• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN BENTUK, KATEGORI, DAN SUMBER MAKIAN, SERTA ALASAN PENGGUNAAN MAKIAN OLEH MAHASISWA TESIS ODIN ROSIDIN NPM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN BENTUK, KATEGORI, DAN SUMBER MAKIAN, SERTA ALASAN PENGGUNAAN MAKIAN OLEH MAHASISWA TESIS ODIN ROSIDIN NPM."

Copied!
228
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

KAJIAN BENTUK, KATEGORI, DAN SUMBER MAKIAN,

SERTA ALASAN PENGGUNAAN MAKIAN

OLEH MAHASISWA

TESIS

ODIN ROSIDIN

NPM. 0706182330

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

PROGRAM STUDI ILMU LINGUISTIK

DEPOK

JULI 2010

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

KAJIAN BENTUK, KATEGORI, DAN SUMBER MAKIAN,

SERTA ALASAN PENGGUNAAN MAKIAN

OLEH MAHASISWA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora

ODIN ROSIDIN

NPM. 0706182330

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

PROGRAM STUDI ILMU LINGUISTIK

DEPOK

JULI 2010

(3)
(4)
(5)

Segala puji saya panjatkan kepada Tuhan Yang Mahakuasa atas limpahan nikmat, karunia, dan kecintaan terhadap ilmu yang tiada henti dianugerahkan. Saya bersujud syukur karena segala daya, tenaga, dan waktu yang telah dicurahkan selama ini tidaklah sia-sia. Melalui perjuangan yang panjang dan berliku, akhirnya saya berhasil menyelesaikan penulisan tesis ini.

Di lembar ini, saya sepatutnya berucap terima kasih kepada orang-orang yang karena jasa, kebaikan, pengetahuan, dan campur tangannya telah memungkinkan saya menyelesaikan tesis ini sebagai bagian dari tugas akademis untuk meraih gelar Magister Humaniora (M.Hum.) dari Program Studi Ilmu Linguistik, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.

Dengan rendah hati dan penghargaan yang tinggi, ucapan terima kasih yang tulus dan dalam saya sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Njaju Jenny M. T. Hardjatno, M.A., yang perhatian, ketelitian, dan motivasinya sebagai pembimbing telah menerbitkan elan saya untuk takpatah semangat dan tetap optimis sehingga saya selalu menemukan “hari baru”. 2. M. Umar Muslim, S.S., M.A, Ph.D., Ketua Program Studi Ilmu Linguistik,

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia - ilmuwan bahasa yang tangguh, tetapi takangkuh - yang selalu menumbuhkan semangat dan tiada henti mengingatkan saya akan batas studi.

3. Prof. Dr. Muhadjir atas segala kritik, saran, tanggapan, sanggahan, masukan, dan komentar terhadap draft tesis yang penulis susun, serta telah menyadarkan penulis betapa banyak rumpang dan tidak sempurnanya tesis ini. Pertanyaan kritis yang disampaikan ketika menguji penulis dalam seminar tesis dan dalam ujian pratesis menyadarkan penulis untuk lebih mempertajam teori dan analisis.

4. Semua pengajar di Program Studi Ilmu Linguistik, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, yakni Prof. Dr. Harimurti Kridalaksana, Prof.

(6)

6. Bapak, emak, abah, dan ibu (almarhum), yang penyayang, penyabar, dan tiada surut mengalirkan sungai kasih sehingga saya tak pernah merasa kekeringan cinta.

7. Keluarga besar di Bandung, di Serang, dan di Jakarta, yang senantiasa mendukung, memotivasi, dan menggenapi dengan segala kasih sayang sehingga saya merasakan indahnya persaudaraan.

8. Ilmuwan bahasa yang eksplanasi teori-teorinya tentang pelbagai aspek makian telah memungkinkan saya memiliki landasan dan kerangka teoretis untuk meneliti penggunaan makian.

9. Para peneliti lain tentang makian karena melalui penelitian-penelitian mereka, saya beroleh inspirasi, gambaran, dan informasi yang penting untuk menulis tesis ini.

10. Prof. Dr. Yoyo Mulyana, M.Ed., dosen terbaik saya di Universitas Pendidikan Indonesia dan mantan Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) karena telah mengantar jalan bagi saya untuk punya karier di Untirta dan tetap berkecimpung dengan dunia bahasa (linguistik). Tanpa inisiatif Bapak, mustahil saya bisa memperoleh apa yang kini saya miliki.

11. Dekan FKIP Untirta atas izin yang diberikan untuk melanjutkan studi padahal tahun sebelumnya (2006), saya baru saja diizinkan berkelana ke luar negara, yakni menjadi dosen tamu di Deakin University Australia.

12. Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, dan Pembantu Dekan III FKIP Untirta atas dukungan dan kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menjadi

(7)

dan kawan-kawan yang sering menjadi mitra diskusi, saya berterima kasih karena telah menjadi kawan berbalah yang memperkaya saya dengan segala pengetahuan.

14. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa atas kesediaan menjadi responden penelitian ini.

15. Istriku tercinta, Adah Saadah, S.Pd., atas pengertian dan doa yang senantiasa kautujukan untukku.

16. Anakku terkasih, Deakinanti Sintaktika Latufariq, atas keriangan dan canda yang selama ini tak henti menyemangati untuk bekerja dan berkarya.

17. Teman-teman angkatan 2007 di Program Studi Ilmu Linguistik, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, yakni Siti Aisyah, Ika, Kartika, Sri, Niken, Silva, Eri, Donty, Ronal, Listi, Neneng, Pamela, Wati, Bu Rani, Pak Fauzi, dan Pak Irsan atas segala kenangan indah dan kebersamaan yang sangat berkesan selama berburu ilmu di Program Studi Ilmu Linguistik, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.

18. Dadang, Deden Sudrajat, Aan Hendrayana, M.Pd., dan Rahman Hakim, yang kerap mengulurkan tangan untuk membantu menelusuri referensi, memburu tulisan-tulisan penting tentang makian, dan merapikan pengetikan.

19. Bapak Rochanie, M.Pd., Kepala Perpustakaan FKIP Untirta, yang senantiasa memperkenankan saya berlama-lama di perpustakaan untuk menyendiri demi bisa mengerjakan tesis ini dan menghindar sesaat dari kesibukan sebagai ketua program studi.

(8)

mengecilkan jasa yang telah diberikan. Saya berucap terima kasih yang tulus dan semoga Tuhan membalas segala kebaikan yang telah diberikan dengan pahala yang berlipat.

Karya ini merupakan karya kecil yang jauh dari sempurna. Karena itu, kritik dan saran dari pihak mana pun saya nantikan dengan tangan dan hati yang terbuka, terutama untuk perbaikan dan koreksi. Meskipun kecil dan tidak sempurna, saya tetap berharap karya ini dapat bermanfaat bagi siapa pun.

Serang, Juli 2010 Odin Rosidin

(9)
(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... viii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Pokok Masalah ... 1

1.2 Pokok Bahasan dan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Cakupan Penelitian ... 12

1.5 Kemaknawian Penelitian... 12

1.6 Sistematika Penulisan ... 12

BAB 2 PENELITIAN TERDAHULU, TINJAUAN KEPUSTAKAAN, DAN KERANGKA TEORI ... 15

2.1 Pengantar... 15

2.2 Penelitian Terdahulu ... 15

2.3 Tinjauan Pustaka ... 25

2.3.1 Pengertian dan Ciri Makian ... 25

2.3.2 Sejarah Makian ... 28

2.3.3 Makian dan Tabu ... 30

2.3.4 Klasifikasi Makian ... 37

2.3.4.1 Klasifikasi Berdasarkan Bentuk... 37

2.3.4.2 Klasifikasi Berdasarkan Sumber ... 43

2.3.4.3 Klasifikasi Berdasarkan Fungsi dan Alasan Penggunaan ... 47

2.3.5 Motif Penggunaan Makian ... 52

2.3.5.1 Motif Psikologis ... 52

2.3.5.2 Motif Sosial ... 53

2.3.5.3 Motif Linguistik ... 55

2.3.6 Makian, Jenis Kelamin, dan Gender ... 56

2.4 Kerangka Teori... 67

2.4.1 Pengertian dan Ciri Makian ... 67

2.4.2 Klasifikasi Bentuk Makian ... 68

2.4.3 Klasifikasi Kategori Makian ... 70

2.4.4 Klasifikasi Sumber Makian ... 72

2.4.5 Klasifikasi Alasan Penggunaan Makian ... 72

BAB 3 METODE DAN TEKNIK PENELITIAN ... 73

3.1 Metode Penelitian ... 73

(11)

3.2.1. Teknik Pengumpulan Data ... 74

3.2.2 Responden Penelitian ... 75

3.2.3. Kuesioner Penelitian ... 88

3.3. Teknik Analisis Data... 89

BAB 4 ANALISIS ... 92

4.1 Pengantar Analisis ... 92

4.2 Analisis Klasifikasi Bentuk Makian ... 113

4.2.1 Klasifikasi Bentuk Makian Berdasarkan Data Makian yang Digunakan oleh Responden Laki-laki ... 113

4.2.1.1 Makian Berbentuk Kata ... 114

4.2.1.2 Makian Berbentuk Frasa ... 116

4.2.2 Klasifikasi Bentuk Makian Berdasarkan Data Makian yang Digunakan oleh Responden Perempuan ... 117

4.2.2.1 Makian Berbentuk Kata ... 118

4.2.2.2 Makian Berbentuk Frasa ... 120

4.3 Analisis Klasifikasi Kategori Makian ... 125

4.3.1 Klasifikasi Kategori Makian Berdasarkan Data Makian yang Digunakan oleh Responden Laki-laki ... 126

4.3.1.1 Makian Berkategori Nomina dan Frasa Nominal ... 126

4.3.1.2 Makian Berkategori Verba ... 128

4.3.1.3 Makian Berkategori Ajektiva dan Frasa Ajektival ... 128

4.3.2 Klasifikasi Kategori Makian Berdasarkan Data makian yang Digunakan oleh Responden Perempuan ... 131

4.3.2.1 Makian Berkategori Nomina dan Frasa Nominal ... 131

4.3.2.2 Makian Berkategori Verba dan Frasa Verbal ... 132

4.3.2.3 Makian Berkategori Ajektiva dan Frasa Ajektival ... 133

4.4 Analisis Klasifikasi Sumber Makian ... 136

4.4.1 Klasifikasi Sumber Makian Berdasarkan Data Makian yang Digunakan oleh Responden Laki-laki ... 137

4.4.2 Klasifikasi Sumber Makian Berdasarkan Data Makian yang Digunakan oleh Responden Perempuan ... 139

4.5 Analisis Klasifikasi Alasan Penggunaan Makian ... 168

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ... 183

5.1 Simpulan ... 183

(12)

