• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Askep Isolasi Sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Askep Isolasi Sosial"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

ISOLASI SOSIAL MENARIK DIRI ISOLASI SOSIAL MENARIK DIRI

“Neurobehavior II” “Neurobehavior II”

Dosen Pembimbing : Surtikanti. S. Kep. Ners Dosen Pembimbing : Surtikanti. S. Kep. Ners

Di susun oleh Di susun oleh Kelompok 5: Kelompok 5:

1.

1. Udwan KurrahmanUdwan Kurrahman 2.

2. Naila WinarniNaila Winarni 3.

3. Eliza KurniasihEliza Kurniasih 4.

4. Apiana SumartaApiana Sumarta 5.

5. Angga DamuriAngga Damuri

Prodi S1 Keperawatan Prodi S1 Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah

Pontianak Pontianak 2016/2017 2016/2017

(2)

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

Segala puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang Maha Esa atas segala rahmat dan Segala puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya serta Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar karunia-Nya serta Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang kita, yaitu Nabi Muhammad SAW. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Isolasi Sosial Menarik Diri”. Penulisan ini bertujuan “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Isolasi Sosial Menarik Diri”. Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu

untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu matakuliah “matakuliah “SistemSistem  Neurobehavior II”.

 Neurobehavior II”.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data  –  –   data yang kami peroleh dari buku  data yang kami peroleh dari buku  panduan,

 panduan, serta serta informasi informasi dari dari media media massa massa yang yang berhubungan berhubungan dengan dengan “Asuhan “Asuhan KeperawatanKeperawatan Pada Klien Dengan Isolasi Sosial Menarik Diri”.

Pada Klien Dengan Isolasi Sosial Menarik Diri”.

Kami harap makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan untuk Mahasiswa/i. Kami harap makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan untuk Mahasiswa/i. Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Kuburaya,

Kuburaya, Sept Sept 20162016

Kelompok 5 Kelompok 5

(3)

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

Segala puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang Maha Esa atas segala rahmat dan Segala puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya serta Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar karunia-Nya serta Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang kita, yaitu Nabi Muhammad SAW. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Isolasi Sosial Menarik Diri”. Penulisan ini bertujuan “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Isolasi Sosial Menarik Diri”. Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu

untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu matakuliah “matakuliah “SistemSistem  Neurobehavior II”.

 Neurobehavior II”.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data  –  –   data yang kami peroleh dari buku  data yang kami peroleh dari buku  panduan,

 panduan, serta serta informasi informasi dari dari media media massa massa yang yang berhubungan berhubungan dengan dengan “Asuhan “Asuhan KeperawatanKeperawatan Pada Klien Dengan Isolasi Sosial Menarik Diri”.

Pada Klien Dengan Isolasi Sosial Menarik Diri”.

Kami harap makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan untuk Mahasiswa/i. Kami harap makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan untuk Mahasiswa/i. Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Kuburaya,

Kuburaya, Sept Sept 20162016

Kelompok 5 Kelompok 5

(4)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

A.

A. Latar BelakangLatar Belakang

Sehat menurut WHO adalah keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun Sehat menurut WHO adalah keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan, tidak hanya terbebas dari sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan, tidak hanya terbebas dari  penyakit serta kelemahan.

 penyakit serta kelemahan.

Gambaran menurut penelitian WHO (2009), prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini Gambaran menurut penelitian WHO (2009), prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini cukup tinggi, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk cukup tinggi, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk dunia diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu hidupnya. Usia ini dunia diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu hidupnya. Usia ini  biasanya

 biasanya terjadi terjadi pada pada dewasa dewasa muda muda antara antara 18-20 18-20 tahun tahun 1% 1% diantaranya diantaranya adalah adalah gangguan gangguan jiwajiwa  berat,

 berat, potensi potensi seseorang seseorang mudah mudah terserang terserang gangguan gangguan jiwa jiwa memang memang tinggi, tinggi, setiap setiap saat saat 450 450 jutajuta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf maupun perilaku. Salah satu orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf maupun perilaku. Salah satu  bentuk

 bentuk gangguan gangguan jiwa jiwa yang yang paling paling banyak banyak terjadi terjadi di di seluruh seluruh dunia dunia adalah adalah gangguan gangguan jiwajiwa skizofrenia. Prevalensi skizofrenia didunia 0,1 per mil dengan tanpa memandang perbedaan skizofrenia. Prevalensi skizofrenia didunia 0,1 per mil dengan tanpa memandang perbedaan status sosial atau budaya.

status sosial atau budaya.

Menurut National Institute of Mental Health gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit Menurut National Institute of Mental Health gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030. Kejadian secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030. Kejadian tersebut akan memberikan andil meningkatnya prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke tahun di tersebut akan memberikan andil meningkatnya prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke tahun di  berbagai

 berbagai Negara. Negara. Berdasarkan hasil Berdasarkan hasil sensus psensus penduduk enduduk Amerika Serikat Amerika Serikat tahun tahun 2004, 2004, diperkirakandiperkirakan 26,2% penduduk yang berusia 18-30 tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa, jika prevalensi 26,2% penduduk yang berusia 18-30 tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa, jika prevalensi gangguan jiwa diatas 100 jiwa per 1000 penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai gangguan jiwa diatas 100 jiwa per 1000 penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai 264 per 1000 penduduk.

