• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Kebijakan fiskal

Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum. Dalam literatur klasik, terdapat beberapa perbedaan pandangan mengenai kebajikan fiskal, terutama menurut teori Keynes dan tiori klasik tradisional (Nopirin, 2000). Pada prinsipnya Keynes berpendapat bahwa kebijakan fiskal lebih besar pengaruhnya terhadap output daripada kebijakan moneter. Hal ini didasarkan atas pendapatnya bahwa, pertama elastisitas permintaan uang terhadap tingkat bunga kecil sekali (extrim-nya nol) sehingga kurva IS tegak. Kebijakan fiskal yang ekspansif akan menggeser kurva IS kekanan sehingga output meningkat. Sedangkan ekspansi moneter dengan penambahan jumlah uang beredar pada kurva IS yang tetap tidak akan berpengaruh terhadap output. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan fiskal akan lebih efektif dibandingkan dengan kebijakan moneter.

(2)

2.2 Jenis Kebijakan Fiskal

Dari sudut ekonomi makro maka kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi dua yaitu Kebijakan Fiskal Ekspansif dan Kebijakan Fiskal Kontraktif. Kebijakan Fiskal Ekspansif adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah, pada saat munculnya kontraksional gap. Konstraksional gap adalah suatu kondisi dimana output potensial (YF) lebih tinggi dibandingkan dengan output Actual ( ). Pada saat terjadi kontraksional gap ini kondisi perekonomian ditandai oleh tingginya tingkat pengangguran dimana >

.

Kebijakan ekspansif dilakukan dengan cara menaikkan pengeluaran pemerintah (G) atau menurunkan pajak (T) untuk meningkatkan output (Y), adapun mekanisme peningkatan pengeluaran pemerintah ataupun penurunan pajak (T) terhadap output adalah sebagai berikut, pada grafik (2.1) maka dapat dijelaskan bahwa disaat pengeluaran pemerintah (∆G) naik atau selisih pajak (∆T) turun maka akan menggeser kurva pengeluaran agregat keatas sehingga pendapatan akan naik dari (Y1) menjadi (Yf).

(3)

Gambar 2.1. Kurva kebijakan fiskal ekspansif

Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah kebijakan pemerintah dengan cara menurunkan belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi. kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. pada saat munculnya ekpansionary gap. Ekspansionary gap adalah suatu kondisi dimana output potensial (Yf) lebih kecil dibandingkan dengan output Actual ( ). Adapun

(4)

terhadap output (Y) adalah sebagai berikut, secara grafik kebijakan fiskal kontraktif diagram sebagai berikut:

Gambar 2.2. Kurva kebijakan fiskal kontraktif

Pada gambar 2.2 dapat dijelaskan bahwa disaat pengeluaran pemerintah (∆G) turun atau selisih pajak (∆T) naik maka akan menggeser kurva pengeluaran agregat kebawah sehingga Pendapatan akan turun dari (Y1) menjadi (Yf)

(5)

2.3 Alat Analisis Kebijakan fiskal melalui IS Curve 2.3.1 Teori IS Curve

Pasar barang adalah pasar dimana semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara dan dalam jangka waktu tertentu.

Permintaan dalam pasar barang merupakan agregasi dari semua permintaan akan barang dan jasa di dalam negeri, sementara yang menjadi penawarannya adalah semua barang dan jasa yang diproduksi dalam negeri.

Kurva IS menyatakan hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang muncul di pasar barang dan jasa. Kurva IS juga menyatakan “investasi” dan “tabungan”. Dalam sistem ekonomi tertutup, identitas output agregat merupakan penjumlahan konsumsi rumah tangga, konsumsi perusahaan dan konsumsi pemerintah, yaitu:

G I C

Y    (2.1)

Y = output riil agregat,

C = konsumsi riil rumahtangga, I = konsumsi riil perusahaan, dan G = konsumsi riil pemerintah.

Fungsi konsumsi riil rumahtangga dan konsumsi riil perusahaan masing-masing adalah ] ), [(Y T R C C   (2.2)

(6)

] , [ RY I

I  (2.3)

Y - T = pendapatan disposable riil, dan R = tingkat bunga nominal.

Hubungan persamaan (2.1), (2.2) dan (2.3) menjelaskan output riil agregat, yaitu: G R Y I R T Y C Y  [(  ), ] [ , ] (2.4)

Fungsi konsumsi riil rumahtangga dalam bentuk linier dari pendapatan disposable dan tingkat bunga nominal: C = 0 + 1 [Y-T] - 2 R. Demikian juga fungsi konsumsi riil perusahaan adalah dalam bentuk linier dari pendapatan disposable dan tingkat bunga nominal: I= 0 + 1 Y - 2 R. Oleh sebab itu output riil agregat ekonomi tertutup berubah menjadi:

] ) ( [ 1 1 2 2 1 0 0 1 1 R T G Y                ] , , [R G T Y  (2.5)

Persamaan (2.5) menjelaskan keseimbangan pasar barang, dimana keseimbangan output riil agregat [Y] ditentukan oleh tingkat bunga nominal [R], konsumsi riil pemerintah [G] dan pajak pendapatan riil [T]. Persamaan (2.5) menjelaskan bahwa kemiringan atau slope dari kurva IS adalah negatip, artinya respons output riil agregat [Y] terhadap tingkat bunga bunga nominal [R] adalah negatip.

