• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Hak Asasi Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana(Studi Kasus di PPPA dan PM cq UPT PTPAS Kota Surakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Hak Asasi Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana(Studi Kasus di PPPA dan PM cq UPT PTPAS Kota Surakarta)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ASASI ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA

(Studi Kasus di PPPA dan PM cq UPT PTPAS Kota Surakarta)

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata 1 Pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Oleh:

WILLIAM SRIHATNO PUTRO

NIM: C.100.130.133

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKM

(2)
(3)
(4)
(5)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ASASI ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA

(Studi Kasus di PPPA dan PM cq UPT PTPAS Kota Surakarta)

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap hak asasi anak sebagai pelaku tindak pidana dan mengetahui peran serta kendala yang dihadapi PPPA dan PM cq UPT PTPAS Kota Surakarta. Menurut hasil penelitian bentuk perlindungan hukum tersebut didasari dengan adanya hak-hak anak, yaitu hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan, dan hak berpartisipasi. Selain keempat hak anak tersebut bentuk perlindungan hukum juga dapat dilihat dari perspektif hukum pidana materil dan hukum pidana formil. Peran PTPAS meliputi menerima pengaduan kasus tentang perempuan dan anak, memberikan perlindungan terhadap psikologis anak, memberikan bantuan hukum, memberikan bantuan medis, memberikan rumah yang aman, memberikan penyuluhan, dan memberikan reintegrasi. Kendala yang timbul berasal dari pihak client itu sendiri yang menyulitkan. Namun, kendala tersebut dapat dilakukan pencegahan dengan memberikan solusi bahwa apa yang dilakukan PTPAS sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2016 tentang Hak Anak.

Kata Kunci: tindak pidana anak, perlindungan anak, hak anak.

ABSTRACTION

This study aims to determine the form of legal protection against the rights of children as perpetrators of criminal acts and to know the role and constraints faced by PPPA and PM cq UPT PTPAS Kota Surakarta. According to the results of the study, the form of legal protection is based on the rights of children, namely the right to life, the right to grow flowers, the right to protection, and the right to participate. In addition to the four rights of the child the form of legal protection can also be seen from the perspective of criminal law material and formal criminal law. The role of PTPAS includes accepting cases of women and children, providing child psychological protection, providing legal assistance, providing medical assistance, providing safe housing, providing counseling, and providing reintegration. Constraints arise derived from the client itself is difficult. However, these obstacles can be prevented by providing a solution that what PTPAS does in accordance with applicable regulations, namely Law No. 35 of 2014 on Child Protection and Surakarta City Regulation No. 10 of 2016 on the Rights of the Child.

(6)

2 1. PENDAHULUAN

Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.1 Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal ini sesuai dengan Konvensi Hak Anak yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 yang mengemukakan tentang prinsip-prinsip umum perlindungan anak, yaitu nondriskiminasi, keoentingan terbaik anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, dan menghargai partisipasi anak. Prinsip tersebut juga terdapat dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang dibentuk oleh Pemerintah agar hak-hak anak dapat di implementasikan di Indonesia. Kepedulian pemerintah terhadap harkat dan martabat anak sebenarnya sudah terlihat sejak tahun 1979 ketika membuat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Akan tetapi, hingga keluarnya Undang-Undang Perlindungan Anak dan sampai sekarang, kesejahteraan dan pemenuhan hak anak masih jauh dari yang diharapkan.2

Secara sosiologis anak melakukan tindak pidana bukan didasarkan pada batas usia yang dimilikinya, melainkan dipandang dari segi mampunya anak melakukan tindak pidana. Oleh karena itu, orang tua, masyarakat, dan lembaga perlindungan anaklah yang seharusnya lebih bertanggungjawab terhadap pembinaan pendidikan dan pengembangan perilaku anak. sedangkan, dari segi psikologis, anak melakukan tindak pidana dilihat dari perkembangan kejiwaannya yang ditandai dengan ciri masing-masing. Seperti halnya ketika seorang anak dalam memutuskan suatu hal lebih didorong oleh faktor emosional, bukan logika berfikirnya.3

1

Rika Saraswati, 2015, Hukum Perlindungan Anak Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hal. 1.

2

Rika Saraswati, Ibid, hal. 1.

