• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi Telinga Dalam

Perkembangan telinga embrio terbagi tiga : (a) telinga luar, organ pengumpul bunyi; (b) telinga tengah, konduktor bunyi dari telinga luar ; dan (c) telinga dalam, menukar ombak bunyi menjadi impuls saraf dan mengidentifikasi sembarang perubahan pada keseimbangan. Berikut merupakan gambaran perkembangan telinga yang dimulai dari minggu ke-3 perkembangan intrauterine yang ditandai dengan tampaknya plakode auditori berinvaginasi membentuk lubang (pit) auditori sepanjang minggu ke-4 yang kemudian menjadi vesikula auditori. Indikasi pertama perkembangan telinga dapat ditemukan pada usia janin kira-kira 22 hari dimana terdapat tampilan penebalan permukaan ektoderma di masing-masing sisi rhombencephalon. (TW Sadler)

Gambar 2.1.1 A diatas memaparkan hasil mikrograf electron embrio tikus yang sama usianya dengan embrio manusia yang berusia 28 hari. Tanda panah pada lengkungan kedua; H, Jantung; Tanda Bintang, mandibular prominenence.

(2)

Penebalan pada otic placode akan mendorong invaginasi dan membentuk vesikel auditori oticor. Pada waktu perkembangan selanjutnya, setiap vesikel akan membagai menjadi komponen ventral yang kemudiannya menjadi saccule dan duktus koklea serta komponen dorsal yang kemudiannya menjadi utricle, semicircular canals dan duktus endolimpatik. Keseluruhan struktur epithelia ini akan membentuk membranous labyrinth. (T W Sadler)

Gambar 2.1.2 A hingga C diatas memaparkan gambaran potongan melintang pada region rhomencephalon. A. 2 hari. B. 27 hari. C. 4.5 minggu. Perhatikan Statoacoustic ganglia.

Gambaran 2.1.2 D dan E merupakan hasil mikrograf electron embrio tikus yang setara dengan perkembangan vesikel yang dipaparkan pada gambar A dan B mengenai perkembangan otic vesikel. (TW Sadler)

(3)

18

Gambar 2.1.3 A dan B menunjukkan perkembangan otocyst, duktus endolimpatik dan ventral saccular pada bagian dorsal utricular. Gambar C hingga E adalah gambaran duktus koklea pada minggu kehamilan ke 6, 7 dan 8 masing masing. Perhatikan pembentukan duktus reuniens dan duktus urtiulossaccular.

Gambar 2.1.3 F dan G adalah hasil mikrograf electron yang memaparkan tingkat perkembangan embrio tikus yang sama seperti perkembangan otocyst pada gambaran A dan B. Tanda panah menunjukkan duktus endolimpatik; S, saccule; Anak panah, pembukaan semicircular canal; U, utricle.

Gambar 2.1.3 G juga merupakan tingkat perkembangan awal duktus koklea (tanda panah yang besar). (TW Sadler)

(4)

Gambar 2.1.4 memperlihatkan perkembangan skala timpani dan skala vestibule. Gambar A menunjukkan duktus koklea dikelilingi suatu siput katilago. Gambar B menunjukkan pembesaran vakuola pada minggu ke-10 kehamilan di dalam siput kartilago tersebut. Gambar C menunjukkan duktus koklea (scala media) dipisahkan dari skala timpani dan scala vestibule oleh membrane basilar dan vestibular masing-masing. Perhatikan nervus auditorius dan ganglion spiral (koklea). (TW Sadler)

(5)

20

Gambar 2.1.5 A menunjukkan perkembangan Organ of Corti pada minggu ke-10 kehamilan.