(7)

2.3.2 Derivasi Is Secara Grafis dan Matematis Secara grafis fungsi IS dapat dilihat sebagai berikut :

AE2=C+I(r2)+G Y2 Y Y1 R2 R1 R AD/AS AE1=C+I(r1)+G Y1 Y2 E2 E1 45 IS E1 E2

Gambar 2.3. Kurva IS pendekatan 2 diagram

1. Pada tingkat bunga pada R1 maka kurva permintaan agregat adalah pada kurva a + bY + e – f.R1, maka pendapatan nasional equilibrium pada Y1.

(8)

2. Titik E1 pada diagram pertama terbentuk dari perpotongan antara kurva a + bY + e – f.R1 dan garis 45o.

3. Titik E1 pada diagram kedua merupakan perpotongan garis yang ditarik dari titik E1 pada diagram pertama dengan garis R1 pada diagram kedua.

4. Bila tingkat bunga pada R2, maka kurva permintaan agregat adalah pada kurva a + bY + e – f.R2, pendapatan nasional equilibrium pada Y2.

5. Titik E2 pada diagram pertama terbentuk dari perpotongan antara kurva a + bY + e – f.R2 dan garis 45o.

6. Titik E2 pada diagram kedua merupakan perpotongan garis yang ditarik dari titik E2 pada diagram pertama dengan garis R2 pada diagram kedua.

7. Dengan menghubungkan titik E1 dan E2 pada diagram kedua, didapatkan kurva IS.

Pergeseran dan pergerakan dalam kurva IS, secara umum dapat dilakukan melalui perubahan–perubahan pada variabel pengeluaran pemerintah (G) dan pajak (T) yang terkait dengan kebijakan fiskal.

Dengan menggunakan perpotongan Keynesian untuk melihat bagaimana perubahan-perubahan lain dalam kebijakan fiskal menggeser kurva IS. Karena kenaikan pengeluaran pemerintah atau menurunkan pajak akan memperbesar pendapatan dan menggeser kurva IS keluar atau kekanan. Menurut Mankiw (2000), dan Glahe, Fred R. (1977), besarnya perubahan pendapatan (Y) sebagai akibat

(9)

perubahan pengeluaran pemerintah atau penurunan pajak adalah sebesar multipliernya. Secara grafik maka pergeseran tersebut dapat dilihat sebagai berikut

Gambar 2.4. Kurva Pergeseran Kurva IS

Kenaikan dalam pengeluaran pemerintah (G) menggeser kurva IS dari IS0 ke IS1. Kenaikan pengeluaran pemerintah meningkatkan pengeluaran yang direncanakan. Pada tingkat bunga tertentu, pergeseran dalam pengeluaran yang

(10)

direncanakan sebesar ∆G menyebabkan kenaikan dalam pendapatan nasional Y sebesar ∆G / (1 – MPC) sehingga kurva IS bergeser ke IS1 (lihat gambar 2.4)

Secara matematis pergeseran kurva IS maka dapat dihitung sebagai berikut : G R I T Y C Y  (  ) ( ) ) , ( RY E YDengan syarat 0 Y E   Y E E  0   r E R

Perhitungan deferensial dari dua persamaan diatas adalah sebagai berikut :

0 1 ) 1 ( r E Y E                                  y r r Y r Y r Y E E R Y R E Y E R E Y E Y R E Y E Y R Y Y

Dari turunan diatas maka dapat dilihat hubungan tingkat suku bunga terhadap pendapatan maka kurva IS berslope negatif. Hal ini menunjukan jika tingkat suku bunga (R) meningkat maka akan menurunkan tingkat pendapatan.

Pergeseran kurva IS secara matematis dilihat hubungan antara Pendapatan agregat dengan Pengeluaran agregat

G

R

T

Y

E

Y

G

R

I

T

Y

C

Y

)

,

,

(

)

(

)

(

(11)

Perhitungan deferensial dari dua persamaan diatas adalah sebagai berikut :

0

1

1

)

1

(

R

E

Y

E

0 0

y Y

E

Y

G

G

Y

E

G

R

Y

Y

Dari turunan persamaan pendapatan agregat diatas maka dapat disimpulkan bahwa disaat pengeluaran pemerintah naik maka pendapatan agregat akan naik dan menggeser kurva IS kekanan begitu juga sebaliknya disaat pengeluaran pemerintah turun maka pendapatan agregat juga turun sehingga akan menggeser kurva IS kekiri.

2.4 Teori Kebijakan Moneter

Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan. Ahli ekonomi klasik mempunyai pendapat bahwa kebijakan moneter lebih efektif dibandingkan dengan kebijakan fiskal. Pada perkembangannya, dengan munculnya kaum monetarist yang pada dasarnya beraliran klasik, perbedaan pendapat dengan noe-kaynesian tidak lagi berkisar pada lereng kurva IS dan LM ini. Demikian juga perbedaannnya tidak se extrim diatas. Kaum monetarist juga mengakui bahwa

(12)

kebijakan fiskal dapat mempengaruhi pendapatan nasional, hanya saja kebijakan moneter lebih besar serta dapat di perkirakan dan lebih cepat efeknya.

