TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Umum
Kota Medan secara geografis terletak di antara 20 27'-20 47' Lintang Utara
dan 980 35'-980 44' Bujur Timur. Posisi Kota Medan ada di bagian utara Provinsi
Sumatera Utara dengan topografi miring ke arah utara dan berada pada ketinggian
tempat 2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kota Medan adalah
265,10 km2 secara administratif terdiri dari 21 Kecamatan dan 151 Kelurahan
dengan jumlah penduduk 1.899.327 jiwa (Pemerintah Provinsi Sumatera Utara,
2009).
Identifikasi Bidang Usaha Potensial
Perekonomian Kota Medan tahun 2000 didominasi oleh kegiatan
perdagangan, hotel dan restoran (35,02%), yang disusul oleh sektor industri
pengolahan sebesar 19,70%. Dari besaran nilai kedua sektor tersebut maka dapat
dikatakan bahwa potensi unggulan yang paling mungkin berkembang di Kota
Medan adalah sektor perdagangan dan industri. Seperti diketahui, dengan status
Medan sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia maka wajar bila arahan
pembangunan kota lebih menitikberatkan pada kedua sektor tersebut, apalagi
dengan didukung oleh sarana dan prasarana yang ada. Sarana dan prasarana
perhubungan di Kota Medan terdiri atas prasarana perhubungan darat, laut, udara.
Transportasi lainnya adalah kereta api. Disamping itu juga telah tersedia prasarana
listrik, gas, telekomunikasi, air bersih dan Kawasan Industri Medan (KIM) I
Bentuk Yuridis Perusahaan
Menurut Fuad et al. (2005) menyebutkan bahwa beberapa bentuk badan
usaha yang dikenal di Indonesia adalah perusahaan perseorangan, firma, perseroan
komanditer (CV), perseroan terbatas (PT), badan usaha milik negara (BUMN) dan
koperasi. Pemilihan bentuk badan usaha harus disesuaikan dengan modal yang
tersedia. Misalnya perusahaan perorangan pada umumnya memiliki kegiatan
berskala kecil sampai menengah, sehingga perusahaan jenis ini kurang mendapat
kepercayaan dari penyedia modal. Sebagai akibatnya, kemungkinan untuk
memperoleh dana juga terbatas. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan yang
memiliki modal besar biasanya mempunyai pilihan dan penggunaan dana yang
tepat.
Menurut Madura (2001) menyebutkan bahwa mendirikan perusahaan
perseorangan relatif mudah. Perusahaan perseorangan tidak harus mendirikan
badan hukum. Pemilik cukup mendaftarkan perusahaannya ke pemerintah daerah,
yang biasanya bisa via pos surat. Pemilik juga perlu mengajukan suatu lisensi
pekerjaan untuk menjalankan bisnis. Salah satu bentuk perusahaan perseorangan
diantaranya adalah panglong.
Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (1985) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
bahwa panglong memiliki definisi sebagai perusahaan penebangan kayu
Industri Pengolahan Kayu
Pada masa orde baru, kewenangan perizinan industri pengolahan kayu
dikuasai oleh pemerintah pusat (sentralistik), dibawah kewenangan Departemen
Perindustrian dan Perdagangan. Upaya mempercepat tumbuhnya industri
pengolahan kayu juga didukung dengan kemudahan birokrasi. Meskipun fakta
membuktikan bahwa industri pengolahan kayu belum juga mampu memberikan
kontribusi yang proporsional terhadap penerimaan negara, jika dibandingkan
dengan kerusakan yang ditimbulkan.
Pada periode 1966-1980, berkembangnya produksi kayu hutan alam
mencapai 220% pertahun dengan ekspor kayu bulat hutan alam sebagai andalan.
Periode 1981-1990, tingkat persediaan produksi kayu hutan alam mulai menurun,
menjadi rata-rata sebesar 141% pertahun, dimana pada periode 1981-1984, ekspor
log hutan alam masih dilakukan. Periode 1991-2001, hutan alam hanya mampu
menyediakan rata-rata 88% pertahun dari total konsumsi kayu bulat legal industri
kayu. Pada periode 1985-1997 larangan ekspor kayu bulat hutan alam
diberlakukan yang kemudian ekspor kayu bulat hutan alam tersebut dibuka lagi
pada periode 1998-2001. Periode 2002-2004, kontribusi suplai kayu dari hutan
alam diturunkan secara regulatif oleh pemerintah, yang hanya rata-rata sebesar
20% pertahun terhadap total konsumsi bulat legal untuk industri kayu. Kebijakan
tersebut diikuti oleh larangan ekspor kayu bulat hutan alam (Greenomics, 2004).