264 per 1000 penduduk.

Hasil Riset Dasar Kesehatan Nasional Tahun 2007, menyebutkan bahwa sebanyak 0,46 Hasil Riset Dasar Kesehatan Nasional Tahun 2007, menyebutkan bahwa sebanyak 0,46  per

 per mil mil masyarakat masyarakat Indonesia Indonesia mengalami mengalami gangguan gangguan jiwa jiwa berat. berat. Mereka Mereka adalah adalah yang yang diketahuidiketahui mengidap skizofrenia dan m

mengidap skizofrenia dan mengalami gangguan psikotik berat engalami gangguan psikotik berat (Depkes RI, 2007).(Depkes RI, 2007).

Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di Provisi Daerah Khusus Ibu Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di Provisi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta (24,3%), di ikuti Nangroe Aceh Darussalam (18,5%), Sumatra Barat (17,7%), NTB Kota Jakarta (24,3%), di ikuti Nangroe Aceh Darussalam (18,5%), Sumatra Barat (17,7%), NTB (10,9%), Sumatera Selatan (9,2%), dan Jawa Tengah (6,8%) (Depkes RI, 2008).

(10,9%), Sumatera Selatan (9,2%), dan Jawa Tengah (6,8%) (Depkes RI, 2008).

Kebijakan Pemerintah dalam menangani pasien gangguan jiwa tercantum dalam Kebijakan Pemerintah dalam menangani pasien gangguan jiwa tercantum dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan jiwa, disebutkan dalam pasal 149 ayat (2) Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan jiwa, disebutkan dalam pasal 149 ayat (2)

(5)

mengatakan bahwa Pemerintah dan masyarakat wajib melakukan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan mengganggu ketertiban atau keamanan umum, termasuk  pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa untuk masyarakat miskin.

Peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa juga terjadi di Sumatera Utara, jumlah  pasien meningkat 100 persen dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada awal 2008, RSJ

Sumut menerima sekitar 50 penderita per hari untuk menjalani rawat inap dan sekitar 70-80  penderita untuk rawat jalan. Sementara pada 2006-2007, RSJ hanya menerima 25-30 penderita  per hari.

Peran perawat dalam penanggulangan klien dengan gangguan konsep diri : Isolasi Sosial Menarik Diri meliputi peran promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Pada peran promotif,  perawat meningkatkan dan memelihara kesehatan mental melalui penyuluhan dan pendidikan

untuk klien dan keluarga. Dari aspek preventif yaitu untuk meningkatkan kesehatan mental dan  pencegahan gangguan konsep diri : Isolasi Sosial Menarik Diri. Sedangkan pada peran kuratif  perawat merencanakan dan melaksanakan rencana tindakan keperawatan untuk klien dan keluarga. Kemudian peran rehabilitative berperan pada follow up perawat klien dengan gangguan konsep diri : Isolasi Sosial Menarik Diri melalui pelayanan di rumah atau home visite.

B. Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah tentang Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Kesehatan Jiwa : Isolasi Sosialsebagai berikut :

1. Tujuan Umum :

Mahasiswa dapat memahami mengenai Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Kesehatan Jiwa : Isolasi Sosial

2. Tujuan Khusus :

a. Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai Konsep Dasar Gangguan Dengan Gangguan Kesehatan Jiwa : Isolasi Sosial.

 b. Mahasiswa dapat membuat Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Kesehatan Jiwa : Isolasi Sosial.

(6)

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak terima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi., Akemat., dkk. 2007 ).

Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negative atau mengancam (Nanda-1,2012).

Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan prilaku maladaktif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial ( Depkes RI, 2000 ).

Menarik diri adalah suatu usaha seseorang untuk menghindari interaksi dengan lingkungan sosial atau orang lain, merasa kehilangan kedekatan dengan orang lain dan tidak bisa berbagi pikirannya dan perasaannya (Rawlins,1993).

Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. Isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam dirinya (Townsend, M.C, 1998 : 52).

Isolasi sosial menarik diri adalah suatu keadaan dimana individu tidak dapat  berinteraksi dengan orang lain dan cenderung menyendiri dan sulit untuk bersosialisasi

dengan sesama yang disebabkan adanya penolakan maupun sikap negatif dari lingkungan dan orang sekitar terhadap dirinya.

(7)

B. Etiologi

1. Faktor Predisposisi

a. Faktor Tumbuh Kembang

Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.

 b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga

Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam  berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana

seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu  bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk  berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.

c. Faktor Sosial Budaya

Isolasi social atau mengasingkan diri dari dari lingkungan social merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini di sebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota yang tidak  produktif seperti usia lanjut, penyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari

lingkungan sosialnya.

Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan social adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan social memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel.

(8)

2. Faktor Presipitasi a. Faktor Eksternal

Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.

 b. Faktor Internal

Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya.

3. Perilaku

Perilaku pada klien gangguan social menarik diri yaitu: kurang sopan, apatis, sedih, afek tumpul, kurang perawatan diri, komunikasi verbal turun, menyendiri, kurang peka terhadap lingkungan, kurang energy, harga diri rendah dan sikap tidur seperti janin saat tidur. Sedangkan perilaku pada gangguan sosial curiga meliputi tidak mempercayai orang lain, sikap bermusuhan, mengisolasi diri dan paranoia. Kemudian perilaku pada klien dengan gangguan social manipulasi adalah kurang asertif, mengisolasi diri dari lingkungan, harga diri rendah, dan sangat tergantung pada orang lain.

