• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR

NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG

PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH

SISTEM RAJUK MENGGUNAKAN ALAT PONTON ISAP PRODUKSI (PIP) PADA IZIN USAHA PERTAMBANGAN OPERASI PRODUKSI DARAT DI WILAYAH

KABUPATEN BELITUNG TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pertambangan Umum, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Pengelolaan Pertambangan Timah Sistem Rajuk Menggunakan Alat Ponton Isap Produki (PIP) pada Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Darat di Wilayah Kabupaten Belitung Timur;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Barat dan Kabupaten Belitung Timur di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4268);

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

(2)

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 224, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4161);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5142);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111) sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;

12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 285);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2012 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 29);

14. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL);

(3)

15. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 02 Tahun 2013 tentang Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan yang Dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota;

16. Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 07 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pasca Tambang;

17. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor : 555.K/26/M.PE/1995 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum;

18. Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Timur Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral (Lembaran Daerah Kabupaten Belitung Timur Tahun 2011 Nomor 11);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SITEM RAJUK MENGGUNAKAN ALAT PONTON ISAP PRODUKSI (PIP) PADA IZIN USAHA PERTAMBANGAN OPERASI PRODUKSI DARAT DI WILAYAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Belitung Timur. 2. Bupati adalah Bupati Belitung Timur.

3. Dinas adalah Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Belitung Timur.

4. Kepala Inspektur Tambang yang selanjutnya disebut KAIT adalah Pejabat yang secara ex-officio menduduki jabatan Kepala dinas teknis Kabupaten/Kota yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang pertambangan mineral dan batubara di Pemerintahan Kabupaten.

5. Inspektur Tambang adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak melakukan inspeksi tambang.

6. Kepala Teknik Tambang yang selanjutnya disebut KTT adalah seseorang yang bertanggungjawab atas terlaksananya serta ditaatinya peraturan perundang-undangan keselamatan dan kesehatan kerja pada suatu kegiatan usaha pertambangan diwilayah yang menjadi tanggungjawabnya.

7. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi: penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, kontruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.

(4)

8. Mineral adalah senyawa organik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan Kristal teratur atau gabungannya yang membentuk bantuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.

9. Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah.

10. Usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.

11. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan.

12. Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas dan investasi terbatas.

13. Ponton Isap Produksi yang selanjutnya disingkat PIP adalah peralatan yang mengapung diatas air dengan ukuran, bentuk dan jenis material yang telah ditentukan untuk melakukan pekerjaan penambangan.

14. Sistem rajuk adalah kegiatan penambangan yang dilakukan diatas ponton, dengan posisi monitor pompa semprot dan monitor pompa isap terendam didalam air serta untuk mengarahkan monitor dibantu dengan tongkat selanjutnya digerakan dengan hentak-hentakan (dirajuk-rajuk).

15. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau Upaya Pengelolaan Lingkungan selanjutnya disebut UKL dan Upaya Pemantauan Lingkungan selanjutnya disebut UPL dalam rangka pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. 16. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah

wilayah yang memiliki potensi mineral tidak terkait dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari rencana tata ruang nasional.

17. Wilayah Pertambangan Rakyat yang selanjutnya disebut WPR adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat.

BAB II

PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM RAJUK Bagian Kesatu

Persyaratan Pemegang IUP Darat Menggunakan Metode Ponton Isap Produksi Sistem Rajuk

Pasal 2

(1) Pemegang IUP wajib mengajukan permohonan tentang kegiatan penambangan timah menggunakan metode PIP sistem rajuk kepada Bupati.

(2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melampirkan:

(5)

a. perubahan izin lingkungan;

b. perubahan dokumen rencana reklamasi tambang dan dokumen rencana penutupan tambang;

c. dokumen rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dan Dokumen Rencana Teknis Tahunan dan Lingkungan (RKTTL) yang telah disetujui Bupati;

d. surat pernyataan tentang kesanggupan untuk melaksanakan peraturan perundangan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan lingkungan hidup;

e. surat pernyataan kesanggupan mengikutsertakan pekerja di program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan;

f. data pekerja pada kegiatan penambangan sistem rajuk disampaikan kepada Bupati melalui Dinas yang membidangi ketenagakerjaan dan Dinas yang membidangi pertambangan dan data pekerja tersebut harus diketahui oleh Ketua RT, BPD, Kepala Desa dan Camat setempat;

Bagian Kedua Kriteria Sistem Rajuk

Pasal 3

(1) Kegiatan pertambangan timah sistem rajuk hanya dapat dilaksanakan pada IUP Operasi Produksi komoditas logam (timah).