DAFTAR PUSTAKA TESIS ... 191 LAMPIRAN TESIS ... 195

(13)

DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM

TABEL

Tabel 3.1 Populasi Penelitian... 75 Tabel 3.2 Jumlah Responden Laki-laki Berdasarkan

Bahasa pertama yang Dikuasai dan Bahasa Sehari-hari ... 79 Tabel 3.3 Jumlah Responden Perempuan Berdasarkan

Bahasa Pertama yang Dikuasai dan Bahasa Sehari-hari ... 80 Tabel 4.1 Makian yang Digunakan oleh Responden Laki-laki ... 92 Tabel 4.2 Makian yang Digunakan oleh Responden Perempuan ... 95 Tabel 4.3 Makian yang Paling Sering Digunakan

oleh Responden Laki-laki ... 96 Tabel 4.4 Makian yang Paling Sering Digunakan

oleh Responden Perempuan ... 97 Tabel 4.5 Bahasa yang Dipilih untuk Memaki oleh Responden Laki-laki

Berdasarkan Bahasa Pertama dan Bahasa Sehari-hari ... 100 Tabel 4.6 Bahasa yang Dipilih untuk Memaki oleh Responden Perempuan Berdasarkan Bahasa Pertama dan Bahasa Sehari-hari ... 106 Tabel 4.7 Makian Berbentuk Kata Monomorfemis yang Digunakan

oleh Responden Laki-laki ... 114 Tabel 4.8 Makian Berafiks dan Makian Bentuk Majemuk

yang Digunakan oleh Responden laki-laki ... 115 Tabel 4.9 Makian Berbentuk Frasa yang Digunakan

oleh Responden laki-laki ... 116 Tabel 4.10 Makian Berbentuk Kata Monomorfemis yang Digunakan

oleh Responden Perempuan ... 118 Tabel 4.11 Makian Berafiks dan Bentuk Majemuk yang Digunakan

oleh Responden Perempuan ... 119 Tabel 4.12 Makian Berbentuk Frasa yang Digunakan

oleh Responden Perempuan ... 125 Tabel 4.13 Perbandingan Jumlah Makian Berdasarkan Bentuk ... 125 Tabel 4.14 Makian Berkategori Nomina dan Frasa Nominal

yang Digunakan Responden Laki-laki ... 127 Tabel 4.15 Makian Berkategori Verba yang Digunakan oleh Responden

Laki-laki ... 128 Tabel 4.16 Makian Berkategori Ajektiva dan Frasa Ajektival

yang Digunakan oleh Responden Laki-laki... 130 Tabel 4.17 Makian Berkategori Nomina dan Frasa Nominal

yang Digunakan oleh Responden Perempuan... 132 Tabel 4.18 Makian Berkategori Verba dan Frasa Verbal yang Digunakan

oleh Responden Perempuan ... 133 Tabel 4.19 Makian Berkategori Ajektiva dan Frasa Ajektival

yang Digunakan oleh Responden Perempuan... 133 Tabel 4.20 Perbandingan Jumlah Makian Berdasarkan Kategori ... 135 Tabel 4.21 Klasifikasi Sumber Makian yang Disintesiskan

(14)

Tabel 4.22 Sumber Makian yang Digunakan oleh

Responden Laki-laki ... 137

Tabel 4.23 Sumber Makian yang Digunakan oleh Responden Perempuan ... 139

Tabel 4.24 Klasifikasi Baru Sumber Makian Berdasarkan Data Makian yang Digunakan oleh Responden Laki-laki ... 155

Tabel 4.25 Klasifikasi Baru Sumber Makian Berdasarkan Data Makian yang Digunakan oleh Responden Perempuan ... 156

Tabel 4.26 Sumber Makian Baru dan Data Makiannya ... 156

Tabel 4.27 Perbandingan Jumlah Makian Berdasarkan Sumber Makian yang Dikemukakan oleh Pakar ... 164

Tabel 4.28 Perbandingan Jumlah Makian Berdasarkan Sumber Makian Baru ... 166

Tabel 4.29 Temuan Alasan Lain ... 173

Tabel 4.30 Alasan Positif Penggunaan Makian Menurut Responden Perempuan ... 175

Tabel 4.31 Alasan Positif Penggunaan Makian Menurut Responden Laki-laki ... 178

Tabel 4.32 Perbandingan Jumlah Responden atas Pilihan Alasan Penggunaan Makian ... 180

DIAGRAM Diagram 3.1 Jumlah Responden ... 77

Diagram 3.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 78

Diagram 3.3 Responden Berdasarkan Kawasan Tempat Tinggal ... 79

Diagram 3.4 Responden yang Mengetahui dan Responden yang Tidak Mengetahui Kata Makian ... 82

Diagram 3.5 Sumber Pengetahuan Responden atas Makian ... 83

Diagram 3.6 Sumber Bahasa Makian yang Diketahui Responden ... 84

Diagram 3.7 Kebiasaan Menggunakan Kata Makian ... 85

Diagram 3.8 Frekuensi Penggunaan Kata Makian ... 85

Diagram 3.9 Tempat Responden Menggunakan Makian ... 87

Diagram 3.10 Penggunaan Makian di Kampus ... 88

Diagram 4.1 Makian yang Paling Sering Digunakan oleh Responden Laki-laki ... 97

Diagram 4.2 Makian yang Paling Sering Digunakan oleh Responden Perempuan ... 99

Diagram 4.3 Bentuk Makian yang Digunakan oleh Responden Laki-laki ... 117

Diagram 4.4 Bentuk Makian yang Digunakan oleh Responden Perempuan ... 121

Diagram 4.5 Kategori Makian yang Digunakan oleh Responden Laki-laki ... 130

Diagram 4.6 Kategori Makian yang Digunakan Responden Perempuan ... 135 Diagram 4.7 Makian Responden Laki-laki dan Responden

(15)

Perempuan Berdasarkan Klasifikasi Sumbernya ... 154 Diagram 4.8 Alasan Penggunaan Makian Menurut

Responden Laki-laki ... 168 Diagram 4.9 Alasan Penggunaan Makian Menurut

Responden Perempuan ... 169 Diagram 4.10 Penilaian Responden terhadap Makian ... 174

(16)

Program Studi : Ilmu Linguistik

Judul : Kajian Bentuk, Kategori, dan Sumber Makian, serta Alasan Penggunaan Makian oleh Mahasiswa

Tesis ini merupakan laporan penelitian tentang klasifikasi dan deskripsi bentuk, kategori, dan sumber makian, serta alasan penggunaan makian oleh responden laki-laki dan oleh responden perempuan. Responden penelitian ini terdiri atas 43 orang laki-laki dan 43 orang perempuan. Melalui kuesioner diperoleh sebanyak 95 buah makian yang digunakan oleh responden laki-laki dan sebanyak 143 buah makian yang digunakan oleh responden perempuan. Analisis data makian dilakukan berdasarkan sudut pandang bentuk, kategori, dan sumber makian, serta alasan penggunaan makian. Temuan penelitian ini menunjukkan (1) tidak terdapat perbedaan klasifikasi bentuk makian antara makian yang digunakan oleh responden laki-laki dan oleh responden perempuan, (2) tidak terdapat perbedaan klasifikasi kategori makian antara makian yang digunakan oleh responden laki-laki dan oleh responden perempuan, (3) tidak terdapat perbedaan klasifikasi sumber makian antara makian yang digunakan oleh responden laki-laki dan oleh responden perempuan, dan (4) tidak terdapat perbedaan klasifikasi alasan penggunaan makian antara alasan responden laki-laki dan alasan responden perempuan.

Kata Kunci: bentuk, kategori, sumber, alasan, makian, mahasiswa

ABSTRACT

Nama : Odin Rosidin

Program Studi : Linguistics

Judul : The Study of Forms, Categories, Sources of Swearing and The Reasons of Using Swearing, Performed by The Students

This thesis is a research report on the clasification and description of forms, categories, and sources of swearing, as well as the reason of using swearing performed by the male and female students as the respondents. There are 86 taken as the sample that consist of 43 male and 43 female. Based on the questionnaire, there are 95 kinds of swearing performed by male students and 143 by female. Based on the findings of the research, it shows that: (1) there is no difference between the forms of swearing performed by male and female respondents; (2) there is no difference between the categories of swearing perfomed by male and female respondents; (3) there is no difference between the sources of swearing performed by male and female respondents; and (4) there is also no difference between the reasons of using swearing performed by male and female respondents.

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Pokok Masalah

Di dalam kehidupan ini, setiap orang pasti pernah mengalami peristiwa atau kejadian yang tidak diinginkan, tidak diharapkan, ataupun tidak diduga. Ketika hal itu terjadi, timbul reaksi yang berbeda-beda pada orang yang mengalaminya, misalnya merasa kecewa, jengkel, kesal, terkejut, marah, dan sebagainya. Dalam konteks itu, orang-orang yang tidak dapat menahan emosinya ketika menghadapi kenyataan semacam itu kadang-kadang atau sering kali mengeluarkan kata-kata spontan yang kurang sopan dan kasar sebagai perwujudan kemarahan. Kata-kata itulah yang disebut sebagai makian.

