• Tidak ada hasil yang ditemukan

DALAM TEMBANG SUNDA CIANJURAN STUDI KOMPARATIF TERHADAP GAYA RUK-RUK RUKMANA DAN GAYA GAN-GAN GARMANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DALAM TEMBANG SUNDA CIANJURAN STUDI KOMPARATIF TERHADAP GAYA RUK-RUK RUKMANA DAN GAYA GAN-GAN GARMANA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1 Julia

This research is investigators the two kacapi indung artists that influential in tembang Sunda Cianjuran art, because it has pirigan style with special characteristic. The comparation is done by using a qualitative study, and the methodology and methods of inquiry as advanced by writers in the disciplines of sociology, psychology, anthropology, and the humanities. The factors that influence the differentiation in pirigan kacapi indung are environment, education, game technique, and creativity. The special characteristic of pirigan kacapi indung form and structure are in the tabuhan pasieupan, tabuhan gelenyu, tabuhan kemprangan, tabuhan kait, and the tabuhan bubuka. Both of pirigan kacapi indung styles are proved have influence pirigan development with two different directions, that is Ruk-Ruk which is tending to innovation, and Gan-Gan which is tending to actualitation.

Keywords: Pirigan, kacapi indung, and style.

I. Pendahuluan

Tembang Sunda Cianjuran merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional Sunda yang menyajikan musik dan vokal. Instrumen (Sunda=Waditra) musik yang digunakan terdiri atas kacapi indung, kacapi rincik, dan suling/rebab. Komposisi musik dalam karawitan Sunda diistilahkan dengan gending, namun dalam tembang Sunda Cianjuran disebut pirigan, dan pemain musiknya disebut pamirig. Vokal (Sunda=Sekar) dalam tembang Sunda Cianjuran diistilahkan tembang, dan vokalisnya disebut penembang. Penyajian vokal dan pirigan dalam prakteknya memiliki banyak keragaman dalam hal teknik, dongkari

(2)

(senggol), ornamentasi, variasi, dan cara mengekspresikannya kepada audiens. Menurut Hermawan (2002:13), setiap penembang memiliki ciri khas yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, begitu pula para penabuh kacapi indung mempunyai gaya tabuhan yang khas, yang berbeda satu dengan yang lainnya. Salah satu penyebabnya adalah adanya kecenderungan para seniman tembang Sunda Cianjuran terutama yang telah ahli untuk melakukan pengembangan agar vokal dan pirigan menjadi lebih sempurna.

Seniman kacapi indung yang memiliki gaya tersendiri adalah Ruk-Ruk Ruk-Rukmana dan Gan-Gan Garmana. Kedua seniman ini telah diakui kekhasannya dalam pirigan kacapi indung baik oleh masyarakat tembang Sunda Cianjuran maupun oleh masyarakat luas. Bahkan, ciri khas pirigan kacapi indungnya banyak dipelajari dan ditiru oleh para seniman kacapi indung, sehingga pirigan kacapi indung kedua seniman tersebut menjadi gaya tersendiri dan menjadi acuan para seniman kacapi indung dalam tembang Sunda Cianjuran.

Kehadiran pirigan kacapi indung gaya Ruk-Ruk Rukmana dan Gan-Gan Garmana telah memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap dunia tembang Sunda Cianjuran. Dalam hal gaya Supanggah (2002:137) berpendapat, bahwa gaya berpotensi untuk memengaruhi individu, kelompok, atau kawasan (budaya, musik, kesenian). Berdasarkan

(3)

pengamatan penulis, munculnya kedua gaya pirigan kacapi indung berpengaruh terhadap beberapa hal, yaitu sebagai berikut.

Pertama, berpengaruh terhadap sistem pewarisan dalam bidang pirigan kacapi indung. Dengan kata lain, gaya pirigan kacapi indung Ruk-Ruk Ruk-Rukmana dan Gan-Gan Garmana telah mampu menumbuhkan minat dan ketertarikan para generasi muda untuk mempelajari gaya pirigan kacapi indung mereka.

Kedua, berpengaruh terhadap komposisi musikal dalam penyajian tembang Sunda Cianjuran. Gaya pirigan kacapi indung Ruk-Ruk Rukmana dan Gan-Gan Garmana memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap komposisi musikal terutama dalam hal penciptaan harmonisasi dengan penembang dan instrumen lainnya. Artinya, perbedaan gaya dalam pirigan kacapi indung mereka telah menghasilkan harmonisasi yang berbeda dalam setiap penyajian tembang Sunda Cianjuran.