(2) Pertambangan timah sistem rajuk hanya dilaksanakan di wilayah pertambangan timah yang berupa eks galian/kolong eks tambang dengan area aliran air yang tertutup dan berada di dalam Wilayah IUP Operasi Produksi Darat.

(3) Kegiatan penambangan timah sistem rajuk dilakukan per blok penambangan yang ditentukan oleh KTT.

(4) Kegiatan penambangan timah menggunakan PIP dengan posisi tempat pencucian timah (sakhan) berada diatas air atau diatas ponton.

Pasal 4

Kegiatan pertambangan sistem rajuk dilarang dilaksanakan di: a. tepi pantai;

b. laut; c. sungai;

d. kawasan hutan produksi, hutan lindung dan hutan konservasi; dan

e. sarana dan prasarana umum.

Pasal 5

(1) Operasional PIP harus mengacu pada perencanaan tambang pemegang IUP Operasi Produksi.

(2) Operasional PIP tetap menjadi tanggungjawab pemegang IUP Operasi Produksi.

(6)

(3) Sebelum dioperasikan Kepala Teknik Tambang (KTT) harus membuat prosedur operasi standar tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta perlindungan lingkungan sebagai acuan operasional yang disampaikan kepada KAIT untuk disetujui sesuai kewenangannya.

(4) Waktu operasional tambang sistem rajuk dibatasi hanya dari jam 08.00 sampai dengan 16.00 Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB).

(5) Apabila pada waktu operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terjadi gangguan cuaca yang dapat mengganggu kegiatan operasional, maka kegiatan penambangan harus dihentikan.

(6) Dampak beroperasinya PIP dengan sistem rajuk terhadap lingkungan hidup menjadi tanggungjawab pemegang IUP-OP wajib dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga

Persyaratan Pelaksanaan Pengoperasian dan Spesifikasi Ponton serta Peralatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Metode Ponton Isap Produksi Darat Sistem Rajuk

Pasal 6

(1) Persyaratan pelaksanaan pengoperasian dengan metode PIP sistem rajuk, meliputi:

a. persyaratan teknis; dan b. persyaratan operasional.

(2) Persyaratan teknis, persyaratan operasional, spesifikasi ponton dan peralatan Kelamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta desain gambar PIP, sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

Bagian Keempat

Tata Cara Operasional Metode Ponton Isap Produksi Darat Sistem Rajuk

Pasal 7

Tata cara operasional kegiatan penambangan timah dengan metode PIP sistem rajuk, sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

Bagian Kelima

Larangan dalam pengoperasian Pasal 8

Pengoperasian metode Ponton Isap Produksi Darat Sistem Rajuk, dilarang untuk:

(7)

a. mengoperasikan ponton tanpa persetujuan tertulis dari KTT; b. bentuk persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf

a, antara lain:

1. persetujuan kelayakan ponton isap produksi.

2. persetujuan orang/pekerja yang akan bekerja pada ponton isap produksi.

3. persetujuan wilayah yang akan dilakukan kegiatan penambangan oleh ponton isap produksi didalam IUP.

c. mengoperasikan ponton dimalam hari;

d. mengoperasikan ponton selain penambangan eks galian/kolong yang wilayahnya sudah ditetapkan;

e. melakukan penyelaman ke dalam eks galian/kolong untuk mengarahkan monitor isap dan upaya perbaikan rajuk;

f. melakukan perbaikan ponton isap produksi di air; g. setiap pekerja dilarang:

1. turun dari ponton selain menggunakan tangga yang menghubungkan ponton dengan daratan.

2. berjalan melalui tepi ponton selama aktifitas kegiatan operasional.

h. mengubah spesifikasi teknis ponton yang telah ditentukan; dan i. mengoperasikan 1 (satu) unit ponton lebih dari 5 (lima) pekerja.

Bagian Keenam

Inspeksi dan Kelaikan Operasi Pasal 9

(1) Sebelum PIP dioperasikan harus dilakukan Inspeksi oleh Kepala PIP untuk mendapatkan persetujuan dari KTT.

(2) PIP sebelum beroperasi untuk pertamakali dilakukan pengujian kelaikan operasi ponton.

Pasal 10

(1) Pengujian kelaikan operasi PIP dilakukan setahun sekali.

