• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN. Kajian Kondisi Atmosfer Banyuwangi (Anis Purwaningsih et al.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RINGKASAN. Kajian Kondisi Atmosfer Banyuwangi (Anis Purwaningsih et al.)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

89

KAJIAN KONDISI ATMOSFER BANYUWANGI SAAT KEJADIAN

BANJIR BANDANG DI MUSIM KEMARAU

(STUDY OF ATMOSPHERIC CONDITION OVER BANYUWANGI

DURING FLASH FLOOD IN THE DRY SEASON)

Anis Purwaningsih, Siti Azizah, dan Eddy Hermawan Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Jl. Dr. Djundjunan 133, Bandung 40173 Indonesia

anis.purwaningsih@lapan.go.id

RINGKASAN

Banjir bandang merupakan bencana yang disebabkan oleh faktor multi-dimensi, salah satunya faktor kondisi atmosfer. Literatur menyebutkan adanya keterkaitan kuat antara kejadian banjir bandang dengan kondisi atmosfer, namun perlu dikaji lagi apakah keterkaitan tersebut berlaku secara umum. Kajian ini difokuskan pada kasus banjir bandang yang terjadi pada tanggal 22 Juni 2018 di Banyuwangi yang mengakibatkan ratusan rumah terdampak. Analisis dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi klimatologi curah hujan di Banyuwangi, dan mengetahui kondisi atmosfer (curah hujan dan angin permukaaan) pada saat dan hari-hari sebelum kejadian bencana banjir bandang. Hasil menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan Banyuwangi pada musim kering (Juni-Juli-Agustus/JJA) berkisar antara 0-100 mm/bulan. Pada lokasi kejadian nilai klimatologi curah hujan JJA relatif lebih tinggi (50-100 mm/bulan) dibanding dengan nilai di wilayah sekitarnya. Kejadian banjir bandang pada tanggal 22 Juni 2018 di Banyuwangi diduga dipicu oleh adanya hujan pada hari sebelum kejadian banjir bandang. Nilai curah hujan pada tanggal 21 Juni 2018 menunjukkan pada angka 15-30 mm/hari, dimana nilai ini tidak memenuhi definisi curah hujan ekstrem harian dari BMKG. Kondisi curah hujan per-jam pada hari sebelum terjadinya bencana menunjukkan pola variasi harian yang tidak tegas. Kondisi angin permukaan pada tanggal 19-22 Juni 2018 didominasi oleh angin timuran. Selain melihat kondisi atmosfer yang diduga menjadi pemicu terjadinya banjir bandang, untuk menganalisis penyebab banjir bandang perlu dilakukan juga kajian pengaruh faktor lokal seperti kondisi tanah, topografi dan faktor lokal lainnya.

1 PENDAHULUAN

Bencana banjir bandang menjadi kasus yang menarik untuk dianalisis faktor pemicunya, karena merupakan bencana multi-dimensi yang mencangkup beberapa bidang ilmu. Salah satu penyebab banjir bandang yaitu kondisi atmosfer yang memicu adanya curah hujan ekstrim. Jacobeit J

et al., (2003) menemukan pengaruh kuat

sirkulasi atmosfer dengan kejadian banjir di Eropa Tengah dengan penelitian yang dilakukan pada musim dingin selama 5 abad. Selain itu kajian mengenai analisis kondisi atmosfer saat kejadian banjir juga dilakukan di Jakarta dengan studi kasus banjir pada tanggal 17 Januari 2013, yang

menunjukkan adanya awan hujan yang lebat di atmosfer Jakarta pada tanggal tersebut (Renggono, 2013).

Banjir Bandang yang terjadi di Banyuwangi pada tanggal 22 Juni 2018 menjadi pilihan studi kasus untuk dianalisis dalam tulisan ini. Sebanyak tiga pemukiman di Desa Alas Malang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi yang terdampak yaitu di dusun Garit, Dusun Karangasem dan Dusun Bangunrejo. Banjir bandang ini diduga dipicu oleh hujan yang mengguyur lereng gunung raung di Kecamatan Songgon kamis malam hingga jumat pagi, dan mengakibatkan banjir terjadi pada Hari Jum’at pukul 8.40 WIB pada

(2)

Berita Dirgantara Vol. 19 No. 2 Desember 2018: 89-94

90

tanggal 22 Juni 2018 (CNN Indonesia, 2018).