Ketiga, berpengaruh terhadap sikap sosial para seniman tembang Sunda Cianjuran. Perbedaan gaya pirigan tersebut menimbulkan dampak tertentu antara lain: (a) adanya arogansi di antara sesama pamirig, indikasinya secara sosial yakni timbulnya sikap pretensius. (b) adanya kepercayaan diri para pamirig yang mempelajari dan menguasai gaya pirigan kacapi indung tertentu, dan (c) adanya ajang adu gengsi di antara sesama pamirig. Hal ini terjadi karena semua pemilik gaya pirigan kacapi

(4)

indung tertentu merasa memiliki prestise yang lebih tinggi di antara sesama pemilik gaya pirigan kacapi indung lainnya.

Berkembangnya gaya pirigan dalam tembang Sunda Cianjuran yang diakui masyarakat, juga telah memunculkan sifat hegemonitas di antara sesama seniman kacapi indung. Sikap demikian pada akhirnya menggiring para senimannya pada persoalan kekuasaan. Bentuk kekuasaan dalam hal ini seperti yang dinyatakan Burke (2001:112), yakni sebagai sebentuk energi kreatif yang dapat diperebutkan oleh pihak-pihak yang bersaing. Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa seorang seniman kacapi indung keunggulannya tidak lepas dari daya saing dan kemampuannya bersaing secara kreatif dalam hal mengembangkan pirigan kacapi indung. Sementara persoalan kreativitas, yang dipandang dapat menimbulkan perbedaan gaya pirigan kacapi indung dalam tembang Sunda Cianjuran, tidak akan terlepas dari persoalan garap musikal khususnya garap karawitan yang dilakukan oleh kedua seniman kacapi indung. Seperti yang dikatakan Waridi (2004:133), bahwa garap pada dasarnya adalah suatu tindakan yang menyangkut imajinasi, interpretasi, dan kreativitas.

Untuk lebih memperjelas bahasan dalam penelitian ini, permasalahan dirumuskan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut. (1) faktor-faktor apakah yang memengaruhi terbentuknya perbedaan gaya pirigan antara Ruk-Ruk Rukmana dan Gan-Gan Garmana? (2) bagaimana bentuk dan struktur pirigan kacapi indung gaya Ruk-Ruk Rukmana dan

(5)

gaya Gan-Gan Garmana? (3) bagaimanakah pengaruh gaya pirigan Ruk-Ruk Rukmana dan Gan-Gan Garmana terhadap perkembangan pirigan kacapi indung dalam tembang Sunda Cianjuran sampai saat ini?

Penelitian ini merupakan penelitian komparasi yang mengkaji tiga persoalan di atas dengan menggunakan metode kualitatif, serta menggunakan pendekatan sosiologi, antropologi, psikologi, dan sejarah.

II. Tinjauan Pustaka

Untuk menelusuri proses terbentuknya perbedaan gaya pirigan pada kedua seniman kacapi indung berikut perkembangannya, maka perlu dilakukan komparasi terhadap aspek sejarah. Karena dalam realitanya, pembentukan gaya individu sangat dipengaruhi oleh gaya-gaya sebelumnya atau dipengaruhi oleh unsur-unsur pirigan sebelumnya. Oleh karena itu, peneliti melakukan kajian dengan cara mendeskripsikan ihwal rangkaian kejadiannya. Menurut Kuntowijoyo (2003:45), rangkaian kejadian yang susul-menyusul tidak saja menjawab mengenai apa yang ada, tetapi mengapa sesuatu itu ada, dan bagaimana terjadinya. Artinya, hubungan kausal, pengaruh, dan perbuatan-perbuatan dengan kesengajaan merupakan esensi dari pendekatan ini.

Sementara untuk mengkomparasikan bentuk dan struktur pirigan kacapi indung pada kedua seniman yang diteliti, maka perlu dilakukan analisis musik terhadap bentuk dan struktur pirigan. Menurut Nettl (1964:149), bahwa bentuk adalah “the interrelationship of sections, and the

(6)

total structure of the piece including the interrelationship of melodic and rhythmic element” (hubungan di antara bagian-bagian, dan struktur keseluruhan dari sebuah komposisi, termasuk di dalamnya hubungan di antara unsur-unsur melodis dan ritmis). Sedangkan struktur adalah bagian-bagian komposisi musik yang satu sama lain saling berhubungan. Merriam (dalam Supanggah, ed,. 1995:115) mengatakan, bahwa untuk menentukan struktur yang dapat mencirikan suatu gaya, dapat dilakukan dengan melakukan analisis terhadap elemen-elemen gaya, di antaranya kontur melodi, interval-interval melodi dan pola-pola interval, ornamentasi dan unsur-unsur melodis, bar, ritme, dan tempo. Dengan demikan, dapat dipastikan bahwa persoalan bentuk tidak akan terlepas dari persoalan struktur (Herdini, 2006:52).