Kerangka umum yang sering dipergunakan dalam menganalisis interaksi simultan antara permintaan dan penawaran baik pada pasar barang dan pasar uang adalah kerangka IS-LM. Kerangka ini dapat menunjukkan bagaimana kebijakan moneter dan fiskal mampu mempengaruhi tingkat pendapatan atau output (Mankiw, 2000; Mishkin, 2004). Bagi bank sentral yang merupakan otoritas moneter, kebijakan yang ia pilih bergantung pada target, kondisi aktual perekonomian, kapasitas kebijakan dan pertimbangan tentang efektivitas kebijakan tersebut. Kebijakan moneter ini ditentukan secara terpusat oleh Bank Indonesia. Meskipun dalam formulasi kebijakannya Bank Indonesia sudah mempertimbangkan aspek regional, namun respon agen dan dampak pada masing-masing region tersebut sangat mungkin berbeda, dan ini sangat bergantung pada kondisi empirik masing-masing daerah.

2.5 Jenis Kebijakan Moneter

Dari sudut ekonomi makro maka kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi dua yaitu Kebijakan Moneter ekspansif dan kebijakan moneter kontraktif. Kebijakan Moneter Ekspansif adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. pada saat munculnya kontraksional gap. Berikut grafik kebijakan moneter ekspansif. Dari gambar dibawah dapat dilihat kondisi awal penawaran uang (Ms1) dan tingkat suku bunga adalah kurva (R1). Pada kurva R1 tingkar suku bunga

(13)

yang peka terhadap pengeluran adalah I=(a+Ip), rencana pengeluaran agregat menjadi AEp(R1) dan Produk Domestik Bruto adalah (Y1).

Gambar 2.5. Kebijakan Moneter Ekspansif R R R MS1 MS2 L(R, Y1) R E Y1 Y AEp AEp ( ) Y=E Y LM LM2 I1 M/P I I=(a+Ip )

(14)

Selain itu kurva PDB pada Y1 membantu menetukan posisi kurva permintaan uang pada kurva L(R, Y1) dimana besama-sama dengan kurva (Ms1) menentukan tingkat suku bunga (R1). Ketika Ms1 meningkat menjadi Ms2 maka tingkat suku bunga turun karena pendapatan dan pengeluaran naik menjadi menjadi (R1), AEp (R1) dan Y1.

Kebijakan Moneter Kontraktif adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.

Fasilitas Diskonto (Discount Rate) Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah

(15)

menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio) Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.

Himbauan Moral (Moral Persuasion) Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi himbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

2.6 Alat Analisis Kebijakan Fiskal Melalui LM Curve 2.6.1 Teori LM Curve

Model LM menjelaskan keseimbangan permintaan dan penawatan uang. Rumah tangga memerlukan atau memegang uang sebagai aktiva yang berfungsi sebagai alat tukar, pengukur nilai dan penyimpan nilai. Model keseimbangan permintaan dan penawaran uang adalah

(16)

Pada nilai [MP] tertentu, persamaan (2.6) menjelaskan bahwa respons output riil agregat [Y] terhadap tingkat bunga nominal [R] adalah positip karena hubungan stok uang [M] dengan tingkat bunga nominal [R] adalah negatip. Jika model keseimbangan pasar uang adalah M/P = 0 + 1 Y - 2 R maka skedul LM adalah Y = -(0/1) + (2/1) R + (1/1) M/P atau secara umum: y = [R, M/P].

Hubungan Y dengan R pada stok uang tertentu menjelaskan kurva LM dengan dengan kemiringan positip. Artinya respons output riil agregat [Y] terhadap tingkat bunga nominal [R] adalah positip atau peningkatan tingkat bunga akan meningkatkan output riil agregat pada keseimbangan pasar uang. Hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang muncul di pasar uang dinyatakan dengan Kurva LM. Teori preferensi likuiditas menyatakan bahwa tingkat bunga menyesuaikan untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan untuk aset perekonomian yang paling likuid, yaitu uang. Jika M menyatakan penawaran uang dan P menyatakan tingkat harga, maka M/P adalah penawaran dari keseimbangan uang riil. Teori preferensi likuisditas mengasumsikan adanya penawaran uang riil tetap. Penawaran uang M adalah variabel kebijakan eksogen yang dipilih oleh bank sentral. Tingkat harga P juga merupakan variabel eksogen dalam model ini (dianggap tingkat harga adalah tertentu (given) karena model IS-LM menjelaskan jangka pendek ketika tingkat harga adalah tetap).

(17)

2.6.2 Derivasi LM Secara Grafis dan Secara Matematis Secara grafis fungsi LM dapat dilihat sebagai berikut :

R Y Y2 Y1 M/P R1 R2 R L2 LM E E2 R1 R2 E2 E1 L1

Gambar 2.6. Kurva LM pendekatan 2 diagram 1. Penawaran uang merupakan garis tegak lurus (M/P1).

