• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLICY. Mengawal Implementasi Undang-Undang Desa BRIEF. Optimalisasi Fungsi Kecamatan dalam Memberdayakan dan Memandirikan Desa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLICY. Mengawal Implementasi Undang-Undang Desa BRIEF. Optimalisasi Fungsi Kecamatan dalam Memberdayakan dan Memandirikan Desa"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

POLICY

BRIEF

Mengawal Implementasi

Undang-Undang Desa

Optimalisasi Fungsi Kecamatan

dalam Memberdayakan dan

(2)

K

ecamatan merupakan salah satu pe-rangkat daerah kabupaten/kota yang melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, juga melaksanakan tugas pembantuan. Kecamatan selama ini diatur secara rinci melalui Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan. Namun setelah disahkannya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), belum ada aturan pelaksanaan yang me-ngatur khusus tentang kecamatan.

Secara umum, pembahasan mengenai keca-matan relatif kurang mendapat perhatian. Ke-camatan dianggap sebagai unit pemerintahan yang ambigu, menjadi perangkat daerah tapi juga mencakup kewilayahan. Seperti dinyatakan dalam UU 23 Tahun 2014 bahwa daerah kabupaten/kota dibagi atas kecamatan dan kecamatan dibagi atas kelurahan dan/atau desa (Pasal 2 ayat 2). Keca-matan sendiri adalah bagian wilayah dari daerah kabupaten/kota yang dipimpin oleh camat (Pasal 1 angka 24). Namun, camat sendiri tidak memiliki wewenang layaknya seperti kepala wilayah.

Sempat muncul dorongan agar kecamatan dihapuskan dari rantai pemerintahan di Indonesia (de-layering), karena tugas pokok dan fungsinya kurang konkrit, “hanya” sebatas koordinasi dan pengawasan semata. Keberadaannya juga diang-gap akan memperpanjang rantai birokrasi, atau bahkan dapat “menggerogoti” otonomi lokal di tingkat desa1.

Upaya membenahi kecamatan sejatinya telah lama dilakukan, salah satunya melalui peningkatan kapasitas dalam penyediaan pelayanan publik, khususnya pelayanan administrasi, melalui PATEN (Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan) yang menjadi agenda Kementerian Dalam Negeri dalam melaksanakan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintahan daerah. Hal ini dituangkan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 4 Ta-hun 2010 tentang Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan, yang memandatkan pada akhir tahun 2014 seluruh kecamatan di Indonesia telah mener-apkan PATEN. Namun realitanya, hingga akhir ta-hun 2015 baru 1.000 kecamatan (14,3%) dari total 7.000 kecamatan yang telah menerapkan PATEN, dan di tahun 2016 ditargetkan 3.500 kecamatan (50% dari jumlah total kecamatan) yang memiliki layanan PATEN2.

Terbitnya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) “memaksa” pemerintah untuk memikirkan kembali peran kecamatan, terutama dalam rangka mendorong kemandirian desa, melalui fasilitasi dan peningkatan kapasitas pemerintahan desa. Karena tu-juan dibentuknya UU Desa sendiri diantaranya adalah: a) mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama; b) memben-tuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab; c) mening-katkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum; d) memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan e) memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pemban-gunan.

Undang-Undang Desa ini memandatkan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota membina dan me-ngawasi penyelenggaraan pemerintahan desa. Dalam pelaksanaannya, dapat mendelegasikan pembinaan dan pengawasan kepada perangkat daerah (Pasal 112

1. “Kecamatan di Era Otonomi Daerah”, Rilus A. Kinseng. Project Working Paper Series No. 03, Pusat Studi bangunan Pertanian dan Pedesaan, IPB dan DRSP-USAID, 2008.