Gambar 2.1.5 B adalah perkembangan Organ of Corti sekitar 5 bulan kehamilan dan Gambar 2.1.5 C adalah perkembangan sepenuhnya pada akhir trimester kehamilan. Perhatikan gambaran spiral of tunnels pada Organ of Corti. (TW Sadler)

Gambar 2.1.6 memaparkan perkembangan semicircular canal pada A, minggu ke 5 kehamilan; C, minggu ke 6 kehamilan; dan E, minggu ke 8 kehamilan. Perhatikan ampula semicircular canal. (TW Sadler)

(6)

2.2 Anatomi Telinga Dalam

Gambar 2.2.1 Gambaran diagramatik telinga luar,telinga tengah dan telinga dalam pada paparan koronal. (A Faller, M.Schuenke)

a. Telinga luar (ke gendang telinga), Telinga tangah (auditori osicle dan tuba Eustachian) dan Telinga dalam (Labirin dan Cochlea); b. Posisi Telinga dalam pada tengkorak (dilihat dari dasar atas tengkorak)

Telinga terdiri dari telinga 3 regio iaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga dalam terdiri dari labirin bagian membran dan labirin bagian tulang. Rongga koklea bertulang dibagi menjadi 3 bagian oleh duktus koklearis. Bagian atas adalah skala vestibule berisi cairan perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh lamina spiralis oseus dan membrane basilaris. Membran basilaris sempit pada basisnya (nada tinggi) dan melebar pada apeks (nada rendah).

(7)

22

Terletak di atas membrane basilaris dari basis ke apeks adalah organ Corti yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut dan tiga baris sel rambut luar. Sel-sel ini menggantung melalui lubang horizontal yang dibentuk oleh sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut.

Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung dia tasnya yang cenderung datar, bersifat gelatineous dan aselular, dikenal sebagai membrane tectorial. Membran tectorial disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus. (A Faller. M.Schuenke)

Gambar 2.2.2 menunjukan anatomi labirin. (Leslie P.Gartner, James L.Hiatt)

Telinga dalam terbentuk dari labirin. Labirin terbahagi 3 iaitu (a) bony labyrinth, (b) membranous labyrinth dan (c) sensory labyrinth. Labirin membranous berisi endolymph dan meliputi saccule, utricle, duktus semicircular dan duktus koklea. Saccule dan Utrikel mengandungi neuroepitel yang berfungsi dalam keseimbangan pergerakan dan posisi kepala manakala duktus koklea dan Organ of Corti berperan dalam mekanisme pendengaran. (Leslie P.Gartner, James L.Hiatt)

(8)

2.3 Fisiologi Pendengaran

Mekanisme pendengaran normal manusia dapat berfungsi apabila telinga luar, telinga tengah dan telinga luar dan jalur persyarafan auditori berada dalam keadaan yang normal. Apabila getaran suara melalui membrane timpani, getaran tersebut terkonduksi ke rantai osikel di telinga tengah dan seterusnya ke koklea. Di dalam koklea, organ Corti yang terdiri dari epitel sensori akan mentrasduksi getaran suara yang mekanik ke sinyal listrik. Kemudian, saraf aferen koklea menghantarkan sinyal listrik tersebut ke kortex auditori. (R Cristobal, J S Oghalai) Skala timpani dan skala vestibula mengandungi perilymph manakala skala media mengandungi endolymph. Potensi endokoklea (+90mV) dipelihara oleh stria vascularis (SV). Apabila getaran yang mengenai stapes akan menyebabkan bergetarnya cairan perilymph juga. Membrana Basilar (BM) akan menghasilkan frekeunsi dari stimulus getaran suara dari stapes. (R Cristobal, J S Oghalai)

Hal ini akan mengakibatkan membengkoknya stereosilia oleh kerja pemberat membrane tektoria, dengan demikian menimbulkan depolarasasi sel rambut dan menghasilkan potensial aksi pada serabut-serabut saraf pendengaran yang melekat padanya. Seterusnya sinyal tersebut akan diinterpretasi di lobus temporal melewati saraf auditori (AN) dan batang otak. (R Cristobal, J S Oghalai)

(9)