(2) Pengujian dilaksanakan oleh pemegang IUP Operasi Produksi yang disaksikan oleh Inspektur Tambang.

(3) Pengujian kelaikan operasi ponton dinyatakan dalam surat bukti kelaikan alat yang dikeluarkan oleh Dinas teknis sesuai dengan kewenangannya.

BAB III

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu

Pembinaan Pasal 11

(1) Bupati melalui Dinas melakukan pembinaan atas pelaksanaan kegiatan pertambangan timah metode Ponton Isap Produksi Darat Sistem Rajuk.

(8)

(2) Pembinaan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit terhadap: a. pengadministrasian pertambangan;

b. teknis operasional pertambangan; c. penerapan standar ponton; dan

d. penerapan standar kompetensi tenaga kerja pertambangan.

Bagian Kedua Pengawasan

Pasal 12

(1) Bupati melalui Dinas melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan pertambangan timah metode Ponton Isap Produksi Darat Sistem Rajuk.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

a. teknis penambangan;

b. keselamatan dan kesehatan pekerja tambang; c. keselamatan operasi pertambangan;

d. pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi dan pasca tambang; dan

e. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan.

(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Inspektur Tambang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

a. evaluasi terhadap laporan rencana dan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan timah sistem rajuk; dan b. inspeksi ke lokasi tambang.

(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun.

Bagian Ketiga

Pelaksanaan Pengawasan Pasal 13

(1) Pengawasan oleh Inspektur Tambang dilakukan melalui:

a. evaluasi terhadap laporan berkala dan/atau sewaktu-waktu; b. pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu; dan

c. penilaian atas keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan.

(2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Inspektur Tambang melakukan kegiatan inspeksi, penyelidikan, dan pengujian.

(9)

(3) Dalam melakukan inspeksi, penyelidikan dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Inspektur Tambang berwenang untuk:

a. memasuki tempat kegiatan usaha pertambangan setiap saat; b. menghentikan sementara waktu sebagian atau seluruh kegiatan pertambangan mineral apabila kegiatan pertambangan dinilai dapat membahayakan keselamatan pekerja/buruh tambang, keselamatan umum, atau menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan; dan

c. mengusulkan penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada huruf b, menjadi penghentian secara tetap kegiatan pertambangan mineral kepada Kepala Inspektur Tambang.

Pasal 14

(1) Pengawasan dilakukan oleh Pejabat yang ditunjuk oleh Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui:

a. pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu maupun pemeriksaan terpadu; dan/atau

b. verifikasi dan evaluasi terhadap laporan pemegang IUP. (2) Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) Pejabat yang ditunjuk berwenang memasuki tempat kegiatan usaha pertambangan setiap saat.

(3) Hasil pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara dan di sampaikan kepada Bupati.

BAB IV

PEKERJA TAMBANG METODE PONTON ISAP PRODUKSI SISTEM RAJUK

Pasal 15

(1) Pada setiap PIP harus ada seorang Kepala PIP yang bertugas memimpin.

(2) Kepala PIP bertanggungjawab atas keselamatan dan kesehatan orang di PIP serta tempat lainnya yang berada dibawah pengawasannya.

(3) Setiap PIP dilarang beroperasi tanpa kehadiran Kepala PIP dan/atau wakilnya di atas PIP.

(4) Untuk diangkat menjadi Kepala PIP atau Wakil Kepala PIP harus memenuhi kualifikasi yang ditetapkan KTT dan namanya dicatat dalam buku tambang.

(10)

Pasal 16

(1) Pekerja tambang dengan metode Ponton Isap Produksi Darat Sistem Rajuk harus dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. (2) Pekerja wajib diikutkan pada asuransi BPJS Kesehatan dan

BPJS Ketenagakerjaan.

(3) Pekerja harus bisa berenang.

(4) Paling sedikit 90 % (sembilan puluh per seratus) dari jumlah pekerja wajib warga Kabupaten Belitung Timur.

(5) Anak-anak dibawah umur 18 (delapan belas) tahun dilarang untuk menjadi pekerja di atas ponton isap.

(6) Data Pekerja Tambang wajib dilaporkan sebulan sekali ke SKPD yang membidangi Ketenagakerjaan.

(7) Pekerja tambang yang bekerja untuk sementara waktu atau orang yang mendapat izin dari KTT/Kepala PIP apabila tidak dapat berenang harus selalu memakai rompi pelampung selama berada di atas PIP.

