LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL Dosen Pembimbing : Trina Kurniawati, M.Kep
Disusun guna memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Jiwa II di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang
Disusun Oleh : Mutiara Sari (202002030044)
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PENDIDIKAN PROFESI NERS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN TAHUN AKADEMIK 2023
A. Masalah Utama
Setiap individu mempunyai potensi untuk terlibat dalam hubungan sosial pada berbagai tingkat dukungan yaitu dari hubungan intim biasa sampai hubungan saling tergantungan. Keintiman dan saling ketergantungan dalam menghadapi dan mengatasi berbagai kebutuhan setiap hari. Individu tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa adanya hubungan dengan lingkungan sosial. Oleh karena itu individu perlu membina hubungan interpersonal yang memuaskan.
Kepuasan hubungan dapat dicapai jika individu terlibat secara aktif dalam proses perhubungan. Peran serta yang tinggi dalam berhubungan disertai dengan respon lingkungan yang positif akan meningkatkan rasa memiliki, kerjasama, hubungan timbal balik yang sinkron. Menurut Stuart dan Sundeen peran serta dalam proses hubungan dapat berfluktuasi sepanjang rentan tergantung (dependen) dan mandiri (independen) artinya suatu saat individu tergantung pada orang lain dan suatu saat orang lain tergantung pada individu.
Pemutusan proses hubungan terkait erat dengan ketidakmampuan individu terhadap proses hubungan yang disebabkan oleh kurangnya peran serta, respon lingkungan yang negatif. Kondisi ini dapat mengembanagkan rasa tidak percaya dan keinginan untuk menghindar dari orang lain (tidak percaya pada orang lain).
B. Proses Terjadinya Masalah 1. Pengertian Isolasi Sosial
Isolasi sosial yaitu keadaan individu mengalami ketidakmampuan berkomunikasi serta ketidakmampuan individu dalam berinteraksi dengan individu di lingkungan sekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Keliat, 2011).
Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito ,L.J, 1998: 381).
Menurut Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988 : 423) isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
2. Tanda dan Gejala Isolasi Sosial a. Gejala Subjektif :
Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
Klien merasa tidak berguna.
Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
Klien merasa ditolak.
b. Gejala Objektif :
Respons verbal kurang dan sangat singkat.
Klien banyak diam dan tidak mau bicara.
Banyak berdiam diri di kamar.
Klien menyendiri dan tidak mau berinterasi dengan orang yang terdekat.
Klien tampak sedih, ekspresi datar, dan dangkal.
Kontak mata kurang.
Kurang spontan.
Apatis (acuh terhadap lingkungan).
Ekspresi wajah kurang berseri.
Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
Mengisolasi diri.
Masukan makanan dan minuman terganggu.
Retensi urin dan feses.
Aktivitas menurun..
Kurang energi (tenaga).
Rendah diri.
Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus/janin (khususnya pada posisi tidur).
3. Penyebab Isolasi Sosial a. Faktor Predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku isolasi sosial : 1) Faktor perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan sosial berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang mulai dari usia bayi sampai dewasa lanjut untuk dapat mengembangkan hubungan sosial yang positif. Diharapkan setiap tahap perkembangan dapat dilalui dengan sukses.
Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon sosial mal adaptif.
2) Faktor biologik
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial mal adaptif. Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
3) Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan berhubungan. Hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, tidak mempunyai anggota masyarakat yang kurang produktif seperti lanjut usia, orang cacat, dan penderita penyakit kronis. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan system nilai yang berbeda dari yang dimiliki daya mayoritas.
4) Faktor dalam keluarga
Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantar seseorang dalam gangguan berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal yang negatif akan mendorong anak meengembangkan harga diri rendah.
Adanya dua pesan yang bertentangan disampaikan pada saat yang bersamaan, mengakibatkan anak menjadi enggan berkomunikasi dengan orang lain.
b. Faktor Presipitasi
1) Stress sosiokultural
Stress dapat ditimbulkan oleh karena menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
2) Stressor psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi.
4. Akibat dari Isolasi Sosial
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi sensori halusinasi (Townsend, M.C, 1998 : 156).
Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara- suara yang sebenarnya tidak ada (Johnson, B.S, 1995:421). Menurut Maramis (1998:119) halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.
Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran dan halusinasi pendengaran (Boyd, M.A
& Nihart, M.A, 1998: 303; Rawlins, R.P & Heacock, P.E, 1988 : 198).
Menurut Carpenito, L.J (1998: 363) perubahan persepsi sensori halusinasi merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau berisiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah, pola atau intepretasi stimulus yang datang. Sedangkan menurut pendapat lain halusinasi merupakan persepsi sensori yang palsu yang terjadi tanpa adanya stimulus eksternal, yang dibedakan dari distorsi dan ilusi yang merupakan kekeliruan persepsi terhadap stimulus yang nyata dan pasien mengganggap halusinasi sebagai suatu yang nyata (Kusuma, W, 1997 : 284).