24

2.4 Patofisiologi Gangguan Pendengaran Pada Neonatus BBLR

Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memendang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam satu jam setelah lahir. BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram. (WHO)

Menurut Joint Committee of Infant Hearing neonatus dengan berat badan lahir rendah mempunyai kompliskasi gangguan pendengaran. Hasil ‘refer’ pada pemeriksaan emisi otoakustik neonatus terjadi dikarenakan gangguan pendengaran konduktif.Berikut merupakan patofisiologi yang bisa menyebabkan gangguan pendengaran sementara ini. (Rober HM, Mary B.T)

1. Resopsi mesenkim. Mesenkim merupakan tisu konektif yang terbentuk pada waktu perkembangan dan diresopsi secara penuh di akhir perkembangan janin. Menurut Desa et al mesenkim bisa terlihat pada tulang temporal bayi.Mesenkim ini akan mengganggu masukan impeden pada transmisi maju dan mundur yang berlangsung di koklea. Mesenkim pada tulang temporal ini akan menggangu fungsi vibrasi tulang osikel dan membrane timpani.

2. Pneumatisasi tulang temporal akibat dari resopsi mesenchyme dan erosi osteoklatik tulang menyebabkan rongga udara pada sel. Pada neonatus yang mempunyai defek perkembangan ini akan terjadi gangguan pada densitas mastoid dimana rongga udara yang berada dekat gendang telinga kurang dari yang sepatutnya. Ini akan menyebabkan gangguan pada transmisi emisi akustik.

3. Perubahan posisi dan struktur gendang telinga pada tahun pertama posnatal. Pada mula kelahiran bayi gendang telinga akan tampak horizontal dan kelihatan ektensi dari dinding superior gendang telinga. Apabila perkembangan telinga makin sempurna makin vertikel posisi gendang telinga (Eby dan Nadol, 1986). Seperti pada rongga pertengahan telinga, gendang neonatus juga berisi tisu mesenkim yang akan diresopsi

(10)

kemudiannya. Di periode perubahan ini hasil pemeriksaan emisi otoakustik bisa ‘refer’ oleh karena gangguan pada gendang telinga yang sementara.

4. Hanya separuh dari bagian tulang saluran telinga terbentuk waktu kelahiran bayi. Perkembangan yang tidak sempurna ini juga bisa menyebabkan gangguan pendengaran pada neonatus karena gangguan transmisi getaran suara ke koklea.

Berdasarkan penerangan diatas neonatus yang baru lahir dengan berat badan yang rendah berisiko mengalami gangguan pendengaran konduktif pada skrining pertama. Untuk memastikan tipe gangguan pendengaran pada neonatus ddengan benar harus dilakukan pemeriksaan follow-up sehingga usia neonatus 3 tahun setiap 6 bulan.

2.5 Angka Kejadian

Di Indonesia berdasarkan survei kesehatan indra pendengaran di tujuh provinsi tahun 1994-1996, sebesar 0.1% penduduk menderita tuli kongenital. Hasil survei tersebut juga menunjukkan bahwa prevalensi gangguan pendengaran pada anak kelompok usia 0-4 tahun, 5-6 tahun dan 7-18 tahun berturut-turut sebesar 8,3%, 9,5% dan 10,4%. Berdasarkan data kunjungan poliklinik Departemen THT FKUI/RCSM tahun 2005, didapati prevalensi gangguan pendengaran anak usia 6 bulan hingga 6 tahun sebesar 36,92%. (Adeline Eva et.al)

Pada suatu penelitian skrinning pendengaran yang dilaksanakan oleh Jenny Bashiruddin di enam rumah sakit di Jakarta dan sekitarnya menggambarkan 297 per 12 757 bayi baru lahir yaitu (23 per 1000) mempunyai gangguan pendengaran. Menurut penelitian yang dikendalikan oleh Cone-Wesson et.al (2000), sebanyak 11 per 535 bayi iaitu 2% bayi yang BBLSR menderita gangguan pendengaran. Sedangkan penelitian Ari-Even Roth et.al (2006) sebanyak 49 per 337 bayi BBLSR yang mempunyai gangguan pendengaran. Korres studi et.al