4. Rentang Respon

Rentang respon berhubungan dapat berfluktuasi dari respons berhubungan adaktif samapai maladaktif.

1) Respon Adaktif

Respon individu dalam menyelesaikan masalah yang masih dapat di terima oleh norma-norma sosial dan budaya yang umum berlaku ( masih dalam batas normal), meliputi:

a) Menyendiri/solitude

Respon seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan dilingkungan sosial dan juga suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah berikutnya.

(9)

 b) Otonomi

Kemampuang individu menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan  perasaan dalam hubungan sosial.

c) Bekerja Sama

Kondisi hubungan interpersonal dimana individu mampu untuk saling memberi dan menerima.

d) Saling Tergantung (interdependen)

Suatu hubungan saling tergantung antar individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.

2) Respon Maladaktif

Respon individu dalam penyelesaianmasalah menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya lingkungannya, meliputi:

a) Manipulasi

Orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah  pengendalian orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau

tujuan, bukan pada orang lain.  b) Implusif

Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, dan tidak dapaat diandalkan.

c)  Narkisme

Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha mendapatkan  penghargaan dan pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang lain

(10)

C. Patofisiologi

Menurut Stuart and Sundeen (1998). Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi social yang disebabkan oleh perasaan tidak  berharga, yang bias dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan  permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kece masan.

Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami  penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan

diri.

Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah laku primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi (Ernawati Dalami dkk,,2009,Hal.10).

Pattern of Parenting (Pola Asuh Keluarga)

Inefectieve coping (Koping individu tidak efektif) Lack of Develop ment Task (Gangguan Tugas Perkembangan) Stressor internal and external (stress internal dan eksternal)

Misal :

Pada anak yang kelahirannya tidak dikehendaki (unwanted child) akibat kegagalan KB, hamil diluar nikah,  jenis kelamin yang tidak

diinginkan, bentuk fisik kurang menawan menyebabkan keluarga mengeluarkan komentar-Misal : Saat individu menghadapi kegagalan mengalahkan orang lain, ketidakberday aan mengangkat tidak mampu menghadapi Misal : Kegagalan menjalin hubungan intim dengan sesame  jenis atau lawan  jenis, tidak

mampu mandiri

Misal :

Stress terjadi akibat ansietas yang  berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasi. Ansietas terjadi akibat

(11)

komentar negative, merendahkan, menyalahkan anak kenyataan dan menarik diri dari lingkungan.  berpisah dengan orang terdekat, hilang pekerjaan atau orang yang dicintai.

HARGA DIRI RENDAH KRONIS

ISOLASI DIRI

(Iyus Yosep,2007,Hal.230).

D. Manifestasi Klinis a) Tanda dan Gejala

Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi social akan ditemukan data objektif meliputi apatis, ekspresi wajah sedih, afek tumpul, menghindar dari orang lain, klien tampak memisahkan diri dari orang lain, komunikasi kurang, klien tampak tidak  bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat, tidak ada kontak mata atau kontak mata

kurang, klien lebih sering menunduk, berdiam diri dikamar. Menolak berhubungan dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari, meniru posisi janin pada saat lahir, sedangkan untuk data Subjektif sukar didapat, jika klien menolak komunikasi,  beberapa data subjektif adalah menjawab dengan singkat dengan kata-kata “tidak, “ya”

dan tidak tahu”.

 b) Mekanisme Koping

Individu yang mengalami respon social maladaktif menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik (Gail,W Stuart 2006).

(12)

Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisocial antara lain  proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain, koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang splitting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan identifikasi proyeksi.

c) Sumber koping

Menurut Gail W. Stuart 2006, sumber koping berhubungan dengan respon social mal-adaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman, hubungan dengan hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress interpersonal misalnya kesenian, music atau tulisan (Ernawati Dalami dkk,2009,Hal.10).

E. Penatalaksanaan Medis

Isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah :

a. Psikofarmakologi

Farmakoterapi adalah pemberian terapi dengan menggunakan obat. Obat yang digunakan untuk gangguan jiwa disebut dengan psikofarmaka = psikoterapika =  phrenotropika. Terapi gangguan jiwa dengan menggunakan obat-obatan disebut dengan  psikofarmakoterapi = medikasi psikoterapi yaitu obat yang mempunyai efek terapeutik langsung pada proses mental penderita karena kerjanya pada otak/sistem saraf pusat. Obat yang bekerjanya secara efektif pada SSP dan mempunyai efek utama terhadap aktifitas mental, serta mempunyai efek utama terhadp aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatri 1. Psikofarmakakologi yang lazim digunakan pada gejala isolasi sosial adalah obatobatan antipsikosis seperti:

1) Chlorpromazine

Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan, dan perilaku. Mekanisme kerja memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak terutama pada sistem limbik

(13)

dan sistem ekstrapiramidal. Efek samping  penggunaan Chlorpromazine injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik.