Menurut Carpenito, L.J (1998: 363) ; Townsend, M.C (1998: 156);
dan Stuart, G.W & Sundeen, S.J (1998: 328-329) perubahan persepsi sensori halusinasi sering ditandai dengan adanya:
Data subjektif:
a. Tidak mampu mengenal waktu, orang dan tempat b. Tidak mampu memecahkan masalah
c. Mengungkapkan adanya halusinasi (misalnya mendengar suara-suara atau melihat bayangan)
d. Mengeluh cemas dan khawatir Data objektif:
a. Apatis dan cenderung menarik diri
b. Tampak gelisah, perubahan perilaku dan pola komunikasi, kadang berhenti berbicara seolah-olah mendengarkan sesuatu
c. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara d. Menyeringai dan tertawa yang tidak sesuai
e. Gerakan mata yang cepat
f. Pikiran yang berubah-rubah dan konsentrasi rendah
g. Respons-respons yang tidak sesuai (tidak mampu berespons terhadap petunjuk yang kompleks.
C. Pohon Masalah
D. Diagnosa Keperawatan Utama
No. Dx.
Keperawatan Deskripsi Data Subyektif Data Obyektif
1. Resiko
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Resiko
gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Klien mengatakan
melihat atau
mendengar sesuatu.
Klien tidak mampu mengenal tempat, waktu, orang.
Tampak bicara dan ketawa sendiri.
Mulut seperti bicara tapi tidak keluar suara.
Berhenti bicara seolah mendengar
atau melihat
sesuatu. Gerakan mata yang cepat.
2. Isolasi Sosial : Menarik Diri
Kesendirian yang dialami oleh individu dan dianggap
Ekspresi wajah kosong, tidak ada kontak mata, suara pelan dan tidak
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul,
menyendiri, berdiam diri di kamar, banyak Resiko Gangguan Persepsi
Sensori : Halusinasi
Harga Diri Rendah Isolasi Sosial : Menarik Diri
timbul karena orang lain dan sebagai suatu pernyataan negatif atau mengancam.
jelas diam.
3 Harga Diri Rendah
Munculnya persepsi negatif tentang makna diri sebagai respons terhadap situasi saat ini yang berlansung secara
situasional maupun secara kronis.
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri,
mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/
ingin mengakhiri hidup.
E. Fokus Intervensi/Rencana Tindakan
No Dx Kep. Penjabaran
1. Isolasi Sosial : Menarik Diri
Tujuan Umum : Klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi Tujuan Khusus : Klien dapat membina hubungan saling percaya Kriteria Hasil : Klien menunjukkan ekspresi wajah bersahabat, menujukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi :
Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
Beri perhatian dan penghargaan: temani klien walau tidak menjawab.
Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu- buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya
Tujuan Khusus : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri Kriteria Evaluasi :Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri yang berasal dari diri sendiri, orang lain atau lingkungan.
Intervensi :
Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda- tandanya
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul
Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta penyebab yang muncul
Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
Rasional : Dengan diketahuinya penyebab menarik diri dapat dihubungan dengan faktor presipitasi yang dialami oleh klien
Tujuan Khusus : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan
dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Kriteria Evaluasi :
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
Klien dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
Intervensi :
Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan orang lain
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain
Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain Rasional : Menstimulus klien agar timbul respon adaptif dan menghindari resiko isolasi sosial lagi
Tujuan Khusus : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Kriteria Evaluasi : Klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap : K – P, K – P – K, K – P – Keluarga, K – P – Kelompok Intervensi :
Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan Rasional : Klien harus dicoba berinteraksi secara bertahap agar terbiasa membina hubungan yang sehat dengan orang lain
Tujuan Khusus : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
Kriteria Evaluasi : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain untuk diri sendiri dan orang lain
Intervensi :
Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain
Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang lain
Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain
Rasional : Mengevaluasi intervensi yang diberikan pada klien
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna et all (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Course). Jakarta : EGC.
Keliat, Budi Anna et al (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Maramis, W.F (2012). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Jakarta: EGC.
NANDA (2011). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta : EGC.
Syafitri, Endang Nurul et all (2016). Buku Panduan Praktikum Keperawatan Jiwa II.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Townsend, C.M. (2011) Diagnosa Keperawatan Psikiatri Edisi 3. Jakarta: EGC.
Utama, Hendra. (2010) Buku Ajar Psikiatri. Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
Endang Yuswatiningsih, I. M. (2020). Terapi Social Skill Training (SST) Untuk Klien Isolasi Sosial. (M. Dr. Rifaatul Laila Mahmudah, Ed.) Mojokerto: STIKes Majapahit Mojokerto.