2. Pernyataan Direktur Dekosentrasi Tugas Perbantuan dan Kerja Sama, Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan mendagri, Rizari di Batam dalam “PTSP dan Paten Optimalkan Implementasi Jaminan Sosial di Daerah”, www.beritasatu.com, 21 Januari 2016

(3)

ayat 1 dan 2). Salah satunya adalah camat. Hal ini dipertegas melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Pe-raturan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, terutama Pasal 154 ayat 1 dan 2 yang menyatakan Camat atau sebutan lain melakukan tugas pembinaan dan pengawasan Desa, yang dilakukan melalui: a) fasilitasi penyusunan pera-turan Desa dan perapera-turan kepala Desa; b) fasilitasi administrasi tata Pemerintahan Desa; c) fasilitasi pengelolaan keuangan Desa dan pendayagunaan aset Desa; d) fasilitasi penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; e) fasilitasi pelak-sanaan tugas kepala Desa dan perangkat Desa; f) fasilitasi pelaksanaan pemilihan kepala Desa; g) fasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Per-musyawaratan Desa; h) rekomendasi pengangka-tan dan pemberhentian perangkat Desa; i) fasilitasi sinkronisasi perencanaan pembangunan daerah dengan pembangunan Desa; j) fasilitasi peneta-pan lokasi pembangunan kawasan perdesaan; k) fasilitasi penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum; l) fasilitasi pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewajiban lembaga kemasyarakatan; m) fasilitasi penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif; n) fasilitasi kerja sama antar-Desa dan kerja sama Desa dengan pihak ketiga; o) fasilitasi penataan, pemanfaatan, dan pendayagunaan ruang Desa serta penetapan dan penegasan batas

Desa; p) fasilitasi penyusunan program dan pelaksa-naan pemberdayaan masyarakat Desa; q) koordinasi pendampingan Desa di wilayahnya; dan r) koordinasi pelaksanaan pembangunan kawasan perdesaan di wilayahnya.

Dalam kaitannya dengan desa, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda juga menyatakan bahwa salah satu mandat pembentukan kecamatan adalah untuk pemberdayaan masyarakat desa, seperti dinyatakan dalam Pasal 221 ayat 1 bahwa, “Daerah kabupaten/ kota membentuk Kecamatan dalam rangka mening-katkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat Desa/kelurahan”.

Dengan demikian menjadi jelas, bahwa menurut UU Desa dan UU Pemda, kecamatan, di samping harus mengelola potensi internalnya, juga wajib mem-berikan pembinaan kepada pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa, sehingga tujuan pengaturan desa tercapai yaitu desa yang berdaya dan mandiri.

Dalam konteks pemberdayaan masyarakat desa, maka keberadaan kecamatan hendaknya dapat dimanfaatkan secara optimal, sehingga anggaran dan fasilitas yang digunakan untuk pembiayaan keca-matan dapat memberi manfaat besar bagi masyara-kat, termasuk masyarakat desa.

Foto: Pelatihan layanan kesehatan di Distrik (desa) Aimas, Kabupaten Sorong oleh PATTIRO. Sumber: PATTIRO

(4)

Variasi Kewenangan

Kecamatan

Kecamatan merupakan salah satu perangkat daerah kabupaten/kota yang memiliki posisi yang relatif unik, dalam arti tidak memiliki urusan (ber-beda dengan SKPD lain, seperti Dinas Kesehatan atau Dinas Pendidikan), namun memiliki wilayah kerja. Meski demikian, Camat yang memimpin kecamatan sebagai bagian wilayah dari daerah kabupaten/kota tidak memiliki wewenang sebagai kepala wilayah pada umumnya.

Camat selama ini memiliki kewenangan untuk urusan pemerintahan umum di tingkat kecamatan, yang merupakan tugas dari bupati/wali kota yang dilimpahkan kepada camat. Tugas camat lain-nya adalah mengoordinasikan berbagai kegiatan di tingkat kecamatan; membina dan mengawasi penyelenggaraan kegiatan desa/kelurahan; melak-sanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota yang tidak dilaksanakan oleh unit kerja Perangkat Daerah kabupaten/kota yang ada di Kecamatan; dan melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam kaitannya dengan pembinaan dan pe-ngawasan desa, meski tugas kecamatan sudah

didefinisikan dengan rinci, namun belum dapat dijalankan, karena hal ini tergantung pada pende-legasian wewenang dari pemerintah kabupaten/ kota. Dengan kata lain, sepanjang bupati/wali kota tidak melimpahkan kewenangannya kepada camat dalam urusan pembinaan dan pengawasan desa, maka camat tidak dapat mengimplementasikan tugas dimaksud.

