• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

A Kajian Teori 1. Lanjut Usia (Lansia)

Lanjut usia merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari.

a. Definisi Lansia

Lanjut usia adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade (Notoatmojo, 2007).

Lanjut usia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan, dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Aulia Dwi Natalia, 2009)

Menurut Notoatmojo(2007;281) lanjut usia meliputi:

1) Usia pertengahan (middleage) yaitu usia antara 45 sampai 59 tahun, 2) Usia lanjut (eldery) yaitu usia antara 60 sampai 70 tahun,

3) Lanjut usia tua (old) yaitu usia antara 75 sampai 90 tahun, dan 4) Usia sangat tua (veryold) yaitu usia diatas 90 tahun.

b. Klasifikasi Lansia

Batasan usia lanjut didasarkan atas undang-undang No. 13 Tahun 1998 adalah 60 tahun. Namun, berdasarkan pendapat beberapa ahli dalam program kesehatan usia lanjut, Departemen Kesehatan membuat pengelompokan seperti di bawah ini:

(2)

1) Kelompok pertengahan umur

Kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun).

2) Kelompok usia lanjut dini

Kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun)

3) Kelompok usia lanjut

Kelompok dalam masa senium (65 tahun ke atas) 4) Kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi

Kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil menderita penyakit berat atau cacat. (Notoatmojo, 2007).

c. Masalah Pada Lanjut Usia

Dalam diri Lansia ada beberapa hal yang menarik yang pasti berbeda dari kebanyakan orang dewasa lainnya. tidak dapat dibantah, bila seseorang bertambah tua, kemampuan fisik dan mental hidupnya pun akan perlahan –lahan tetapi pasti menurun. Akibatnya aktivitas - aktivitas hidupnya akan ikut terpengaruh, hal ini berdampak pada penurunan kesigapan Lansia itu sendiri.

Menurut Lilik (2011:19) secara umum menjadi tua atau menua (ageing

process), ditandai oleh kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala

kemunduran fisik dan kemunduran kemampuan kognitif. Kemunduran fisik yang dialami oleh Lansia tersebut sering menimbulkan masalah-masalah dalam keseharian Lansia. Lansia menjadi tidak berdaya dan tergantung kepada orang-orang disekitarnya.

d. Komponen Kebugaran pada Lansia

Komponen aktivitas dan kebugaran pada Lansia menurut Darmojo (2004:94) terdiri dari:

1) Self Effacy (Keberdayagunaan-mandiri) adalah istilah untuk menggambarkan rasa percaya atas keamanan dalam melakukan aktifitas. Hal ini sangat berhubungan dengan ketergantungan dalam aktifitas

(3)

sehari-hari. Dengan keberdayagunaan ini seseorang usia lanjut mempunyai keberanian dalam melakukan aktifitas.

2) Latihan pertahanan (Resistence Training) keuntungan fungsional atas latihan pertahanan berhubungan dengan hasil yang didapat atas jenis latihan yang bertahan. Antara lain mengenai kecepatan bergerak sendi, luas lingkup gerak sendi (Range of Motion) dan jenis kekuatan.

3) Daya tahan (Endurance) adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kerja dan waktu yang relatif cukup lama. Pada Lansia latihan daya tahan/kebugaran yang cukup keras akan meningkatkan kekuatan yang didapat dari latihan bertahan. Hasil akibat latihan kebugaran tersebut bersifat khas untuk latihan yang dijalankan (Training Specific), sehingga latihan kebugaran akan meningkatkan kekuatan berjalan lebih dengan latihan bertahan.

4) Kelentukan (Flexibility) pembatasan atas lingkup gerak sendi, banyak terjadi pada lanjut usia yang sering berakibat kekuatan otot dan tendon. Oleh karena itu latihan kelenturan sendi merupakan komponen penting dari latihan atau olahraga bagi lanjut usia.

5) Keseimbangan-keseimbangan merupakan penyebab utama yang sering mengakibatkan Lansia sering jatuh. Keseimbangan merupakan tanggapan motorik yang dihasilkan oleh berbagai faktor, diantaranya input sensorik dankekuatan otot. Penurunan keseimbangan pada lanjut usia bukan hanya sebagai akibat menurunya kekuatan otot atau penyakit yang diderita. Penurunan keseimbangan dapat diperbaiki dengan berbagai latihan keseimbangan. Latihan yang meliputi keseimbangan akan menurunkan insiden pada Lansia.

e. Teori Penuaan

Para ahli yang mengadakan studi tentang proses aging berpendapat bahwa adalah sangat penting untuk membedakan secara hati – hati antara normal aging dan pathological aging. Secara umum teori penuaan dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu teori genetik dan teori non genetik (Ririn pudjiastuti dan Budi, 2000:5)

(4)

1) Teori Genetik

Pada teori ini menitikberatkan mekanisme penuaan yang terjadi pada nukleus sel. Penjelasan teori yang berdasarkan genetik diantaranya sebagai berikut:

a) Teori Hayflick

Pada teori ini penuaan disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain perubahan fungsi sel, efek akumulatif, dari tidak normalnya sel, kemunduran sel dalam organ dan jaringan. Semakin cepat suatu organisme dia hidup maka semakin cepat pula mereka menua. Hal ini terjadi karena kehidupan cepat di definisikan sebagai proses diferensiasi dan pertumbuhan yang cepat serta metabolisme yang tinggi sehingga sel – sel lebih cepat mengalami penuaan.