Seniman kacapi indung yang banyak melakukan pengembangan terhadap garap musikal kacapi indung hingga menghasilkan pola-pola tabuhan kacapi indung dengan ciri khas yang berbeda dengan seniman kacapi indung lainnya, dalam kurun waktu tertentu dapat menjadi satu gaya petikan kacapi indung tersendiri. Salah satu hal yang sangat memengaruhi terciptanya suatu gaya dalam pirigan kacapi indung, adalah proses kreativitas yang dilakukan oleh para seniman kacapi indung. Namun, karena ruang kreativitas dalam tembang Sunda Cianjuran dapat dikatakan terbatas, maka kreativitas pun dapat diartikan sebagai suatu upaya pengembangan yang sedikitnya memiliki unsur kebaruan. Seperti dituturkan

(7)

oleh James Mapes, bahwa berpikir kreatif merupakan kemampuan untuk melihat sesuatu yang tak terlihat sebelumnya, dan menciptakan sesuatu yang baru dari penataan kembali atas yang lama (Marianto, 2006:69).

Setelah mengkaji berbagai hal pada kedua seniman kacapi indung, pada akhirnya akan dapat diketahui apakah Ruk-Ruk dan Gan-Gan termasuk ke dalam integrated professional seperti dikemukakan Howard S. Becker (1982), yakni insan yang selalu berpikir secara integral, dan mampu menghadapi tantangan zaman serta sangat peduli pada perubahan (Narawati, 1998:27).

III. Pembahasan

Ruk-Ruk Rukmana: Tokoh Tua Yang Populer

Ruk-Ruk Rukmana dilahirkan pada tanggal 29 Maret 1950 di daerah Kebon Manggu jalan Otto Iskandardinata-Bandung. Ia dilahirkan di lingkungan keluarga seniman dari pasangan Juju Subari dan Mamah Maskanah dengan nama kecil Komar Rukmana Subari. Ayahnya, Juju Subari, adalah karyawan di kehutanan yang juga aktif dalam dunia pedalangan (wayang golek), selama 30 tahun Ia berkecimpung dalam bidang tersebut sebagai nayaga. Ia berperan sebagai pemain saron, juru alok, dan ngarincik1 dengan menggunakan kacapi rincik.

Pada waktu Ruk-Ruk berusia kurang lebih 3 tahun, keluarga Juju Subari pindah rumah ke jalan Nilem di daerah Buah Batu-Bandung, di

(8)

tempat inilah Ruk-Ruk mulai mengenal seni tembang Sunda Cianjuran. Tatkala Ruk-Ruk menginjak usia lima tahunan di tempat ini sering diadakan latihan tembang Sunda Cianjuran, yang berlangsung kurang lebih empat kali dalam seminggu bersama tokoh-tokoh Cianjuran pada masa itu. Kegiatan latihan rutin tersebut telah menumbuhkan minat dan keinginan pada diri Ruk-Ruk untuk mempelajari instrumen kacapi indung. Minat dan keinginan Ruk-Ruk tersebut dapat dipandang sebagai motivasi internal, yakni motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri dan tidak dipengaruhi oleh orang lain (Dariyo, 2007:219). Dengan demikian, dapat diketahui bahwa Ruk-Ruk mulai mengenal dan mempelajari kacapi indung sejak usia lima tahun dan diawali dari lingkungan keluarganya sendiri.

Menginjak masa pendidikan, Ruk-Ruk berhasil menyelesaikan pendidikan formal sampai tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Selama di pendidikan formal Ruk-Ruk tidak mendapatkan pembelajaran tentang instrumen kacapi indung. Namun, Ia belajar tentang gamelan degung yang banyak berpengaruh terhadap kreativitasnya di masa sekarang dalam mengembangkan pirigan kacapi indung. Pembelajaran ihwal kacapi indung Ia dapatkan melalui pendidikan nonformal. Ruk-Ruk memiliki beberapa guru kacapi indung yang telah menjadikannya seorang ahli dalam memainkan kacapi indung, yakni sebagai berikut.

Guru pertama, Bapak Juju Subari (ayahnya). Dari ayahnya Ruk-Ruk mempelajari semua teknik dan pola tabuhan dalam pirigan kacapi indung

(9)

antara lain teknik sintreukan, teknik kemprangan, teknik kait, teknik kaut, dan teknik tengkepan. Pola tabuhan yang dipelajarinya antara lain pola tabuhan pasieupan, pola tabuhan gelenyu, dan pola tabuhan iringan yang terdiri atas pola tabuhan gumekan, kemprangan, dan kait. Teknik dan pola tabuhan tersebut terbagi ke dalam enam wanda (klasifikasi lagu) Cianjuran yakni wanda papantunan, wanda jejemplangan, wanda dedegungan, wanda rarancagan, wanda kakawen, dan wanda panambih.