2) Haloperidol

Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, perasaan tumpul, kehilangan minat dan inisiatif, hipoaktif, waham, halusinasi.Mekanisme kerja memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak terutama pada sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal. Efek samping sering menimbulkan gejala ekstrapiramidal.

3) Triflouperazine

Indikasi gangguan mental dan emosi ringan, kondisi neurotik/psikosomatis, ansietas, mual dan muntah. Efek samping sedasi dan inhibisi psikomotor.

b. Therapy

1) Electro Convulsive Therapy (ECT)

Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak.

2) Psikoterapi

Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan bagian penting dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima klien apa adanya, memotivasi klien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal,  bersikap ramah, sopan dan jujur kepada klien.

3) Terapi Okupasi

Suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang.

(14)

F. Tindakan Keperawatan

a. Membina hubungan saling percaya

Untuk membina hubungan saling percaya pada klien isolasi sosial kadang-kadang  perlu waktu yang tidak singkat. Perawat harus konsisten bersikap tarapeutik kepada  psien. Selalu penuhi janji adalah salah satu upaya yang bisa silakukan. Pendekatan yang konsisten akan membuahkan hasil. Bila klien klien sudah percaya maka apapun akan diprogramkan., klien akan mengikutiya. Tindakan yang harus dilakukan untuk membina hubungan saling percaya adalah:

1) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien

2) Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang saudara sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilanklien.

3) Menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini.

4) Membuat kontrak asuhan: apa yang akan dilakukan bersama klien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana.

5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan informasi

6) Setiap saat tunjukkan sikap empati kepada klien. 7) Penuhi kebutuhan dasar klien saat berinteraksi.  b. Membantu klien menyadari perilaku isolasi sosial

Mungkin perilaku isolasi sosial yang dialami klien dianggap sebagai perilaku yang normal. Agar klien mengetahui bahwa perilaku tersebut perlu diatasi maka hal  pertama yang dilakukan adalah menyadarkan klien bahwa isolasi sosial merupakan

masalah yang perlu diatasi. Hal tersebut dapat digali dengan menanyakan: 1) Pendapat klien tentang berinteraksi terhadap orang lain.

2) Menanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin eriteraksi dengan orang lain.

3) Diskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka.

4) Diskuskan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain.

(15)

c. Melatih klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain secara bertahap. 1) Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain. 2) Berikan contoh cara bicara dengan orang lain.

3) Beri kesempatan klien mempraktikkan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan terhadap perawat.

4) Mulailah bantu klien beriteraksi dengan satu orang teman atau anggota keluarga.

5) Bila klien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya.

6) Beri pujian untuk setiap kemajuan berinteraksi yang telah dilakukan oleh klien.

7) Siap mendengarkan ekspresi perasaan klien setelah berinteraksi dengan orang lain. Mungkin klien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar klien tetap semangat meningkatkan interaksinya.

d. Diskusikan dengan klien tentang kekurangan dan kelebihan yang dimiliki.

e. Inventarisir kelebihan klien yang dapat dijadikan motivasi untuk membangun kepercayaan diri klien dalam pergaulan.

f. Ajarkan kepada klien koping mekanisme yang kontruktif.

g. Libatkan klien dalam interaksi dan terapi kelompok secara bertahap.

h. Diskusikan terhadap keluarga pentingnya interaksi klien yang dimulai dengan keluarga terdekat.

i. Eksplorasi keyakinan agama klien dalam menumbuhkan sikap pentingnya sosialisasi dengan lingkungan sekitar.

(16)

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian

Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,  penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis

tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi: 1. Identitas Klien

Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal MRS

2. Keluhan Utama

Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan kegiatan sehari ± hari , dependen.

3. Faktor Predisposisi

Meliputi Kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya;  perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan, dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan, dipenjara tiba ± tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama. 4. Aspek Fisik / Biologis

Meliputi hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.

5. Aspek Psikososial meliputi :

a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi.  b. Konsep diri:

1) Citra tubuh

Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi.Menolak  penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh.Preokupasi

(17)

dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.

2) Identitas diri

Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.

3) Peran

Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK.

4) Ideal diri

Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.

5) Harga diri

Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya diri. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.

6) Status Mental

Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan perawat.

7) Mekanisme Koping

Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri). 8) Aspek Medik

Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT, Psikomotor, therapy okupasional, TAK , dan rehabilitas.

(18)

B. Pohon Masalah

Isolasi sosial

Ketidakberdayaan

Gangguan persepsi sensori: Halusinasi Pendengaran/penciuman/pengecapan/pe

rabaan.