b) Teori Error Sintesis Protein

Teori ini dikenalkan oleh Orgel pada tahun 1963, dimana pendapatnya sebagai berikut: kesalahan pembentukan protein yang mengandung materi genetik, jika kesalahan tersebut terus menerus terjadi dan diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya maka jumlah molekul abnormal akan semakin banyak. Keadaan tersebut dapat menyebabkan faal atau fungsi biologi mengalami gangguan, hal ini akan berdampak pada terganggunya faal organ dan berakhir dengan kematian. Yang dapat dimasukkan dalam teori ini adalah teori persambungan silang (Crosslinking theory) dari Bjorksten dan Kohn pada tahun 1974. Dalam pendapatnya bahwa seiring dengan pertambahan umur manusia maka akan berdampak pada jumlah jaringan kolagen yang terbentuk akan semakin banyak dan mengganggu faal atau fungsi fisiologi organ semula. 2) Teori Non Genetik

Pada teori ini memfokuskan lokasi diluar nukleus sel, seperti organ, jaringan, dan sistem. Teori yang berdasarkan non genetik antara lain sebagai berikut:

(5)

Menurut teori ini proses menua diakibatkan oleh antibodi yang bereaksi terhadap sel normal dan merusaknya. Reaksi itu terjadi karena tubuh gagal mengenal sel normal dan memproduksi antibodi yang salah. Teori imunologis berangkat dari pengamatan bahwa dengan bertambahnya usia maka terjadi penurunan kadar imunoglobulin, terutama imunoglobuluin D, peningkatan natural killer cell, penurunan faal Limfosit dan resistensi terhadap infeksi, serta peningkatan kejadian penyakit – penyakit autonium ( Ririn Pudjiastuti dan Budi, 2000:6).

b) Teori Radikal Bebas

Menerangkan proses menua berdasarkan timbulnya kerusakan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Radikal bebas adalah atom atau molekul dengan susunan elektron tak lengkap. Susunan elektron yang tidak lengkap menyebabkan atom atau molekul sangat terpengaruh oleh medan magnet. Ini yang mengakibatkan radikal bebas menjadi bersifat sangat reaktif. Radikal bebas dapat terbentuk akibat hilangnya maupun penambahan elektron di lintasannya pada saat terputusnya ikatan kovalen atom atau molekul yang bersangkutan. Energi untuk memutuskan ikatan kovalen tersebut berasal dari panas, radiasi elektromagnetik atau reaksi redoks berlebihan (Halliwell, 1996). Radikal bebas dapat dirusak oleh enzim protektif yang dibentuk tubuh yaitu superoksid dismutase, katalase, dan glutation peroksidase. Bila terdapat sebagian radikal bebas yang tak terdestruksi (escape) maka radikal bebas tersebut akan merusak membran organel subselular seperti membran mitokondria,dan mikrosom. Keadaan tersebut akan mengakibatkan terjadinya kerusakan sel. Bentuk kerusakan yang tampak misalnya kerusakan endotel dengan akibat munculnya berbagai proses degeneratif .

2. Keseimbangan

a. Definisi keseimbangan

Keseimbangan adalah salah satu kunci pokok pada saat kita bergerak, keseimbangan merupakan proses yang komplek yang melibatkan penerimaan dan

(6)

integrasi input sensorik dan perencanaan serta pelaksanaan suatu gerak untuk mencapai tujuan yang membutuhkan postur tegak (Allison L, 2001). menurut Harsono (1998:23), adalah kemampuan untuk mempertahankan sistem

neuromuscular dalam suatu posisi atau sikap yang efisien saat kita bergerak.

Sementara itu, menurut Winter dalam Howe, et al., (2008) keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan proyeksi pusat tubuh pada landasan penunjang baik saat berdiri, duduk, transit dan berjalan.

Keseimbangan potural adalah kemampuan tubuh untuk memelihara pusat dari massa tubuh dengan batasan dari stabilitas yang ditentukan oleh dasar penyangga, pusat massa tubuh adalah titik dimana jumlah gaya yang bekerja sama dengan nol. Pada orang normal, pusat massa tubuh terletak di depan vertebra sacral ke – 2 atau berada 55 – 57 % dari tinggi badan seseorang diatas tanah. Batasan stabilitas adalah tempat pada suatu ruang dimana tubuh dapat menyangga posisi tanpa berubah dari dasar penyangga. Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan disetiap segmen tubuh dengan didukung oleh sistem muskuloskeletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien (Suhartono, 2005)

b. Anatomi dan Fisiologi Keseimbangan

Fungsi keseimbangan diatur secara fisiologi oleh bagian-bagian otak yang mempunyai fungsi sensomotorik masing-masing yang berperan dalam mengontrol fungsi keseimbangan, yaitu:

1) Batang Otak

Fungsi motorik batang otak yang berhubungan dengan sistem otot rangka dapat dibagi dalam kedua kelompok besar, fungsinya membantu menopang badan terhadap daya tarik bumi dalam mempertahankan keseimbangan (Guyton and Arthur, 1994).

2) Aparatus Vestibularis

Ini adalah organ sensoris yang mendeteksi sensasi mengenai keseimbangan, yang terdiri dari suatu labirintus. Labirin statis memberi

(7)

informasi mengenai posisi kepala di dalam ruang, labirin kinetik mengirim informasi mengenai pergerakan kepala. Bila kepala bergerak maka suatu penyesuaian penglihatan sebagai kompensasi, reflek vestibular okular diperlukan untuk mempertahankan fiksasi mata terhadap suatu obyek (Guyton and Arthur,1994)

3) Cerebellum

Fugsinya mengkoordinasikan pergerakan sadar yang terampil dengan mempengaruhi aktivitas otot dan mengontrol keseimbangan dan tonus otot melalui hubungan dengan sistem vestibularis dan sumsum tulang belakang.