Pasal 17

Apabila seseorang jatuh kedalam air di sekeliling PIP, maka: a. tanda bahaya harus segera dibunyikan;

b. pekerjaan penggalian dan pemompaan harus segera dihentikan; dan

c. KTT dapat memerintahkan pekerjaan penggalian dan pemompaaan dimulai kembali setelah orang terjatuh ditemukan atau upaya pencarian maksimal telah dilakukan.

BAB V

SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 18

(1) Setiap kegiatan penambangan dengan ponton isap produksi sistem rajuk yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan Bupati ini, akan dikenakan sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan pertambangan sistem rajuk; dan/atau

c. pencabutan izin terhadap kegiatan pertambangan dengan metode ponton isap produksi sistem rajuk.

(2) Sanksi administratif diberikan oleh Bupati melalui Dinas.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 19

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Bupati ini akan diatur lebih lanjut oleh Bupati berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(11)

Pasal 20

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Belitung Timur.

Ditetapkan di Manggar

pada tanggal 24 November 2014 BUPATI BELITUNG TIMUR, ttd

BASURI TJAHAJA PURNAMA

Diundangkan di Manggar

pada tanggal 25 November 2014 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR,

ttd TALAFUDDIN

BERITA DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR TAHUN 2014 NOMOR 59 Salinan sesuai dengan aslinya

Plt. KEPALA BAGIAN HUKUM, ttd

AMRULLAH, SH Penata(III/c)

(12)

TEKNIS PENGOPERASIAN PONTON ISAP PRODUKSI (PIP)

BAGIAN PENJELASAN/KETERANGAN

PERSYARATAN TEKNIS PIP, PERSYARATAN OPERASIONAL, SPESIFIKASI

PONTON DAN PERALATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) SERTA GAMBAR DESAIN PIP

A. PERSYARATAN TEKNIS

1. Titik berat PIP dibuat serendah mungkin dan konstruksi/bahan pembuat kompartemen/ponton harus mampu menahan beban yang dipikulnya.

2. Agar PIP laik operasi maka ponton/kompartemen yang terbuat dari baja dan drum plastik High Density Polyethylene (HDPE) harus memiliki ketebalan plat/drum plastik sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah ditentukan.

3. Tinggi ponton yang berada diatas permukaan air harus dapat mengamankan lantai atas ponton dari air yang masuk dari luar, baik saat beroperasi maupun saat memuat beban (bijih timah) maksimal.

4. Sekeliling ponton harus dilindungi dari benturan dengan memasang pelindung benturan.

5. Kelengkapan keselamatan yang harus tersedia pada PIP, yaitu: a. alat pemadam api ringan (APAR) sesuai dengan kebutuhan dan

peruntukannya;

b. sirine untuk tanda bahaya;

c. radio komunikasi untuk sarana komunikasi ke darat;

d. busur pengukur kemiringan yang mudah dibaca dan dipasang pada posisi melintang di ruang kendali;

e. pelampung bulat sesuai kebutuhan yang diberi tali pengikat dengan panjang minimal 25 (dua puluh lima) meter;

f. sauh kecil sesuai kebutuhan dengan panjang tali minimal 25 (dua puluh lima ) meter;

g. pengait sesuai kebutuhan dengan panjang tangkai 5 (lima) meter;

h. alat penangkal petir sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan

i. jembatan penghubung sebagai alat untuk naik turun pekerja ke PIP.

6. Batas maksimum kapasitas pompa isap yang digunakan pada PIP adalah 4 (empat) m3/jam.

7. Pengujian kelaikan operasi PIP dilakukan setahun sekali.

8. Pengujian dilaksanakan oleh perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang disaksikan oleh Inspektur Tambang. 9. Pengujian kelaikan operasi PIP dinyatakan dalam surat bukti

kelaikan alat yang dikeluarkan oleh dinas teknis sesuai dengan kewenangannya.

LAMPIRAN I : PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 59 TAHUN 2014

TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM RAJUK MENGGUNAKAN METODE PONTON ISAP PRODUKI PADA IZIN USAHA PERTAMBANGAN OPERASI PRODUKSI DARAT.

(13)

10. Setiap 3 (tiga) PIP dilengkapi minimum 1 (satu) sampan yang mempunyai daya tampung cukup untuk kebutuhan jumlah pekerja.