Menjamin keberadaan dan kelestarian hutan alam, Departemen Kehutanan
telah mengambil beberapa kebijakan yaitu mengurangi peran hutan alam sebagai
pemasok kayu untuk industri perkayuan, seperti pulp/kertas, kayu lapis dan
hutan rakyat merupakan harapan yang diunggulkan mengganti peran hutan alam
tersebut (Pasaribu dan Roliadi, 2006).
Menurut Dephut (2009) bahwa perkembangan produksi kayu bulat dan
kayu olahan 10 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Produksi Kayu Bulat dan Kayu Olahan
No. Tahun Kayu Bulat (m3) Kayu Gergajian (m3) Kayu Lapis (m3) Wood Working (m3) Block Board (m3) Veneer (m3) 1 2 3 4 5 6 7 8 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 29.520.322 19.026.944 20.619.942 13.798.240 11.155.400 9.004.105 11.423.501 13.548.938 24.222.638 21.792.144 2.613.452 2.707.221 2.060.163 2.789.543 674.868 623.495 762.604 432.967 1.471.614 679.247 6.709.835 7.154.729 4.611.878 4.442.735 2.101.485 1.694.405 6.110.556 4.514.392 4.533.749 3.811.794 141.589 6.510 10.472 299.412 278.088 71.681 161.814 387.503 131.297 39.100 600.734 661.954 427.096 321.125 388.004 121.560 436.418 277.396 403.160 189.007 1.128.693 1.314.063 1.034.999 668.842 94.228 4.361.044 289.191 155.374 1.012.205 255.759 Sumber: Ditjen Bina Produksi Kehutanan
Dinas Kehutanan Provinsi
Pembangunan industri kehutanan (wood based industry) di Indonesia
didorong oleh upaya pencapaian tujuan pembangunan ekonomi (i) meningkatkan
penghasilan devisa melalui ekspor, (ii) meningkatkan penciptaan lapangan kerja,
dan (iii) mencapai nilai tambah. Industri kehutanan selalu dianggap sebagai sektor
ekonomi utama yang mempunyai keunggulan comparative karena melimpahnya
bahan baku dan upah buruh yang murah. Akibat adanya persepsi keunggulan
comparative itulah maka terlihat kecenderungan industri kehutanan Indonesia
terus tumbuh dan berkembang. Kapasitas industri terpasang dari tahun ke tahun
meningkat dengan pesat. Kondisi ini sebetulnya sudah menggambarkan realitas
dimana produksi yang mengandalkan bahan baku kayu berukuran diameter besar
dari hutan alam mulai berkurang, sedangkan industri yang tidak mengandalkan
ukuran diameter kayu besar (yang bisa ditambahkan dari kayu hutan tanaman
Kayu merupakan komponen terpenting dalam pembangunan perumahan
dan bangunan gedung lainnya di Indonesia. Menurut data statistik, dalam satu
tahun tercatat tidak kurang dari 2 juta m3 kayu gergajian yang diproduksi untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan perumahan dan permukiman. Pada
kenyataannya, jumlah kayu gergajian yang diperlukan jauh dari di atas angka
tersebut karena banyak sekali kayu-kayu yang dipergunakan sebagai bahan
konstruksi bangunan yang dihasilkan dari industri kecil rakyat yang tidak tercatat.
Sebagaimana diketahui bahwa ketersediaan kayu semakin menurun baik dari sisi
kuantitas maupun kualitas. Pada tahun 1980-an kayu bangunan didominasi
jenis-jenis kayu tertentu seperti kapur, kempas, jati, merbau dan ulin yang termasuk
jenis-jenis kayu kelas kuat dan kelas awet cukup (Rudi, 2002).
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau
barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah
untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga
reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang,
tetapi juga dalam bentuk jasa. Industri sekunder adalah industri yang bahan
mentah diolah sehingga menghasilkan barang-barang untuk diolah kembali.