Guru kedua, Bapak Soma Wijaya. Ruk-Ruk belajar pirigan kacapi indung pada Soma Wijaya juga secara keseluruhan, karena Soma Wijaya adalah seorang ahli dalam bidang tembang Sunda Cianjuran baik dalam vokal maupun iringannya. Bahkan, dari Soma Wijaya Ia memperoleh variasi-variasi tabuhan kacapi indung yang digunakan sebagai embrio dalam pengembangan kacapi indung saat ini.

Guru ketiga Ruk-Ruk adalah Uking Sukri, guru keempat adalah Bapak Emo, guru kelima adalah Bapak Apih Soma, guru kelima adalah Bapak Hadori, dan guru keenam adalah Bapak Dohim. Dari Pak Uking Sukri, Pak Emo, Pak Apih Soma, Pak Hadori, dan Pak Dohim, Ruk-Ruk tidak mempelajari tabuhan kacapi indung seutuhnya, tidak seperti yang dipelajari dari ayahnya dan Pak Soma Wijaya. Ia hanya mempelajari lagu-lagu tertentu yang menurut Ruk-Ruk tabuhannya menarik, berbeda, atau enak didengar. Ruk-Ruk hanya mencari kelebihan-kelebihan yang ada pada para guru kacapi indung tersebut. Hasil dari pembelajarannya terhadap

(10)

beberapa guru kacapi indung tersebut, Ruk-Ruk berhasil menjuarai pasanggiri2 pamirig tembang Sunda Cianjuran pada tahun 1978.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa teknik dan pola tabuhan kacapi indung yang dimiliki Ruk-Ruk banyak didapat dari hasil pembelajarannya di jalur pendidikan nonformal yang diperoleh dengan cara belajar secara privat kepada para seniman kacapi indung dalam tembang Sunda Cianjuran.

Ruk-Ruk juga menguasai seluruh instrumen dalam tembang Sunda Cianjuran, antara lain kacapi indung, kacapi rincik, dan suling. Namun, menurut seorang seniman suling, Iwan Mulyana, bahwa keahlian Ruk-Ruk yang telah teruji dan paling diakui oleh masyarakat luas adalah dalam hal memainkan kacapi indung (wawancara, 15 Januari 2008). Secara musikal, Ia memiliki keterampilan yang telah diakui oleh masyarakat luas dalam beberapa hal, antara lain dalam teknik permainan kacapi indung, pola-pola tabuhan kacapi indung, teknik penjarian, penguasaan komponen skill3,

kepekaan musikal, improvisasi, variasi, dan cara menyetem kacapi. Sementara secara sosial, keahliannya yang telah diakui oleh masyarakat luas adalah sebagai leader dalam pertunjukan, dan seniman yang kharismatis dalam pertunjukan.

Menurut hasil pengamatan, kemampuan Ruk-Ruk dalam memainkan kacapi indung dibuktikan pula dalam beberapa hal, antara lain sebagai pamirig dalam kaset rekaman (jumlah kaset rekaman sekitar 48 volume),

(11)

pamirig dalam pasanggiri tembang Sunda Cianjuran, juri dalam pasanggiri pasanggiri tembang Sunda Cianjuran, pelatih tembang Sunda Cianjuran di beberapa tempat atau instansi, pamirig dalam panglawungan4 tembang

Sunda Cianjuran, pamirig dalam gending karesmen5, dan sebagai pamirig

tembang Sunda Cianjuran ke luar negeri.

Berbekal kepandaiannya yang telah diakui dan teruji, Ruk-Ruk dapat lebih leluasa untuk melakukan kreativitas dalam tembang Sunda Cianjuran. Merriam (dalam Supanggah, ed,. 1995:112) menuturkan, pada dasarnya kreativitas merupakan suatu proses yang tidak pernah berhenti di dalam budaya apa pun. Oleh karena itu, dalam tembang Sunda Cianjuran pun yang dapat dikatakan melanggar aturan apabila melakukan suatu perubahan baik dalam materi maupun cara penyajiannya, pada kenyataannya kreativitas itu ada sehingga perubahan pun terjadi. Salah satu faktor penyebabnya adalah keberanian Ruk-Ruk untuk melakukan pengembangan pada wilayah pirigan, sebagai salah satu cara untuk menampilkan identitas dirinya. Ruk-Ruk melakukan pengembangan pada semua wanda dalam tembang Sunda Cianjuran, yakni pada wanda papantunan, jejemplangan, dedegungan, rarancagan, kakawen, dan panambih, yang meliputi tabuhan pasieupan, tabuhan gelenyu, tabuhan bubuka, tabuhan kemprangan, dan tabuhan kait.

Salah satu contoh hasil kreativitas Ruk-Ruk dalam mengembangkan pirigan antara lain tabuhan gumekan dalam wanda dedegungan. Berikut

(12)

pola tabuhan gumekan pada goong 5 (la) seperti yang terdapat pada tabuhan degung Pajajaran atau degung Paningron.