Mengingat kewenangan kecamatan, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 15 PP No. 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan, yang “hanya” terdiri dari koordinasi dan pembinaan, maka besar wewenang kecamatan tergantung pada besar kecilnya pelim-pahan wewenang dari pemerintah kabupaten/kota. Dengan kata lain, kewenangan delegatif sangat menentukan. Oleh karena itu, luas dan sempit-nya kewenangan camat sangat tergantung dari delegasi kewenangan yang diberikan oleh bupati/ walikota.

Sementara pada sisi lain, peran kecamatan menjadi sangat penting dalam memandirikan desa. Karena jarak geografis dan rentang pembinaan pemerintah kabupaten dianggap “relatif jauh” den-gan desa. Namun dalam pelaksanaannya, ternyata kecamatan lebih sering dianggap sebagai rantai birokrasi tambahan dalam komunikasi dan hubun-gan antara desa denhubun-gan kabupaten/kota.

Hal ini terlihat dari studi yang dilakukan oleh PATTIRO di Kebumen, Bantul dan Siak. Kewena-ngan kecamatan terkait pemberdayaan pemerinta-Sumber: Masawah Desa

(5)

han dan masyarakat desa bervariasi. Hal ini terlihat dari:

a) Tata Kelola Pemerintahan Desa

Beberapa hal yang dapat dilihat adalah pemili-han kepala desa; pengangkatan perangkat desa, dan penyusunan peraturan desa. Pada pemilihan kepala desa, sebagian besar camat berperan sebagai pengarah dan pengawas proses pilkades. Pengarah dalam arti memberi pengarahan ke-pada panitia pemilihan kepala desa agar proses pelaksanaan pilkades sesuai dengan peraturan yang ada. Pengawas dalam arti mengawasi agar pilkades luber jurdil (langsung, umum, bebas raha-sia, jujur dan adil). Sementara kecamatan lain cu-kup dominan. Mulai dari menjadi panitia pilkades dan terlibat dalam penyelesaian masalah yang dihadapi panitia, yaitu proses seleksi calon kades yang diprotes oleh salah satu bakal calon kades, dengan cara melakukan konsultasi dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten.

Pada pengangkatan perangkat desa, kepala desa melakukan konsultasi kepada camat. Seba-gian besar camat memaknai konsultasi itu dengan menindaklanjutinya melalui pemberian reko-mendasi kepada Bupati atas usulan perangkat desa yang diajukan oleh Kepala Desa. Sepanjang memenuhi persyaratan, maka usulan perangkat desa itu dapat diteruskan kepada Bupati. Namun di desa lain, Camat terlibat dalam proses seleksi calon perangkat desa. Bila camat setuju, maka perangkat desa itu bisa diangkat.

Pada penyusunan Peraturan Desa. Setidaknya ada empat peraturan desa (Perdes) yang harus melalui persetujuan pemerintah kabupaten/kota melalui camat, yaitu Perdes tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa); tentang Pungutan; tentang Tata Ruang dan tentang Organ-isasi Pemerintah Desa. Rancangan Perdes ini ha-rus dievaluasi oleh Bupati (melalui Camat) sebelum disahkan (Pasal 69 ayat 4 UU Desa).