Misalnya adalah pemintalan benang sutra, komponen elektronik, dan sebagainya
(Organisasi Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia, 2006).
Suatu produk dibuat melalui proses pengolahan dari bahan baku menjadi
barang setengah jadi dan akhirnya menjadi barang jadi (finished goods)
berdasarkan mutu yang diciptakan. Secara umum pengertian produksi adalah
suatu proses di mana barang atau jasa diciptakan (production is the process by
interaksi antara berbagai faktor produksi seperti input (berupa bahan baku, tenaga
kerja, mesin, dan sebagainya) bersatu padu untuk menciptakan barang (jasa) yang
mempunyai nilai tambah dan nilai guna yang lebih tinggi yang diperlukan
konsumen. Hal ini perlu ditekankan bahwa konsep memproduksi barang dengan
cara asal jadi harus sepenuhnya ditinggalkan (Nurdin, 2009).
Jenis Kayu
Berbagai jenis kayu yang banyak dipakai sebagai bahan bangunan,
diantaranya adalah:
1. Kayu jati: cocok untuk pintu dan jendela, mebel, konstruksi berat terutama
yang tidak terlindung,
2. Kayu kalimantan: jenisnya; kamper, kruing, bangkirai, meranti, laban dan
sebagainya, cocok untuk segala macam konstruksi bangunan terutama yang
terlindung dari pengaruh panas dan air,
3. Kayu glugu (kelapa): masih banyak dipakai untuk membuat kuda-kuda
rumah,terutama pohonnya yang sudah benar-benar tua,
4. Kayu nangka, sawo, mahoni, rasamala: masih banyak digunakan rumah-rumah
di desa
(Puspantoro, 1992).
Menurut Martawijaya et al. (1995) ada 30 jenis kayu perdagangan
diantaranya agathis (Agathis spp), balau (Shorea spp. dan Hopea spp.), bangkirai
(Shorea laevis Ridl), bintangur (Calophyllum spp.), durian (Durio spp.), eboni
(Diospyros celebica), gerunggang (Cartoxylon arbosences BI), jati (Tectona
(Dipterocarpus spp), mahoni (Swietenia spp), matoa (Pometia spp), medang
(semua famili Lauraceae kecuali genus Eusideroxylon), mentibu (Dactylocladus
stenostachys Oliv), meranti kuning (Shorea spp.), meranti putih (Shorea spp.),
merawan (Hopea spp), mersawa (Anisoptera spp), nyatoh (Ganua sp., Palaquium
spp., Payena spp), palapi (Heritiera spp), pasang (Litocarpus spp., dan Quercus
spp.), pulai (Alstonia spp.), ramin (Gonystylus spp.), rengas (Gluta spp), resak
(Vatica spp), sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb), sonokembang (Pterocarpus
indicus Willd), sungkai (Peronema canescens Jack).
Pada saat sekarang ini dengan meningkatnya permintaan akan kayu untuk
perumahan dan gedung, penyediaan kayu yang kualitas tinggi mengalami
penurunan. Kualitas kayu terutama kelas awet makin langka didapatkan, maka
pada era sekarang dalam penggunaan kayu untuk pembangunan perumahan dan
gedung mulai didominasi jenis-jenis kayu yang kurang awet. Peningkatan jumlah
penduduk Indonesia yang mencapai 2,5% per tahun mengakibatkan meningkatnya
permintaan akan bahan kayu konstruksi dan untuk mebel. Dalam tahun 2000 saja
seperti dilaporkan oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, bahwa
Indonesia telah membangun lebih dari 700 ribu unit rumah per tahun, dengan
kebutuhan kayu 2,2 juta m3. Kebutuhan kayu tersebut dihitung hanya untuk bahan
konstruksi rumah baru tanpa memperhitungkan kebutuhan kayu untuk renovasi
rumah-rumah yang rusak (Rudi, 2002).
Rendemen
Pada industri penggergajian, pengertian rendemen adalah perbandingan
volume kayu gergajian yang dihasilkan dan volume log yang digunakan, secara
keberhasilan proses produksi, sebagai dasar perhitungan biaya produksi (harga
pokok) dan untuk mengetahui besarnya limbah yang terjadi dalam proses
penggergajian. Pengukuran rendemen di lapangan dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu cara percobaan penggergajian dan cara statistik (Dephutbun, 1999).