Harga Diri Rendah

Koping Individu Tidak Efektif

Defisit Perawatan diri

(19)

C. Diagnosa Keperawatan 1. Isolasi sosial menarik diri

2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah. 3. Ketidakberdayaan

4. Koping individu tidak efektif  5. deficit perawatan diri

6. Risiko gangguan persepsi sensori : halisinasi D. Intervensi

Untuk membina hubungan saling percaya dengan klien isolasi social perlu waktu yang tidak sebentar. Perawat harus konsisten bersikap terapeutik pada klien. Selalu penuhi janji, kontak singkat tapi sering dan penuhi kebutuhan dasarnya adalah upaya yang bisa di lakukan.

a. Tujuan umum

1. klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara optimal criteria hasil :

 klien dapat menunjukan ekspresi wajah bersahabat  menunjukan rasa sayang

 ada kontak mata  mau berjabat tangan  mau menjawab salam  mau menyebut nama

 mau berdampingan dengan perawat

 mau mengutarakan masalah yang dihadapi

Tindakan keperawatan :

  bina hubungan salinf percaya dengan prinsip terapeutik  sapa klien dengan ramah

 tanyakan nama lengkap klien, dan nama panggilan yang disukai   jelaskan tujaun pertemuan

 tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya   beri perhatian pada klien dan penuhi kebutuhan klien

(20)

2. klien mampu menyebutkan penyebab isolasi social atau tidak berhubungan dengan orang lain

criteria hasil :

 klien dapat menyebutkan penyebab isolasi social atau tidak

 berhubungan dengan orang lain berasal dari diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Tindakan keperawatan

 kaji pengetahuan klien tentang perilaku isolasi social dan

tanda-tandanya.

 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan penyebab

isolasi social atau tidak mau bergaul

 Diskusikan bersama klien tentang perilaku isolasi dan tanda-tanda

nya serta penyebab yang muncul

 Berikan reinforecement positif atau pujain terhadap kemampuan

klien dalam mengungkapkan perasaannya.

3. Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain (isolasi social)

Criteria hasil :

 Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang

lain.

Tindakan keperawatan :

 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan

 berhubungan dengan orang lain.

 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan

tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.

 Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan

orang lain.

 Berikan reinforcement positif atau pujian terhadap kemampuan

klien dalam mengungkapkan perasaan tentang keuntungan  berhubungan dengan orang lain.

(21)

Criteria hasil :

 Klien dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan

orang lain.

Tindakan keperawatan :

 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan

orang lain.

 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan

tentang kerigian tidak berhubungan dengan orang lain.

 Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan

dengan orang lain.

 Berikan reinforcement positif atau pujian terhadap kemampuan

klien dalam me

4. klien dapat menjelakan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain (social).

Criteria hasil :

 klien dapat menjelakan perasaannya setelah berhubungan dengan

orang lain untuk diri sendiri dan orang lain. Tindakan keperawatan :

 dorong klien untuk mengungkapkan perasaan bila berhubungan

dengan orang lain.

 Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan

dengan orang lain.

 Berikan reinforcement positif atau pujian terhadap kemampuan

klien dalam mengungkapkan perasaan tentang manfaat  berhubungan dengan orang lain.

 klien mendapat dukungan keluarga atau memanfaatkan system

 pendukung yang ada di lingkungan dalam memperluas hubungan social.

Criteria hasil :

 Keluarga dapat menjelaskan perasaanya

(22)

 Keluarga dapat mendemonstrasikan cara perawatan klien isolasi

social di rumah

 Keluarga dapat berpartisipasi dalam perawatan klien isolasi social.

Tindakan keperawatan :

 Bina hubungan saling percaya denga keluarga (ucapkan salam,

 perkenalkan diri, sampaikan tujuan, buat kontrak dan eksplorasi  perasaan).

 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :  Perilaku isolasi social

 Akibat yang akan terjadi jika perilaku isolasi social tidak di

tanggapi

 Cara keluarga menghadapi klien isolasi social.  Cara keluarga merawat klien isolasi social

 Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada

klien untuk melakukan hubungan dengan orang lain.

 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk

klien minimal satu minggu sekali.

 Berikan reinforcement positif atau pujian atas hal-hal yang telah

dicapai keluarga.

5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik. Criteria hasil :

 Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat.  Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.  Klien mendapat informasi tentang efek samping obat dan akibat

 berhenti minum obat.

 Klien dapat menyebutkan prinsip lima benar penggunaan obat.

Tindakan keperaawatan :

 Diskusikan dengan klien tentang dosis, frekuensi serta manfaat

minum obat

 Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan

manfaatnya

 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek

(23)

 Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan

dokter

 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip lima benar  Berikan reinforcement positif atau pujian

E. Implementasi

1. Bina hubungan saling percaya

Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan perawat. Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah :

a. Mengucapkan salam terapeutik setiap kali berinteraksi dengan klien.  b. Berjabat tangan

c. Berkenalan dengan klien :perkenalkan nama dan nama panggilan yang disukai, Tanya kan nama dan nama panggilan klien.

d. Menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini.

e. Membuat kontrak : apa yang akana dilakukan bersama klien, berapa lama akan dikerjakan dan tempatnya dimana.

f. Menjelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi.

g. Setiap saat tunjukan sikap empati terhadap klien.

h. Pemenuhan kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.

Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi social kadang-kadang perlu waktu yang lama dan interaksi yang singkat dan sering, Karena tidak mudah bagi pasien untuk percaya pada orang lain. Untuk mahasiswa sebagai  perawat harus konsisten bersikap terapeutik kepada pasien. Selalu penuhi janji adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan. Pendekatan yang konsisten akan membuahkan hasil. Bila pasien sudah percaya dengan perawat, maka asuhan keperawatan akan mudah dilaksanakan.

2. Membantu klien mengenal isolasi social

Langkah-langkah untuk melaksanakan tindakan ini sebagai berikut :

(24)

 Menanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi dengan orang

lain.