Sebagian besar, pemerintah desa melakukan konsultasi dengan camat dalam penyusunan Perdes dimaksud. Namun konsultasi ini tidak dilakukan secara maksimal, dalam arti jika Perdes yang disusun tidak menyimpang dari regulasi yang ada, pasti diterima. Selain itu konsultasi juga dilakukan in the last minute, sehingga proses konsultasi tidak optimal. Di desa lain, peran ke-camatan relatif sedikit. Bahkan menurut anggota BPD di salah satu desa di Kabupaten Siak, “Tidak pernah juga perdes diserahkan ke camat, tidak juga ada evaluasi. Dalam hal perdes, menurut BPD sudah otonom, artinya tidak ada campur tangan

dari bupati. Prinsipnya, tidak melanggar atau bertentangan atau menyimpang dari peraturan di atasnya.”

b) Keuangan dan Aset Desa

Camat memiliki peran melakukan review ter-hadap dokumen perencanaan dan penganggaran desa. Setelah itu, Camat mengeluarkan rekomen-dasi. Melalui rekomendasi itulah, dana ADD dan DD dapat dicairkan. Beberapa camat melalukan re-view secara detil hingga pengecekan ke dokumen Rencana Anggaran Biaya (RAB). Beberapa lainnya, memastikan sepanjang dokumen-dokumen yang dikirimkan memenuhi persyaratan dapat diberikan rekomendasi untuk pencairan.

Proses ini dikritik oleh beberapa kepala desa yang menyatakan bahwa camat memang memberikan evaluasi atau mengoreksi dokumen usulan dari desa, namun tidak memberikan solusi atas masalah yang dikoreksi tersebut. Sehingga pemerintah desa harus “menebak” apa yang dimaksud dengan koreksi keca-matan terkait dokumen usulan desa tersebut. Hal ini mengakibatkan waktu untuk penyelesaian dokumen menjadi bertambah panjang dan berpotensi meng-ganggu kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di desa. Sementara bagi Camat, tidak adanya panduan rinci dalam proses evaluasi dan kurangnya kemampuan Desa dalam menatake-lola keuangan dan kurang disiplin dalam penyam-paian laporan keuangan desa menjadi penyebab lambatnya proses pemberian rekomendasi. Hal itu mengakibatkan “kekurangnyamanan” camat dalam melakukan review, sehingga ada camat yang ber-harap agar pemerintah langsung saja memberikan dana tersebut ke desa sebagai bentuk block grant, dan bisa langsung ke rekening desa. Sehingga keca-matan tidak perlu memberikan rekomendasi. “Kalau saya “keras” nanti dikira saya terlalu “keras”, kalau hanya block grant, bisa langsung datang ke rekening desa dari rekening pusat dan akan menjadi tang-gungjawab kepala desa”.

Peran lain dari kecamatan adalah evaluasi lapo-ran pertanggungjawaban APBDesa. Pelapo-ran yang dimainkan oleh kecamatan juga relatif bervariasi. Sebagian camat hanya melakukan verifikasi seba-tas “asal jangan melanggar peraturan”. Sebagian lainnya melakukan evaluasi secara menyeluruh. Namun proses evaluasi ini juga relatif dikeluhkan oleh pemerintah desa, karena beberapa hal, yaitu keterbatasan jumlah personil kecamatan, kinerja tim kecamatan yang tidak maksimal dan tidak adanya instrumen khusus untuk evaluasi, sehingga menyita waktu serta tidak adanya forum diskusi untuk mem-bahas apa yang harus diperbaiki dari laporan per-tanggungjawaban dimaksud.

(6)

kan dukungan kebijakan yang memadai, terutama terkait dengan pendelegasian wewenang dari bupati/wali kota kepada camat. Dari pantauan terhadap beberapa daerah, nampak bahwa camat melaksanakan tugas pembinaan dan pengawasan desa lebih terkesan “kebiasaan” tanpa dukungan kebijakan formal. Akibatnya pelaksanaan tugas itu tergantung kepada tafsir dari masing-masing camat. Selain itu, besar kecilnya kewenangan yang didelegasikan

oleh bupati/walikota kepada camat ikut menen-tukan besarnya peran kecamatan dalam

pem-berdayaan pemerintahan dan masyarakat desa. Meski demiki-an, kewenangan yang diberikan kepada camat juga jangan sam-pai mengakibatkan dominannya peran camat terhadap pemerin-tahan dan masyarakat desa.