c. Penyebab Gangguan Keseimbangan

Gangguan keseimbangan pada Lansia dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada sistem neurologis atau saraf pusat, sistem sensori terutama sistem visual, propioseptif dan vestibuler serta ditambah dengan sistem muskuloskeletal (Miller, 2004). Perubahan pada sistem neurologis dapat menyebabkan perubahan psikososial diantaranya adalah kerusakan kognitif, kecemasan dan ketakutan. Faktor resiko internal dan eksternal juga dapat menyebabkan gangguan keseimbangan pada Lansia. Faktor resiko internal dapat berupa gangguan patologis atau penyakit yang diakibatkan oleh perubahan fisiologis dan psikososial pada Lansia. Selain itu karakteristik usia lanjut seperti usia, jenis kelamin dan pekerjaan. Riwayat jatuh yang dapat menyebabkan takut jatuh, aktivitas fisik, nutrisi serta medikasi dapat menjadi faktor resiko gangguan keseimbangan. Faktor resiko eksternal dapat berupa lingkungan, penggunaan alat bantu jalan, alas kaki serta pakaian yang tidak adekuat (Miller,2004)

d. Dampak Gangguan Keseimbangan

Akibat dari gangguan keseimbangan adalah jatuh dan sering mengarah pada injuri, kecacatan, kehilangan kemandirian dan berkurangnya kualitas hidup (Salzam,2010). Jatuh merupakan kejadian yang tidak disengaja sebagai konsekuensi dalam mempertahankan pukulan yang keras, kurangnya kesadaran, serangan paralisis yang tiba-tiba pada stroke atau serangan epilepsi (Lord, et

(8)

al.,2007). Jatuh mengakibatkan keterbatasan fisik, mengurangi kapasitas untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari, kegagalan sistem pernafasan dan muskuloskeletal, kerusakan fisik, fraktur pada panggul radius ulna, humerus, kaki, leher, injuri seperti luka memar, lecet dan terkilir, subdural hematom, hospitalisasi, peningkatan biaya perawatan dan bahkan mortalitas. Resiko kejadian jatuh dapat dikurangi dengan cara meningkatkan keseimbangan ( Singh,2000).

e. Keseimbangan Lansia

Stabilitas postural adalah masalah yang umum pada Lansia. Lansia mengalami kemunduran atau perubahan morfologis pada otot yang menyebabkan perubahan fungsional otot, yaitu terjadi penurunan kekuatan dan kontraksi otot, elastisitas dan fleksibilitas otot, serta kecepatan dan waktu reaksi. Penurunan fungsi dan kekuatan otot akan mengakibatkan penurunan kemampuan mempertahankan keseimbangan postural atau keseimbangan tubuh Lansia.

Penurunan kekuatan otot ektrimitas bawah dapat mengakibatkan kelambanan gerak, langkah pendek, kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih gampang goyah (Darmojo, 2000). Penurunan kekuatan otot juga menyebabkan terjadinya penurunan mobilitas Lansia. Karena kekuatan otot merupakan komponen utama dari kemampuan melangkah, berjalan dan keseimbangan.

f. Jenis Keseimbangan postural

Menurut Suhartono, (2005) bahwa keseimbangan postural dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu keseimbangan postural statik dan keseimbangan postural dinamik.

1) Keseimbangan statis (statis balance)

Keseimbangan statik adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat memelihara keseimbangan tubuhnya pada suatu posisi tertentu. Sebagai contoh ekstrimnya pada anak – anak yang menirukan patung.

(9)

Keseimbangan dinamis merupakan keseimbangan pada saat tubuh melakukan gerakan atau saat berdiri diatas landasan yang bergerak (Dynamic

tanding) yang akan menempatkannya dalam kondisi yang tidak stabil, dan pada

keadaan ini kebutuhan akan kontrol keseimbangan postural akan semakin meningkat, misalnya pada saat bangkit berdiri dari duduk dikursi, berjalan, berlari, naik di atas perahu, ataupun berlari di atas treadmill.

Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen tubuh dengan didukung oleh sistem muskuloskeletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan masa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien.

Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dan integrasi/interaksi sistem sensorik (vestibular, visual, dan somatosensorik termasuk propioceptor) dan muskuloskeletal (otot, sendi dan jaringan lunak lain) yang dimodifikasi/di atur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, dan area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi ekternal dan internal (Setiawan, 2010). Serta dipengaruhi oleh faktor lain seperti, usia, motivasi, kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh obat dan pengalaman terdahulu.

Dalam praktek kehidupan sehari-hari keseimbangan statik dan dinamik saling bertumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan secara mutlak karena tubuh manusia jarang sekali dalam keadaan diam yang sempurna tanpa gerakan sama sekali. Tubuh secara berkesinambungan melakukan pengaturan postur yang tidak dapat dirasakan secara sadar. Pengaturan postur ini mengatur posisi tubuh yang optimal untuk konservasi/ penghematan energi.

d. Keseimbangan dinamis Lansia

Keseimbangan dinamis Lanjut usia (Lansia) merupakan kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu yang akan membuat Lansia mampu untuk beraktifitas secara efektif dan efisien. Lansia meupakan masa perkembangan terakhir dalam hidup manusia, karena adanya proses penurunan kemampuan sehingga pada Lansia seperti keadaan ini kebutuhan akan kontrol keseimbangan postural semakin meningkat. Keseimbangan dinamis melibatkan

(10)

berbagai gerakan disetiap segmen tubuh dengan didukung oleh sistem muskuloskeletal dan bidang tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien. Dengan keseimbangan, fleksibilitas dan kekuatan yang baik maka akan terwujud pola jalan yang baik pada setiap individu. Pada saat berjalan itu melibatkan banyak aspek antara lain muskuloskeletal, neurologis, stimulus reseptor. Apabila semua aspek tadi bagus, maka kemampuan berjalan akan baik serta aktifitas Lansia akan terjaga. Berjalan terdiri dari beberapa fase, yaitu fase menumpu dan melayang, semua saling berkaitan untuk menuju jalan dengan keseimbangan yang sempurna.

e. Komponen-komponen Pengontrol Keseimbangan 1) Sistem informasi sensoris

Sistem informasi sensoris meliputi vestibular, somatosensoris, dan visual. a) Sistem vestibular

Menurut (Andi Sugiarto, 2005) organ vestibular memberikan informasi ke sistem saraf pusat tentang posisi dan gerakan dari kepala serta pandangan mata melalui reseptor makula dan krista ampularis yang ada di telinga dalam. Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-occular, mampu mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Kemudian meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke cerebellum, formatio retikularis, thalamus dan korteks serebri.

Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinthine, retikular formasi, dan serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang

(11)

menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural.

b) Somatosensoris

Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju cerebellum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan thalamus.

Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovial dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain, serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang.

c) Visual

Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. (Cratty dan Martin, 1969) menyatakan bahwa keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statis atau dinamis. Penglihatan juga merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang.

Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.

(12)

Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik.

Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal (eksternal force) maupun beban internal (internal force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi. Sehingga semakin banyak serabut otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut.

Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus kuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gaya gravitasi, seperti gerakan berdiri dikursi, ditahan beberapa detik berulang-ulang atau aktifitas dengan tahanan tertentu misalnya latihan dengan tali elastis, serta beban eksternal lainnya yang secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh.

3) Respon otot-otot postural yang sinergis (Postural muscles response

synergies)

Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan. Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergis sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan garis tubuh.

Kerja otot yang sinergis berarti bahwa adanya respon yang tepat (kecepatan dan kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam melakukan fungsi gerak tertentu.

(13)

Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan.

5) Lingkup gerak sendi (Joint range of motion)

Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi. Penurunan kemampuan muskuluskeletal dapat menurunkan ROM, sehingga akan mempengaruhi Lansia dalam melakukan aktifitas sehari-hari (Adhitya putra, 2012).

f. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keseimbangan

Faktor yang mempengaruhi keseimbangan menurut Ririn Pudjiastuti dan Budi (2000) adalah sebagai berikut:

1) Pusat gravitasi (Center of Gravity-COG)

Pusat gravitasi terdapat pada semua obyek, pada benda, pusat gravitasi terletak tepat di tengah benda tersebut. Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat. Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di atas pinggang diantara depan dan belakang vertebra sakrum ke dua.

Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu, serta berat badan.

2) Garis gravitasi (Line of Gravity-LOG)

Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah menentukan derajat stabilitas tubuh.

3) Bidang tumpu (Base of Support-BOS)

Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh

(14)

dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi. Menurut (Andi Sugiarto, 2005) kemampuan mengontrol keseimbangan sangat perlu, karena dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari tubuh hampir selalu berubah pusat massanya (COM = center of mass) dan landasan penunjangnya (BOS = base of support).

g. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Tubuh Lansia Keseimbangan dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko, yaitu faktor internal dan eksternal.

1) Faktor Internal a) Usia

Keseimbangan berkurang seiring bertambahnya usia karena perubahan yang terjadi pada Lansia (Sihvonen,2004). Maciel dan Guerra (2005) menemukan hubungan antara usia diatas 75 tahun dan keseimbangan yang buruk pada penelitiannya yang dilakukan pada 310 Lansia yang berusia lebih dari 60 tahun (Gai, et al., 2010). Menurut Tinetti dalam Gai, et al (2010) juga menyatakan bahwa lebih dari sepertiga penduduk berusia 65 tahun atau lebih di dunia mengalami jatuh dan setengahnya merupakan kejadian berulang. Jatuh merupakan dampak langsung dari gangguan keseimbangan (Gai, et al., 2010).

b) Jenis Kelamin

Perbedaan keseimbangan antara perempuan dan Laki-laki dapat dipengaruhi oleh faktor antropometri yang berbeda (Sihvonen,2004). Selain itu, perbedaan tersebut juga dipengaruhi oleh faktor psikologis, kekuatan otot, dan faktor hormonal (Sihvonen, 2004).

Observasi terhadap kejadian jatuh pada 963 Lansia berusia lebih dari 65 tahun di Inggris menemukan peningkatan kejadian jatuh pada Lansia wanita lebih tinggi daripada pria yaitu dari 30% menjadi 50% sedangkan

(15)

pada pria meningkat dari 13% menjadi 30% (Lord, et al., 2007). Menurut Davis dalam Lord, et al (2007) yang mengkaji kejadian jatuh pada Lansia jepang yang tinggal di Hawai menemukan bahwa kejadian jatuh terjadi pada Lansia laki-laki sebesar 13,9% dan wanita sebesar 27,6%. Rata-rata kejadia jatuh pada Lansia wanita adalah 40% sedangkan laki-laki sebesar 38% dan akan terus meningkat pada usia diatas 65 tahun. Kejadian tersebut dapat disebabkan berkurangnya kekuatan otot pada Lansia wanita dan kurangnya kemampuan Lansia wanita dalam mengembalikan stabilitas tubuh. Lansia wanita juga mengalami kelemahan otot pada ekstremitas bawah sehingga kurang dapat menyangga berat badan (Lord, et al., 2007) c) Pekerjaan

Pekerjaan berhubungan dengan ketidak seimbangan tubuh karena dikaitkan dengan kondisi lingkungan di tempat bekerja. Kondisi lingkungan tersebut diantaranya kondisi pencahayaan, temperatur dan kondisi lantai. Selain itu, pekerjaan dapat mempengaruhi keseimbangan juga dikaitkan dengan aktivitas dalam pekerjaan itu sendiri (Gauchard, et al., 2003)

d) Gangguan afektif dan kondisi psikologis

Ketakutan akan jatuh menyebabkan gangguan mobilitas yang dapat mempengaruhi keseimbangan (Gazzola, et al., 2006). Takut jatuh dapat menyebabkan Lansia membatasi aktivitas fisik, fungsional dan sosial sehingga mengakibatkan kelemahan otot, penampilan postur yang buruk, dan lambat berjalan (Todd & Skelton, 2004).

e) Penyakit Kardiovaskular

Miyamoto (2003) menemukan korelasi antara keseimbangan yang diukur dengan Berg Balance Scale (BBS) dengan penyakit kardiovaskular yaitu sebesar -0,353 dan alpha kurang dari 0,05 pada 36 sampel dengan usia 65 tahun atau lebih (Gazzola, et al., 2006). Hipotensi postural dapat mempengaruhi keamanan dan kualitas hidup Lansia serta berkontribusi pada kejadian jatuh apalagi jika dikombinasikan dengan gangguan penglihatan dan hambatan lingkungan (Miller, 2004).