3

http://www.aifis-digilib.org/uploads/1/3/4/6/13465004/6_imam_khalid_dan_ahmad_bahiej-dasar_pertimbangan_hakim.pdf diunduh pada hari Kamis, tanggal 9 Maret 2017, pukul 20.45 WIB.

(7)

Hal-hal yang melatarbelakangi anak melakukan tindak pidana dapat dilihat berdasarkan 2 (dua) faktor, yaitu faktor intrinsic dan ekstrinsik. Faktor intrinsic dapat meliputi faktor intelegentia, usia, kelamin, dan kedudukan anak dalam keluarga. Sedangkan, secara ekstrinsik dapat meliputi faktor keluarga, pendidikan dan sekolah, pergaulan anak dan media masa.4 Faktor keluarga merupakan pengaruh yang signifikan bagi anak, apabila lingkungan keluarganya positif maka akan berdampak positif juga bagi perkembangan anak. Sedangkan, jika lingkungan keluarga negatif maka akan berdampak negatif pada anak, seperti melakukan tindak pidana atau pelanggaran hukum.5

Namun, negara membedakan tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa dan yang dilakukan oleh anak. negara lebih meringankan tindak pidana yang dilakukan oleh anak karena anak merupakan generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan sehingga setiap anak pelaku tindak pidana yang masuk sistem peradilan pidana harus diperlakukan secara manusiawi.6

Oleh karena itu, anak perlu mendapatkan perlindungan. Perlindungan anak dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung berarti langsung ditujukan kepada anak yang menjadi sasaran penanganan. Sedangkan, secara tidak langsung adalah melalui kegiatan yang tidak langsung ditujukan kepada anak, melainkan orang lain yang terlibat atau melakukan kegiatan dalam usaha perlindungan terhadap anak.7 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 menyebutkan bahwa:

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi”.

Disebutkan juga dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, bahwa yang berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan

4

Wagiati Soetedjo dan Melani, 2013, Hukum Pidana Anak, Bandung: PT Refika Aditama, hal. 16.

5

Wagiati Soetedjo dan Melani, Op.Cit, hal. 20.

6

http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/PEMBUNUHAN%20OLEH%20ANAK.pdf diunduh pada hari Kamis, tanggal 9 Maret 2017, pukul 19.15 WIB.

7

http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/PEMBUNUHAN%20OLEH%20ANAK.pdf diunduh pada hari Kamis, tanggal 9 Maret 2017, pukul 19.15 WIB.

(8)

4

perlindungan anak adalah negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua atau wali. Untuk itu perlu adanya sebuah perlindungan anak yang merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan.

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah Pertama, bagaimana bentuk perlindungan hukum PPPA dan PM cq UPT PTPAS terhadap hak asasi anak sebagai pelaku tindak pidana? Kedua, bagaimana peran PPPA dan PM cq UPT PTPAS dalam melakukan perlindungan hukum terhadap hak asasi anak sebagai pelaku tindak pidana dan apa kendala yang dihadapinya?

Tujuan dari penelitian ini adalah Pertama, untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum PPPA dan PM cq UPT PTPAS terhadap hak asasi anak sebagai pelaku tindak pidana. Kedua, untuk mengetahui peran PPPA dan PM cq UPT PTPAS dalam melakukan perlindungan hukum terhadap hak asasi anak sebagai pelaku tindak pidana beserta kendala yang dihadapinya. Manfaat penelitian ini adalah Pertama, manfaat teoritis yaitu memperoleh masukan guna mengembangkan bahan-bahan perkuliahan, mendalami teori-teori yang telah diperoleh penulis selama perkuliahan serta untuk lebih memperkaya khasanah ilmu pengetahuan bagi penulis. Kedua, manfaat praktis yaitu memberikan pengetahuan yang jelas kepada para pembaca tentang bentuk perlindungan hukum, peran, serta kendala yang dihadapi PPPA dan PM cq UPT PTPAS dalam melakukan perlindungan hukum terhadap hak asasi anak sebagai pelaku tindak pidana dan juga mengembangkan pola pikir sistematis dan dinamis sehingga dapat mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi.

2. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan penulis adalah metode pendekatan yuridis empiris yaitu dengan pendekatan penelitian hukum dikonsepkan sebagai pranata sosial yang secara riil dikaitkan dengan variable-variabel sosial yang lain.8 Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah bersifat deskriptif analitis yaitu dengan memberikan gambarkan secara menyeluruh, mendalam, tentang suatu keadaan

8

Roni Hanitjo, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimateri, Jakarta: Ghalia Indonesia, hal. 58.

(9)

atau gejala yang diteliti berdasarkan fakta yang nampak.9 Lokasi penelitian di PPPA dan PM cq UPT PTPAS Kota Surakarta. Sumber data yang digunakan penulis dapat melalui data primer dan data sekunder, data primer diperoleh secara langsung dari narasumber melalui wawancara oleh PPPA dan PM cq UPT PTPAS Kota Surakarta, sedangkan data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan, seperti buku-buku yang telah tersedia di perpustakaan atau milik pribadi dan dokumentasi.10 Metode pengumpulan data yang digunakan penulis adalah melalui studi kepustakaan dengan cara mencari landasan teoritis dari permasalahan dalam penelitian sehingga penelitian yang dilakukan bukanlah aktivitas yang bersifat “trial and error”11

dan wawancara yang dilakukan dengan menggunakan teknik tanya jawab secara langsung dengan narasumber dari PPPA dan PM cq UPT PTPAS Kota Surakarta.12 Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif yaitu dengan melakukan pengumpulan data baik di lapangan maupun studi kepustakaan, kemudian data yang diperoleh disusun dalam bentuk penyusunan data dan kemudian dilakukan pengolahan data sampai akhirnya ditarik kesimpulan untuk mendapatkan validitas data yang ada.13

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Bentuk Perlindungan Hukum PPPA dan PM cq UPT PTPAS Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana

Berdasarkan hasil penelitian di PPPA dan PM cq UPT PTPAS pada tanggal 19 Juni 2017 dengan melakukan wawancara dengan Ibu Saprastika selaku Psikolog PTPAS diperoleh informasi mengenai bentuk perlindungan hukum PPPA dan PM cq UPT PTPAS terhadap hak asasi anak sebagai pelaku tindak pidana.14

9

Roni Hanitjo, Op.Cit, hal. 125.

10

Soerjono Soekanto, 2015, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, hal. 12.

11

Bambang Sunggono, 2015, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 112.

12

Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal. 24.

13

Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal. 32.

14

Saprastika, Psikolog PTPAS, Wawancara Pribadi, PPPA dan PM cq UPT PTPAS, Senin, tanggal 19 Juni 2017, Pukul 08.00 WIB.

(10)

6

Bentuk perlindungan hukum PTPAS terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana didasari dengan adanya 4 (empat) hak anak, yaitu: (1) Hak hidup, (2) Hak tumbuh kembang, (3) Hak perlindungan, dan (4) Hak berpartisipasi.15

Ibu Saprastika menuturkan bahwa biasanya dalam melindungi hak anak tersebut juga terdapat koordinasi dengan panti asuhan guna menghindari adanya trauma dalam diri anak yang bermasalah. Sebab, PTPAS selain menyelesaikan masalah terhadap anak juga memberikan perlindungan terhadap psikis anak agar anak yang bermasalah dapat tetap tumbuh dan kembang sebagaimana anak lainnya yang tidak bermasalah serta tidak minder ketika dikucilkan dengan lingkungan sekitar atas apa yang telah dilakukannya.16

Pada anak berperkara terdapat hak-hak lain yang harus diperhatikan dan diperjuangkan, yaitu: (1) Hak diperlakukan sebagai yang belum terbukti bersalah, (2) Hak-hak mendapat perlindungan dari tindakan-tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, dan sosial, (3) Hak mendapat pendamping dari penasehat hukum, (4) Hak mendapat fasilitas transport serta penyuluhan dalam ikut serta memperlancar pemeriksaan, (5) Hak untuk menyatakan pendapat, (6) Hak akan persidangan tertutup demi kepentingannya, (7) Hak untuk mendapat pembinaan yang manusiawi sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan ide pemasyarakatan, (8) Peradilan sedapat mungkin tidak ditangguhkan, konsekuensinya persiapan yang matang sebelum sidang dimulai, dan (9) Hak untuk dapat berhubungan dengan orangtua dan keluarganya.17

Untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi terhadap anak, PTPAS berpedoman pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. selain itu, berpedoman juga pada Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2016

15

Saprastika, Psikolog PTPAS, Wawancara Pribadi, PPPA dan PM cq UPT PTPAS, Senin, tanggal 19 Juni 2017, Pukul 08.00 WIB.