Mengingat karakteristik dan kondisi masyarakat di masing-masing daerah berbeda, maka jenis dan besar kecilnya ke-wenangan yang diberikan kepa-da camat juga perlu disesuaikan dengan kondisi pemerintahan dan masyarakat desanya mas-ing-masing. Sehingga seperti disampaikan oleh pakar pemer-intahan daerah, Prof. Sadu Wasistiono (2009) bahwa para-digma satu kebijakan untuk semua (one policy fit for all) perlu digantikan dengan beberapa kebi-jakan yang disesuaikan dengan kondisi yang ada (several policies fit with condition).

Sebagian kecamatan juga telah memiliki pen-galaman dalam melaksanakan reformasi pela-yanan administrasi perizinan dan kependudukan melalui PATEN. Pengalaman dan kemampuan ini selayaknya dapat ditransfer kepada pemerin-tah desa. Hal ini tidak berarti bahwa desa akan melaksanakan pelayanan seperti kecamatan, namun kemampuan teknis dalam menata admin-istrasi dan keuangan kecamtan dapat dimanfaat-kan oleh Desa untuk menatakelola administrasi pemerintahan dan keuangannya dengan lebih baik.

Tantangan Optimalisasi Peran

Kecamatan

Dengan tugas yang relatif signifikan dalam kerangka pemberdayaan dan mendorong ke-mandirian desa, maka selayaknya kecamatan memiliki kemampuan yang memadai dalam melaksanakan tugas dimaksud. Namun dari pengalaman di berbagai daerah, menunjuk-kan bahwa kemampuan aparatur kecamatan masih sangat terbatas, terutama yang terkait dengan pembinaan dan pengelolaan keua-ngan desa. Hal ini terlihat dari koreksi yang diberikan oleh kecamatan terhadap dokumen perencanaan dan penganggaran desa tidak memberikan solusi konkrit bagaimana mem-perbaiki dokumen dimaksud.

Sumber daya aparatur kecamatan juga merupakan salah satu titik kritis dalam optimalisasi fungsi keca-matan. Kapabilitas SDM kecamatan dapat dilihat dari jenjang pendidikan terakhir pegawai kecamatan, yang dianggap sebagai faktor penting dalam pengemba-ngan SDM organisasi (Schul-er & Youngblood,++ 1986; Suprapto dkk., 2000). Pendi-dikan yang tinggi membuat pegawai kecamatan memiliki keahlian dan pola pikir yang lebih baik daripada pega-wai yang memiliki

pendidi-kan yang lebih rendah . Di daerah perkotaan yang dekat dengan ibukota DKI Jakarta saja, seperti Kota Depok, sebagian besar pegawai kecamatan adalah lulusan SMA. Lulusan SMA belum memiliki keahlian khusus terutama keahlian dalam memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.

Dapat dikatakan SDM aparatur kecamatan merupakan kualitas kelas dua. Sementara itu, bila ada staf yang memiliki kinerja yang baik dipromosikan ke SKPD lain di kabupaten/ kota seperti Dinas atau Sekretariat Daerah. Meski promosi ini menguntungkan bagi staf dimaksud, namun dalam konteks peningkatan kualitas kecamatan menjadi disinsentif.

Efektifitas tugas kecamatan juga

memerlu-Dari pantauan

terha-dap beberapa daerah,

nampak bahwa camat

melaksanakan tugas

pembinaan dan

penga-wasan desa lebih

terke-san “kebiasaan” tanpa

dukungan kebijakan

formal. Akibatnya

pelak-sanaan tugas itu

tergan-tung kepada tafsir dari

masing-masing camat.