Pola tabuhan gumekan umum:

Pola tabuhan gumekan Ruk-Ruk:

Seperti terlihat di atas, pada bar kedua Rukmana menambah nada 2 (mi) pada jari kanan, dan menambah nada 5 (la) pada jari kiri yang dimainkan secara bersamaan dengan nada 3 (na) sehingga menimbulkan bunyi harmoni interval 3 dan 5. Dalam tembang Sunda Cianjuran, penambahan nada tersebut cukup memberikan kesan lebih „rame‟, sehingga keluar dari kebiasaan musik Cianjuran yang telah ada. Hal ini membuktikan bahwa Ruk-Ruk merupakan seniman kacapi indung yang berani melakukan perubahan dan berkreasi ke arah yang lebih inovatif dengan warna musik populer.

Gan-Gan Garmana: Tokoh Muda Yang Klasik

Gan-Gan Garmana dilahirkan pada tanggal 7 Oktober 1966 di jalan Vandeventer no 5 Bandung. Ia dilahirkan oleh pasangan Rd. Gardea

(13)

Sugeng dan Euis Kartini dengan nama Rd. Garmana. Rd. Gardea Sugeng merupakan keturunan Sunda-Jawa. Ayahnya (kakek Gan-Gan) yaitu Rd. Sugeng berasal dari Jawa, sedangkan ibunya (nenek Gan-Gan) berasal dari Sunda. Keluarga Gan-Gan merupakan keluarga seniman, terutama ayah dan ibunya. Ayahnya, Rd. Gardea Sugeng, merupakan seorang pengamat tembang Sunda Cianjuran, penembang, dan juga pelatih tembang Sunda Cianjuran. Begitu juga Euis Kartini, adalah seorang penembang tembang Sunda Cianjuran yang sangat berkualitas dan berprestasi.

Keluarga Gardea sangat aktif dalam mengadakan latihan tembang Sunda Cianjuran. Hampir 90% para seniman tembang Sunda Cianjuran baik pamirig maupun penembangnya, berlatih di kediamannya, yakni digunakan untuk latihan rekaman, dan latihan untuk siaran ke RRI Bandung. Kegiatan tersebut dilakukan secara rutin dua kali dalam seminggu. Gan-Gan kecil pun dengan mudah dapat mengenal kesenian tembang Sunda Cianjuran. Pada usia 7 tahun, Gan-Gan telah mengenal bentuk kacapi indung, mendengar, dan menyaksikan bagaimana pirigan dan vokal dalam tembang Sunda Cianjuran. Secara langsung situasi dan kondisi lingkungan keluarganya telah memberikan apresiasi dan sentuhan-sentuhan musikal ihwal tembang Sunda Cianjuran kepada Gan-Gan. Dengan demikian, perhatian Gan-Gan terhadap tembang Sunda Cianjuran tumbuh dikarenakan faktor lingkungan yang sangat mendukung.

(14)

Menginjak masa pendidikan, Gan-Gan menempuh pendidikan secara formal dari mulai Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT). Namun, selama menempuh pendidikan formal Ia tidak belajar tentang permainan kacapi indung. Gan-Gan banyak mendapatkan pembelajaran ihwal kacapi indung di luar pendidikan formalnya, yakni dengan cara belajar secara privat kepada para ahli kacapi indung. Beberapa guru kacapi indung yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan Gan-Gan sebagai seniman kacapi indung yang diakui virtuositasnya oleh masyarakat luas, adalah sebagai berikut.

Pertama, Bapak Rd. Gardea Sugeng (ayahnya). Dari ayahnya Gan-Gan belajar tentang dasar-dasar dalam permainan kacapi indung, terutama pola tabuhan untuk anak-anak seperti pola tabuhan panambih yang terikat ketukan. Kedua, Bapak Tata. Materi kacapi indung yang diberikan masih sama, yakni sekitar dasar-dasar dalam permainan kacapi indung.

Ketiga, Bapak Uking Sukri (kakeknya). Berkat bimbingan kakeknya inilah Gan-Gan banyak mendapatkan pengetahuan dalam permainan kacapi indung. Ia diberikan materi kacapi indung secara menyeluruh dalam wanda papantunan, jejemplangan, dedegungan, rarancagan, kakawen, dan panambih, yang meliputi teknik-teknik permainan, tabuhan pasieupan, tabuhan gelenyu, tabuhan kemprangan, dan tabuhan kait. Bahkan, Gan-Gan dikenal sebagai Uking muda karena telah terjadi pentransferan secara menyeluruh dari Uking Sukri. Di bawah bimbingan kakeknya ini Gan-Gan