3. Membantu klien mengenal keuntungan berhubungan dengan orang lain. Dilakukan dengan cara mendiskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka.

4. Membantu klien mengenal kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. Dengan cara :

 Mendiskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak

 bergaul dengan orang lain.

 Menjelaskan pengaruh isolasi social terhadap keselamatan fisik klien.

5. Membantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.

Perawat tidak mungkin secara drastismengubah kebiasaan klien dalam  berinteraksi dengan orang lain, karena kebiasaan tersebut telah terbentuk dalam  jangka waktu yang lama. Untuk itu perawat dapat melatih klien berinteraksi secara bertahap. Mungkin klien hanya akan akrab dengan perawat pada awalnya, tetapi setelah itu perawat harus membiasakan klien untuk bisa berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya.

Secara rinci tahapan melatih pasien berinteraksi dapat perawat lakukan sebagai berikut :

 Berilah kesempatan klien memperaktikan cara berinteraksi dengan

orang lain.

 Mulailah bantu klien berinteraksi dengan orang lain (kilen, perawat,

atau keluarga)

 Bila klien sudah menunjukan kemajuan, tingkatka jumlah interaksi

dengan 2,3,4 orang dan seterusnya.

 Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh

klien.

 Siap mendengarkan ekspresi perasaan klien setelah berinteraksi

dengan orang lain. Mungkin klien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalan nya. Beri dorongan terus menerus agar klien tetap semangat meningkatkan interaksinya.

(25)

6. Menggunakan obat secara teratur

Untuk mampu berinteraksi dengan orang lain secara optimal, klien juga harus dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai program. Klien gangguan jiwa yang di rawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bia kekambuhan terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu klien perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.

Berikut ini tindakan keperawatan agar klien patuh menggunakan obat :

 Menjelaskan guna obat

 Menjelaskan akibat bila putus obat  Jelaskan cara mendapatkan obat

 Mejelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip lima benar (benar

obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis)

Untuk memudahkan pelaksanaan tindakan keperaawatan, maka perawat perlu membuat strategi pelaksanaan tindakan untuk klien dan keluarganya seperti berikut (strategi pelaksanaan tindakan dengan menggunakan komunikasi terapeutik lihat di lampiran) :

a. Tindakan keperawatan pada klien 1. SP 1

a. Mengidentifikasi penyebab isolasi social klien

 b. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan tidak berinteraksi dengan orang lain

c. Berdiskusi dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain

d. Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang

e. Menganjurkan klien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.

Orientasi

“Selamat pagi! Saya suster HS. Saya senang di panggil sus ter H. Saya  perawat di Ruang Mawar ini.” ”Siapa nama anda? Senang di panggil

(26)

-cakap tentang keluarga dan teman-teman S? Mau di mana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama S? Bagaimana kalau 15 menit?”

Kerja

(Jika pasien baru). “Siapa saja yang tinggal serumah dengan S? Siapa  yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jaang bercakap- cakap dengan nya?” (Jika pasien sudah lama dirawat).

“Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? S merasa sendirian? Siapa saja yang S kenal diruangan ini?” “Apa saja kegiatan yang S lakukan dengan teman S yang S kenal?” “Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien  yang lain?” “Menurut S, apa saja manfaat nya jika kita memiliki teman? Wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah, apa kerugiannya kalau S tidak memiliki teman? Ya, apa lagi? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa).  Nah, banyak juga ruginya tidak punya teman ya? Jadi, apakah S belajar bergaul dengan orang lain?” “Bagus! Bagaimana sekarang kalau kita berkenalan dengan orang lain?” “Begini loh S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita, nama  panggilan yang kita suka, asal kita, dan hobi kita. Contohnya : Nama  saya SN, senang di panggil S. Asal saya dari kota X hobi memasak.” “Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya! Ya, bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali!”

“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan  percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan S bicarakan, misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga pekerjaan, dan  sebagainya.”

Terminasi

“Bagaimana perasaan setelah kita latihan berkenalan?”

“S tadi sudah mempraktikkan cara berkenalan dengan baik sekali. Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi  selama saya tidak ada sehingga S lebih siap berkenalan dengan orang lain. S mau mempraktikkan ke orang lain? Bagaimana kalau S

(27)

mencoba berkenalan dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?” “Baiklah, sampai jumpa!”

2. SP 2

a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien

 b. Memberikan kesmpatan kepada klien untuk mempraktikkan cara  berkenalan dengan satu orang

c. Membantu klien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.

Orientasi

“Selamat pagi S! Bagaimana perasaan S hari ini?”

“Sudah diingat -ingat lagi pelajaran kita tentang berkenalan? Coba  sebutkan la gi sambil bersalaman dengan suster!” “Bagus sekali, S masih ingat. Nah, seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba berkenalan dengna teman saya, perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit.”

“Ayo kita temui perawat N di sana!” Kerja

(Bersama-sama S, perawat mendekati perawat N)

“Selamat pagi perawat N, S ingin berkenalan dengan N. Baiklah S, S bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktikka kemari.” (Pasien mendemonstrasikan cara berkenalan dnegan perawat  N. Memberi salam, menyebutkan nama, menanyakan nama perawat,

dan seterusnya.)

“Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N? Coba tanyakan tentang keluarga perawat N!”