(7)

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi kecamatan dalam rangka pembinaan dan pengawasan peme-rintahan desa serta pemberdayaan masyarakat desa, maka kami merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:

Rekomendasi

Referensi

Perlunya Kementerian Dalam Negeri menyusun regulasi terkait pelimpahan kewenangan kepada ca-mat, terutama terkait dengan pemberdayaan pemerintahan desa. Regulasi dimaksud berisikan kriteria kewenangan yang dapat dilimpahkan oleh Bupati kepada Camat dalam rangka mendorong kemandirian desa. Selanjutnya berdasarkan kriteria tersebut, Bupati/Walikota menerbitkan Surat Keputusan Bupati/ Walikota tentang jenis-jenis kewenangan yang dilimpahkan sesuai dengan kemampuan dan karakter-istik tiap kecamatan. Dengan demikian paradigma yang digunakan adalah “several policies fit with condition”. Hal lini sesuai dengan perintah UUD 1945 tentang otonomi yang seluas-luasnya maupun sesanti Bhineka Tunggal Ika.

Mendorong Pemerintah Kabupaten/Kota untuk segera menerbitkan Surat Keputusan Bupati/Wali Kota tentang pendelegasian wewenang kepada masing-masing camat dalam pembinaan dan pengawasan pemerintahan desa serta pemberdayaan masyarakat desa. Kebijakan pendelegasian wewenang ini menjadi pedoman formal bagi kecamatan dalam melaksanakan tugasnya dengan efektif. Jenis-jenis kewenangan yang didelegasikan itu perlu dinyatakan secara rinci dan mengikuti prinsip money follow function, yang berarti selain wewenang yang dilimpahkan, juga harus disertai dengan anggaran, sum-berdaya manusia serta sarana dan prasarana untuk melaksanakan wewenang dimaksud.

Dalam kerangka melaksanakan tugas pembinaan, pengawasan dan pemberdayaan itu, aparatur keca-matan perlu disiapkan melalui program peningkatan kapasitas, termasuk di dalamnya memastikan jum-lah dan kapasitas SDM aparatur kecamatan yang memahami dengan baik pengelolaan pemerintahan, perencanaan dan penganggaran, program pemberdayaan masyarakat serta implementasi kebijakan, sehingga mampu melaksanakan tugas pemberdayaan dan mendorong kemandirian desa.

Pemerintah Kabupaten/Kota perlu memfasilitasi kecamatan agar mampu mengoptimalkan pelayanan administrasi dan juga pelayanan dasar dengan menggunakan pengalaman dan metode PATEN. Hal ini akan menjadi modal yang kuat bagi kecamatan untuk memberikan asistensi kepada desa terutama dalam menatakelola pemerintahan dan keuangan desa.

Untuk provinsi, dukungannya kepada camat adalah dalam bentuk keuangan kepada camat ataupun pembiayaan pelatihan agar camat lebih professional. Untukpemkab/pemkot, memberikan dukungan anggaran sesuai misi kecamatan sebagai SKPD. Pendekatan yang digunakan untuk mengatur keca-matan bukanlah urusan pemerintahan atau fungsi pemerintahan, melainkan wilayah kerja.

1. Wasistiono, Sadu dkk. Perkembangan Organisasi Kecamatan dari Masa ke Masa. Bandung: Fokusmedia, 2009.

2. Kanseng, Rilus A. “Kecamatan di Era Otonomi Daerah”, dalam Project Working Paper Series No. 03, Bogor: Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, IPB dan DRSP-USAID, 2008.

3. Khairi, Akmal. “Analisis Pemberdayaan Peran dan Fungsi Camat” dalam Jurnal Bisnis dan Birokrasi. Universitas Indonesia. Mei–Agustus 2010, hlm. 160-169.