Bertaut dengan pernyataan di atas, Montagu (1973:81; dalam Indrawati, 2005:29) menyatakan sebagai berikut:

Situasi dan kondisi lingkungan seseorang mampu memicu terjadinya perubahan emosi. Kadang-kadang emosi yang dirasakan oleh seorang penutur diungkapkan secara verbal dengan cara berlebihan sehingga ungkapan verbal yang dilontarkan secara spontan (swearing).

Kata makian biasanya digunakan dalam keadaan marah. Jika seseorang sedang marah, akal sehatnya tidak berfungsi lagi sehingga ia akan berbicara dengan menggunakan ungkapan atau kata-kata kasar. Dalam keadaan seperti itu, ungkapan atau kata makian seolah-olah digunakan sebagai alat pelampiasan perasaan. Peristiwa itu mengakibatkan terjadinya penyelewengan makna karena makna suatu kata diterapkan pada referen (rujukan) yang tidak sesuai dengan makna kata yang sesungguhnya.

Berkenaan dengan kata makian, Sudaryanto, dkk. (1982:146) berpendapat bahwa kata makian merupakan salah satu jenis kata afektif yang keafektifannya dalam rangka titik awal proses komunikasi. Maksudnya, terjadinya makian disebabkan oleh adanya perbuatan seseorang atau peristiwa tertentu. Perbuatan seseorang atau perbuatan itu menimbulkan tangggapan tertentu sehingga tersentuh daya lampiasnya dan terucaplah makian itu.

(18)

Hughes (1991:3) menyatakan bahwa jika seseorang memaki, lazimnya orang lain akan menganggapnya sebagai orang yang tidak sopan, kasar, dan tidak berpendidikan. Pernyataan itu sejalan dengan pandangan Crystal (2004:173) bahwa banyak orang yang menganggap kata makian sebagai sesuatu yang tidak pantas, tetapi kenyataannya kata makian tetap digunakan dalam pelbagai cara.

Makian sering dihubungkan dengan orang yang kurang berpendidikan sehingga makian jarang sekali muncul dalam situasi formal (resmi) ataupun di kalangan orang-orang berkelas sosial tinggi. Penggunaan makian merupakan fakta yang menarik karena bahasa makian berbeda dengan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan biasa, yakni dalam hal bentukan kata dan gramatikanya. Kombinasi kata-kata makian dapat berupa konstruksi yang tidak wajar (tidak biasa); tidak masuk akal; mungkin pula tidak seluruhnya dapat dimengerti.

Makian umumnya dianggap sebagai penggunaan bahasa yang tidak baik, merupakan fitur linguistik yang tidak penting yang merusak bahasa, terdengar sangat tidak menyenangkan, dan dipakai oleh orang yang tidak berpendidikan, serta sebaiknya tidak digunakan. Namun, banyak orang merasa sulit menghilangkan kebiasan menggunakan kata makian. Oleh sebab itu, makian senantiasa ada (Montagu, 1967:2; Andersson, 1985:110; Andersson dan Trudgill, 1990:8).

Dalam kenyataannya, kata-mata makian digunakan secara luas oleh anak remaja hingga orang-orang dewasa. Dalam konteks itu, hasil penelitian yang dilaporkan majalah ”American Demographic Magazines” menunjukkan bahwa 72% dari 60 orang penduduk yang berusia 18—34 tahun menyatakan bahwa mereka suka memaki di depan umum (publik) (Grimm, 2004; dalam Fagersten, 2005:4; Kok, 2007:1). Meskipun belum ada publikasi hasil penelitian semacam itu, tampaknya fenomena maraknya penggunaan makian terjadi pula di Indonesia. Hal itu dapat dibuktikan dengan seringnya kita temukan atau kita simak penggunaan makian dalam kehidupan sehari-hari, yang terjadi dalam pelbagai konteks dan situasi.

Andersson dan Trudgill (1990:35) yang dikutip Stentröm (1996:77; dalam Yuwono, 2010:61) menyatakan tidak ada kata yang tidak baik; sebuah kata dipandang tidak baik hanya di mata masyarakat yang menilainya. Sementara itu,

(19)

Jay (1992:55) yang dikutip Stentröm (1996:7; dalam Yuwono, 2010:61) menyatakan bahwa ungkapan serapah yang tidak baik adalah ungkapan serapah (swearing) yang tidak pada tempatnya dilontarkan; yang penting diperhatikan adalah pragmatik pemakaiannya alih-alih kategori etimologis dan susunan gramatikalnya.

Sehubungan dengan penggunaan kata makian oleh penutur bahasa, Wijana dan Rohmadi (2007:109) menjelaskan bahwa dalam berkomunikasi, manusia pada umumnya berinteraksi untuk membina kerja sama antarsesamanya dalam rangka membentuk, mengembangkan, dan mewariskan kebudayaannya dalam arti yang seluas-luasnya. Namun, ada kalanya, atau mungkin seringkali manusia berselisih paham dan berbeda pendapat dengan yang lainnya. Dalam situasi itu, para pemakai bahasa memanfaatkan pelbagai kata makian, di samping kata-kata kasar, atau sindiran halus untuk mengekspresikan segala bentuk ketidaksenangan, kebencian, atau ketidakpuasannya terhadap situasi yang tengah dihadapinya.

Makian dapat ditemukan dalam pelbagai bahasa dan muncul dalam wujud atau cara yang bermacam-macam. Beberapa bahasa memiliki kemiripan dengan bahasa-bahasa tertentu dan berbeda sangat jauh dari bahasa lainnya (Crystal, 2004:172). Terkait dengan keberadaan makian sebagai bagian dari khazanah bahasa, Montagu (1968:5) mengungkapkan bahwa bahasa sudah setua dan sebaya dengan manusia. Dalam konteks itu, manusia sudah ada setidaknya sejak dua juta tahun lalu atau lebih. Bisa diperkirakan bahasa dimulai pada masa yang sama. Para ahli filologi menyatakan bahasa berasal dari ungkapan yang erat hubungannya dengan makian. Dengan demikian, makian telah ada sejak adanya bahasa yang dipakai manusia. Pernyataan itu senada dengan pendapat Leigh dan Lepine (2005:8), yang menyatakan, “It is a fair guess that swearing has been around as long as human speech” (sebuah dugaan yang tepat bila dikatakan bahwa makian telah seumur dengan bahasa manusia).

Penggunaan makian dalam bentuk tindakan memaki merupakan salah satu bentuk kekerasan yang dapat disebut sebagai tindakan agresi verbal. Dalam konteks itu, Infante dan Wigley (1986:61—69) menjelaskan bahwa tindakan memaki dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain ataupun dilakukan oleh suatu kelompok kepada pihak/kelompok lain. Agresi verbal didefinisikan sebagai

(20)

serangan terhadap konsep diri dari seseorang atau pendapatnya dengan maksud menyakiti orang lain secara psikologis. Sebutan tidak senonoh dan kata-kata hinaan atau kata yang meremehkan menyebabkan rusaknya konsep diri dalam jangka panjang, dan agresi verbal dapat menjadi alasan yang dapat mengarah pada agresi fisik.

Sementara itu, Praptomo (2003:64) mengatakan bahwa di samping kekerasan fisik, ada pula satu jenis kekerasan yang disebut kekerasan simbolik (symbolic violence), yaitu kekerasan yang bersifat simbolik. Kekerasan simbolik dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (1) kekerasan yang menggunakan simbol nonverbal (nonverbal symbolic violence) atau disebut pula sebagai kekerasan simbolik nonverbal dan (2) kekerasan yang menggunakan simbol verbal (bahasa) atau disebut pula sebagai kekerasan simbol verbal atau kekerasan verbal (verbal violence). Kekerasan verbal terwujud dalam tindakan tutur, seperti memaki, membentak, mengancam, menghujat, mengejek, melecehkan, menjelek-jelekkan, mengusir, memfitnah, menyudutkan, mendiskriminasi, mengintimidasi, menakut-nakuti, memaksa, menghasut, membuat orang lain malu, dan menghina. Berdasarkan penjelasan itu, penggunaan makian merupakan bagian dari kekerasan yang bersifat verbal karena menggunakan simbol-simbol bahasa untuk melakukan tindak kekerasan pada orang atau pihak lain dalam pelbagai manifestasi.

Sejalan dengan pendapat di atas, Pastika (2008:2) menyatakan bahwa bahasa kasar adalah bentuk ungkapan yang menistakan orang lain dengan menggunakan kata-kata yang tidak senonoh, misalnya caci-maki, umpatan, penghinaan, dan lain-lain. Bahasa kasar dapat digolongkan sebagai tindak kekerasan verbal karena ungkapan yang digunakan dapat melukai perasaan orang lain.

Selanjutnya, dalam pandangan Poerwandari, kekerasan yang menggunakan peranti simbol-simbol bahasa dapat disebut sebagai bagian dari kekerasan psikologis atau mental. Dalam konteks itu, Poerwandari (2004:11—12) menyatakan sebagai berikut:

Intervensi psikologis nyata menunjukkan bahwa ucapan dapat sangat menyakitkan dan menimbulkan luka berkepanjangan, entah tampil dalam bentuk perendahan, ketidakpedulian, penolakan, makian kasar, atau ancaman-ancaman. Kekerasan semacam ini sering diberi istilah sebagai

(21)

merupakan penyerangan harga diri, penghancuran motivasi, perendahan, kegiatan mempermalukan, upaya membuat takut, dan teror dalam banyak manifestasinya. Misalnya, makian kata-kata kasar, ancaman, penguntitan, penghinaan, dan banyak bentuk kekerasan fisik/seksual yang berdampak psikologis.

Makian yang seringkali digunakan untuk mengekspresikan kemarahan merupakan ekspresi verbal yang digunakan penutur bahasa sebagai siasat agar tidak terus-menerus dalam keadaan tertekan. Bagi orang yang terkena, ucapan makian yang ditujukan pihak lain kepada dirinya mungkin dirasakan menyerang dan menyakiti perasaan, tetapi bagi yang mengucapkannya, ekspresi dengan makian adalah pembebasan dari segala bentuk dan situasi yang tidak mengenakkan. Berkenaan dengan hal itu, Estrich dan Sperber (1952:28) menyatakan bahwa kepuasan seseorang yang sedang marah terletak pada kemampuannya melontarkan kata makian.