2. Pada penghasilan tertentu ada permintaan uang, kurva permintaan uangnya adalah L1 = kY – h.R.

3. Perpotongan kurva permintaan uang (M/P1) dan penawaran uang (L1) terletak pada titik E1 dan menentukan tingkat bunga R

4. Apabila pendapatan bertambah maka kurva permintaan terhadap uang menjadi L2 dan memotong kurva penawaran uang pada E2 sehingga jadi R2

(18)

5. Titik Y1 penghasilan yang bersifat Given kedua tingkat bunga R yang terbentuk pada diagram sebelah kiri permintaan dan penawaran, kemudian karena penghasilan naik yaitu menjadi Y2, maka permintaan terhadap uang menjadi L2 yang menghasilkan tingkat bunga R2 maka terbentuk kurva LM.

kurva IS.

Pergeseran dan pergerakan dalam kurva IS, secara umum dapat dilakukan melalui perubahan pada variabel tingkat suku bunga dan pendapatan yang terkait dengan kebijakan moneter. Pergeseran kurva LM dapat dilihat pada gambar 2 berikut :

(19)

Keterangan : r adalah tingkat suku bunga, Y adalah pendapatan nasional, M/P adalah money supply, L(R, Y) adalah permintaan uang.

Penurunan dalam penawaran uang akan menggeser kurva LM dari LM0 ke LM1 yang berakibat terhadap kenaikan tingkat suku bunga dalam tingkat pendapatan nasional tertentu.

Secara matematis maka pergeseran kurva LM dapat dihitung sebagai berikut MS=Md atau Ls=Ld sehingga

Maka persamaan kurva LM juga dapat ditulis dalam bentuk :

Perhitungan deferensial dari dua persamaan diatas adalah sebagai berikut :

0 0 ) / ( ) / ( ) / (                               r Y r Y L L Y R P M R L Y L P M R R L Y Y L P M

M/P merupakan intersept dengan sumbu tegak, sedangkan h/k merupakan slope (kecuraman) kurva positif, disaat tingkat suku bunga turun maka pendapatan juga

M 0 h k, ;   kY hR P     P M kY h R 1 0 . 1     k h Y R

(20)

2.7 Model Permintaan Agregat

Persamaan (2.5) menjelaskan perilaku skedul IS dari rumahtangga dan perusahaan dan persamaan (2.6) menjelaskan perilaku permintaan uang sebagai aktiva atau skedul LM. Kombinasi (2.5) dan (2.6) menjelaskan model permintaan agregat, yaitu: ) , , (R G T Y  dan M/PL(Y,R)        GT P M Y Y , , (2.7)

Dari (2.7) ditunjukkan bahwa respons output riil agregat terhadap stok uang riil dan konsumsi riil pemerintah adalah positip dan respons terhadap pajak riil adalah negatip. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa hubungan output riil agregat terhadap tingkat harga umum adalah negatip, menjelaskan skedul permintaan agregat [AD]. Pada kurva IS yang tetap, peningkatan harga akan menurunkan stok uang riil sehingga skedul LM semakin rendah dan sebaliknya. Dari (2.7) diketahui tiga faktor yang dapat mempengaruhi permintaan agregat, yaitu M, G dan T. Peningkatan stok uang [M] pada tingkat harga umum yang tetap akan meningkatkan skedul LM sehingga skedul AD naik. Sebaliknya penurunan stok uang [M] pada tingkat harga umum yang tetap akan menurunkan skedul LM sehingga skedul AD turun Peningkatan pajak pendapatan riil pada tingkat harga umum yang tetap akan menurunkan skedul IS sehingga skedul AD turun, dan sebaliknya penurunan pajak pendapatan riil pada tingkat harga umum yang tetap akan meningkatkan skedul IS

(21)

sehingga skedul AD naik Oleh sebab itu perubahan kebijakan fiskal dan moneter akan merubah skedul AD.

Dari (2.7) diketahui tiga faktor yang dapat mempengaruhi permintaan R LM: [M0/P0] LM: [M1/P0] LM: [MP1] IS y P AD0 P0 P1 AD1 Y

Gambar 2.8. Kurva Permintaan Agregat

2.8 Analisis Maksimum Model IS dan LM

Individu atau rumahtangga bertujuan untuk memaksimumkan utilitas dari memegang uang. Stok uang riil yang dipegang individu atau rumah tangga digunakan untuk konsumsi dan lesure sehingga fungsi utilitas rumah tangga untuk memegang uang sampai waktu tak terhingga adalah

(22)

Kendala rumahtangga pada periode [t] ditunjukkan oleh hubungan lesure R IS LM:[M/P0] LM:[M/P1] W/P nd ns y P AS0 AS1 n AD y y y n 450 y

Gambar 2.9. Kurva Analisis Maksimum Model IS dan LM dengan konsumsi riil dan stok uang riil, yaitu:

lt = (ct, mt) (2.15)

Dimana respons lesure terhadap konsumsi riil adalah negatip [c < 0 ] dan respons terhadap uang kas riil adalah positip [m > 0]. Persamaan (2.15) menjelaskan bahwa jumlah waktu lesure dan waktu bekerja adalah tetap. Pada konsumsi tertentu,

(23)

waktu bekerja akan berkurang apabila waktu lesure dan stok uang riil bertambah. Apabila individu atau rumah tangga menggunakan semua fasilitas aktiva produktif maka produksi agregat berubah menjadi:

] , [ 1t t t f n k y (2.16)

Dimana f(kt-1) menjelaskan fungsi produksi agregat individu atau rumahtangga. Fungsi produksi agregat individu atau rumah tangga mengakibatkan perubahan kendala anggaran rumahtangga menjadi:

t t t t t t t t v c k k m m k f( 1)    1 [1 1]1 (2.17) dimana:

vt = transfer pemerintah kepada individu atau rumahtangga, dan t-1 = Pt-1  Pt-2 = tingkat inflasi periode [t - 1].