11. Pompa dan penggeraknya diberi pelindung untuk melindungi keselamatan pekerja.

B. PERSYARATAN OPERASIONAL

1. Waktu operasi PIP dibatasi hanya pada siang hari.

2. Apabila pada siang hari terjadi gangguan cuaca yang dapat mengganggu kegiatan operasional, maka kegiatan penambangan harus dihentikan.

3. Pengoperasian PIP di lokasi tertentu harus sesuai dengan rencana kerja yang telah disetujui oleh Kepala Teknik Tambang.

4. Penanggung jawab operasi PIP dapat menghentikan sementara kegiatan operasi sampai segala ketentuan dalam keselamatan kerja pertambangan dan Prosedur Operasi Standard dipenuhi.

5. Emisi yang dihasilkan dari mesin PIP harus mengacu pada baku mutu kendaraan bergerak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6. Dampak beroperasinya PIP terhadap lingkungan hidup wajib

dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

C. SPESIFIKASI PONTON DAN PERALATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

Spesifikasi pontoon

1. Bagian-bagian utama Ponton Isap Produksi Sistem Rajuk, meliputi:

a. Ponton;

b. Alat rajuk dan permesinan; dan c. Sakhan/sluice box.

2. Bagian-bagian pendukung pada Ponton Isap Produksi Sistem Rajuk, meliputi:

a. Peralatan keselamatan pada ponton Isap Produksi; dan b. Peralatan keselamatan pekerja di Ponton Isap Produksi. 3. Spesifikasi Ponton, sebagai berikut :

a. Ponton berukuran minimal 700 cm x 400 cm; b. Ponton terdiri dari:

1). Kerangka ponton 2). Drum

3). Lantai 4). Atap

4. Spesifikasi kerangka pada ponton sebagai berikut :

a. Kerangka dari kayu harus kuat dan mampu mengikat drum; dan/atau

b. Kerangka dari baja harus ringan atau tidak boleh lebih berat dari kerangka kayu.

5. Drum adalah drum plastik yang High Density Polyethylene (HDPE) dengan spesifikasi sebagai berikut:

a. ketebalan minimal 4 mm b. kapasitas minimal 240 Ltr c. Diameter minimal 55 cm 6. Spesifikasi lantai sebagai berikut:

a. Papan berukuran tebal minimal 2 cm

b. Plat baja ringan dengan tidak lebih berat dari bahan papan

(14)

7. Ponton memiliki atap dengan kerangka atap yang kuat dan ringan.

8. Spesifikasi alat rajuk dan permesinan sebagai berikut: a. Mesin Pompa tanah dengan kapasitas maksimal 30 PK; b. Mesin Pompa Semprot dengan kapasitas maksimal 30 PK; c. Pompa tanah dan pompa semprot;

d. Pondasi mesin pompa tanah dan pompa semprot; e. Tangki BBM maksimal 40 Liter;

f. Pipa spiral hisap ukuran maksimal 4,5 dim; g. Pipa rajuk Ukuran maksimal 4 dim; dan h. Mata rajuk.

9. Spesifikasi Sakhan (tempat pencucian Timah) di atas ponton, sebagai berikut :

a. Lebar maksimal 1,6 meter; dan b. Panjang maksimal 4,0 meter

c. Spesifikasi sakhan didarat dapat diatur sesuai dengan ukuran sakhan pada umumnya

10. Tinggi ponton yang berada diatas permukaan air harus dapat mengamankan lantai atas ponton dari air yang masuk dari luar pada saat beroperasi

11. Sekeliling ponton harus dilindungi dari benturan dengan memasang pelindung benturan

12. Setiap ponton wajib diberikan nomor yang terlihat jelas untuk memudahkan pengawasan

Peralatan keselamatan pada ponton Isap Produksi

1. alat pemadam api ringan (APAR) sesuai dengan kebutuhan dan peruntukannya.

2. sirine untuk tanda bahaya.

3. radio komunikasi untuk sarana komunikasi ke darat.