Tinggi rendahnya rendemen dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling
berinteraksi dalam suatu kilang penggergajian. Walau tidak satupun kilang
penggergajian yang sama satu dengan yang lain, namun faktor yang
mempengaruhi rendemen umumnya sama antar satu kilang penggergajian dengan
yang lainnya. Dephutbun (1999) yang menyebutkan faktor-faktor tersebut dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Keadaan Log
Keadaan log yang mempengaruhi rendemen adalah diameter, panjang, taper,
kebundaran dan kualitas log. Rendemen semakin meningkat dengan
bertambahnya diameter log. Kekecualian dari hubungan tersebut dapat terjadi
bila log tersebut terlalu besar, biasanya ditemui pada kayu keras tropis. Log ini
biasanya sudah terlalu tua, banyak mengandung bagian yang tidak sehat atau
gerowong. Log yang panjang pada hakekatnya tidak mempengaruhi rendemen
dengan asumsi tapernya nol sehingga dapat diperoleh kayu gergajian dengan
panjang penuh (full lenght lumber). Akan tetapi semakin panjang log biasanya
mengandung taper semakin besar sehingga rendemen menurun. Penurunan
rendemen sangat nyata pada panjang lebih dari 5 m. Hal ini karena banyak kayu
yang hilang menjadi sebetan. Hubungan antara taper dan rendemen adalah
semakin besar taper maka rendemen semakin turun. Log yang berkualitas
disebabkan bagian kayu yang cacat harus dibuang untuk meningkatkan
kekuatan dan penampilan kayu gergajian sehingga rendemen menurun.
2. Lebar Irisan Gergaji (Kerf)
Penurunan lebar irisan gergaji akan meningkatkan nilai rendemen karena
mengurangi limbah serbuk gergaji dan kemungkinan penambahan sortimen
sebagai akibat akumulasi pengurangan lebar irisan gergaji. Sebagai contoh,
pengurangan lebar irisan dari 9,5 mm menjadi 7,1 mm akan meningkatkan
rendemen sekitar 7 %.
3. Ukuran Kayu Gergaji
Kilang penggergajian akan memproduksi ukuran kayu gergajian yang
dimensinya cukup besar maka lintasan gergaji dibuat semakin sedikit sehingga
serbuk gergaji yang terbuang semakin kecil. Hal ini menyebabkan rendemen
yang diperoleh semakin besar. Walaupun demikian semakin banyak campuran
sortimen yang dibuat dengan berbagai macam ukuran maka rendemen dapat
pula meningkat. Hal ini disebabkan semakin banyaknya kayu dapat
dimanfaatkan dari sebetan.
4. Ukuran Kasar Kayu Gergajian Basah
Ukuran kasar kayu gergajian basah pada dasarnya mengandung beberapa spilasi
(allowance). Spilasi ini merupakan ukuran yang dilebihkan pada waktu
menggergaji agar ukuran akhir sortimen sesuai dengan ukuran permintaan.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan ukuran permintaan secara tepat maka
ukuran akhir harus ditambahkan dengan spilasi penyusutan kayu, spilasi
penyusutan dan variasi penggergajian yang dalam istilah teknis disebut sebagai
yang berlebihan menyebabkan ukuran target menjadi besar dan mengakibatkan
ukuran akhir akan menjadi ukuran-lebih (over size) atau sebaliknya akan
menjadi ukuran-kurang (under size). Keadaan ini akan menyebabkan turunnya
rendemen baik karena penurunan mutu maupun penolakan (rejected).
5. Personel
Personel yang paling menentukan rendemen penggergajian adalah saw master
dan operator mesin gergaji. Keputusan personel ini dalam menentukan
pembelahan log sangat mempengaruhi rendemen yang akan diperoleh. Oleh
karena berbagai macam ragam log yang masuk ke dalam kilang penggergajian
maka saw master dan operator mesin harus membuat beribu-ribu keputusan
setiap hari. Kelelahan, keterbatasan pengetahuan atau kemampuan, atau kurang
hati-hati dapat menghasilkan keputusan yang kurang baik. Dalam beberapa
kasus, demikian banyak variabel yang harus dipertimbangkan dalam waktu
yang pendek sehingga saw master atau operator yang paling baik sekalipun
hampir-hampir tidak mungkin membuat keputusan maksimum.