Masalah rumahtangga adalah menentukan ct, kt, lt dan mt dengan cara memaksimalkan fungsi tujuan (2.14) dengan kendala (2.15) dan (2.17).

Penurunan konsumsi sekarang [ct] berarti juga penurunan permintaan stok uang riil sekarang [mt]. Penurunan konsumsi sekarang akan menurunkan skedul IS dan peningkatan stok uang riil akan meningkatkan skedul LM, sehingga permintaan agregat turun dan tingkat harga umum naik. Penurunan permintaan agregat dan peningkatan tingkat harga umum akan menurunkan konsumsi riil rumahtangga dan konsumsi riil perusahaan. Proporsisi ini membuktikan bahwa analisis utilitas maksimal sesuai dengan analisis IS dan LM.

(24)

2.9 Koordinasi Kebijakan Dalam Jangka Panjang dan Jangka Pendek

Beberapa hasil studi telah melahirkan beberapa kajian baru tentang koordinasi kebijakkan fiskal dan moneter. Dalam jangka panjang (Hagen dan Mundshenk, 2003) terget kebijakan moneter yang dibuat bank sentral adalah untuk mengendalikan tingkat inflasi tanpa memikirkan pertumbuhan ekonomi. Sementara itu kebijakan pengeluaran pemerintah dalam kebijakan fiskal suatu negara bertujuan untuk meningkatkan output kepada sektor swasta dan sektor publik tetapi tidak dalam tingkat output dan mendistribusikan output kepada sektor swasta dan sektor publik dalam jangka panjang, bank sentral akan dapat mencapai sasaran kebijakannya yaitu stabilitas harga, tanpa bertentangan dengan kebijakan fiskal. Pemerintah dapat menggunakan alternatif kebijakan fiskal cocok dan sesuai yang dibutuhkan negara saat itu. Pada posisi tersebut, tidak diperlukan adanya koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.

2.10 Efektivitas Kebijakan Moneter dan Fiskal

Para ekonom telah lama memperdebatkan apakah kebijakan moneter atau fiskal yang memiliki pengaruh lebih besar terhadap permintaan agregat. Menurut model IS-LM jawaban atas pertanyaan ini tergantung parameter dari kurva IS dan LM.

Efektivitas Kebijakan fiscal dilihat dari kurva IS

Y=C(Y-T)+I(R)+G (1)

(25)

Y-bY=(a+c)+(G-bT)-dR (3) + + + (4)

Persamaan diatas menunjukan kurva IS secara aljabar. Persamaan ini menyatakan tingkat pendapatan (Y) pada tingkat bunga (R) serta kebijakan fiskal (G) dan (T) berapa pun. Dengan mempertahankan kebijakan fiscal tetap, semakin tinggi tingkat bunga, semakin rendah tingkat pendapatan. Kurva IS menggambarkan persamaan ini untuk nilai-nilai yang berbeda dari (Y) dan (R) berdasarkan nilai tetap dari (G) dan (T). Dari persamaan ini bisa diverifikasi kurva IS

1. Koefisien bunga negatif, kurva iS akan miring ke bawah; tingkat bunga lebih tinggi mengurangi pendapatan.

2. Karena koefisien belanja pemerintah adalah positif, kenaikan belanja pemerintah akan mengeser kurva IS ke kiri

3. Koefisien pajak adalah negatif kenaikan pajak akan mengeser kurva IS ke kiri

Koefisien tingkat bunga,-d/(1-b), menunjukan kecuraman atau datarnya kurva IS. Jika investasi sangat sensitive terhadap tingkat bunga, maka d menjadi besar, dan pendapatan juga sangat sensitive terhadap tingkat bunga. Dalam kasus ini, perubahan kecil pada tingkat bunga menyebabkan perubahan besar dalam pendapatan kurva IS lebih datar. Sebaliknya, jika investasi tidak sangat sensitif terhadap tingkat bunga, d menjadi kecil, dan pendapatan juga tidak sangat sensitif terhadap tingkat bunga. Dalam kasus ini perubahan besar pada tingkat bunga menyebabkan perubahan kecil

(26)

tergantung pada kecenderungan mengkonsumsi marjinal b. semakin besar mengkonsumsi marginal semakin besar perubahan pendapatan yang disebabkan tingkat bunga. Alasannya adalah bahwa akan menimbulkan pengganda yang besar atas perubahan investasi. Semakin besar pengganda, semakin besar dampak perubahan investasi terhadap pendapatan dan kurva IS menjadi mendatar.