(16)

f) Gangguan metabolik

Gangguan metabolik contohnya adalah obesitas (Salzam, 2010). Obesitas dikaitkan dengan status nutrisi. Status nitrisi yang diukur dengan IMT atau Indeks Massa Tubuh berhubungan dengan keseimbangan (Lee & Scudds, 2003). Penelitian Ringsberg, et al (1999) pada 230 Lansia wanita menghasilkan bahwa berat badan dan tinggi badan berhubungan dengan keseimbangan dan kekuatan otot.

g) Gangguan Muskuloskeletal

Gangguan muskuloskeletal dapat berupa kelemahan otot, abnormalitas kaki dan nyeri kaki (Gazzola, et al., 2006). Frekuensi nyeri pada kaki meningkat seiring dengan peningkatan usia (Helme & Gibson, 1999). h) Gangguan Neurologis

Gangguan neurologis yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan adalah delirium, demensia, gangguan vestibular dan stroke (Salzman, 2010). Stroke berhubungan dengan keseimbangan karena terjadi penurunan stabilitas postural, berkurangnya koordinasi, kerusakan kognitif, dan sensori serta berkurangnya aktivitas fisik (Weerdesteyn, et al., 2008).

i) Gangguan Sensori

Gangguan sensori yang mempengaruhi keseimbangan seperti gangguan pendengaran, penglihatan, dan propioseptif (Howe, et al., 2008). Penuaan mengakibatkan gangguan penglihatan bahkan saat kondisi pencahayaan yang normal. Berkurangnya penglihatan tersebut juga dihubungkan dengan kemampuan dalam mengontrol pergerakan mata dan persepsi terhadap warna karena sensitivitas terhadap warna berkurang pada Lansia (Petrofsky & Cuneo, 2008)

j) Penggunaan Beberapa Mediasi

Mediasi merupakan faktor resiko yang dapat menimbulkan dampak fungsional negatif (Miller,2004). Penggunaan beberapa obat terutama 4 atau lebih seperti antiaritmia, diuretik, digoxin, antikonvulsan, psikotropik dan antidepresan dapat mempengaruhi gangguan keseimbangan (Salzman,

(17)

2010). Pengobatan dihubungkan dengan efeknya seperti dapat menyebabkan nyeri, dispnea, ketidakseimbangan, keterbatasan rentang gerak, postur yang buruk, berkurangnya persepsi sensori, kelemahan, deformitas serta berkurangnya kesadaran dan kemampuan untuk beradaptasi terhadap kemungkinan bahaya lingkungan (Salzman, 2010). k) Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan beberapa pergerakan tubuh yang dibentuk dari otot-otot skeletal dan menghasilkan pengeluaran energi yang diekspresikan dengan kilokalori serta dapat dilakukan pada lingkup pekerjaan, waktu luang dan aktivitas rutin sehari-hari (Pender, Murdaugh, & Parsons, 2001). Aktivitas fisik juga dapat terjadi saat melakukan aktivitas seperti pekerjaan rumah, berkebun, melakukan hobi, rekreasi, dan olahraga (Allender & Spradley, 2001). Kategori aktivitas fisik dibagi berdasarkan tipe, frekuensi, durasi, dan intensitas. Aktivitas fisik dapat dilakukan dengan frekuensi 1-3 kali seminggu dan durasi 15-60 menit (Morris & Schoo, 2004).

2) Faktor Eksternal a) Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi keseimbangan dan berkontribusi pada resiko jatuh (Desai, et al., 2010). Lingkungan yang tidak aman pada area luar rumah seperti kondisi jalan yang retak, jalan depan rumah sempit, pencahayaan kurang, kondisi teras atau halaman yang landai dan memiliki tepian lebih tinggi. Bahaya lingkungan pada area ruang tamu adalah kurangnya pencahayaan, area yang sempit untuk berjalan, kondisi lantai yang retak dan berantakan, dengan barang serta kabel, karpet yang ujungnya terlipat, kaki kursi yang miring dan tinggi kursi yang tidak sesuai dengan tinggi kaki Lansia dan sandaran lengan pada kursi yang tidak kuat. (APS Healtcare, 2010)

b) Penggunaan alat bantu jalan

Penggunaan alat bantu jalan dalam jangka waktu lama dapat mempengaruhi keseimbangan Lansia sehingga dapat menyebabkan jatuh (

(18)

Safe saskatchewan and the Senior’s Falls Provincial Steering Committe.

2010).

c) Penggunaan Alas Kaki dan Pakaian

Penggunaan alas kaki dan pakaian yang tidak adekuat dapat menyebabkan gangguan keseimbangan yang berpotensi terhadap jatuh (Todd & Skelton, 2004)

h. Prinsip-prinsip Keseimbangan

Menurut Pate Rotella (1993:190) untuk mengatur badan agar tetap seimbang, terdapat prisip-prinsip yang mengatur keseimbangan yaitu sebagai berikut:

1) Garis gaya berat yakni Suatu garis khayal yang menggambarkan tarikan vertikal gaya berat. Vektor gaya ini melewati pusat gaya berat dan merupakan suatu faktor penting yang menentukan keseimbangan.