4. busur pengukur kemiringan yang mudah dibaca dan dipasang pada posisi melintang di ruang kendali

5. pelampung bulat sesuai kebutuhan yang diberi tali pengikat dengan panjang minimal 25 (dua puluh lima) meter

6. sauh kecil sesuai kebutuhan dengan panjang tali minimal 25 (dua puluh lima) meter

7. pengait sesuai kebutuhan dengan panjang tangkai 5 (lima) meter 8. alat penangkal petir sesuai dengan ketentuan yang berlaku

9. jembatan penghubung sebagai alat untuk naik turun pekerja ke PIP

10. Sungkup pengaman terhadap alat atau mesin yang berputar Pekerja pada Ponton Isap Produksi wajib memakai:

1. Baju pelampung 2. Helm safety; dan 3. Sepatu safety.

D. GAMBAR PIP DAN KELENGKAPANNYA

(15)

Gambar 1 : Susunan umum ponton terbuat dari plastik HDPE

(16)

Gambar 3 : Detail Palong

(17)

Gambar 5 : Detail Rajuk Dan Launder

2. Desain Ponton dari Plat Baja

(18)

Gambar 7 : Desain ponton dan rangka

(19)

Gambar 9 : Tapak di Ponton

(20)

Gambar 11 : Tenda

(21)

Gambar 13 : Bak atas dan Bandar batu

(22)

Gambar 15 : Pisau pemotong dan tiang alat angkat

(23)

Gambar 17 : Bandar tailing

---

BUPATI BELITUNG TIMUR ttd

BASURI TJAHAJA PURNAMA

Salinan sesuai dengan aslinya Plt. KEPALA BAGIAN HUKUM,

ttd

AMRULLAH, SH Penata(III/c)

(24)

TATA CARA OPERASIONAL

PONTON ISAP PRODUKSI (PIP) SISTEM RAJUK

BAGIAN PENJELASAN/ KETERANGAN

TATA CARA OPERASIONAL PIP

A. PERSIAPAN 1. Melakukan pemeriksaan ketinggian freeboard pada ponton sesuai dengan garis batas tinggi air. Apabila tinggi batas air tenggelam, pemeriksaan dilanjutkan untuk menemukan dugaan adanya titik kebocoran. 2. Memastikan bahwa PIP harus sudah tersandar dengan

baik di dermaga atau tangga penghubung ketika para pekerja akan menaiki PIP.

3. Menggunakan jembatan penghubung untuk menaiki PIP (pekerja dilarang naik dari sisi samping Ponton Isap Produksi).

4. Memakai alat pelindung diri (APD) dengan baik dan benar sebelum menaiki Ponton Isap Produksi. APD standar bagi pekerja terdiri dari: baju pelampung, sepatu keselamatan dan helm kerja.

5. Melakukan pemeriksaan semua perlengkapan operasi (bahan bakar, APAR, APD, alat komunikasi dan tali penambat) pada saat telah berada di dalam Ponton Isap Produksi.

6. Melakukan pemeriksaan kelaikan semua peralatan operasi (rajuk, mesin, sakhan dan tali) sebelum memulai operasi. Kondisi kelaikan teknis peralatan operasi yang diperiksa dicatat pada lembar khusus yang telah disediakan.

7. Meminta persetujuan operasi kepada Kepala PIP sebelum PIP dioperasikan. Kepala PIP memberikan persetujuan dengan menandatangani lembar persetujuan kelaikan operasi PIP.

8. Kawat haluan samping dan buritan harus ditambat dengan baik pada jangkar atau patok.

B. OPERASIONAL 1. Pekerja naik ke PIP melalui dermaga/jetty yang telah ditentukan.

2. Menempatkan posisi rajuk dengan bantuan 4 (empat) orang pekerja pada saat PIP telah berada di lokasi yang telah ditentukan.

3. Mengarahkan slang pengisap ke tempat rajukan sampai mendapatkan bijih timah.

4. Menghidupkan motor penggerak untuk menggerakkan mesin pompa.

5. Mengarahkan ujung rajuk ke titik lokasi yang telah ditentukan.

6. Pada saat pengisapan dan perajukan dilakukan, pekerja diharuskan tetap berada dalam jarak yang aman dari tepian PIP dan dari mesin isap untuk menghindari panas mesin serta uap buangan mesin.

LAMPIRAN II : PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 59 TAHUN 2014

TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM RAJUK MENGGUNAKAN METODE PONTON ISAP PRODUKI PADA IZIN USAHA PERTAMBANGAN OPERASI PRODUKSI DARAT.

(25)

7. Proses perajukan dan pengisapan sebagaimana dimaksud pada angka 6, dilaksanakan dengan tata cara yang sama ketika PIP berpindah tempat atau berdasarkan tata cara operasional yang berlaku.