6. Kondisi dan Pemeliharaan Mesin
Pada kondisi mesin yang baik, bagian-bagian peralatannya akan berfungsi dan
beroperasi dengan lancar serta memberikan akurasi yang tinggi dibandingkan
dengan mesin yang kurang baik. Semua mesin-mesin tersebut di atas apabila
tidak dipelihara dengan baik maka ketepatan kerja semakin lama semakin
menurun. Hal ini menyebabkan variasi penggergajian dari mesin tersebut
semakin lama semakin tinggi. Semakin tinggi variasi penggergajian rendemen
Tipe-Tipe Kayu Gergajian dan Teknologinya
Perubahan kayu bulat ke kayu gergajian, suatu proses sederhana dalam
bentuknya yang elementer, terdiri atas penggergajian papan dari kayu bulat,
membuat persegi pinggir-pinggirnya dengan menggergaji dan memotongnya
menurut ukuran panjang. Proses tersebut dapat diselesaikan dengan kekuatan
tangan apabila perlu, dengan cara pengolahan kayu gergajian seperti yang
dilakukan disejumlah negara-negara kurang maju di dunia. Tetapi perusahaan
penggergajian modern sekarang ini telah menjadi proses teknik yang tinggi yang
menggunakan pengamat elektronik dan komputer untuk mengatur
langkah-langkah penting dalam operasinya. Ekonomi yang mengharuskan bahwa sebanyak
mungkin kayu gergajian diperoleh dari kayu bulat, dengan menggunakan metode
yang mampu membuat laju produksi tinggi (Bowyer et al., 2003).
Alat Manual
Menurut Willy (2005) bahwa mistar, besi siku (try-square), bor, palu,
obeng, penjepit (cramp), pahat dan lain-lain merupakan peralatan sederhana yang
membutuhkan kemahiran dalam menggunakannya. Peralatan pendukung tersebut
merupakan alat untuk menyempurnakan sambungan, mengecek mutu bahan
terhadap rupa, kontur dan kecukupan dimensi.
Gergaji tangan (hand saw) terdapat berbagai macam jenis ukuran dan
variasi handle, dan mata gergaji. Dua jenis handle yang sering digunakan adalah
kayu dan plastik. Sedangkan mata gergaji, bila mata gergaji pendek, seragam dan
rapat maka berfungsi sebagai gergaji potong (crosscut saw), dan bila mata gergaji
Inti dari beragam alat potong tersebut menjaga agar potongan gergaji lurus, tipis,
siku dan kontinu.
Alat Masinal
1. Mesin Potong/Gergaji Lingkar (Cross-cutting Saw dan Edging Saw)
Pengoperasian mesin gergaji lingkar umumnya tidak membawa kesulitan
namun tetap diperlukan tentang jenis-jenis dan sifat kayu. Bila tidak maka akan
banyak kayu terbuang karena kesalahan menguasai cara potong terhadap ragam
kayu. Hasil setinggi-tingginya tergantung pada baik atau tidaknya daun gergaji.
Menurut Koch (1964) menyebutkan bahwa gergaji lingkar digunakan
dalam seluruh tahapan pengerjaan kayu dari industri primer penggergajian hingga
toko perabotan dan bengkel perumahan. Prinsip kerja dan penggunaan dari mesin
gergaji pita tidak jauh berbeda dengan gergaji lingkar.
2. Mesin Ketam/Serut
Mesin ketam atau serut sangat membantu dalam proses penghalusan kayu,
cost-saving dan time-saving. Dapat pula dengan pilihan mata pisau tertentu
membuat groove, untuk celah kaca jendela, ataupun pintu. Perlu keterampilan
khusus karena ketidakstabilan dalam menahan getaran akan menghasilkan gagal
serut/tatal yang sangat buruk bagi sebuah kayu. Suara mesinnya merupakan yang
paling bising diantara seluruh jenis mesin, dan menghasilkan serpihan sampah
kayu/serutan yang sangat banyak. Sebaiknya mulai dengan sisi yang cekung.