“Jika tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S dapat menudahi  perkenalan ini. Lalu S, bisa buat janji untuk bertemu lagi dengan  perawat N, misalnya jam 1 siang nanti.” “Baiklah perawat N, karena S  sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali keruangan S. Selamat pagi!” (Bersama pasien, perawat H meninggalkan perawat N untuk melakukan terminasi dengan S di tempat lain.)

Terminasi

(28)

“S tampak bagus sekali saat berkenala tadi.” “Pertahankan terus apa  yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik lain  supaya perkenalan berjalan lancar, misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain?  Mari kita masukkan kedalam jadwal. Mau berapa kali sehari?  Bagaimana kalau 2 kali. Baik, nanti S coba sendiri. Besok kita latihan

lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok !” 3. SP 3

a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien

 b. Memberikan kesempatan kepada klien untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih

c. Menganjurkan klien untuk memasukkan kegiatan ini kedalam  jadwal harian.

Orientasi

“Selamat pagi S! Bagaimana perasaan S hari ini?”

“Apakah S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang (jika  jawaban pasien, ya, perawat dapat melanjutkan komunikasi  berikutnya dengan pasien lain).”

“Bagaimana perasaan S setelah bercakap -cakap dengan perawat N kemarin siang?” “Bagus sekali S menjadi senang karena punya teman lagi!” “Kalau begitu S ingin punya banyak teman lagi?” “Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan teman  seruangan S yang lain, yaitu O. Seperti biasa, kira-kira 10 menit.  Mari kita temui dia diruang makan.”

Kerja

(Bersama-sama S, perawat mendekati pasien lain)

“Selamat pagi, ini ada pasien saya yang ingin berkenalan.”

“Baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengan nya seperti yang telah S lakukan sebelumnya.”(Pasien mendemontrasikan cara  berkenlaan: memberi salam, menyebutkan nama, nama panggilan, asal, hobi, dan menanyakan hal yang sama.) “Ada lagi yang ingin S tanyakan kepada O? Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji bertemu lagi,

(29)

misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti (S membuat janji untuk bertemu kembali dengan O).”

“Baiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan S. Selamat pagi  (Bersama pasien perawat meninggalkan O untuk melakukan terminasi dengan S di tempat lain).

Terminasi

“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan O?”

“Dibandingkan kemarin pagi, S tampak lebih baik ketika berkenalan dengan O. Pertahankan apa yang sudah S lakukan tadi.  Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O jam 4 sore nanti.”

“Selanjutnya, bag aimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian.  Jadi, satu hari S dapat berbincang-bincang dengan orang lain  sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, S bisa bertemu dengan N, dan tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjutnya S bisa berkenalan dengan orang lain lagi  secara bertahap. Bagaimana S, setuju kan?”

“Baiklah, besok kita bertemu lagi untuk membicarakan pengalaman S. Pada jam yang sama dan tempat yang sama ya.”

“Sampai besok!”

 b. Tindakan keperawatan pada keluarga 1. SP 1

a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien  b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami

klien beserta proses terjadinya

c. Menjelaskan cara-cara merawat klien dengan isolasi sosial Orientasi

“Selamat pagi pak! Perkenalkan saya perawat H. Saya yang merawat anak bapak, S, di ruang mawar ini.”

“Nama bapak siapa? Senang di panggil apa?” “Bagaimana perasaan bapak hari ini? Bagaiman a keadaan S sekarang?” “Bagaimana kalau

(30)

kita berbincang-bincang tentang masalah anak bapak dan cara  perawatannya?”

“Kita diskusi disini saja ya? Berapa lama bapak punya banyak waktu?  Bagaimana klau setengah jam?”

Kerja

“Apa masalah yang bapak hadapi dalam merawat S? Apa yang sudah dilakukan?” “Masalah yang dialami oleh anak S disebut isolasi sosial.  Ini adalah salah satu gejala penyakit yang juga dialami oleh pasien- pasien gangguan jiwa yang lain, mengurug diri, dan kalaupun berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk. Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan ketika berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan orang-orang yang dicintai. Jika masalah isolasi  sosial ini tidak diatasi, seseorang dapat mengalami halusinasi, yakni mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada. Untuk mengahadapi yang demikian bapak dan anggota keluarga lainnya harus sabar menghadapi S. Untuk merawat S, keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama, keluarga harus membina hubungan  saling percaya dengan S, caranya adalah dengan bersikap peduli terhadap S dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan dorongan kepada S untuk dapat melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan jangan mencelah kondisi S. Selanjutnya jangan biarkan S sendiri.  Buatah rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan S, misalnya

ibadah bersama, makan bersama, rekreasi bersama, atau melakukan kegiatan rumah tan gga bersama.”

“Nah, bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu? Begini contoh komunikasinya apk, “S, bapak lihat sekarang kamu sudah bisa bercakap-cakap dengan orang lain. Perbincangan nya juga jangan lama. Bapak senang sekali melihat perkembangan kamu, nak. Coba kamu berbincang-bincang dengan yang lain.  Bagaimana S, kamu mau coba kan, nak?” “Nah, coba bapak sekarang  peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan! Bagus,

(31)

“Sampai disini ada yang ingin disampaikan pak?” Terminasi

“Baiklah waktunya sudah habis, bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan tadi?” “Coba bapak ulangi sekali lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda orang yang mengalami isolasi  sosial. Selanjutnya dapatkah bapak sebutkan kembali cara-cara

merawat anak bapak yang mengalami masalah isolasi sosial?”