16

Saprastika, Psikolog PTPAS, Wawancara Pribadi, PPPA dan PM cq UPT PTPAS, Senin, tanggal 19 Juni 2017, Pukul 08.00 WIB.

17

(11)

tentang Hak Anak. Di mana dalam Peraturan Daerah tersebut terdapat kalimat “tim pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak Kota Surakarta”.18

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa:

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi”.

Selain itu, bentuk perlindungan hukum terhadap anak dapat dilihat dari perspektif hukum pidana, baik materil maupun formil. Dilihat dari perspektif hukum pidana materiil, sanksi yang dapat diberikan terhadap anak nakal, Undang-Undang Pengadilan Anak telah mengaturnya dalam Bab III. Secara garis besar, sanksi yang dapat dijatuhkan bagi anak yang telah melakukan kenakalan terdiri dari 2 (dua) sanksi, yaitu sanksi pidana dan sanksi tindakan. Sanksi pidana bersifat reaktif terhadap suatu perbuatan, sedangkan sanksi tindakan lebih bersifat antisipatif terhadap pelaku perbuatan tersebut. jika sanksi pidana terfokus pada perbuatan salah seorang lewat pengenaan penderitaan, maka sanksi tindakan terfokus pada upaya memberikan pertolongan agar dia berubah.19

Terkait dengan sanksi bagi anak nakal yang berupa sanksi pidana, terdiri atas pidana pokok dan pidana tambahan.20 Pidana pokok dan pidana tambahan terhadap anak nakal termuat dalam Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sedangkan, sanksi tindakan terhadap anak nakal termuat dalam Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012.

18

Saprastika, Psikolog PTPAS, Wawancara Pribadi, PPPA dan PM cq UPT PTPAS, Senin, tanggal 19 Juni 2017, Pukul 08.00 WIB.

19

Nashriana, 2012, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hal. 75-117.

20

(12)

8

Apabila dilihat dari perspektif hukum pidana formil, proses peradilan pidana anak dapat dilakukan melalui 3 (tiga) tingkatan, yaitu: (1) Tingkat penyidikan, (2) Tingkat penuntutan, dan (3) Tingkat persidangan.21

3.2Peran PPPA dan PM cq UPT PTPAS dalam Melakukan Perlindungan Hukum Terhadap Hak Asasi Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Beserta Kendala yang Dihadapinya

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan Ibu Saprastika selaku psikolog PTPAS dalam melakukan perlindungan hukum terhadap hak asasi anak adalah dengan adanya koordinasi antara panti asuhan atau lembaga di bawah PTPAS yang ada di Kota Surakarta.

Peran PTPAS dalam melakukan perlindungan hukum terhadap hak asasi anak, yaitu: (1) Menerima pengaduan, (2) Pengaduan yang diterima hanya kasus tentang perempuan dan anak, (3) Memberikan perlindungan terhadap psikologis anak, (4) Memberikan perlindungan atau bantuan hukum, (5) Memberikan bantuan medis, (6) Memberikan rumah yang aman di mana yang dimaksud dengan rumah yang aman adalah rumah rahasia bagi anak untuk pemulihan anak yang terkena kasus, (7) Memberikan penyuluhan, dan (8) Memberikan reintegrasi.

Menurut Ibu Saprastika, hukuman yang tepat bagi anak yang melakukan tindak pidana adalah sebagai berikut: (1) Adanya upaya diversi bagi anak yang melakukan, (2) Dalam hal ini diversi yang dilakukan adalah melalui Polres, Kejaksaan, Pengadilan negeri. Ketika sudah sampai ke Pengadilan Negeri maka akan ada rehabilitasi terhadap anak yang melakukan tindak pidana tersebut. namun, sebisa mungkin peran PTPAS untuk adanya diversi ini dilakukan secara kekeluargaan dan apabila tidak bisa maka untuk perlindungan anak akan ada tahap diversi selanjutnya yaitu ke Kepolisian, dan (3) Apabila dalam kasus anak tersebut sudah sampai ke Pengadilan negeri maka berkas tidak dapat dicabut lagi.22

21

Nashriana, Op.Cit, hal. 117-151.