2) Dasar dukungan yakni suatu daerah yang menggambarkan permukaan dan seluruh berat badan terbagi diatasnya. Ukuran dan bentuk dasar dukungan merupakan variabel penting untuk mempertahankan keseimbangan.

3) Seimbang/ tidak seimbang/ keseimbangan netral. Keseimbangan tubuh manusia seringkali digolong-golongkan menurut kemampuannya menahan gaya yang dimaksudkan untuk mangacukan keseimbangan. Perbedaan utama diantara pengelompokkan keseimbangan terlihat dalam kegiatan pusat gaya berat apabila suatu gaya dikenakan pada suatu benda. 3. Senam Lansia

Senam Lansia telah banyak diciptakan oleh berbagai instansi yang ditujukan untuk meningkatkan kesehatan Lansia agar menjadi Lansia yang aktif dan tidak bergantung dengan orang lain.

a. Definisi Senam Lansia

Senam Lansia adalah serangkaian gerak tubuh yang teratur dan terarah serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia yang dilakukan dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga (Yahmin, 2012). Senam Lansia

(19)

adalah olahraga ringan dan mudah dilakukan, dan tidak memberatkan apabila diterapkan pada Lansia.

Senam adalah kegiatan utama yang paling bermanfaat dalam mengembangkan komponen fisik dan kemampuan gerak (Motor Ability) (Agus Mahendra 2000:14) Lewat berbagai gerakan dalam senam Lansia yang terlibat didalamnya akan berkembang daya tahan ototnya, kekuatannya, kelentukannya. koordinasi, serta keseimbangan Lansia yang akan memperbaiki mobilitas Lansia agar dapat menikmati masa tuanya dengan baik dan bermanfaat bagi orang disekitarnya.

b. Senam Sang Surya

Perguruan Tapak Suci memiliki empat aspek, yaitu aspek beladiri, olahraga, seni, dan mental spiritual.

1) Sejarah Senam Sang Surya

Senam Sang Surya disusun dari jurus banjaran ( Pencak Karomah) KH. Busyro Syuhada yang diturunkan kepada K. Abu Tafsir kemudian kepada KH. Syarif Amirudin merupakan gerakan beladiri-mental spiritual yang lazim diajarkan dalam situasi krisis (Crash program) terutama dalam komunitas muslim dahulu. Kemudian digubah bersama oleh KH. Syarif Amirudin dan Chamada Brajanegara kedalam bentuk senam kesehatan mental spiritual, disempurnakan oleh dewan guru Tapak Suci menjadi Senam Sang Surya, memenuhi amanat tanwir sebagai alternatif senam untuk lansia yang telah disusun oleh tim.

Adapun asal- usul dari nama Senam Sang Surya itu sendiri diambil dari gambar sinar sang surya yang berada pada lambang Perguruan Tapak Suci, sehingga ke-12 gerakannya juga diberi nama Sinar satu hingga Sinar dua belas.

2) Gerak Dasar Senam Sang Surya

Dasar gerak Senam Sang Surya terdiri dari 12 (duabelas) jurus, ditambah 1 (satu) gerak pembuka dan 1 (satu) gerak penutup, yang dilakukan selama 15 menit, untuk lebih jelasnya lihat Lampiran, tujuan gerakan tersebut adalah membangkitkan/mengaktifkan energi internal dan menyerap energi eksternal (energi kehidupan/penyembuh/illahi). Bentuk senam sederhana, menyenangkan

(20)

dan bisa dilakukan siapa saja, oleh usia berapa saja bahkan oleh Lansia yang tidak pernah berolahraga sekalipun.

c. Senam Sehat Indonesia

Senam Sehat Indonesia adalah nama resmi yang diberikan oleh Pemerintah bagi “Waitankung dan Neitankung”, suatu senam kuno berasal dari Cina yang menggambil prinsip: menenangkan pikiran serta mengendorkan otot untuk memungkinkan energi dasar bangkit, dan kemudian menyebarkan keseluruh tubuh guna mengaktifkan fungsi organ dalam memperlancar peredaran darah, sehingga seseorang dapat menjadi lebih sehat (Bapeda SSI, 1996).

1) Sejarah Senam Sehat Indonesia

Senam Sehat Indonesia sudah berumur ribuan tahun dan semula tetap tersimpan sebagai rahasia. Baru kemudian, setelah Haji Chang Chih Tung mempelajari lebih dari 30 tahun, dengan tujuan agar semua orang dapat hidup sehat dan bahagia, maka pada tahun 1976 mulailah senam ini disebarkan kepada masyarakat luas, dan pada tahun 1985 mulai diperkenalkan kepada masyarakat Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya yang dalam waktu singkat mendapat sambutan dari masyarakat ramai.

Dalam rangka mengolahragakan masyarakat dan memasyarakatkan olahraga, maka untuk menjaga agar senam tersebut dilaksanakan dengan tetap berpegang teguh pada kepribadian nasional berdasarkan Pancasila, Pemerintah memandang perlu adanya badan khusus yang bertanggung jawab atas penyelenggaraanya, maka disusun lah Badan Penyelenggara Senam Sehat Indonesia yang di sahkan dengan Surat Keputusan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga No. 0017/KMENPORA/87 tanggal 6 mei 1987, sebagai satu-satunya organisasi penyelenggara dan penanggungjawab Senam Sehat Indonesia (Bapenas SSI, 1987).

2) Gerak Dasar Senam Sehat Indonesia

Latihan Senam Sehat Indonesia merupakan satu kesatuan latihan yang terdiri atas 12 jurus dan berlangsung sekitar 20 menit.