Secara umum, dampak yang ditimbulkan dari bencana banjir bandang sangat luas termasuk kerugian fisik dan non-fisik. Pada kasus bencana banjir bandang di Banyuwangi setidaknya terdapat ratusan rumah warga terdampak (Kompas, 2018). Hal tersebut melatarbelakangi pentingnya analisis mengenai kondisi atmosfer saat bencana banjir bandang di Banyuwangi untuk bisa menangkap karakteristiknya, sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk peringatan dini bencana banjir bandang. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui klimatologi curah hujan Banyuwangi pada saat periode Juni-Juli-Agustus (JJA) dan mengetahui kondisi atmosfer (curah hujan dan angin) pada saat kejadian dan sebelum kejadian banjir bandang.

2 DATA DAN METODE

Lokasi pengamatan yaitu Banyuwangi, Jawa Timur untuk studi kasus banjir bandang pada tanggal 22 Juni 2018. Banyuwangi terletak di Provinsi Jawa Timur, Indonesia dengan koordinat 7.8–8.7 LS dan 113.6-114.6 BT.

Analisis dilakukan dengan melihat beberapa aspek yaitu kondisi klimatologi curah hujan pada periode Juni-Juli-Agustus (JJA) dengan dibandingkan dengan klimatologi musim basah (Desember-Januari-Februar/DJF). Selain itu juga melihat kondisi curah hujan harian (spasial) dan tiap jam (temporal pada titik di Dusun Garit dan Songgon). Dilihat pula kondisi angin pada saat kejadian bencana (22 Juni 2018) dan hari sebelum kejadian bencana (20 dan 21 Juni 2018).

Data curah hujan dari beberapa sumber digunakan. Salah satunya yaitu data curah hujan bulanan CHIRPS

(Funk C, et al, 2015) periode tahun 1981-2015 digunakan untuk menganalisis klimatologi. Selain itu data curah hujan harian dari TRMM versi 3B42RT (Huffman et al., 2017) dan curah hujan setiap jam dari GSMaP (Okamoto K et al., 2005., Kubota T et al., 2007., Aonashi K et al., 2009., Ushio T et al., 2009) juga digunakan untuk analisis kondisi curah hujan. Digunakan pula data angin meridional dan zonal dari NCEP NCAR untuk analisis kondisi angin permukaan (angin pada ketinggian 850 milibar) Kalnay et al., 1996).

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Klimatologi Curah Hujan Banyuwangi

Secara umum, Banyuwangi memiliki tipe curah hujan monsunal yang dicirikan oleh adanya satu puncak musim basah (DJF) dan satu puncak musim kering (JJA) (Aldrian E dan Susanto R D, 2003). Hasil plot klimatologi curah hujan tahun 1981-2015 pada periode musim basah dan musim kemarau pada wilayah Banyuwangi (Gambar 3-1) menunjukkan curah hujan pada musim JJA berkisar antara 0-100 mm/bulan, sedangkan pada musim basah (DJF) berkisar antara 100-350 mm/bulan pada Gambar 3-1 (a). Nilai curah hujan pada bulan JJA pada lokasi kejadian banjir bandang (ditandai dengan bintang) menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan wiilayah sekitarnya yaitu 50-100 mm/bulan, yang ditandai dengan warna kontur biru muda pada Gambar 3-1 (b). Berdasarkan perbandingan klimatologi curah hujan antara kedua musim tersebut dapat dikatakan bahwa seharusnya Banyuwangi memiliki curah hujan terendah pada saat bulan Juni (pada saat kejadian bencana).