(15)

berhasil menjuarai pasanggiri pamirig tembang Sunda Cianjuran pada tahun 1990, yakni tatkala Gan-Gan duduk di bangku SMA. Setelah selesai pembelajaran dari Pak Uking dan berhasil menjadi juara, Gan-Gan tidak mencapai titik kepuasan, Ia mencari ahli kacapi indung lainnya untuk digurui kembali, antara lain:

Keempat, Bapak Rd. Toto Sumadipradja. Pertemuannya dengan Pak Toto membawa perubahan yang cukup besar terhadap gaya permainan kacapi indung Gan-Gan. Dari Pak Toto Ia belajar pola-pola tabuhan kacapi indung secara menyeluruh, namun dalam tabuhan dan variasi yang berbeda dengan tabuhan kacapi indung yang Ia dapat sebelumnya, karena Pak Toto memiliki ilmu kacapi indung yang sangat tinggi, baik dalam teknik permainan, pola tabuhan, maupun variasi tabuhan.

Guru kelima adalah Bapak Cacih, guru keenam Bapak Bakang Abubakar, dan guru ketujuh yaitu Bapak Ruk-Ruk Rukmana. Dari semua seniman kacapi indung tersebut Gan-Gan tidak mempelajari tabuhan kacapi indung secara menyeluruh, namun hanya mempelajari pola-pola tabuhan kacapi indung yang dipandangnya menarik.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pembelajaran tentang kacapi indung Gan-Gan dapatkan melalui pendidikan nonformalnya. Pendidikan ini pula yang telah menyebabkannya menjadi seorang ahli kacapi indung yang kreatif dan kompeten.

(16)

Di samping mempelajari kacapi indung, Gan-Gan pun mempelajari kacapi rincik, dan suling. Namun, menurut Iwan Mulyana, bahwa keahlian Gan-Gan yang paling diakui oleh masyarakat luas yaitu dalam hal memainkan kacapi indung (wawancara, 15 Januari 2008). Secara musikal, Gan-Gan memiliki kepandaian dalam beberapa hal, antara lain dalam teknik permainan kacapi indung, pola-pola tabuhan kacapi indung, teknik penjarian, penguasaan komponen skill, kepekaan musikal, improvisasi, variasi, dan cara menyetem kacapi. Sementara secara sosial, keahliannya yang telah diakui oleh masyarakat luas adalah sebagai leader dalam pertunjukan, dan seniman yang kharismatis dalam pertunjukan.

Menurut hasil pengamatan, pengakuan masyarakat terhadap kemampuan Gan-Gan dalam mempertunjukkan tembang Sunda Cianjuran juga dapat terlihat dari beberapa hal, antara lain sebagai pamirig dalam kaset rekaman, pamirig dalam pasanggiri tembang Sunda Cianjuran, juri dalam pasanggiri pasanggiri tembang Sunda Cianjuran, pelatih tembang Sunda Cianjuran di beberapa tempat atau instansi, pamirig dalam panglawungan tembang Sunda Cianjuran, pamirig dalam gending karesmen dan setra karesmen6, dan sebagai pamirig tembang Sunda Cianjuran ke luar

negeri.

Dengan keahliannya yang telah memadai, Gan-Gan pun mulai melakukan kreativitas pada pirigan kacapi indung. Kreativitas tersebut timbul sebagai akibat dari ketidakpuasan dirinya terhadap pola-pola pirigan

(17)

yang telah ada. Sama halnya dengan Ruk-Ruk, Gan-Gan pun merupakan salah seorang seniman kacapi indung yang berani melakukan perubahan-perubahan terhadap pirigan kacapi indung. Ia melakukan pengembangan pada semua wanda dalam tembang Sunda Cianjuran, yakni pada wanda papantunan, jejemplangan, dedegungan, rarancagan, kakawen, dan panambih. Beberapa hasil kreativitas Gan-Gan Garmana dalam pirigan kacapi indung yang dipandang telah memberikan kontribusi pada dunia pirigan tembang Sunda Cianjuran dan banyak digunakan sebagai rujukan bagi seniman kacapi indung lainnya, antara lain meliputi pola tabuhan pasieupan, pola tabuhan gelenyu, pola tabuhan kemprangan, dan tabuhan bubuka.

Berikut salah satu contoh hasil kreativitas Gan-Gan dalam tabuhan gelenyu untuk wanda papantunan laras pelog pada penggalan gelenyu lagu Rajamantri.