Senam ini bertujuan untuk lebih mempelancar pernafasan, peredaran darah, gerak persendian dan otot, memperbaiki fungsi organ tubuh, memperlancar

(21)

sirkulasi energi yang terbentuk keseluruh tubuh. Apabila latihan ini dilakukan setiap hari secara teratur, diharapkan dapat menghambat proses penuaan. Untuk lebih jelasnya lihat pada Lampiran

1. Latihan Fisik Untuk Lansia

Latihan fisik adalah segala upaya yang dilaksanakan untuk meningkatkan kebugaran jasmani dan kondisi fisik Lansia (Rusli, 2012). Kebugaran jasmani merupakan suatu aspek fisik dari kebugaran menyeluruh.

Pada Lansia terjadi penurunan massa otot serta kekuatannya sehingga keseimbangan tubuh menurun, laju denyut jantung maksimal, toleransi latihan, kapasitas aerobik dan terjadinya peningkatan lemak tubuh (Hadi Martono, 1992). Bukti bukti yang ada menunjukkan bahwa latihan dan olahraga pada Lansia dapat mencegah atau melambatkan kehilangan fungsional tersebut (Darmojo, 2006:93).

a. Prinsip-prinsip Latihan Fisik Bagi Lansia

Prinsip-prinsip latihan olahraga untuk Lansia menurut (Nugroho, 2000), antara lain :

1) Memperhatikan komponen kesehatan jasmani yang paling mendasar untuk dilatih antara lain :Ketahanan, Kelenturan, Kekuatan otot, Komposisi tubuh (lemak tubuh jangan berlebih)

2) Selalu memperhatikan keselamatan 3) Latihan teratur dan tidak terlalu berat

4) Olahraga ringan dalam bentuk permainan sangat dianjurkan 5) Latihan dilakukan dengan dosis berjenjang (naik perlahan-lahan) 6) Menghindari olahraga yang bersifat pertandingan

7) Selalu memperhatikan kontraindikasi latihan, seperti:Adanya penyakit infeksi, Hipertensi lebih dari 180 mmHg sistolik dan 120 mmHg diastolik, Berpenyakit berat dan dilarang dokter untuk melakukan olahraga

b. Manfaat Latihan Fisik Lansia

Manfaat latihan fisik berupa olahraga bagi lansia diantaranya adalah untuk memperlancar sirkulasi darah, memperkuat otot, menjaga kelentukan sendi, mencegah pengeroposan tulang, menurunkan tekanan darah, menurunkan

(22)

kolesterol jahat, dan menaikkan kolesterol baik. Bahkan olahraga juga dapat meningkatkan kekebalan tubuh, menjaga keseimbangan dan koordinasi otot serta dapat membakar kalori untuk mengurangi berat badan yang berlebih (Said Junaidi, 2011).

B Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori yang telah dikemukakan di atas dapat digambarkan skematis kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

1. Perbedaan pengaruh Senam Sang Surya dan Senam Sehat Indonesia terhadap keseimbangan dinamis Lansia

Dengan melakukan olahraga khususnya senam dengan teratur dan benar dalam jangka waktu yang cukup akan berdampak positif bagi Lansia itu sendiri. Dengan berolahraga Lansia dapat memperlambat proses degenerasi karena

Penurunan Keseimbangan

Tubuh Resiko Jatuh Lansia

Meningkat Senam Sang Surya Senam Sehat Indonesia Variabel Atributif IMT Underweight, Normal, Overweight Degenerasi Penurunan Aktivitas Fisik Penurunan Fungsi Organ Gerak

(23)

perubahan usia. Karena dalam pergerakan apapun, kontraksi secara aktif (agonist) bersamaan dengan relaksasi atau pertentangan otot (antagonist). Otot akan lebih mudah mengalahkan resistensinya. Kapasitas urat otot untuk mempertahankan posisinya dalam waktu tertentu akan meningkat sebagai hasil latihan keseimbangan. Oleh karena itu tidak mengejutkan kalau seseorang dengan mobilitas gerak yang kurang atau ketidak mampuan merelaksasi otot antagonist, mungkin hanya mempunyai angka rendah dalam perkembangan keseimbangannya. Hal ini tidak berlaku pada Lansia yang aktif berolahraga.

Latihan keseimbangan dengan menggunakan Senam Sang Surya memiliki kelebihan yaitu pada tiap gerakannya terdapat gerakan kuda-kuda yang memberikan beban kepada kedua otot tungkai serta diselingi dengan gerakan memutar pada togok Lansia yang dapat memperkuat dan melatih kelentukan otot ekstremitas bawah sebagai anggota gerak tubuh bagian bawah yang berperan dalam mobilitas Lansia.

Selain kelebihan tersebut senam ini juga memiliki kelemahan yaitu otot tungkai yang dilatih untuk mempertahankan keseimbangan akan meningkat secara perlahan dalam waktu yang relatif lama, dikarenakan gerakan kuda-kuda yang bertumpu pada kedua tungkaiakan memberikan beban yang lebih sedikit.

Latihan keseimbangan dengan Senam Sehat Indonesia memiliki beberapa kelebihan, yaitu : pada Senam ini terdapat gerakan yang lebih bervariasi untuk meningkatkan fungsi anggota gerak bawah yang berperan besar dalam menjaga stabilitas tubuh Lansia agar tidak mudah goyah. Gerakan mengangkat satu kaki kedepan dan kebelakang pada gerakan „‟Jurus Santai Penuh Siaga” dapat meningkatkan fungsi anggota gerak bagian bawah Lansia yang sudah mengalami penurunan fungsi.

Selain kelebihan tersebut senam ini juga memiliki kelemahan, yaitu: karena terdapat gerakan mengangkat satu kaki pada gerakan “Jurus santai penuh siaga” maka resiko terjadinya cidera pada Lansia yang tidak mampu menjaga keseimbangannya akan meningkat.

(24)

Dari penjelasan kelebihan dan kelemahan kedua senam diatas maka dapat diperkirakan bahwa kedua senam tersebut akan memberikan hasil atau pengaruh yang berbeda terhadap keseimbangan dinamis Lansia.