(3)

91 Gambar 3-1: Klimatologi curah hujan (mm/bulan) pada (a) musim basah

(Desember-Januari-Februari) dan (b) musim kering (Juni-Juli-Agustus) di wilayah Banyuwangi

3.2 Analisis Curah Hujan dan Angin Permukaan

Pola curah hujan harian pada tanggal 21 dan 22 Juni 2018 dianalisis menggunakan data curah hujan keluaran TRMM (Gambar 3-2). Hasil menunjukkan bahwa curah hujan tinggi di Banyuwangi terjadi satu hari sebelum kejadian banjir bandang. Curah hujan pada wilayah Banyuwangi pada tanggal 21 Juni 2018 menunjukkan nilai berkisar pada 15-30 mm/hari. Sedangkan pada tanggal 22 Juni 2018 nilai curah hujan hanya 0-5 mm/hari. Nilai curah hujan pada kedua hari tersebut termasuk dalam kategori ringan dan sedang (BMKG, 2010). Nilai tersebut tidak memenuhi kriteria BMKG dalam mendefinisikan curah hujan ekstrem (yaitu curah hujan yang melampaui 50 mm/hari atau melampaui 10 mm/jam (BMKG, 2010), namun mampu memicu adanya bencana banjir bandang pada tanggal 22 Juni. Adapun curah hujan pada tanggal 21 Juni di Kawasan Banyuwangi masih diduga menjadi penyebab banjir bandang yang terjadi keesokannya. Sebagai analisis lebih

lanjut, data deret waktu untuk curah hujan setiap jamnya di plot untuk titik di Dusun Garit dan Sanggon untuk tanggal 19-22 Juni 2018 menggunakan data per-jam dari GSMaP (Gambar 3-3). Hasil menunjukkan adanya konsistensi dengan hasil curah hujan keluaran TRMM yang menyatakan adanya curah hujan yang tinggi pada tanggal 21 Juni 2018 pada kedua lokasi.

Curah hujan yang tinggi pada tanggal pada kedua titik pada tanggal 19 sore, 21 pagi dan 22 pagi, dimana hal tersebut menunjukkan tidak adanya siklus harian yang tegas yang ditandai oleh adanya pola waktu kejadian hujan yang tidak beraturan. Hujan di wilayah daratan dikarakteristikkan terjadi pada sore hari (Yulihastin E, 2012) dan mencapai puncaknya pada jam 16-17 WIB (Vitri T dan Marzuki, 2014). Variasi curah hujan harian (Diurnal Variation) yang tidak tegas/terdapat pola yang tidak beraturan pada saat bulan Juni-Juli diduga terjadi karena pengaruh monsun Australia yang membawa massa udara yang relatif “miskin” dengan uap air berasal dari gurun Australia.

(4)

Berita Dirgantara Vol. 19 No. 2 Desember 2018: 89-94

92

Gambar 3-2: Curah hujan harian (mm/hari) pada tanggal 19-22 Juni 2018

Gambar 3-3: Curah hujan per-jam Banyuwangi (mm/jam) dari tanggal 19-22 Juni 2018 Pada pagi hari saat terjadinya banjir

bandang, terlihat pada dua titik tersebut masih terjadi hujan dengan intensitas yang lebih kecil dari pada tanggal 21

Juni. Adapun durasi terjadinya hujan yaitu empat jam mulai jam 2 dini hari hingga jam 5 WIB.

(5)

93

Gambar 3-4: Divergensi angin dan kecepatan angin permukaan pada tanggal 21-22 Juni 2018 Kemudian hujan berhenti selama dua

jam di Songgon dan empat jam di Garit sebelum terjadi hujan lagi pada pukul 07.00 (di Songgon) dan 10.00 (di Garit). Berdasarkan informasi dari media (CNN Indonesia, 2018), banjir bandang terjadi pada pukul 8.40 WIB dimana berdasarkan data GSMaP sedang terjadi hujan di Songgon sedangkan di Dusun Garit tidak terjadi hujan.