(11)

26

(2005) 6 per 19 bayi BBLSR mempunyai gangguan pendengaran. (R Cristobal, J S Oghalai)

Prevalensi neonatus BBLSR yang mendapat ‘refer’ pada skrinning pendengaran adalah lebih tinggi berbanding neonatus yang berat lahirnya normal karena neonatus BBLSR mengalami kadar pengumpulan cairan di telinga tengah yang lebih tinggi dari neonatus normal dan gangguan pendengaran ini dikatakan hanya berlangsung sementara. Justeru itu, deteksi dini skrinning pendengaran pada neonatus dengan BBLR dapat mencegah dari gangguan pendengaran lanjutan.(R Cristobal, J S Oghalai)

2.6 Emisi Otoakustik

Pada tahun 1948 Thomas Gold telah menemukan emisi otoakustik dan pada tahun 1977, Dr. David Kemp telah memperkenalkan keupayaan koklea untuk menghasilkan dan mengabsorbsi bunyi. Bunyi yang dihasilkan dari koklea dikenal sebagai emisi otoakustik. Emisi Otoakustik adalah refleksi pergerakan sel-sel rambut di koklea yang dicatat dari bagian telinga luar dengan rangsangan bunyi dari luar. (David T Kemp)

Emisi otoakustik adalah bunyi yang diproduksi secara spontan dari koklea terutamanya dari sel-sel rambut luar di telinga bagian dalam. Emisi otoakustik ini dapat diukur dari telinga luar. Sel-sel rambut luar mempunyai ciri khas yaitu keupayaan motilitas yang diperlukan untuk memghasilkan emisi otoakustik secara spontan atau terhadap rangsangan tenaga akustik mekanis pada koklea. Rangsangan ini ditransmisi kembali ke telinga tangah dan ke membrane timpani dan seterusnya dikonversi sebagai sinyal akustik di auditori meatus. Emisi otoakustik ini kemudiannya diukur atau dideteksi di auditori meatus dengan menggunakan mikrofon. Apabila bunyi merangsang sel-sel rambut luar, sinyal neural yang dihasilkan dihantar ke saraf vestibulokoklear dan dari situ dihantar ke area auditori di system saraf pusat untuk diinterpretasi. (Barbara L Kurman, David G. Adlin)

(12)

Emisi otoakustik adalah biproduk sel-sel rambut dari rangsangan bunyi. Pada koklea yang normal biproduk ini dihasikan manakala pada koklea yang abnormal atau sel-sel rambut yang rusak emisi otoakustik ini tidak dapat dihasilkan. Biasanya kadar emisi otoakustik yang dihasilkan dikatakan bagus pada pendengaran 30dB dan ke atas. (Barbara L Kurman, David G. Adlin)

2.7 Jenis Emisi Otoakustik

Berikut merupakan klasifikasi emisi otoakusti menurut Northan & Sorver,

Campbell K.C.M, Lee.K.J, Peck J.E dalam penelitian Okti Trihandani mengikut mekanisme produksi sinyal dari probe. Terdapat empat jenis emisi otoakustik yang dapat direkod hasil dari produksi rangsangan dari probe.

a.) Spontaneous Otoacoustic Emissions merupakan emisi suara tanpa adanya rangsangan bunyi atau dapat dikatakan emisi dari rangsangan secara spontan.

b.) Sustained Frequency Otoacoustic merupakan emisi suara sebagai respon dari bunyi yang berterusan

c.) Transient Otoacoustic Emission merupakan emisi suara yang dihasilkan oleh rangsangan bunyi menggunakan jangka waktu yang singkat biasanya bunyi klik atau dapat juga tone-burst.

d.) Distortion Production Otoacoustics Emissions merupakan emisi suara dari dua rangsangan yang berbeda frekeunsi.

