasil penelitian yang diperoleh berupa analisis data dari factor- factor, dampak, proses serta hasil pelaksanaan Bimbingan Konseling Islam dengan

kepada saya beberapa waktu yang lalu.. Selain romantisme masa lalu, dalam hal pemekaran, jujur saya katakan bahwa wilayah Imekko memiliki modalitas lainnya, seperti Modalitas

Dari pengukuran kalitas air yang telah yang telah dilakukan diperoleh hasil kualitas air seperti gambar diatas, grafik diatas menunjukkan nilai rata-rata pH yang didapat berdaa