Kecenderungan mengkonsumsi marginal b juga menentukan sejauh mana perubahan kebijakan fiskal menggeser kurva IS . Koefisien G. 1/(1-b), adalah pengganda belanja pemerintah dalam perpotongan Keynesian. Demikian pula, koefisien T,-b/(1-b), adalah pengganda pajak dalam perpotongan Keynesian. Semakin besar kecenderungan mengkonsumsi marginal, semakin besar pengganda, dan semakin besar pergeseran kurva IS yang berasal dari perubahan kebijakan fiskal. Efektivitas Kebijakan fiskal dilihat dari Kurva LM

Untuk melihat efektivitas kebijakan fiskal dapat diuraikan secara aljabar dari persamaan sebagai berikut

M/P=L(r, Y) (1)

L(r, Y)=eY-f r (2)

Dimana e dan f adalah angka lebih besar dari nol. Nilai e menentukan berapa besar permintaan uang meningkat ketika pendapatan naik. Nilai f menentukan berapa banyak permintaan uang turun ketika tingkat bunga naik. Ekuillibrium pasar uang sekarang dijelaskan dengan

M/P =eY- f r (3)

(27)

Persamaan ini memberi kita tingkat bunga yang menyeimbangkan pasar uang untuk setiap nilai pendapatan dan keseimbangan berdasarkan riil. Kurva LM menggambarkan persamaan ini untuk nilai Y dan R yang berbeda berdasarkan nilai M/P yang tetap. Dari koefisien pendapatan (e/f) dapat menentukan kurva LM curam atau datar. Jika permintaan uang tidak sangat sensitif terhadap tingkat pendapatan, maka e adalah kecil. Dalam kasus ini, hanya diperlukan perubahan kecil dalam tingkat bunga untuk mengurangi kenaikan kecil dalam permintaan uang yang disebabkan oleh perubahan pendapatan ; kurva LM relatif datar. Demikian pula, jika kuantitas uang yang diminta tidak sangat sensitive terhadap tingkat bunga, f adalah kecil. Dalam kasus ini, pergeseran pada permintaan uang yang disebabkan oleh perubahan pendapatan akan menimbulkan perubahan besar pada tingkat bunga ekuillibrium; kuva LM relatif Curam.

Dalam melihat efektivitas kebijakan kita membandingkan pada tiga daerah yaitu daerah klasik, intermediate range dan daerah keynes. Daerah liquidity trap merupakan daerah yang idenya pertama sekali dikemukan oleh Keynes. Keynes menganggap ada satu daerah pada kurva LM yang memiliki tingkat bunga yang sangat rendah dan tidak mungkin turun lagi. Daerah ini yang disebut daerah liquidity trap. Situ daerah klasik memili kurva LM yang tegak lurus. Hal ini dikarenakan pemahaman kaum klasik bahwa teori permintaan uang, permintaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga. Menurut paham ini, permintaan uang dipengaruhi oleh pendapatan. Karena tidak ada hubungannya dengan suku bunga, maka kurva LM

(28)

kurva LM dipengaruhi oleh suku bunga. Untuk melihat keefektifan ekonomi dapat kita lihat pada gambar berikut:

IS0 IS1 IS0 IS1 IS0 IS1 R Y Y0 Y1 Y0a

Gambar 2.10. Kurva Efektivitas Kebijakan Fiskal Y0c=Y1d Y1b

Gambar (2.10) menunjukkan apabila kurva IS bergeser ke kanan berarti kebijakan fiskal ekspansif. Jika kita perhatikan pada masing-masing daerah, kebijakan fiskal sangat efektif pada daerah keynesian dan efektif pada daerah intermediate range. Hal ini terlihat dari besarnya perubahan keseimbangan pendapatan nasional didaerah keynesian. Sementara itu, kebijakan fiskal sama sekali

(29)

tidak efektif pada daerah klasik. Ketika ada kebijakan fiskal, keseimbangan pendapatan nasional tidak berubah.

R

IS3 LM0 LM1

IS2 IS1

y1 y2 y4 y3 y5 y

Gambar 2.11. Kurva Efektifitas Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter yang ekspansif ditandai dengan bergeser kurva LM dari Ke . Apabila dibandingkan pada ketiga daerah maka kebijakan moneter sangat efektif didaerah klasik dan efektif pada daerah intermediate. Sementara itu, kebijakan moneter sama sekali tidak efektif pada daerah keynesian.

2.11 Penelitian Terdahulu

(30)

guncangan fiskal. Hasil temuan dari penelitian ini adalah bahwa kenaikan pajak merupakan kebijakan yang bersifat kontraksi terhadap perekonomian. Pengaruhnya sangat signifikan dan merugikan bagi perekonomian, karena efek perubahannya lebih besar dari pada perubahan tingkat pajak itu sendiri. Efek yang paling besar pengaruh negatifnya adalah pajak yang berhubungan dengan investasi

Chun (2006), meneliti tentang pengaruh kebijakan fiskal terhadap tingkat tabungan nasional di korea dengan menggunakan model life – cycle menemukan bahwa dalam jangka panjang ketidakseimbangan dalam anggaran belanja akan menurunkan tingkat tabungan nasional di Korea.