2.8 Aplikasi Emisi Otoakustik dalam Skrinning Gangguan Pendengaran

Terdapat dua jenis emisi otoakustik yang digunakan untuk skrinning di klinik, yaitu:

a.) Transient Otoacoustic Emission adalah hasil evoksi dari koklea yang terjadi akibat dari transmisi sinyal seperti klik atau akustik tone burst (80 dB SPL). Emisi otoakustik ini dikatakan berhasil pada frekeunsi rangsangan 500 hingga 4000 Hz.

(13)

28

b.) Distortion Production Otoacoustics Emissions adalah hasil evoksi dari koklea yang terjadi akibat rangsangan dari transit dua nada pada masa yang sama tetapi dengan frekeunsi nada yang berlainan (f1 dan f2,55 dan 65 dB SPL) .Emisi otoakustik ini berhasil pada frekeunsi 500 hingga 8000 Hz. (James, David Adlin, Kathrin May, Anuradha Bantwal)

Gambar 2.7.1 Gambaran Distortion Product Otoacoustic Emission

Emisi Otoakustik hanya terjadi pada koklea yang berfungsi normal. Hasil skrinning dikira ‘Pass’ jika terdapat emisi otoakustik sekurang kurangnya 5 dB. (James, David Adlin, Kathrin May, Anuradha Bantwal)

Analisis dan interpretasi hasil emisi otoakustik dapat dilakukan dengan memastikan kondisi pemeriksaan yaitu noise levels harus berada dibawah -10 dB SPL. Seterusnya, memastikan amplitude emisi otoakustik melebihi noise level sebanyak 6 dB SPL. Akhir sekali apabila beda amplitude noise level dan emisi otoakustik sama dengan atau lebih dri 6 dB maka hasil emisi otoakustik dapat dianalisis dan interpretasi.

Gambar

Gambar 2.1.1 A diatas memaparkan hasil mikrograf electron embrio tikus yang  sama usianya dengan embrio manusia yang berusia 28 hari
Gambar 2.1.2 A hingga C diatas memaparkan gambaran potongan melintang pada  region rhomencephalon
Gambar 2.1.3 A dan B menunjukkan perkembangan otocyst, duktus endolimpatik  dan ventral saccular pada bagian dorsal utricular
Gambar 2.1.4 memperlihatkan perkembangan skala timpani dan skala vestibule.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Lakukan Close Valve pada Venting (Back Pressure) bila sudah dilewati Bi Directional Pig, dan gunakan Venting berikutnya untuk melakukan Back Pressure secara

Abstrak: Keberadaan instansi pemerintah sebagai lembaga yang memiliki wewenang dalam kegiatan pembangunan wisata sangat berpengaruh terhadap berbagai pengambilan kebijakan

Apakah terdapat hubungan kepatuhan minum obat terhadap kualitas hidup pada pasien penyakit paru obstuktif kronis

Fungsi dari kepuasan kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan yaitu, untuk memberikan dorongan sebagai salah satu bentuk motivasi, penting dilakukan untuk

Dalam sebuah lembaga pendidikan pasti ada yang namanya kurikulum, kurikulum ini berguna untuk meningkatkan proses pembelajaran dalam lembaga pendidikan, pada

Hormon-hormon pada masa kehamilan (progesterone dan kortisol yang meningkat tinggi) dapat memblok insulin untuk bekerja memproses karbohidrat. Ketika hal ini terjadi, maka kadar

Huruf kanji yang termasuk ke jenis shookei adalah kanji yang terbentuk dengan menggambarkan atau meniru bentuk dari sebuah benda.. Gambar 2.1 Contoh

Solusi yang akan diterapkan dalam kegiatan ini adalah pembangunan unit pengelolaan air minum dengan menggunakan metode gabungan filtrasi-adsorpsi (saringan pasir lambat,