Dalam masyarakat Indonesia terdapat banyak bentuk makian. Makian itu biasa dilontarkan oleh orang yang tidak dapat mengendalikan diri. Semuanya tidak sama, tetapi sesuai dengan tingkat emosi seseorang. Makin gamblang makna makian itu dipahami seseorang, makin tinggi tingkat makiannya. Sebaliknya, makin jarang dipakai dan makin samar makian itu, tentu makin rendah pula tingkat emosi yang ditimbulkannya (Ruskhan, 2008).

Makian atau kata-kata kotor digunakan untuk mencaci-maki, mengata-ngatai, menjelek-jelekkan, menghujat, dan sebagainya. Meskipun demikian, di sebagian kebudayaan, penggunaan kata makian seringkali difungsikan untuk mengungkapkan pujian, keheranan, dan menciptakan suasana pembicaraan yang akrab (Allan, 1986:17; Tannen, 2002:184; Wijana dan Rohmadi, 2007:110). Dengan perkataan lain, selain berfungsi sebagai sarana pengungkapan rasa marah, rasa kesal, rasa kecewa, penyesalan, keheranan, dan penghinaan, makian juga dapat digunakan dalam nuansa keakraban. Dengan demikian, pada konteks semacam itu, makian dipakai untuk menciptakan atau menunjukkan keakraban dan keintiman.

Mengenai fungi makian yang bukan semata berorientasi negatif, Crystal (1995:173) menyatakan bahwa makian dapat digunakan untuk menunjukkan identitas dalam suatu kelompok, untuk mengageti-ngageti, menakut-nakuti,

(22)

menghina, menunjukkan keakraban, menciptakan jarak, atau untuk menjalin solidaritas sosial. Fungsi penting lain dari makian adalah menandai jarak sosial, tetapi makian dapat juga menunjukkan hubungan solidaritas, misalnya ketika ada suatu kelompok yang identik dengan kebiasaan memaki. Kenyataanya, memaki bersifat universal karena siapa pun orangnya pasti pernah memaki, baik sedikit (jarang) maupun banyak (sering) dan dengan pelbagai cara. Sebagian orang mungkin akan memilih untuk mengatakan shoot daripada shit, tetapi tetap termasuk makian jika diucapkan dengan cara dan maksud yang sama.

Tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, Hughes (1991:32) menyatakan makian dapat pula digunakan untuk menunjukkan keakraban, persahabatan, atau identitas di antara suatu komunitas.

Pendapat di atas didukung pula oleh pernyataan Ljung (2006:96; dalam Pham, 2007:6) yang mengungkapkan bahwa tidak semua makian memiliki maksud negatif. Penggunaan makian mungkin saja menunjukkan persahabatan, keintiman, kemesraan, dan kasih sayang.

Meskipun demikian, Dewaele (2004:204) mengingatkan bahwa penggunaan kata makian atau kata tabu yang tidak tepat dapat memungkinan terjadinya keretakan atau kehancuran hubungan sosial. Oleh karena itu, penggunaan makian bergantung pada motivasi dan konteks penggunaannya.

Makian yang digunakan dalam masyarakat tumbuh dan berkembang sesuai dengan budaya masyarakat penuturnya. Konsep makian sama dalam setiap bahasa, tetapi ekspresi verbalnya berbeda (Indrawati, 2005:29). Pernyataan itu sejalan dengan pendapat Wilson (2005), yang menyatakan sebenarnya setiap bahasa yang ada di dalam setiap kebudayaan di dunia ini memiliki kata-kata makian yang khas. Bahkan, dialek-dialek dari bahasa yang sama pun mungkin memiliki ungkapan makian yang berbeda-beda.

Makian sebagai ekspresi kebahasaan yang digunakan dalam tindakan memaki dengan pelbagai alasan lazim dipakai oleh penutur laki-laki ataupun perempuan. Jika hal tersebut dikaitkan dengan penggunaan makian di lingkungan kampus, dapat diajukan beberapa masalah yang penting dan menarik untuk diteliti, yaitu sebagai berikut.

(23)

(1) Apakah klasifikasi bentuk makian yang digunakan oleh mahasiswa? (2) Apakah klasifikasi kategori makian yang digunakan oleh mahasiswa? (3) Apakah klasifikasi sumber makian yang digunakan oleh mahasiswa? (4) Apakah klasifikasi alasan penggunaan makian yang dikemukakan oleh

mahasiswa?

Untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, peneliti ini melakukan penelitian yang bertujuan menjelaskan bentuk makian, kategori makian, sumber makian, dan alasan memaki yang dikemukakan oleh responden mahasiswa laki-laki dan oleh responden mahasiswa perempuan.

Pilihan mahasiswa sebagai responden penelitian ini didasari oleh beberapa alasan, antara lain (1) penelitian terdahulu yang dilakukan oleh para peneliti lain menunjukkan penggunaan makian oleh mahasiswa frekuensinya sangat tinggi; dalam hal ini mahasiswa merupakan salah satu tipe masyarakat tutur yang juga memiliki kebiasaan memaki. Oleh karena itu, penggunaan makian oleh mahasiswa menjadi masalah yang menarik untuk ditelaah dan (2) belum ada penelitian yang melaporkan bentuk makian, kategori makian, sumber makian, dan alasan memaki yang dikemukakan oleh mahasiswa laki-laki dan oleh mahasiswa perempuan.

Adapun pemilihan mahasiswa Progam Sudi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) sebagai responden penelitian ini didasari oleh beberapa alasan. Pertama, alasan keberagaman latar belakang bahasa yang dimiliki mahasiswa. Jika diperhatikan dari latar belakang bahasa pertama yang dikuasai, mahasiswa Untirta pada umumnya ada yang berlatar belakang bahasa Sunda, bahasa Jawa Dialek Banten, bahasa Indonesia, dan bahasa lain. Hal itu sesuai dengan profil sosiolinguistik Provinsi Banten, yang ditandai oleh terdapatnya bahasa Sunda dan bahasa Jawa Dialek Banten sebagai bahasa daerah, yang dipakai oleh komunitas penutur pribumi di wilayahnya masing-masing. Selain itu, terdapat pula bahasa-bahasa daerah lain, yang dikuasai oleh penduduk yang merupakan pendatang dari pelbagai daerah dan akhirnya menetap di wilayah Banten. Kedua, karena peneliti ini bekerja sebagai pengajar (dosen) di program

(24)

studi tersebut sehingga tidak ada hambatan emosional dan psikologis antara peneliti ini dan subjek yang diteliti. Dengan demikian, data yang diperoleh diharapkan merupakan data alamiah (natural), akurat, konkret, dan bukan hasil rekayasa karena mahasiswa yang dipilih sebagai responden terbebas dari perasaan malu, takut, curiga, atau tertekan. Atau, dengan perkataan lain, antara peneliti ini dan responden saling memercayai karena sudah saling mengenal. Dengan keadaan seperti itu, peneliti ini mendapatkan kemudahan untuk melakukan pengecekan, konfirmasi, dan penggalian data secara lebih memadai agar beroleh data yang diharapkan. Ketiga, responden dapat dikondisikan untuk bersedia mengisi kuesioner secara utuh, jujur, terbuka, dan sesuai dengan kenyataan. Hal itu turut dipertimbangkan mengingat kesediaan responden untuk mengisi kuesioner secara utuh dan lengkap sangat dibutuhkan dalam penjaringan data. Oleh karena itu, dengan pertimbangan ada hubungan emosional yang baik antara peneliti ini dan responden, diharapkan responden bersedia membantu atau berpartisipasi dalam penelitian dengan cara menjawab seluruh pertanyaan kuesioner.

1.2 Pokok Bahasan dan Masalah

Pokok bahasan makian yang dikaji dalam penelitian ini diarahkan pada aspek bentuk, kategori, dan sumber makian, serta alasan penggunaan makian oleh responden laki-laki dan oleh responden perempuan.

a. Aspek Klasifikasi Bentuk Makian

Dipandang dari aspek klasifikasi bentuk, penelitian ini mengklasifikasikan dan mendeskripsikan bentuk makian yang digunakan oleh responden mahasiswa laki-laki dan oleh responden mahasiswa perempuan. Bentuk makian yang diikuti dalam penelitian ini merujuk pada bentuk makian yang dikemukakan oleh Wijana dan Rohmadi (2007:115—130). Dalam konteks itu, Wijana dan Rohmadi (2007:115—130) menyatakan bahwa makian dapat dikelompokkan berdasarkan aspek formal dan referensinya. Makian secara formal dibedakan menjadi tiga jenis, yakni (a) makian berbentuk kata, (b) makian berbentuk frasa (kelompok kata), dan (c) makian berbentuk klausa. Namun, dalam penelitian ini tidak digunakan istilah formal, melainkan istilah bentuk. Dalam konteks itu, bentuk

(25)

diartikan (1) penampakan atau rupa satuan bahasa; (2) penampakan atau rupa satuan gramatikal atau leksikal dipandang secara fonis atau grafemis (Kridalaksana, 2008:32).

Dengan demikian, istilah bentuk dalam penelitian ini merujuk pada rupa satuan gramatikal. Bentuk makian merujuk pada makian berwujud kata, makian berwujud frasa, dan makian berwujud klausa. Bentuk makian berdasarkan referensinya sebagaimana yang dikemukakan Wijana dan Rohmadi (2007:115— 130) di atas tidak digunakan dalam penelitian ini. Dengan demikian, pengelompokan bentuk makian hanya dihubungkan dengan perwujudan satuan gramatikal berupa kata, frasa, dan klausa, sedangkan referensi tidak dihubungkan dengan bentuk, melainkan dengan medan makna atau sumber makian.

b. Aspek Kategori Makian

Dipandang dari aspek kategori, penelitian ini mengklasifikasikan dan mendeskripsikan kategori makian yang digunakan oleh responden mahasiswa laki-laki dan oleh responden mahasiswa perempuan. Kategori dalam penelitian ini mengacu pada kelas kata. Berkenaan dengan kelas kata, Kridalaksana (2008:116) menyatakan bahwa kelas kata adalah golongan kata yang mempunyai kesamaan dalam perilaku formalnya.