Penelitian Bania dkk (2006), untuk melihat hubungan antara pajak, pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi di US menemukan bahwa penerimaan pajak yang selanjutnya digunakan untuk penegluaran pemerintah yang produktif dalam hal ini, pendidikan, dan infrastruktur berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menggunakan model non linear dan mengadopsi teori endogenous dari Robert Barro.

Kustepeli (2005), meneliti dan menganalisis tentang efektifitas kebijakan fiscal dalam konteks hipotesis crowding out kebijakan fiscal yang dilakukan oleh pemerintah Turkey. Penelitian tersebut menggunakan kointegrasi johansen yang menghasilkan bahwa pendapat Keynes dan pendapat neokalsik tentang akibat dari kebijakan fiscal yang diambil oleh pemerintah Turkey berlaku terjadi di Turki. Ketika terjadi peningkatan pada pengeluaran pemerintah ditemukan crowding out terhadap

(31)

investasi swasta. Disimpulkan bahwa defisit angaran menimbulkan crowding out efek terhadap investasi swasta.

Maryatmo (2004), melaukan penelitian yang bertujuan untuk mengamati dampak dari kebijakan deficit anggaran yang dilakukan oleh pemrintah terhadap variable makro ekonomi secara umum dan khususnya variable moneter dalam jangka panjang dan jangka pendek. Penelitian ini menggunakan spesifikasi model rasional ekspektasi yang memungkinkan pengambil keputusan untuk mencegah efek – efek yang lain.

Model tersebut mengkonstruksi 8 persamaan jangka panjang dan delapan persamaan jangka pendek dan 12 persamaan identitas. Pengestimasian menggunakan metode two stage least square hasil penelitian menunjukkan bahwa deficit anggaran mempengaruhi tingkat suku bunga dalam jangka panjang dan jangka pendek. Dan defisit anggaran juga berpengaruh terhadap nilai tukar dan tingkat harga.dalam jangka panjang hasil uji causal memperlihatkan bahwa nilai tukar dan tingkat harga mempunyai efek yang berkebalikan dengan defisit anggaran.

Adapun Gupta et al. (2002) melakukan studinya dengan kasus 39 negara ESAF dan PRGF dengan kurun waktu 1990-2000. Studi tersebut lebih dimaksudkan untuk mengetahui apakah fiskal adjustment dan perbaikan komposisi pengeluaran pemerintah memiliki manfaat baik bagi pertumbuhan ekonomi di negara-negara miskin. Sumber pembiayaan pemerintah juga diamati di sini dengan dilatarbelakangi kenyataan bahwa selama ini studi-studi yang ada belum memperhatikan apakah

(32)

pertumbuhan dibandingkan defisit yang dibiayai dengan sumber-sumber dana dalam negeri.

Selain menemukan bahwa komposisi pengeluaran pemerintah yang lebih produktif penting artinya bagi pertumbuhan dan pencapaian fiskal adjustment yang berkelanjutan, Gupta et al. (2002) juga menyebutkan bahwa komposisi pembiayaan defisit juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di negara-negara miskin. Namun, berbeda dengan temuan Aschauer di atas, Gupta et al. justru menemukan bahwa pembiayaan defisit anggaran pemerintah dari sumber-sumber domestik lebih merugikan pertumbuhan ekonomi daripada pinjaman luar negeri.

Turnovsky (2000), meneliti tentang hubungan antara kebijakan fiskal dan output di Amerika Serikat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah OLS. Penelitiannya menemukan bahwa kebijakan fiskal tidak memiliki dampak terhadap keseimbangan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Tingkat pertumbuhan yang lambat memberikan kenyataan bahwa kebajikan fiskal hanya berpengaruh pada jangka pendek pada masa transisi. Kenaikan variabel instrumen fiskal dalam jumlah yang relatif besar tidak terlalu berpengaruh besar terhaap output.

Hafer, Haslag dan Jones (2002), meneliti tentang hubungan antara kebijakan moneter, jumlah uang beredar, dan output di Amerika Serikat. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode OLS dengan menggunakan data tahun 1961 – 1982 dan 1961 – 2000. Penelitian ini terdiri dari tiga kajian. Yang pertama yaitu melihat hubungan antara kebijakan moneter dan output dengan mengestimasi

(33)

persamaan output gap dimana tingkat pembiayaan bank sentral menjadi instrumen kebijakan moneter. Yang kedua yaitu mengestimasi pengaruh jumlah uang beredar (M0,M1.M2) dengan mempengaruhi tingkat bunga terhadap output. Hasil estimasi memperlihatkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara tingkat pembiayaan bank sentral terhadap output kurun waktu tahun 1961 – 1982. Namun tercatat tidak signifikan pada data tahun 1982 hingga tahun 2000. Penelitian ini juga menemukan hubungan yang signifikan antara lag jumlah uang riil dan output gap pada tahun 1961 – 1982, namun juga tidak signifikan pada tahun 1982 – 2000.