Untuk mempertajam analisis, dilihat pula kondisi angin permukaan (850 mb) pada tanggal 21 sampai dengan 22 Juni pada kawasan Indonesia. Angin permukaan didominasi dengan angin timuran (Gambar 3-4). Pada tanggal 21 Juni ditemukan bahwa terjadi divergensi di atas Banyuwangi yang ditandai dengan kontur warna merah di lokasi kejadian (Gambar 3-4). Namun pada tanggal 22 Juni terjadi konvergensi

lemah yang ditandai dengan warna biru pada lokasi kejadian (Gambar 3-4) yang menunjukkan kondisi angin konvergen (terpusat menuju) di wilayah Banyuwangi dan sekitarnya.

4 PENUTUP

Banyuwangi secara umum memiliki rata-rata curah hujan bulanan yang relatif lebih rendah saat JJA (0-100 mm/bulan) dibanding saat DJF (100-350mm/bulan). Pada saat JJA, curah hujan di lokasi pengamatan (tanda bintang) relatif lebih tinggi dibanding wilayah sekitarnya, yaitu mencapai 50-100 mm/bulan.

Kondisi atmosfer pada tanggal 21 Juni 2018 (hari sebelum terjadinya banjir bandang) menunjukkan adanya curah hujan kategori ringan dan sedang

(6)

Berita Dirgantara Vol. 19 No. 2 Desember 2018: 89-94

94

(data TRMM). Berdasarkan data curah hujan per-jam dari GSMaP, pada titik di wilayah Songgon dan di Dusun Garit menunjukkan hujan terjadi di pagi hari pada tanggal 21 dan 22 Juni 2018.

Angin timuran mendominasi wilayah banyuwangi pada saat dan sebelum terjadinya bencana banjir bandang tersebut.

Selain melihat kondisi atmosfer yang diduga menjadi pemicu terjadinya banjir bandang, perlu dilakukan juga kajian pengaruh faktor lokal seperti kondisi tanah, topografi dan faktor lokal lainnya.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih pada Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer, LAPAN yang telah memberikan dukungan dan fasilitasi sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

DAFTAR RUJUKAN

Aldrian E dan Susanto R D. 2003. Identification of three dominant rainfall regions within Indonesia and their relationship to sea surface temperature. International journal of Climatology, 1435-1452.

Aonashi K., Awaka J., Hirose M., Kozu T., Kubota T., Liu G., Shige S., Kida S., Seto S., Takahashi N., and Takayabu Y. N. 2009. GSMaP passive, microwave precipitation retrieval algorithm: Algorithm description and validation. J. Meteor. Soc. Japan, 87A, 119-136.

BMKG. 2010. Kondisi Cuaca Ekstrem dan Iklim Tahun 2010-2011. Jakarta: BMKG.

CNN Indonesia. 2018. Banjir bandang banyuwangi ratusan warga mengungsi. Cite in

https://www.cnnindonesia.com/nasional/2

0180622200710-20-308198/banjir- bandang-banyuwangi-ratusan-warga-mengungsi?. [20 Oktober 2018]

Funk C, Peterson P, Landsfeld M, Pedrerod D, Vedrin J, Shulka S, Husak G, Rowland J, Haarrison L, Hoell A, dan Michaelsen J. 2015. The climate hazard infrared precipitation with stations- a new environmental record for monitoring extrems. Scientific data.

Huffman, George J, Pendergrass dan Angeline. 2017. Climate Data Guide. Retrieved from TRMM: Tropical Rainfall Measuring Mission.

Cite in

https://climatedataguide.ucar.edu/climate -data/trmm-tropical-rainfall-measuring-mission [20 Oktober 2018]

Jacobeit J, Glaser R, Luterbacher J dan Wanner H. 2003. Links between flood events in central Europe since AD 1500 and large-scale atmospheric circulation modes. Geopysical research letters, Vol. 30, No.4, 1172. Kalnay E, Kanamitsu M, Kistler R, Collins W,

Deaven D, Gandin L, Iredell M, Saha S, White G, Woollen J, Zhu Y, Chelliah M, Ebisuzaki W, Higgins W, Janowiak J, Mo K.C, Ropelewski C, Wang J, Leetmaa A, Reynolds R, Jenne R, dan Joseph D. 1996. The NCEP/NCAR 40-year reanalysis project. Bull. Amer. Meteor. Soc., 77, 437-470.