Pola tabuhan gelenyu Rajamantri umum:

(18)

Pengembangan yang dilakukan Gan-Gan antara lain, (1) tabuhan jari kiri (bass) ditambah dengan nada 2 (not setengah) sebelum jatuh pada nada 1, dan (2) akhir melodi pada jari kanan (bar ketiga) diselesaikan dengan menggunakan nada secara berurutan (nada 3, 4, 5, dan 1) dengan menggunakan not seperempat. Penambahan tersebut diambil dari pola tabuhan yang telah ada dalam tembang Sunda Cianjuran. Dengan demikian, kreativitas yang dilakukan Gan-Gan lebih mengarah pada tataran memertahankan dan melanjutkan (aktualisasi) pola tabuhan yang telah ada sehingga warna musiknya tetap klasik.

IV. Simpulan

Dari hasil penelitian, ditemukan simpulan sebagai berikut. Jawaban untuk pertanyaan pertama:

Nama Seniman

Pengaruh Permainan Kacapi Indung

Teknik Kualitas Vokabuler pola tabuh Vokabuler lagu

Ruk-Ruk Ya Ya Ya Ya

Gan-Gan Ya Ya Ya Ya

Keterangan Tekniknya berbeda Beda tingkatan Beda jumlah Hampir sama

Nama Seniman

Pengaruh Lingkungan

Keluarga Status sosial Sosialisasi

(19)

Gan-Gan Ya Ya Ya

Keterangan Beda budaya Beda tingkatan Beda cara

Nama Seniman Pengaruh Pendidikan Formal Nonformal Ruk-Ruk Ya Ya Gan-Gan Ya Ya

Keterangan Beda tingkatan Beda guru

Nama Seniman

Pengaruh Kreativitas

Garap musikal interpretasi Ketajaman Variasi Warna pirigan

Ruk-Ruk Ya Ya Ya Ya

Gan-Gan Ya Ya Ya Ya

Keterangan Hampir sama Berbeda Berbeda Beda arah

Perbedaan gaya pirigan pada kedua seniman kacapi indung disebabkan oleh keempat faktor di atas. Keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan dalam keterampilan memainkan kacapi indung, sosialisasi dalam lingkungan, pendidikan yang diperoleh, dan arah kreativitas yang dilakukan. Ruk-Ruk sebagai seniman kacapi indung tua yang lebih akrab dengan seni gamelan, telah memasukan unsur-unsur musik gamelan ke dalam musik Cianjuran, sehingga kreativitas yang dilakukannya lebih bersifat inovasi dan menjurus pada warna musik populer. Sementara Gan-Gan, kendatipun ia seorang seniman kacapi indung muda, namun karena latarbelakang budayanya lebih kental dengan seni tembang Sunda Cianjuran, maka kreativitas yang dilakukan pun lebih bersifat aktualisasi

(20)

dari musik Cianjuran yang telah ada, sehingga kreativitasnya mengarah pada tataran memertahankan keklasikan tembang Sunda Cianjuran.

Jawaban untuk pertanyaan kedua. Bentuk dan struktur pirigan kacapi indung kedua seniman dapat disimpulkan sebagai berikut.

Pertama, kedua seniman sama-sama mempertahankan bentuk pokok tabuhan kacapi indung yang didapat dari para gurunya. Dalam perkembangannya, bentuk dan struktur tabuhan kacapi indung Ruk-Ruk mengalami perubahan sebagai hasil ekspresi dirinya dalam pirigan kacapi indung. Sementara bentuk dan struktur kacapi indung Gan-Gan, mengalami perubahan setelah mendapatkan pola-pola tabuhan baru dari para gurunya yang diolah menjadi bentuk tabuhan baru. Kedua, secara spesifik perbedaan bentuk dan struktur tabuhan kacapi indung Ruk-Ruk dan Gan-Gan terletak pada: (1) tabuhan pasieupan, yakni dalam pola tabuhan beulit, papageran, dan golosor. (2) tabuhan gelenyu, (3) tabuhan kemprangan, (4) tabuhan kait, dan (5) tabuhan bubuka.

Jawaban untuk pertanyaan ketiga. Pengaruh gaya pirigan kacapi indung Ruk-Ruk dan Gan-Gan terhadap perkembangan pirigan kacapi indung dalam tembang Sunda Cianjuran dapat disimpulkan sebagai berikut.

Gaya pirigan kedua seniman kacapi indung terbukti memengaruhi perkembangan pirigan kacapi indung dalam tembang Sunda Cianjuran. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal. Pertama, gaya pirigan kacapi indung Ruk-Ruk dan Gan-Gan banyak diikuti oleh para seniman kacapi indung

(21)

bahkan menjadi rujukan atau kiblat berbagai pola tabuhan kacapi indung bagi mereka. Kedua, gaya pirigan kacapi indung Ruk-Ruk dan Gan-Gan banyak ditemukan dalam setiap pertunjukan tembang Sunda Cianjuran, sehingga cukup sulit untuk menemukan gaya pirigan kacapi indung yang berkembang sebelum masa Ruk-Ruk dan Gan-Gan.