Penting pula diketahui keadaan mesin, kecepatan putar pisau. Mesin yang sudah
tua dengan bantalan peluru sudah longgar dan goyang atau daun meja yang miring
dapat menghasilkan ketaman yang buruk. Kecepatan putar minimal 4.500
3. Mesin Bor (Drill)
Mesin bor bekerja dengan putaran mata bor searah jarum jam dengan
berbagai ukuran, dan jenis pisau disesuaikan dengan bahan, berbagai jenis kayu,
besi, tembok beton, granite. Kecepatan putar mata bor lebih dari 1000 rpm tanpa
beban. Perlu kemahiran khusus untuk menghasilkan permukan kayu agar tetap
halus, serta kejelian dalam mengatur derajat vertikal bor.
4. Mesin Girik (Router)
Mesin untuk membuat pola lubang celah dengan bentuk atau pola tertentu
pada kayu seperti sekoneng, bentuk lubang persegi pada tengah kayu, atau pola
ukir seperti gambar atau tulisan. Mesin yang menghasilkan bentuk dengan rupa
kedalaman, profil, serta dapat mencetak figur-figur atau ornamen. Dengan
menyertakan model fixture nya sehingga gerakan mata pisau akan mengikuti
fixture-nya. Prinsip kerja pisau seperti mata bor vertikal yang berputar kencang
dan memakan kayu menjadi serpihan, hanya saja belum dapat membentuk sudut
siku persegi, sehingga harus dibantu tahap berikutnya oleh tatah/pahat. Kecepatan
pisau lebih dari 27000 rpm.
5. Mesin Profil (Moulding Machine)
Mesin profil dapat digunakan untuk menghasilkan cornice, plinth serta
edging mengikuti mall yang telah dibuat terlebih dahulu, dan prinsip kerja mesin
menyerupai mesin router.
Mesin bekerja dengan prinsip gerak orbital (4000 s/d 5000 orbit per
menit), dengan memasang lembaran ampelas pada mesin kemudian
menggerakannya ke sekeliling permukaan. Kelalaian posisi, seperti miring, dapat
membuat permukaan kayu tergores (scratch) sehingga semakin sulit untuk
dikembalikan seperti semula. Sulit menjangkau celah atau rongga tertentu pada
furniture, khususnya ukiran. Jenis lainnya adalah ampelas dengan bentuk tabung
kecil untuk menjangkau sudut yang sulit dijangkau, namun dalam beberapa hal
masih jauh lebih baik menggunakan tangan.
Budianto (1987) menyebutkan bahwa perlu diperhatikan jenis mesin yang
akan dipergunakan. Mesin-mesin tunggal yang ada dipasaran dapat dibedakan
atas:
1. Mesin Standar (general purposes machine) merupakan mesin dasar pada jalur
proses produksi, mesin yang harus ada atau paling banyak digunakan untuk
mengerjakan benda kerja yang bervariasi (job order), contoh: mesin ketam
perata, mesin ketam penebal, mesin gergaji potong. Mesin ini tidak otomatis
dan menuntut keahlian operator.
2. Mesin Spesial (special purpose machine) merupakan mesin otomatis yang
bekerja langsung pada satu fungsi atau pengerjaan. Tidak banyak dibutuhkan
keahlian operator, cukup seorang ahli yang mengatur pada persiapan produksi
saja, setelah itu hanya diperlukan pengawasan. Contoh: Mesin multispindle,
yang berporos 6, Mesin pres panas.
Di Indonesia, banyak sekali perusahaan yang mempunyai mesin industri
kayu modern, tetapi mesin-mesin itu tidak dapat digunakan secara maksimal.
Kesalahan tersebut sebenarnya sangat kompleks. Yang terutama, waktu pemilihan
dan pembelian mesin tersebut tidak memperhatikan keadaan dan situasi bengkel
dan perusahaan. Suatu investasi yang sia-sia dan lebih parah lagi dapat
menghambat jalur proses produksi yang sudah berjalan, karena masalah tempat.
Penyusunan mesin-mesin produksi tanpa rencana perkembangan usaha sangat
mengacaukan sistem produksi, terutama pada produksi seri (Budianto, 1987).
Pandangan pada Mesin dalam Proses Produksi
Kedudukan dan fungsi mesin sangat menentukan proses produksi.