“Bagus sekali, bapak dapat menyebutkan kembali cara -cara  perawatan tersebut! Nanti kalau ketemu S coba bapak lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga agar mereka juga melakukan hal yang sama.” “Bagaimana kalau kita bertemu tiga hari lagi untuk latihan langsung dengan S?” “Kita bertemu disini ya pak, pada jam  yang sama. Selamat pagi!”

2. SP 2

a. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan isolasi sosial

 b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien isolasi sosial

Orientasi

“Selamat pagi bapak! Bagaimana perasaan bapak hari ini?”

“Bapak masih ingat latihan merawat anak bapak seperti yang kita  pelajari beberapa hari yang lalu?”

“Mari praktikkan langsung pada S! Bapak punya waktu berapa lama?  Baik kita akan coba 30 menit.” “Sekarang mari kita temui S!”

Kerja

“Selamat pagi S. Bagaimana perasaan S hari ini?” “Bapak S datang membesuk. Beri salam! Bagus. Tolong S tunjukkan jadwal kegiatannya!” (Kemudian anda berbicara kepada keluarga sebagai berikut)

“Nah pak, sekarang bapak dapat mempraktikkan apa yang sudah kita latihkan beberapa hari lalu. (Perawat mengobservasi keluarga mempraktikkan cara merawat pasien seperti yang telah dilatihkan  pada pertemuan sebelumnya.)”

(32)

“Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu.” (Perawat dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga.)

Terminasi

“Bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan tadi? Bapak sudah bagus melakukannya.” “Mulai sekarang bapak sudah dapat melakukan cara perawat tersebut pada S.”

“Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikann pengalaman bapak melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang ya pak?”

3. SP 3

a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk makan dan minum obat

 b. Menjelaskan follow up klien Orientasi

“Selamat pagi pak! Karena besok S sudah boleh pulang, kita perlu membicarakan tentang perawatan S dirumah.”

“Bagaimana kalau kita membicarakan jadwal S tersebut disini s aja.” “Berapa lama kita dapat berbicara? Bagaiman kalau 30 menit?” Kerja

“Bapak ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba dilihat, mungkinkah dilanjutkan dirumah? Di rumah bapak yang menggantikan perawat.  Lanjutkan jadwal ini dirumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal minum obatnya berikan pujian jika benar dilakukan. Hal-hal yang  perlu di perhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan anak bapak selama dirumah. Misalnya kalau S terus-menerus tidak mau bergaul dengan orang lain, menolak minnum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi perawat K di Pukesmas Inderaputri, yang terdekat dari rumah bapak, ini nomor telepon pukesmasnya (0564) 554xxxx. Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau  perkembangan S selama berada dirumah.”

(33)

“Bagaimana pak? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian S untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat K di Pukesmas.  Jangan lupa kontrol ke Pukesmas sebelum obat habis atau adanya  gejala yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya!”

(34)

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk  berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan

secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman.

Penyebab dari Isolasi Sosial di antaranya disebabkan oleh : 1. Faktor Predisposisi:

a. Faktor Perkembangan  b. Faktor Biologis

c. Faktor Sosio-kultural d. Faktor dalam Keluarga 2. Faktor Prespitasi

a. Stres Sosiokultural  b. Stres Psikologis

Prinsip Keperawatan pada isolasi social yang harus diperhatikan diantaranya : Psikoterapeutik, Berkomunikasi dengan pasien secara jelas dan terbuka, Kenal dan dukung kelebihan klien, Bantu

klien mengurangi ansietasnya ketika hubungan interpersonal, Kegiatan hidup sehari-hari.

Referensi

Dokumen terkait

Risiko mencederai diri/ orang lain/ lingkungan dengan waham curiga TUM: Klien dapat berkomunikasi dengan baik dan terarah TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling

Masukan kegiatan berbincang- bincang dengan orang lain kedalam kegiatan harian akan membantu klien mencapai interaksi social secara beratahap. SP 3 Klien dapat mengevaluasi

Tindakan keperawatan ners spesialis yang diberikan pada klien isolasi sosial selain social skill training adalah cognitive behaviour therapy dimana pada klien isolasi

Perlu penelitian pada kasus lain untuk melengkapi informasi tentang sejuah mana terapi psikoedukasi Keluarga dapat membantu klien dengan masalah selain isolasi sosial

klien tidak ada pengaruh terhadap kemapuan interakasi sosial. Umur klien saat pertama kali muncul gangguan jiwa dengan masalah isolasi sosial merupakan faktor

Peningkatan kemampuan klien isolasi sosial dengan skizofrenia dalam melakukan sosialisasi lebih tinggi dibandingkan kemampuan klien isolasi sosial dengan retardasi mental,

Kemampuan personal klien dengan isolasi sosial lebih banyak mampu berkenalan dengan orang lain yaitu sebanyak 29 klien atau sebesar 72,5% namun klien isolasi

perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain Rasional : Menstimulus klien agar timbul respon adaptif dan menghindari resiko isolasi sosial lagi Tujuan Khusus : Klien