Sementara persoalan sosial yang timbul dalam kalangan tembang Sunda Cianjuran, dapat disimpulkan bahwa salah satunya disebabkan oleh kreativitas yang dilakukan oleh kedua seniman. Norma-norma yang berlaku dapat dijabarkan bahwa tembang Sunda Cianjuran merupakan seni tradisi bernilai tinggi hasil karya bujangga Sunda yang tidak boleh diubah sembarangan baik vokal maupun pirigannya. Sementara itu, kedua seniman telah berani melakukan perubahan-perubahan terhadap pirigan kacapi indung dengan tujuan lebih menyempurnakan pirigan terdahulu yang dinilai masih memiliki kekurangan. Dengan demikian, patutlah jika kedua seniman kacapi indung yakni Ruk-Ruk dan Gan-Gan dikategorikan sebagai “Integrated Artist” karena keduanya merupakan insan yang selalu berpikir secara integral dan mampu menghadapi tantangan zaman serta sangat peduli pada perubahan.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan pula bahwa gaya dalam pirigan kacapi indung tembang Sunda Cianjuran merupakan keterampilan (skill) pribadi yang terletak pada teknik memainkan, kekayaan pola/bentuk tabuhan, keunikan variasi tabuhan, dan cara penyampaiannya

(22)

kepada audiens, yang memperlihatkan kepekaan musikal, ciri khas, ekspresi, kualitas, dan intelektualitas pemiliknya, sehingga menjadi identitas dari senimannya. Ruk-Ruk dapat diidentifikasi sebagai seorang tokoh tua yang memiliki warna musik populer, sementara Gan-Gan ialah seorang tokoh muda yang memiliki warna musik klasik.

V. Catatan Akhir

1 Memainkan kacapi rincik. 2 Kejuaraan.

3 Yaitu penguasaan keahlian terhadap unsur-unsur musik seperti ritmik, tempo, dinamika,

pitch kontrol, dan harmonisasi. Perikasa Hargreaves, D.J. The Developmental Psychology of Music. New York: Cambridge University Press, 1986.

4 Panglawungan merupakan kegiatan kumpul bersama sebagai ajang silaturahmi bagi

masyarakat tembang Sunda Cianjuran.

5 Pertunjukan seni Sunda yang menyajikan cerita (seperti pantun Sunda) dengan cara

dilagukan dan gerak tarian, dan diiringi dengan gamelan dan kacapi Sunda.

6 Pertunjukan seni Sunda yang menyajikan cerita (seperti pantun Sunda) dengan cara

dilagukan dan gerak tarian, dan hanya diiringi dengan kacapi dan suling Sunda.

VI Kepustakaan

Burke, Peter. Sejarah dan Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001.

Dariyo, A. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Refika Aditama, 2007. Hargreaves, D.J. The Developmental Psychology of Music. New York:

Cambridge Press, 1986.

Herdini, Heri. “Analisis Komposisi Pirigan Tembang Bandungan: Kemungkinannya Menuju Pada Genre Baru”. Panggung Jurnal Seni STSI Bandung. 38, 2006, 51-66.

Hermawan, Deni. Etnomusikologi: Beberapa Permasalahan dalam Musik Sunda. Bandung: STSI Press Bandung, 2002.

Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2003.

(23)

Narawati, Tati. Indrawati Koreografer Tari Sunda dalam Menghadapi Era Globalisasi: Sebuah Biografi. Tesis pada program pengkajian seni pertunjukan jurusan ilmu-ilmu humaniora UGM: Yogyakarta, 1998. Tidak diterbitkan.

Nettl, Bruno. Theory And Method In Ethnomusicology. New York: Free Press, 1964.

Supanggah, Rahayu. Etnomusikologi. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995.

Supanggah, Rahayu. Bothekan Karawitan 1. Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI), 2002.

Waridi. R.L. Martopangrawit Empu Karawitan Gaya Surakarta. Yogyakarta: Yayasan Mahavhira, 2001.

Referensi

Dokumen terkait

Selain pengetahuan produk, daya tarik promosi juga merupakan faktor yang akan meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan sebuah layanan. Promosi menurut Lamb, Hair

Berdasarkan analisis kuesioner menggunakan koefisien korelasi Pearson dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pemeriksaan operasional atas

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri…A. Permasalahan-permasalahan Penyesuaian Diri

[r]

Akan tetapi kenyataannya masih banyak masyarakat yang belum mengerti tentang tata cara permohonan hak atas tanah beserta syarat memperoleh hak atas tanah, serta hambatan yang

Akan tetapi kenyataannya masih banyak masyarakat yang belum mengerti tentang tata cara permohonan hak atas tanah beserta syarat memperoleh hak atas tanah, serta hambatan yang

diperoleh hasil tingkat penyesuaian diri siswa tertinggi adalah aspek.. menghargai