2. Perbedaan keseimbangan dinamis Lansia ditinjau dari Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks masa tubuh (IMT) adalah rasio antara berat badan (Kg) dan tinggi badan2 (m) kuadrat, dengan menjaga berat badan ideal, memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang. Karena pada Lansia akan terjadi penurunan massa otot dan bertambahnya timbunan lemak, hal ini yang akan mengakibatkan terjadinya kegemukan pada Lansia.

Pada Lansia yang memiliki Indeks Masa tubuh berlebih atau Overweight akan mengakibatkan perubahan pusat gravitasi, hal ini akan menimbulkan problem keseimbangan pada Lansia, karena keseimbangan juga bisa diartikan sebagai kemampuan relatif untuk mengontrol pusat masa tubuh (Center of mass) atau pusat gravitasi (Center of gravity) terhadap bidang tumpu (Base of support). Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan masa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang. Pada manusia pusat gravitasi berpindah sesuai perubahan berat, dan pada orang yang memiliki berat badan berlebih akan terjadi perubahan letak dari Center of gravity atau pusat gravitasi hal ini bisa berpegaruh pada keseimbangan (Ririn Pudjiastuti dan Budi, 2000). Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif dan efisien. Sehingga pada Lansia yang kelebihan berat badan akan dijumpai lambatnya atau penurunan dalam mobilitas (Andre L and David, 2011).

Pada Lansia dengan indeks massa tubuh normal atau ideal pusat gravitasi tubuhnya berada pada 2 cm ± Vertebra Sacrum 2, hal ini sesuai dengan pendapat O‟Sullivan, 1981 bahwa keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada bidang tumpu terutama ketika saat posisi tegak dan bergerak. Selain itu kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara

(25)

efektif dan efisien. Pengaruhnya terhadap Lansia dengan Indeks massa tubuh yang normal adalah Lansia akan memiliki keseimbangan yang baik pada saat bergerak ataupun diam.

Pada Lansia dengan indeks massa tubuh Underweight, Status nutrisi yang kurang mengakibatkan atrofi otot, penurunan fleksibilitas sendi, dan permasalahan lainnya yang akan menimbulkan gangguan keseimbangan pada Lansia. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat diperkirakan bahwa Lansia yang memiliki kriteria IMT Overweight, Normal, dan Underweight akan memiliki skor keseimbangan yang berbeda.

3. Perbedaan pengaruh interaksi antara jenis senam Lansia dan IMT terhadap keseimbangan dinamis Lansia.

Hal yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan keseimbangan tubuh Lansia salah satunya adalah pemilihan bentuk latihan yang tepat dan benar, sehingga akan memperoleh hasil yang maksimal. Bentuk latihan yang dapat meningkatkan keseimbangan dinamis salah satunya adalah dengan melakukan Senam Lansia. IMT (Indeks Masa Tubuh) sangat besar pengaruhnya terhadap keseimbangan Lansia, Bagi Lansia yang memiliki Kategori IMT Overweight, normal, dan underweight memiliki skor keseimbangan yang berbeda – beda, hal ini dikarenakan pengukuran IMT dapat menunjukkan status nutrisi seseorang. Selain itu dengan pengukuran IMT dapat diketahui tinggi dan berat badan seseorang, dimana tinggi badan dan berat badan juga akan mempengaruhi keseimbangan Lansia. Jadi berdasarkan uraian diatas dapat diperkirakan akan adanya pengaruh interaksi antara jenis senam Lansia dan IMT terhadap keseimbangan dinamis tubuh Lansia.

C Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Ada perbedaan pengaruh Latihan Senam Sang Surya dan Senam Sehat Indonesia terhadap keseimbangan dinamis Lansia. Kelompok Senam Sehat

(26)

Indonesia memiliki keseimbangan dinamis yang lebih baik dibandingkan kelompok Senam Sang Surya..

2. Ada perbedaan keseimbangan dinamis antara Lansia yang memiliki kriteria IMT overweight, Normal, dan underweight, Lansia yang memiliki kategori IMT Normal memiliki keseimbangan dinamis lebih baik daripada Lansia yang memiliki kategori IMT Underweight dan Overweight.

3. Ada interaksi antara jenis latihan senam Lansia dan IMT terhadap keseimbangan tubuh Lansia.

Referensi

Dokumen terkait

Telalr melakukan perbaikan terhadap Tesis yang berjudul Work-Family Conflict: Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Terhadap Job Performance llan Moderasi

Saat ini di Desa Bukit Makmur adat yang digunakan adalah adat masyarakat pendatang.Adat yang telah ada lama kelamaan tergerus oleh pengaruh kaum pendatang yang membawa pengaruh bagi

Data dikumpulkan dengan teknik wawancara langsung kepada responden dengan berpedoman pada daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disiapkan. Wawancara dilakukan terhadap

Untuk semua limpahan berkat dan pertolongan yang telah dicurahkan sampai detik ini, sehingga kini penulis dapat menyelesaikan Kuliah Kerja Media di PT Komunikasi Mitra Dwipanca

Ketahanan berdasarkan perhitungan intensitas serangan pada genotip-genotip jantan menunjukkan bahwa ke-23 genotip jantan memiliki tipe ketahanan vertikal dan horizontal

Faktor ini sangat menentukan keberhasilan pencapaian visi dan misi Pemerintah Kabupaten Sleman, karena masyarakat dan swasta merupakan subyek sekaligus obyek

RANCANG BANGUN SHOES POLISHING WITH FOOTWEAR CLEANER KHUSUS SEPATU BERBAHAN KULIT.. (PERAWATAN

Bertolak dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat dikemukakan simpulan penelitian ini, adalah: (1) terdapat pengaruh yang signifikan kepemimpinan transformasional