4. PATTIRO, Laporan Penelitian Implementasi UU Desa di Kabupaten Siak, Kebumen dan Bantul. Jakarta: 2015.

5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

7. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah

8. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

(8)

Baca Juga

Jl. Mawar, Komplek Kejaksaan Agung Blok G35, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12520 - Indonesia, Telepon: +62 21 7801314, Fax: +62 21 7823800,

Praktik demokrasi desa sebagaimana dimandatkan oleh UU Desa tidak meli-batkan partai politik sebagai representasi warga, namun dijalankan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dalam konteks inilah maka pemberdayaan BPD menjadi penting dalam rangka menguatkan demokrasi Desa. Namun di sisi lain, meskipun memiliki posisi yang sangat strategis, BPD belum optimal dalam menjalankan fungsinya. Sebagai pengawas kinerja kepala desa, BPD hampir tidak pernah membahas secara serius laporan pertanggungjawaban pemerintah desa. Hampir tidak pernah ditemui BPD memberikan catatan terhadap laporan tersebut. Maka perlu rekomendasi perbaikan agar peran dan fungsi BPD optimal.

Upaya pemerintah dalam menggerakkan ekonomi desa sudah dilakukan sejak dikeluarkan kebijakan sebagaimana disebutkan di atas. Upaya ini belum membuahkan hasil yang diharapkan. Jika melihat prosentase pen-duduk miskin yang relatif banyak terdapat di perdesaan. Pengaturan BUM Desa melalui UU Desa merupakan upaya strategis untuk mewujudkan ke-sejahteraan dalam bidang ekonomi dan pembangunan yang berorientasi bagi masyarakat. Studi PATTIRO masih memperlihatkan keberadaan BUM Desa sebagai wadah dalam menggerakkan ekonomi desa dan pelayanan desa, masih memerlukan perhatian serius pemerintah supra desa.

Mempertangguh Badan Usaha Milik Desa

untuk Menggerakkan Ekonomi Desa

Pemberdayaan Badan Permusyawaratan

Desa untuk Penguatan Demokrasi Desa

Sasi: Antara Kebanggan, Penghargaan

dan Keprihatinan

Sasi adalah mekanisme kearifan lokal yang digunakan masyarakat adat dalam mengelola dan memanfaatkan potensi sumberdaya alam (darat, perairan/ sungai dan pesisir/laut) secara turun temurun dalam pemenuhan pangan dan peningkatan ekonomi masyarakat. Dalam penerapannya aturan ini hanya berlaku secara partial lingkup Negeri, sehingga hanya mengikat komunitas setempat dan dalam prakteknya selalu diperhadapkan dengan tantangan baik dari dalam, terlebih dari pihak luar. Integrasi peran antara pemerintah daerah dan masyarakat adat yang sudah memiliki kearifan dalam pengelolaan sum-ber daya alam akan mampu mendorong kesum-berlanjutan sumsum-ber daya kelautan dan perikanan

Referensi

Dokumen terkait

Bapak dan ibu dosen serta seluruh staff Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya yang telah memberikan banyak bimbingan serta bekal ilmu

Meletak atau meninggalkan kenderaan secara tanpa kebenaran di parkir yang dikhaskan untuk pegawai yang

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini peneliti ingin meneliti lebih lanjut dengan membuat sebuah penelitian dengan judul “Pengaruh Kampanye Pada YouTube Web

Terdapat 5 faktor sindrom metabolik seperti obesiti pada bahagian abdomen yang bergantung kepada ukurlilit pinggang berdasarkan jantina, artherogenic dyslipidemia

Proses ini dilanjutkan dengan terjadinya interaksi antara gugus fungsi molekul obat dengan gugus yang terletak dalam rongga siklodekstrin dan terjadi pembentukan

Penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi berat molekul enzim bromelin dari kulit buah nanas dan papain dari getah buah pepaya dari dua varietas yaitu varietas Subang dan

Dari data energi bebas, senyawa yang memiliki kestabilan ikatan (afinitas) terbesar pada ERα atau yang paling berpotensi sebagai SERMs adalah HGV-1 pada kondisi tanpa

L1 Female Bahasa Inggris untuk Studi di Australia yang terdiri dari 26 pelajaran ini akan membantu anda mempersiapkan diri untuk belajar dan tinggal di Australia.. Sambil