Menurut Wijana dan Rohmadi (2007:117—118), secara kategorial, makian dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, yakni (1) makian yang berkategori nomina atau frasa nominal, seperti bandot, tai, matamu, iblis, sundal, dan sebagainya; (2) makian berkategori verba (khususnya verba statif), seperti mati; (3) makian berkategori interjeksi, seperti buset; (4) makian berkategori ajektiva, seperti goblok, dungu, gila, dan sebagainya.

Berdasarkan pernyatan tersebut, kategori dalam penelitian ini merujuk pada kelas kata nomina (N), frasa nominal (FN), verba (V), ajektiva (A), dan frasa adjektival (FA).

c. Aspek Sumber Makian

Dipandang dari aspek sumber makian, penelitian ini mengklasifikasikan dan mendeskripsikan sumber makian yang digunakan oleh responden mahasiswa

(26)

laki-laki dan oleh responden mahasiswa perempuan. Teori yang digunakan untuk melakukan pengklasifikasian sumber makian dalam penelitian ini disintesiskan dari pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh Rothwell (1973:108), Trudgill (1983); Wardhaugh (1986:230); Hughes (1991:208); Battaglia et al. (2009).

Berdasarkan sintesis dari pendapat-pendapat pakar di atas, sumber makian dapat diklasifikasikan menjadi sebagai berikut: (a) makian yang berhubungan dengan kotoran, (b) makian yang berhubungan dengan kelamin, (c) makian yang berhubungan dengan binatang, (d) makian yang berhubungan dengan agama, (e) makian yang berhubungan dengan keterbelakangan mental/kebodohan, (f) makian yang berhubungan dengan perbuatan pengecut, (g) makian yang berhubungan dengan makhluk halus/gaib, (h) makian yang berhubungan dengan kematian, (i) makian yang berhubungan dengan aktivitas seks.

Makian yang tidak dapat diklasifikasikan seturut klasifikasi tersebut dibuatkan klasifikasi baru.

d. Aspek Alasan Penggunaan Makian

Dipandang dari aspek alasan penggunaan makian, penelitian ini mengklasifikasikan dan mendeskripsikan alasan penggunaan makian oleh responden mahasiswa laki-laki dan oleh responden mahasiswa perempuan. Untuk melakukan pengklasifikasian alasan memaki, peneliti ini merujuk pendapat Rassin dan Heijden (2005); Bolton dan Hutton (1997:331-332); Jay dan Janschewitz (2008); Crystal (2003:173). Alasan-alasan memaki yang disintesiskan dari pendapat ahli-ahli tersebut meliputi: (a) mencari perhatian, (b) mendiskreditkan, (c) menghasut, (d) mengidentifikasi/mengokohkan identitas kelompok, (e) persahabatan, (f) kecewa, (g) penyesalan, (h) menghina, (i) tersakiti, (j) terganggu, dan (k) marah. Alasan lain yang tidak dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi alasan yang disampaikan ahli-ahli tersebut dibuatkan klasifikasi baru.

Berdasarkan latar pokok masalah dan pokok bahasan yang dikemukakan, peneliti ini merumuskan permasalahan utama dalam tesis ini adalah ”Bagaimanakah klasifikasi dan deskripsi bentuk makian, kategori makian, dan sumber makian, serta alasan penggunaan makian oleh mahasiswa?”

(27)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasikan dan mendeskripsikan bentuk makian, kategori makian, dan sumber makian, serta alasan penggunaan makian oleh mahasiswa.

1.4 Cakupan Penelitian

Penelitian ini hanya dibatasi pada makian yang digunakan oleh responden, yakni mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Penentuan jumlah responden didasarkan pada perhitungan pengambilan sampel (percontoh) dengan menggunakan rumus Slovin. Berdasarkan hasil perhitungan, peneliti ini memilih responden secara acak dengan memperhitungkan rasio jumlah mahasiswa masing-masing semester. Responden terpilih sebanyak 86 orang dengan rincian: 43 orang laki-laki dan 43 orang perempuan. Makian dalam penelitian ini diberi pengertian sebagai bentuk tuturan yang berupa kata-kata kotor, kasar, cabul, tabu, asusila, jorok, menjijikan, atau kata-kata nonteknis dalam arti tidak merujuk pada referensi yang sebenarnya, yang digunakan untuk memaki, baik yang berorientasi negatif, seperti memaki, membentak, mengancam, menghujat, mengejek, melecehkan, menjelek-jelekkan, mengusir, memfitnah, menyudutkan, mendiskriminasi, mengintimidasi, menakut-nakuti, memaksa, menghasut, membuat orang lain malu, dan menghina maupun yang berorientasi positif, seperti bercanda atau menunjukkan persahabatan.

Dalam ruang lingkup atau pembatasan, makian dipandang sebagai ekspresi verbal yang bersifat kasar yang terjadi karena pemicu tertentu di dalam konteks situasi tutur yang khas.

Cakupan penelitian ini hanya dibatasi pada bentuk makian yang digunakan oleh responden, kategori makian yang digunakan oleh responden, dan sumber makian yang digunakan oleh responden, serta alasan penggunaan makian oleh responden.

(28)

1.5 Kemaknawian Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk memberi gambaran konkret tentang makian yang digunakan oleh mahasiswa laki-laki dan oleh mahasiswa perempuan. Dengan menganalisis makian yang digunakan mahasiswa, dapat diketahui klasifikasi dan deskripsi bentuk makian, kategori makian, dan sumber makian, serta alasan penggunaannya.

Kebermaknaan penelitian ini tampak pada sumbangannya mengisi rumpang-rumpang penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya, baik makian dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah, maupun bahasa Asing (terutama bahasa Inggris). Salah satu manfaat yang dapat dikemukakan adalah memberi contoh dan gambaran empiris tentang penggunaan makian di lingkungan kampus. Selain itu, kajian ini juga bermanfaat untuk memberikan masukan bagi penyusunan teori atau buku teks sosiolinguistik di Indonesia, yakni melengkapi materi-materi standar yang lazim dicakup oleh sosiolinguistik. Dengan perkataan lain, kajian ini bermanfaat secara teoretis untuk tambahan materi atau revisi sosiolinguistik. Dengan demikian, deskripsi dan eksplanasi tentang penggunaan makian turut dibicarakan sebagai salah satu fakta atau bukti adanya bentuk makian yang digunakan oleh penutur bahasa di Indonesia dalam pelbagai konteks situasi tutur, terutama oleh kalangan mahasiswa yang merupakan bagian dari komunitas kampus. Selama ini, materi makian jarang sekali dibicarakan di dalam kepustakaan sosiolinguistik, terutama di Indonesia.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Bab 1 Pendahuluan yang memaparkan latar pokok penelitian untuk memberikan justifikasi perlunya penelitian ini dilakukan, pokok bahasan dan permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian, tujuan penelitian, cakupan penelitian, dan kemaknawian penelitian.

Bab 2 Penelitian Terdahulu, Tinjauan Kepustakaan, dan Kerangka Teori yang mengupas hal-hal yang berkaitan dengan penelitian terdahulu, tinjauan pustaka yang relevan, dan kerangka teori yang mengupas pokok-pokok teori yang digunakan untuk menelaah makian yang digunakan oleh responden

(29)

penelitian ini, yakni mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Tinjauan kepustakaan yang dipaparkan meliputi: pengertian makian; sejarah makian; makian dan tabu; klasifikasi kata makian; fungsi makian; makian, jenis kelamin, dan gender. Adapun kerangka teori yang dipaparkan meliputi: pengertian dan ciri makian, klasifikasi bentuk makian, klasifikasi kategori makian, klasifikasi sumber makian, dan klasifikasi alasan penggunaan makian.

Bab 3 Metode dan Teknik Penelitian memaparkan metode penelitian, teknik penelitian, teknik pengumpulan data, responden penelitian, kuesioner penelitian, dan teknik analisis data.

Bab 4 Analisis Data yang memaparkan (1) klasifikasi dan deskripsi bentuk makian berdasarkan data makian yang digunakan oleh responden, (2) klasifikasi dan deskripsi kategori makian berdasarkan data makian yang digunakan oleh responden, (3) klasifikasi dan deskripsi sumber makian berdasarkan data makian yang digunakan oleh responden, dan (4) klasifikasi dan deskripsi alasan penggunaan makian berdasarkan alasan yang dikemukakan oleh responden.

Bab 5 Simpulan dan Saran berisikan simpulan hasil penelitian dan saran yang relevan dengan pembahasan hasil penelitian serta temuan penelitian.

(30)

BAB 2

PENELITIAN TERDAHULU,

TINJAUAN KEPUSTAKAAN, DAN KERANGKA TEORI

2.1 Pengantar

Bab berikut mengupas penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penggunaan makian, baik di dalam bahasa asing, terutama bahasa Inggris maupun dalam bahasa daerah dan bahasa Indonesia; tinjauan pustaka yang relevan; kerangka teori. Di dalam bagian berikut akan dikupas pengertian makian, sejarah makian, makian dan tabu, klasifikasi kata makian berdasarkan bentuk dan referensinya; fungsi makian: motif psikologis, motif sosial, dan motif linguistik penggunaan makian; makian, jenis kelamin, dan gender. Selain itu, kerangka teori yang digunakan sebagai landasan berpijak untuk menelaah klasifikasi dan deskripsi bentuk, kategori, dan sumber makian, serta alasan penggunaan makian juga disertakan. Kerangka teori dalam bab ini mencakupi konsep-konsep dasar yang akan dikembangkan dalam penelitian ini.