Kompas. 2018. Ratusan rumah terdampak banjir bandaang di Banyuwangi. Kompas.

cite in

https://regional.kompas.com/read/2018/0

6/22/17294311/ratusan-rumah-terdampak-banjir-bandang-di-banyuwangi. [20 Oktober 2018]

Kubota T., Shige S., Hashizume H., Aonashi K., Takahashi N., Seto, M. Hirose S., Takayabu Y. N., Nakagawa K., Iwanami K., Ushio T., Kachi M., dan Okamoto K. 2007. Global Precipitation Map using Satelliteborne Microwave Radiometers by the GSMaP Project: Production and Validation, IEEE Trans. Geosci. Remote Sens., Vol. 45, No. 7, pp.2259-2275.

Okamoto K., Iguchi T., Takahashi N., Iwanami K. and Ushio T., 2005. The Global Satellite Mapping of Precipitation (GSMaP) project, 25th IGARSS Proceedings, pp. 3414-3416. Renggono, F. 2013. Analisis Awan Hujan pada

saat Banjir DKI dengan C-Band Radar. Jurnal sains dan teknologi modifikasi cuaca, Vol 14, No.1 (51-58).

Ushio T., Kubota T., Shige S., Okamoto K., Aonashi K., Inoue T., Takahashi N., Iguchi T., Kachi M., Oki R., Morimoto T., dan Kawasaki Z. 2009. A Kalman filter approach to the Global Satellite Mapping of Precipitation (GSMaP) from combined passive microwave and infrared radiometric data. J. Meteor. Soc. Japan, 87A, 137-151.

Vitri T dan Marzuki. 2014. Analisis Pengaruh El Nino Southern Oscilation (ENSO) terhadap Curah Hujan di Koto Tabang Sumatera Barat. Jurnal Fisika Unand Vol.3, No.4, 214-221. Yulihastin, E. 2012. Mekanisme Hujan Harian

di Sumatera. Berita dirgantara Vol.13 (3), 86-94.

Gambar

Gambar 3-1: Klimatologi curah hujan (mm/bulan) pada (a) musim basah (Desember-Januari-    Februari) dan (b) musim kering (Juni-Juli-Agustus) di wilayah Banyuwangi  3.2  Analisis  Curah  Hujan  dan  Angin
Gambar 3-2: Curah hujan harian (mm/hari) pada tanggal 19-22 Juni 2018
Gambar 3-4: Divergensi angin dan kecepatan angin permukaan pada tanggal 21-22 Juni 2018

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian benih di Laboratorium, 2) Sertifikasi benih. Pengawasan Hilir dengan kegiatan: pengawasan pemasaran benih bersertifkat yang beredar di pasaran. Untuk menjawab

Saya akan memberitahu Anda tentang berbagai jenis posting dengan contoh, dan Anda juga akan belajar cara membuat posting yang menarik dan kreatif untuk jejaring sosial (untuk

Monitoring dan evaluasi dilaksanakan dengan memantau seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian mulai dari pelayanan resep sampai kepada pelayanan informasi obat kepada pasien

Berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika Pasal 60, pemusnahan narkotika dilakukan dalam hal diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang

Usaha Penukaran Uang, Bank, BUMN/BUMD, rumah sakit tipe D dengan kreteria bahwa dimuka bidang usaha tersebut terdapat jalan yang kelebarannya termasuk got dan berm

Pengendalian persediaan berkaitan dengan pengadaan atau pemesanan yaitu bagaimana cara pemesanan obat, jumlah obat yang dipesan, waktu dilakukan pemesanan, besar

Telah diteliti pemanfaatan ekstrak biji buah pinang (Areca catechu L.) sebagai pewarna alami pada kain sasirangan menggunakan mordan kapur sirih dengan jenis kain katun,

Sebelum melakukan pelatihan pembuatan tempe biji karet tim KKN Alternatif 1 UNNES 2020 melakukan uji coba atau mempraktikan cara pembuatan tempe biji karet yang