Albatel (2003), meneliti tentang hubungan antara kebijakan pemerintah (kebijakan moneter dan kebajikan fiskal) dan output di Arab Saudi. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kointegrasi dan error correction model dengan menggunakan data tahun 1964 – 1998. hasil penelitian memperlihatkan terhadap hubungan kointegrasi antara kebijakan pemerintah (kebijakan fiskal dan moneter), liberalisasi perdagangan, dan pertumbuhan ekonomi di Arab Saudi. Variabel pengeluaran pemerintah (kebijakan fiskal) dan jumlah uang beredar (kebijakan moneter) memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil statistik menukung adanya pemikiran bahwa aktivitas pemerintah (investasi pemerintah) akan meningkatkan pertumbuhan pendapatan perkapita. Begitu juga dengan kebijakan pemerintah baik secara fiskal maupun moneter memiliki efek permanen terhadap output rill. Semenjak kenaikan harga minyak tahun 1973, Arab Saudi terus meningkatkan pengeluarannya. Namun fluktuasi harga minyak

(34)

menyebabkan pemerintah harus meningkatkan defisit anggaran dan mengurangi pengeluaran untuk aktivitasnya.

Giavazzi (2003), meneliti tentang koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter di Brazil. Hasil studinya memperlihatkan bahwa resiko kredit dapat menjadi pusat mekanisme dimana bank sentral yang menargetkan inflasi dapat kehilangan kendali atas terjadinya inflasi itu sendiri. Dengan kata lain, terjadinya perpindahan dominasi fiskal. Ketidakteraturan kebijakan fiskal dapat menyebabkan efektivitas kebijakan moneter menjadi berkurang. Misalnya kebijakan peningkatan tingkat bunga malah menyebabkan inflasi tidak menurun. Perekonomian Brazil jatuh pada tingkat keseimbangan yang buruk ketika kebijakan fiskal mengurangi efektivitas kebijakan moneter ( terjadi crowding out ). Namun dalam jangka panjang, kebijakan fiskal ini dapat mengembalikan kondisi kembali normal, terjadi kestabilan EMBI spread, kestabilan nilai tukar, inflasi, dan utang pemerintah, dan pertumbuhan ekonomi.

Hagen dan Mundschenk (2003), meneliti tentang koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter di EMU (Economic and Monetary Union di Eropa). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada jangka panjang kebijakan moneter dapat mencapai kestabilan harga tanpa bertentangan dengan kebijakan fiskal. Bank Sentral dapat menetapkan tingkat inflasi tanpa mempengaruhi output terhadap individu dan keseluruhan masyarakat. Namun pada jangka pendek, ada konflik potensial antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Jika Bank Sentral hendak mencapai stabilitas harga, kebijakan fiskal pemerintah harus berjuang untuk menekan

(35)

permintaan agregat, dan peningkatan output. Dalam jangka pendek, kebijakan ini cenderung berbiaya tinggi, sehingga inflasi sulit ditekan. Disini perlu keseimbangan, dimana Bank Sentral dapat mempengaruhi agregat demand dan pemerintah dapat mempengaruhi agregat supply.

2.12 Hipotesis Penelitian

Dari uraian teori dan penelitian terdahulu diatas, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut :

1. Pajak (instrumen kebijakan fiskal) berpengaruh negatif terhadap Produk Domestik Bruto di Indonesia

2. Pengeluaran pemerintah (instrumen kebijakan fiskal) berpengaruh positif terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia

3. Jumlah uang beredar (instrumen kebijakan moneter) berpengaruh positif terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia.

(36)

48

2.13 Kerangka Pemikiran

Dari uraian di atas dapat dibuat kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut : GOV TAX M1 R PDB M1

Gambar

Gambar 2.1.  Kurva kebijakan fiskal ekspansif
Gambar 2.2.  Kurva kebijakan fiskal kontraktif
Gambar 2.3. Kurva IS pendekatan 2 diagram
Gambar 2.4.  Kurva Pergeseran Kurva IS
+7

Referensi

Dokumen terkait

perdagangan luar negeri, maka negara itu.. akan memperoleh sumber daya

Itu merupakan contoh tanggung jawab sosial terhadap masyarakat sekitar, contoh lain tanggung jawab sosial suatu perusahaan untuk karyawan, yaitu pihak perusahaan

dalam Bahasa Inggris adalah lebih rendah dibandingkan skor rata-rata untuk soal dalam Bahasa Indonesia, maka ada indikasi bahwa program SBI dapat dianggap tidak berhasil

Section 2 presents an overview of the ISO 9126 model of quality; section 3, the structure of the QEST model; and section 4, the prototype developed for a Web-based implementation

menyebabkar aroma buah pada tirnun letih harum dan rasa daging buahnnya lebih manis, sehingga timun lebih disukai oleh lalat buatr Hal iai didukung oleh

Hal ini dikarenakan bahwa pada proses Med-Arb, arbitrase hanya dapat dilakukan apabila para pihak yang bersengketa itu setuju untuk melanjutkannya kepada proses arbitrase,

Mapping , subjek dapat mencari hubungan yang identik dari karakteristik antara masalah sumber dan masalah target kemudian membangun kesimpulan untuk selanjutnya hubungan

Mempertimbangkan keberagaman hasil penelitian sebelumnya, besaran dana desa yang dikucurkan pemerintah pusat dari tahun ke tahun, serta merujuk regulasi tentang keuangan desa