2.2 Penelitian Terdahulu

Sesungguhnya, kajian tentang makian bukanlah masalah yang sama sekali baru dalam dunia telaah linguistik. Para linguis dan peneliti terdahulu telah melakukan beberapa telaah atau penelitian dalam hal penggunaan makian. Dalam konteks itu, penelitian tentang makian telah banyak dilakukan oleh ahli atau peneliti dari pelbagai aspek. Misalnya, McEnery (2005) melakukan makian dari perspektif linguistik (bahasa); van Lancker dan Cummings (1999) melakukan makian dalam kaitannya dengan bidang neurolinguistik; Green (2003) meneliti makian dalam kaitannya dengan psikolinguistik dan psikologi; Bell dan Reverby (2005) meneliti makian dalam hubungannya dengan kajian wanita.

Namun, studi tentang makian, khususnya yang berkaitan dengan makian bahasa Indonesia belum banyak dilakukan (Wijana dan Rohmadi, 2007:113). Peneliti-peneliti bahasa Indonesia agaknya lebih tertarik mengamati aspek yang berseberangan dengan hal ini, yakni eufimisme, seperti apa yang dilakukan oleh Aryatmi (1997), Sunarso (1986), Sunarso (1998), dan Damanhuri (2007).

(31)

Keadaan ini agaknya tidak terlalu sukar untuk dijelaskan karena data-data penggunaan eufimisme jauh lebih mudah didapatkan sehubungan dengan kecenderungan orang-orang untuk bersopan santun, berbasa-basi, dan sebagainya.

Sebaliknya, situasi penggunaan makian lebih sulit ditemukan sehingga pemerolehan datanya sangat terbatas atau sukar. Berhubungan dengan bahasa daerah, penelitian terhadap makian telah dilakukan oleh beberapa orang, antara lain, Sudaryanto, dkk. (1982) dan Saptomo (2000) yang meneliti makian dalam bahasa Jawa; Indrawati (2005) yang meneliti makian dalam bahasa Madura; Suparno (2008) yang meneliti makian dalam bahasa Melayu Manado.

Berikut ini saya uraikan beberapa kajian atau penelitian tentang makian yang berhasil saya lacak atau telusuri, baik penelitian yang dilakukan di Indonesia maupun di luar Indonesia.

Penelitian tentang makian pernah dilakukan oleh Tyler (1977), yaitu penelitian tentang penggunaan makian oleh perempuan. Penelitian tersebut bersifat eksperimen yang menguji hipotesis bahwa penggunaan makian oleh perempuan mendatangkan persepsi lebih negatif daripada makian yang dipakai oleh laki-laki. Temuan penelitian yang dihasilkan adalah makian yang digunakan perempuan dan laki-laki dipersepsi secara berbeda; latar belakang penilai dan persepsi atas konteks pembicaraan berperan cukup kontributif terhadap penilaian kata makian. Hasil penelitian itu dituliskan dalam bentuk artikel yang berjudul ”Why Ladies Don’t Swear”.

Penelitian lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Veronica (1997), yang berkenaan dengan sikap sosial masyarakat terhadap makian dan tabu, terutama dalam kaitannya dengan gender, umur, dan agama. Penelitian itu memerikan penggunaan makian yang dihubungkan dengan perangkat perundang-undangan di Hongkong yang mengontrol penggunaan bahasa di media massa. Temuan yang dihasilkan melalui penelitian tersebut adalah (1) makian sangat erat hubungannya dengan gender dan umur; (2) penggunaan makian tidak terlalu berkaitan dengan tingkat pendidikan dan agama. Hasil penelitian tersebut dituliskan dalam artikel berjudul ”Social Attitudes Towards Swearing and Taboo Language”.

(32)

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dewaele (2004), yang menyelidiki persepsi dari kekuatan emosional kata-kata makian dan tabu di antara para multibahasawan yang berjumlah 1039 orang. Penyelidikan tersebut didasarkan pada database yang berhasil dikumpulkan melalui kuesioner tentang bilingualisme dan emosi di internet. Dewaele melaporkan hasil penelitiannya dalam tulisan berjudul ”The Emotional Language Force of Swearwords and Taboo Words in The Speech of Multilinguals”.

Sementara itu, Pham (2007) meneliti penggunaan makian “bitch” dalam pelbagai konteks dan dalam pelbagai bentuk gramatikal yang berbeda. Penelitian tersebut menjelaskan (1) penggunaan makian oleh anak-anak remaja yang ditujukan pada sebayanya dan (2) penggunaan kata bitch yang sebenarnya bukanlah kata tabu, tetapi kenyataannya telah berkembang menjadi kata yang lebih bermakna negatif sehingga dapat dikategorikan sebagai makian. Hasil penelitian itu dituliskan dalam artikel berjudul ”…this teenage bitchness a corpus-based study of teenager’s use of the term bitch and its forms”.

Penelitian yang hampir serupa dengan penelitian-penelitian di atas adalah penelitian yang dilakukan oleh Fägetsten, Dalama, dan Sweden (2007). Penelitian yang mereka lakukan bertajuk “A Sociolinguistic Analysis of Swear Word Offensiveness”. Penelitian itu dirancang dengan ancangan metodologis yang ditujukan untuk mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif, merefleksikan ancangan sosiolinguistik dari penggunaan makian, dan menyediakan data untuk menyelidiki hubungan antara penggunaan makian dan konteks sosial. Penelitian tersebut memaparkan jenis-jenis makian yang dipakai dalam interaksi sosial oleh mahasiswa di Universitas Florida, Amerika Serikat dan peringkat kata-kata makian yang diurutkan sesuai dengan tingkat kekasarannya menurut penilaian mahasiswa.

Penelitian tentang kata makian, khususnya makian bahasa gaul, dilakukan oleh Yuwono (2008) dengan judul ”Ilfil Gue Sama Elu! Sebuah Tinjauan atas Ungkapan Serapah dalam Bahasa Gaul Mutakhir”. Dalam penelitian itu, Yuwono menampilkan bentuk-bentuk ungkapan serapah yang dibentuk secara kreatif dengan penekanan pada kategori-kategori etimologis dan bukan pada sudut siapa dan kapan ungkapan serapah digunakan pertama kali atau dipopulerkan. Tujuan

(33)

penelitian itu adalah melanjutkan bahasan tentang bahasa gaul dengan penyempitan bahasa pada ungkapan serapah (swearing word) dalam bahasa gaul tulis mutakhir. Titik mutakhir ditekankan pada pemanfaatan data dari bermacam-macam sumber data tulis terbaru, terutama media komunikasi melalui komputer dalam wujud milis dan blog. Bahasan tentang ungkapan serapah dalam bahasa gaul dipersempit pada klasifikasi ungkapan serapah dari sudut medan makna sebagai salah satu kategori etimologis dan cara-cara spesifik pembentukan ungkapan serapah.

Penelitian tersebut menghasilkan temuan klasifikasi ungkapan serapan tulis mutakhir berdasarkan bentuk dan cara-cara spesifik pembentukan ungkapan serapah. Bentuk ungkapan serapah meliputi: (1) emosi, (2) jenis hewan yang dekat dengan kehidupan manusia, (3) jenis makanan, (4) keadaan makanan, (5) jenis makhluk gaib, (6) keadaan sesuatu, (7) sifat manusia, (8) kekurangan fisik manusia, (9) pengalaman negatif manusia, (10) tiruan bunyi, (11) nama tokoh, dan (12) bagian tubuh yang dianggap tabu atau yang berhubungan dengan aktivitas seksual.

Sementara itu, cara-cara pembentukan makian meliputi: (1) pemendekan dan penyingkatan dengan motivasi penghematan, (2) persamaan bunyi dengan motivasi variasi, (3) pelemahan vokal pada suku kata terakhir dengan motivasi perelaksan artikulasi, (4) perubahan vokal pada suku kata terakhir dengan motivasi variasi bunyi, (5) perubahan vokal pada suku kata pertama dan suku kata terakhir dengan motivasi variasi bunyi, (6) perubahan vokal pada suku pertama disertai perubahan suku kedua dengan motivasi variasi bunyi, (7) perubahan konsonan terakhir suku tertutup dengan motivasi penggayaan (pemiripan bunyi bahasa asing), (8) perubahan bunyi suku terakhir, (9) perubahan suku kedua dengan motivasi penggayaan (pemiripan bunyi bahasa asing/bahasa Inggris), (10) leksemisasi dengan penggabungan ungkapan serapah dalam satu suku kata dengan motivasi variasi, (11) asosiasi makna dengan motivasi penggayaan, (12) peminjaman ungkapan serapah berbahasa daerah dengan motivasi variasi, (13) peminjaman ungkapan serapah berbahasa asing dengan motivasi penggayaan atau penghematan, (14) kombinasi bahasa asing dan bahasa

(34)

Indonesia dengan motivasi penggayaan, dan (15) pemakaian lambang emotikon dengan motivasi penghematan.

Dalam kaitannya dengan perbedaan makian yang digunakan laki-laki dan perempuan, Gao Gao (2008) meneliti penggunaan bahasa tabu dalam percakapan antara laki-laki dan laki-laki; perempuan dan perempuan; laki-laki dan perempuan dalam beberapa episode serial TV Amerika berjudul ”Sex and the City”. Gao Gao menganalisis perbedaan dan persamaan kata-kata tabu yang digunakan laki-laki dan perempuan dalam pembicaraan bertautan dengan perbedaan gender dan strategi percakapannya. Penelitian tersebut memaparkan penggunaan kata-kata tabu untuk memaki dan kata-kata yang mengandung eufimisme oleh laki-laki dan oleh perempuan yang menjadi subjek penelitian. Laporan hasil penelitian tersebut dituliskan dalam artikel berjudul “Taboo Language in Sex and The City An Analysis of Gender Differences in Using Taboo Language in Conversation”.