Jalur-jalur jalan benda kerja dari suatu mesin ke mesin yang lain memerlukan
perencanaan, terutama pada sistem produksi job-order yang memerlukan rencana
waktu bulanan menurut urutan order yang akan dikerjakan. Perhitungan kapasitas
mesin merupakan dasar perencanaan proses produksi. Maka besarnya kapasitas
mesin merupakan hal yang penting untuk diperhatikan (Budianto, 1987).
Dalam suatu perusahaan kayu, mesin-mesin merupakan bagian terbesar
modal perusahaan. Karena itu wajarlah, bila perawatan menuntut perhatian penuh.
Ada mesin yang sudah hancur dalam 3 sampai 5 tahun. Ada pula yang setelah 15
tahun masih berjalan lancar baik. Semua mesin harus dibersihkan setiap minggu
sekali. Bukan hanya bagian luar yang dapat terlihat dari saja. Justru pada bagian
dalam mesin terdapat banyak tempat (roda gigi, poros mesin) yang sering
mengakibatkan macetnya mesin bila tidak dibersihkan dengan teliti. Bagian mesin
dengan minyak tanah, ulir atau drat dapat berakibat permukaan menjadi kasar, dan
lapisan kasar itu sukar sekali dihilangkan (Lerch, 1991).
Menurut Lerch (1991) menyebutkan bahwa motor mesin elektro sekali
seminggu harus dibersihkan dengan kipas mesin (tangan atau elektro) pada
kumparannya untuk menghilangkan debu yang melekat. Satu kali setahun mesin
harus dibersihkan menyeluruh. Beberapa kali bagian mesin harus dilepas.
Bagian-bagian yang berputar harus dicuci dahulu dan kemudian diberi lemak. Pada motor
yang banyak terkena debu (mesin ampelas misalnya), baiklah kalau tutup-tutup
motor bagian luar dilepas, agar kumparan-kumparan dapat dibersihkan dengan
baik. Pembersihan dilakukan dengan kain yang dibasahi bensin. Untuk melumas
bantalan peluru digunakan lemak yang tidak mengandung asam, tetapi jangan
terlalu penuh. Sering bantalan peluru menjadi panas, bukan karena kurang lemak,
melainkan justru kebalikannya, terlalu banyak lemak. Cukup tiap dua sampai tiga
minggu sekali ditambahkan lemak sedikit (1-2 kali putaran pada press lemak).
Pemeliharaan mesin dan alat pembangunan menolong agar kecelakaan
terjadi sejarang mungkin. Pekerjaan pemeliharaan yang teratur juga
menghindarkan kerusakan yang berat dan biaya perbaikan yang tinggi. Alat-alat
dan suku cadang mesin yang biasanya dibeli dari luar negeri mahal sekali
sehingga pemeliharaan penggunaan mesin dan alat pembangunan secara teratur
akan bermanfaat. Pemeliharaan mesin dan alat tersebut dapat dibagi atas:
pembersihan, pencegahan kerusakan, termasuk pelumasan dan perlakuan
Istilah-istilah yang digunakan pada pekerjaan pemeliharaan dapat
didefinisikan sebagai berikut: perawatan, inspeksi, perbaikan dan pemeliharaan
pencegahan.
1. Perawatan
Tindakan-tindakan bagi perlindungan dalam keadaan baik. Perawatan terdiri
atas: pelumasan, pembersihan dan penyetelan yang tepat.
2. Inspeksi
Kontrol dan pertimbangan keadaan sebagai dasar penentuan pekerjaan
perbaikan revisi.
3. Perbaikan
Tindakan-tindakan bagi penyediaan keadaan baik. Perbaikan terdiri atas:
perbaikan dan revisi.
4. Pemeliharaan pencegahan
Inspeksi dan service dilakukan secara teratur pada waktu tertentu, walaupun
mesin atau alat masih dalam keadaan baik.
Tujuan pekerjaan pemeliharaan ialah pencegahan kerusakan beserta
butir-butir lainnya seperti berikut:
1. Penetapan standar dan nilai inventaris. Ketentuan ini berarti agar alat dan
mesin pembangunan, kendaraan dan sebagainya (inventaris) selalu dapat
digunakan dan gangguan oleh kerusakan agak jarang terjadi
2. Minimalisasi ongkos-ongkos perbaikan, gangguan dan alat-alat pengganti