8. Semua pekerja wajib memenuhi peraturan keselamatan kerja pertambangan dan Prosedur Operasi Standard yang berlaku.

C. TAHAP AKHIR OPERASIONAL

1. Memindahkan bijih timah yang telah terkumpul pada sakhan ke darat melalui sampan/perahu apabila telah mencapai batas kapasitas maksimum PIP.

2. Menghentikan kegiatan penambangan dan segera menyandarkan PIP ke dermaga apabila telah sore hari atau pada saat peralatan tidak dapat terlihat lagi dalam posisi normal.

3. Setelah PIP tersandar, para pekerja boleh membuka APD dan diletakkan di tempat yang telah disediakan. ---

BUPATI BELITUNG TIMUR ttd

BASURI TJAHAJA PURNAMA

Salinan sesuai dengan aslinya Plt. KEPALA BAGIAN HUKUM,

ttd

AMRULLAH, SH Penata(III/c)

(26)

MATERAI

FORMAT SURAT PERNYATAAN KESANGGUPAN

KOP PERUSAHAAN

SURAT PERNYATAAN KESANGGUPAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

No. KTP : Alamat : Jabatan :

Bahwa saya selaku penanggungjawab/direktur/KTT PT./CV. ……….pada IUP Operasi Produksi Nomor : 503/---/OP-L/BPPT/201- komoditas logam (timah), dengan ini saya menyatakan kesanggupan untuk melaksanakan peraturan perundangan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan lingkungan hidup pada kegiatan penambangan timah metode Ponton Isap Produksi (PIP) Sistem Rajuk.

Demikian Surat Pernyataan Komitmen ini dibuat dengan sebenarnya, apabila tidak dilaksanakan, Saya siap diberikan sanksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

………., …………. 201…. Yang Membuat Pernyataan,

(………)

--- BUPATI BELITUNG TIMUR

ttd

BASURI TJAHAJA PURNAMA LAMPIRAN III : PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR

NOMOR 59 TAHUN 2014

TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM RAJUK MENGGUNAKAN METODE PONTON ISAP PRODUKI PADA IZIN USAHA PERTAMBANGAN OPERASI PRODUKSI DARAT.

LAMPIRAN III : PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR

Salinan sesuai dengan aslinya Plt. KEPALA BAGIAN HUKUM,

AMRULLAH, SH Penata(III/c)

(27)

MATERAI

FORMAT SURAT PERNYATAAN KESANGGUPAN

KOP PERUSAHAAN

SURAT PERNYATAAN KESANGGUPAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

No. KTP : Alamat : Jabatan :

Bahwa saya selaku penanggungjawab/direktur/KTT PT./CV. ……….pada IUP Operasi Produksi Nomor : 503/---/OP-L/BPPT/201- komoditas logam (timah), dengan ini saya menyatakan kesanggupan untuk mengikutsertakan Pekerja di Program BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan pada kegiatan penambangan timah metode Ponton Isap Produksi (PIP) Sistem Rajuk.

Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya, apabila tidak dilaksanakan, Saya siap diberikan sanksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

………., …………. 201…. Yang Membuat Pernyataan,

(………)

--- BUPATI BELITUNG TIMUR

ttd

BASURI TJAHAJA PURNAMA LAMPIRAN IV PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR

NOMOR 59 TAHUN 2014

TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN TIMAH SISTEM RAJUK MENGGUNAKAN METODE PONTON ISAP PRODUKI PADA IZIN USAHA PERTAMBANGAN OPERASI PRODUKSI DARAT.

Salinan sesuai dengan aslinya Plt. KEPALA BAGIAN HUKUM,

AMRULLAH, SH Penata(III/c)

(28)

Gambar

Gambar 1 :   Susunan umum ponton terbuat dari plastik HDPE
Gambar 3 :   Detail Palong
Gambar 5 :   Detail Rajuk Dan Launder
Gambar 8 :   Detail rangka
+6

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 71 ayat (2) Peraturan Bupati Belitung Nomor 55 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 42 ayat (2) Peraturan Bupati Belitung Nomor 53 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 62 ayat (2) Peraturan Bupati Belitung Nomor 42 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 62 ayat (2) Peraturan Bupati Belitung Nomor 42 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi,

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Bupati Bangka Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pedoman Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa (Berita Daerah Kabupaten

Menimbang : bahwa dalam rangka tertibnya pelaksanaan pengelolan subsidi, hibah dan bantuan sosial, maka dipandang perlu melakukan perubahan atas Peraturan Bupati

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2016 tentang Konfirmasi Status Wajib Pajak Dalam Pemberian