Penelitian penggunaan makian yang subjeknya mahasiswa dilakukan oleh Jay dan Janschewitz (2008). Kedua pakar itu melakukan penelitian dengan menggunakan kerangka psikologi kognitif, yang bertujuan menjelaskan penggunaan makian dalam pelbagai macam konteks dan menemukan hubungannya dengan penelitian ketidaksantunan.

Dalam penelitian tersebut, mahasiswa penutur jati dan bukan penutur jati bahasa Inggris diminta memberikan nilai/peringkat atas kata-kata tidak sopan (kotor) dan skenario hipotetis yang mungkin melibatkan penggunaan kata-kata tabu. Hasil penilaian mahasiswa menunjukkan bahwa kepantasan penggunaan makian merupakan variabel yang sangat kontekstual, yakni bergantung pada konteks hubungan pembicara dan pendengar, konteks sosial dan fisik, dan konteks kata-kata khusus yang digunakan. Selain itu, peringkat ketidaksopanan bergantung pada masalah jenis kelamin (bagi penutur jati) dan pengalaman berbahasa Inggris (bagi penutur bukan jati). Penelitian itu menghasilkan data yang mendukung pendapat bahwa butuh waktu cukup lama bagi pembicara (pemelajar bahasa) untuk mempelajari di mana, kapan, dan dengan siapa makian itu dianggap cocok/pantas.

Selain penelitian yang dilakukan oleh para ahli di atas, terdapat pula penelitian lain, misalnya penelitian yang dilakukan oleh Kiswandono (1995),

(35)

Setiawati (2000), Sukmaningrum (2001), Japutri (2006), Karina Kok (2007), Damanhuri (2007), Nuraini (2008), dan Kurniawan (2009).

Penelitian mengenai penggunaan kata makian oleh kalangan mahasiswa dilakukan oleh Kiswandono (1995), yakni ”The Use of Taboo Words by Mechanical Engineering Students at Petra Christian University”. Dalam penelitian itu, Kiswandono menghubungkan klasifikasi kata-kata makian, situasi, dan motivasi penggunaaan makian. Penelitian itu menggunakan pendekatan kuantitatif, yang menganalisis situasi dan motivasi penggunaan makian dengan menggunakan kerangka teori Hymes, yaitu SPEAKING. Temuan yang dihasilkan adalah (1) sebagian besar responden menggunakan kata makian yang berhubungan dengan fungsi anggota tubuh; (2) sebagian besar responden menyetujui penggunaan makian sebagai ekspresi keakraban antarpenggunanya.

Sementara itu, Setiawati (2000) melakukan penelitian dengan topik penggunaan kata-kata tabu oleh mahasiswa perempuan. Penelitian itu diberi judul ”The Use of Javanese Taboo Words by the Female Students of Faculty of the Letters at Petra Christian University Surabaya”. Masalah penelitiannya difokuskan pada (a) klasifikasi kata-kata tabu yang dianggap paling mudah, (b) dalam lingkungan yang mana (di mana) para mahasiswa menggunakan kata-kata tabu, dan (c) dan alasan yang menyebabkan mereka menggunakan makian. Dalam penelitian tersebut, Setiawati mengambil sampel sebanyak 30 orang mahasiswa perempuan angkatan tahun 2000 dan semuanya berasal dari Jawa Timur.

Selanjutnya, Sukmaningrum (2001) meneliti jenis-jenis makian bahasa Inggris dan gejala penggunaannya. Sukmaningrum membatasi penelitiannya pada penggunaan makian dalam film-film Amerika. Penelitian itu difokuskan pada fungsi dan alasan penggunaan makian dalam dialog yang dibuat partisipan, yakni para pelaku dalam film.

Selain peneliti-peneliti tersebut, Japutri (2006) melakukan penelitian mengenai kata makian dengan judul ”A Study of Swear Words Used by All Characters in the Movie The Nutty Professor”. Penelitian itu dilakukan dengan tujuan menggambarkan kategori makian dan sekaligus tujuan makian yang digunakan oleh tokoh-tokoh dalam film ”The Nutty Professor”. Dalam penelitian itu, dilakukan analisis data dengan menggunakan ancangan sosiolinguistik yang

(36)

mengacu pada teori-teori Trudgill. Klasifikasi makian yang digunakannya merupakan sintesis klasifikasi makian yang dikemukakan oleh Hughes, Trudgill, dan Rothwell. Adapun teori yang berhubungan dengan tujuan atau alasan makian yang diacunya merujuk pada teori Rothwell. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deksriptif kuantitatif. Penelitian tersebut menghasilkan temuan bahwa makian yang bersumber dari istilah-istilah anggota badan merupakan jenis makian yang paling banyak digunakan oleh para aktor dalam film ”The Nutty Professor”, sedangkan alasan penggunaan makian yang paling banyak adalah makian untuk menghina.

Penelitian mengenai penggunaan makian dilakukan pula oleh Karina Kok (2007) dengan judul ”Swear Words Used By a Group of YPPI in Elementary Students”. Penelitian itu difokuskan pada dua masalah, yakni (1) kata makian yang digunakan oleh siswa YPPI dan (2) jenis makian atau klasifikasi makian yang paling sering digunakan oleh siswa YPPI dalam percakapan sehari-hari. Data penelitian itu diperoleh melalui kuesioner dan observasi. Adapun kerangka teori yang digunakan adalah klasifikasi kata makian yang dikemukakan oleh Wardhaugh (1986:237); Hughes (1991:208); Jay (1992). Penelitian tersebut menghasilkan temuan berupa klasifikasi dan persentase tiap jenis makian yang dipakai oleh siswa YPPI beserta konteks penggunaannya dalam percakapan.

Selanjutnya, Kurniawan (2009) meneliti karakteristik bahasa makian mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang. Penelitian itu menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Pendekatan teori yang digunakan adalah karakteristik bahasa dalam studi pragmatik dengan objek kajian peristiwa tutur. Temuan penelitian tersebut adalah (1) bentuk ungkapan makian merupakan wujud ujaran dengan pilihan kata-kata atau frasa yang tepat digunakan sebagai alat pengungkap perasaan penutur, (2) strategi penggunaan bahasa makian merupakan wujud dari penerapan teori SPEAKING, dan (3) ragam fungsi ungkapan makian selain menjadi sarana pengungkap rasa marah juga dapat digunakan sebagai sarana pengungkapan rasa kesal, rasa kecewa, penyesalan, keheranan ataupun penghinaan. Namun, sebaliknya, bahasa makian juga dapat digunakan sebagai sarana pengungkapan rasa keintiman atau dalam nuansa keakraban.

(37)

Adapun penelitian makian dalam bahasa daerah dilakukan oleh Indrawati (2005), Damanhuri (2007), dan Suparno (2008).

Indrawati (2005) melakukan penelitian mengenai penggunaan makian dalam bahasa Madura. Berdasarkan hasil analisisnya, bentuk lingual makian Madura dapat berupa kata, frasa, dan klausa. Makian Madura memiliki beberapa referensi yang dapat dikelompokkan menjadi delapan kelompok sebagai berikut.

(a) makian Madura yang referensinya bagian tubuh/anggota tubuh, seperti cethak ’kepala’; congor, colok ’mulut’; burik ’pantat’; sosoh ’payudara’; pokeh ’alat kelamin wanita’, dan peler ’alat kelamin laki-laki’;

(b) makian Madura yang referensinya keadaan fisik seseorang, seperti genol ’dahi lebar’, peppa ’hidung pesek’, dhalbi ’bibir tebal menjuntai ke bawah’, nyorngat ’gigi keluar/maju’, kiver ’mata kecil sebelah’, dan corok ’telinga keluar cairan yang berbau busuk’;

(c) makian Madura dengan referensi istilah kekerabatan, seperti mabanna ’nenekmu’, mbu’na ’ibumu’, buppana ’bapakmu’, dan bangotowana ’moyangmu’;

(d) makian Madura dengan referensi keadaan mental, seperti ghileh ’gila’, dhumeng ’idiot’, dan bhudhuh ’bodoh’;

(e) makian Madura dengan referensi sesuatu yang buruk, seperti bhangkah ’mati seperti binatang’, dhuwes ’usus terburai keluar’, dan burunalas ’berkeliaran di hutan seperti binatang liar’;

(f) makian Madura dengan referensi binatang, seperti babih ’babi’, pate/bhurus ’anjing’, ikus ’kerbau’, dan mbe ’dhumbeh ’kambing yang sangat bau’;

(g) makian Madura dengan referensi mahluk halus, seperti thoyol ’tuyul’, dan jrengkong ’setan’;

(h) makian Madura dengan referensi profesi/pekerjaan, seperti sondhel ’pelacur’;

(i) makian Madura dengan referensi aktivitas seksual, seperti anco ’senggama’, dan om nyiom ’mencium-cium’.

(38)

Sementara itu, Damanhuri (2007) melakukan penelitian untuk menjabarkan dan memahami bentuk, referensi, dan fungsi makian dalam bahasa Madura pada masyarakat tuturnya dengan berdasarkan konteks sosial. Temuan penelitian ini adalah bentuk makian dalam bahasa Madura dapat dibagi dalam kategori bentuk kata, bentuk frasa, dan bentuk klausa. Bentuk kata makian dibagi menjadi bentuk kata monomorfemis dan bentuk kata polimorfemis. Bentuk kata monomorfemis dibagi berdasarkan kategori kata, yakni kategori verba, nomina, dan ajektiva. Bentuk kata polimorfemis diuraikan menjadi bentuk-bentuk kata yang mengalami proses morfologis, yakni afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan. Makian bentuk frasa juga dapat dibagi berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya, yakni frasa verbal, frasa nominal, dan frasa ajektival. Bentuk klausa makian merupakan bentuk paling kompleks di antara bentuk-bentuk lainnya.

Referensi makian dikategorikan menurut ada tidaknya acuan suatu makian sehingga diperoleh beberapa kategori, yaitu (1) referensi makian kategori keadaan, (2) referensi makian kategori binatang, (3) referensi makian kategori makhluk halus, (4) referensi makian kategori benda-benda, (5) referensi makian kategori bagian tubuh, (6) referensi makian kategori kekerabatan, (7) referensi makian kategori aktivitas, (8) referensi makian kategori profesi, (9) referensi makian kategori etnis dan bangsa, dan (10) referensi makian kategori seru.

Makian memenuhi fungsi emotif dan fatis. Kedua fungsi bahasa tersebut diuraikan menjadi beberapa fungsi makian, yakni (1) mengungkapkan rasa marah, (2) mengungkapkan rasa kesal, (3) mengungkapkan rasa kecewa, (4) mengungkapkan rasa ancaman, (5) mengungkapkan rasa menghina atau olokan, (6) mengungkapkan rasa menyesal, (7) mengungkapkan rasa kagum atau keterkejutan, dan (8) mengungkapkan rasa intim atau keakraban.

Adapun Suparno (2008) melakukan penelitian makian bahasa Melayu Manado. Berdasarkan kajiannya, Suparno menjelaskan bahwa satuan lingual dan satuan referensi makian dalam bahasa Melayu Manado dapat berupa kata, frasa, dan klausa. Makian berbentuk kata dalam bahasa Melayu Manado memiliki beberapa referensi yang dapat dikategorikan menjadi tujuh kelompok kata, yaitu (1) makian yang referensinya bagian tubuh manusia, seperti toto ’payudara’; puki,

(39)

tele, mai, poloi ’alat kelamin wanita’; tonti, poloi ’alat kelamin anak laki-laki’; tolor, pendo ’alat kelamin pria dewasa’; tungak, tungka ’gigi bertumpuk’; kentok ’pincang’; popo ’kaki buntung atau tangan buntung’; cabiuk ’telinga keluar cairan yang berbau busuk’; kadok ’tangan dan kaki penuh koreng’; budok ’seluruh tubuh berwarna putih/albino’; pongoh ’tidak dapat mendengar’; gidih-gidih ’mulut yang selalu berair liur’, dan lain-lain, (2) makian yang referensinya keadaan fisik seseorang, seperti godek ’tubuh gemuk’; girang ’gigi maju’; bilolo ’mata besar’; palungku ’kepal tangan’; skop ’tendangan kaki’; (3) makian yang referensinya istilah kekerabatan, seperti maitua ’istri’; mai, ajus ’ibu’; pai, cebe ’ayah’; tetek ’kakek’; tanta ’adik perempuan ibu’; (4) makian dengan referensi keadaan mental, seperti bodog ’bodoh’; biongo ’gila’; bagila, bahugel ’selingkuh’; cabalo ’bodoh’; sesek ’tak tahu malu’, (5) makian yang referensinya binatang, seperti babi ’babi’; anjing ’anjing’; lalar ’lalat’; monye ’monyet’; ular ’ular’; binatang ; ’segala jenis hewan’, (6) makian yang referensinya mahluk halus, seperti setang ’setan’; (7) makian yang referensinya pekerjaan, seperti sundal ’pelacur’.

Berkenaan dengan perbandingan makian, Nuraini (2008) meneliti bentuk linguistik dan makna makian dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Data penelitian itu adalah film-film Barat dan film Indonesia. Temuan penelitian itu adalah (1) inventarisasi bentuk makian dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dan (2) perbedaan makna kata makian dalam bahasa Inggris dan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan ancangan sosiopragmatik.

Dari beberapa penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai penggunaan makian telah banyak dilakukan peneliti lain dari aspek yang sangat beragam, yakni bentuk, referensi, fungsi, perbedaan persepsi, sikap sosial, daya emosi, aspek sosiolinguistik, aspek pragmatik, aspek sosiopragmatik, aspek psikologi dan psikolinguistik, aspek neurolinguistik, kajian wanita, serta perbandingan bentuk dan makna makian.

Sementara itu, berkenaan dengan penelitian yang melibatkan mahasiswa sebagai subjek, penelitian ini berbeda fokusnya dengan penelitian terdahulu, yakni penelitian yang dilakukan oleh Kiswandono (1995), Setiawati (2000); Fägetsten, Dalama, dan Sweden (2007); Jay dan Janschewitz (2008); Kurniawan (2009).

(40)

Penelitian ini menjelaskan klasifikasi dan deskripsi bentuk, kategori, dan sumber makian berdasarkan data makian yang digunakan oleh responden laki-laki dan oleh responden perempuan, serta alasan penggunaan makian berdasarkan alasan yang dikemukakan oleh responden laki-laki dan oleh responden perempuan, yang yang berkuliah di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

2.3 Tinjauan Pustaka

2.3.1 Pengertian dan Ciri Makian

Konsep makian dan tabu bukanlah hal yang baru muncul. Berkenaan dengan hal itu, Montagu (1967:5) menyatakan bahwa makian dan tabu sama tuanya dengan manusia dan seumur pula dengan bahasa. Dengan perkataan lain, makian dan tabu telah lahir sejak adanya bahasa yang dipakai manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi.

Ljung, Andersson, dan Hirsch (dalam Karjalainen, 2002:21) menyatakan sangatlah sulit menemukan definisi kata makian. Tampaknya, di antara para peneliti tidak ada kesepakatan mengenai batasan kata makian

Hal yang penting diperhatikan ketika mendefinisikan kata makian ialah kata makian harus digunakan dalam pengertian yang nonteknis. Salah satu bagian dari ciri nonteknis itu ialah kata yang disebut makian harus terkelompokkan sebagai kata tabu atau setidak-tidaknya merujuk pada subjek atau sesuatu yang tabu. Kata makian merupakan ungkapan yang dapat dilihat sebagai saluran dari emosi dan sikap pembicara yang menggunakan kata-kata tabu dalam cara yang nonteknis dan bersifat emotif (Ljung, 1984a:24;1984b:95; dalam Karjalainen, 2002:20).

Kata yang dapat dikategorikan sebagai makian menurut Ljung (1984:22; dalam Pham, 2007:7) adalah ketika digunakan secara nonteknis, misalnya dalam kalimat berikut:

Umumnya, ”bitch” (anjing betina) paling baik untuk disusukan pertama kalinya setelah dewasa, tetapi jangan berikan sebelum ia masuk pada siklus kedua atau ketiga masa panasnya, tergantung pada usianya.

(41)

”Bitch” di dalam kalimat di atas diinterpretasikan sebagai ’anjing perempuan’ dan digunakan dalam arti harfiahnya. Jadi, bukan termasuk kata makian. Akan tetapi, jika kalimatnya ”You fucking bitch!”, ”Bitch” di dalam kalimat itu mengacu pada orang secara nonteknis, maka termasuk kata makian.

Menurut Andersson dan Hirsch (1985a:5), terdapat tiga syarat agar suatu kata atau ungkapan dapat dikelompokkan sebagai kata makian, yaitu (1) merujuk pada tabu atau stigma (tanda dari ketidakberterimaan sosial) dalam suatu lingkungan budaya, (2) tidak dapat ditafsirkan secara harfiah, dan (3) dapat digunakan untuk mewujudkan emosi dan sikap yang kuat.

Makian merupakan ungkapan perasaan tertentu yang timbulnya disebabkan oleh dorongan yang bersifat kebahasaan dan nonkebahasaan. Hal yang bersifat kebahasaan berupa kata-kata yang diucapkan oleh seseorang yang dirasa tidak berkenan pada diri pemaki. Sebagai tanggapan atas tindakan itu, si pemaki melampiaskan perasaannya melalui pelbagai makian. Sementara itu, hal yang bersifat nonkebahasaan biasanya menyangkut perbuatan seseorang atau peristiwa tertentu. Perbuatan tertentu misalnya pemukulan dan peristiwa tertentu seperti penyesalan mengakibatkan seseorang marah, mengkal, atau kecewa. Dalam suasana seperti itu, biasanya orang terbawa luapan perasaannya yang tidak terkendali, luapan perasaan yang menegangkan saraf. Pada saat itulah, perasaan sering terungkap melalui kata-kata yang tergolong kasar. Salah satu pengungkapan tersebut adalah dengan mencaci maki penyebabnya (Concon, 1966:95).

Menurut Hornby (1948:346), kata makian adalah kata seru yang bersifat kasar. Contohnya, “My Goodness!”, “Damn!”, dan sebagainya. Adapun Morehead dan Morehead (1981:195) mengungkapkan bahwa kata makian adalah sumpah serapah.

Selanjutnya, definisi yang lebih bertumpu pada alasan atau tujuan makian disampaikan oleh Edward (1983:15), yang menyatakan kata makian merupakan ungkapan untuk menyinggung harga diri orang lain dan yang menjadi sasaran adalah menyakiti hatinya dan untuk sementara waktu, atau karena kebutuhan yang tidak jelas sehingga kadang-kadang yang memaki tidak mengetahui arti sebenarnya yang terkandung dalam kata itu.

Referensi

Dokumen terkait

主 論 文 要 旨 No.4

KESEHATAN.. Penerapan ilmu kedokteran dengan pendekatan komprehensif melalui kedokteran promotif,preven- tif, kuratif dan rehabilitatif terhadap tenaga kerja

Hal ini terjadi karena kemungkinan terjadinya tumpang tindih antara orbital pi dari diena dalam konformasi trans dengan orbital pi dari dienofil terlalu kecil meskipun energi

sehubungan dengan amar (d), maka perlu ditetapkan petugas pemandu, porter dan interpreter yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Balai Besar TNGGP; Mengingat : 1.. 23 Tahun

Pharmacotherapy for atrial fibrillation in patients with chronic kidney disease: Insights from the Outcomes Registry for Better Informed Treatment of Atrial Fibrillation

3.6.1 Identifikasi Kelompok Bidang dan Ruang Lingkup Layanan Jasa Konsultansi Strategis

Data yang digunakan antara lain yaitu biodata pasien, indikasi dilakukannya bedah sesar, lama perawatan di rumah sakit, antibiotik profilaksis (jenis antibiotik, waktu pemberian,