22

Saprastika, Psikolog PTPAS, Wawancara Pribadi, PPPA dan PM cq UPT PTPAS, Senin, tanggal 19 Juni 2017, Pukul 08.00 WIB.

(13)

Anak yang melakukan tindak pidana juga perlu mendapatkan perlindungan hukum terhadap hak asasinya. Ada 2 (dua) hal yang harus diperhatikan dalam perlindungan anak, yaitu: (1) Segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang ataupun lembaga pemerintah dan swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan, dan pemenuhan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial anak dan remaja yang sesuai dengan kepentingan dan hak asasinya serta (2) Segala daya upaya bersama yang dilakukan dengan sadar oleh perseorangan, keluarga, masyarakat, badan-badan pemerintah dan swasta untuk pengamanan, pengadaan, dan pemenuhan kesejahteraan rohani dan jasmani anak yang berusia 0-21 tahun, tidak dan belum pernah nikah, sesuai dengan hak asasi dan kepentingan agar dapat mengembangkan hidupnya seoptimal mungkin.23

Oleh karena itu, dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana perlu adanya peradilan pidana anak. sebab, penempatan kata anak dalam peradilan anak menunjukkan batasan atas perkara yang ditangani oleh Badan Peradilan yaitu perkara anak. Peradilan anak meliputi segala aktivitas pemeriksaan dan pemutusan perkara yang menyangkut kepentingan anak. Ruang lingkup peradilan anak meliputi segala aktivitas pemeriksaan, pemutusan perkara, dan hal-hal yang menyangkut kepentingan anak.24

Peradilan anak bertujuan memberikan yang paling baik bagi anak, tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat dan tegaknya wibawa hukum. Selain itu, peradilan anak diselenggarakan dengan tujuan untuk mendidik kembali dan memperbaiki sikap dan perilaku anak sehingga ia dapat meninggalkan perilaku buruk yang selama ini telah ia lakukan. Perlindungan terhadap kepentingan anak yang diusahaan dengan memberikan bimbingan dalam rangka rehabilitasi dan resosialisasi menjadi landasan peradilan anak.25

23

Marlina, 2012, Peradilan Pidana Anak di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, Bandung: PT Refika Aditama, hal. 42.

24

Maidin Gultom, 2014, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, Bandung: PT Refika Aditama, hal. 190.

25

(14)

10

Ibu Saprastika mengatakan bahwa kendala yang timbul dalam memberikan perlindungan hukum terhadap hak asasi anak yang melakukan tindak pidana pembunuhan itu berasal dari pihak client itu sendiri yang menyulitkan, seperti adanya perbedaan pendapat dengan orang tua korban.26

Adapula beberapa masalah yang timbul terhadap tindakan kenakalan anak, yaitu: (1) Masalah penangkapan, penahanan, dan hukuman terhadap kejahatan anak, (2) Masalah pertimbangan pidana dan perlakuan anak dalam menjatuhkan putusan pidana di pengadilan, dan (3) Masalah balai pemasyarakatan.27

Pencegahan yang dapat dilakukan PTPAS atas kendala yang dihadapi dalam memberikan perlindungan hukum terhadap hak asasi anak sebagai pelaku tindak pidana adalah dengan memberikan solusi terhadap anak tersebut bahwa apa yang dilakukan PTPAS sesuai dengan peraturan yang telah berlaku, yaitu tentang Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2016 tentang Hak Anak.28

4. PENUTUP

Pertama, bentuk perlindungan hukum PTPAS terhadap anak sebagai

pelaku tindak pidana didasari dengan adanya 4 (empat) hak anak, yaitu hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan, dan hak berpartisipasi. Ibu Saprastika selaku psikolog PTPAS juga menuturkan bahwa dalam melindungi hak anak juga terdapat koordinasi dengan panti asuhan guna menghindari adanya trauma dalam diri anak yang berperkara.

Selain itu, bentuk perlindungan hukum terhadap anak dapat dilihat dari perspektif hukum pidana, baik materiil maupun formil. Perspektif hukum pidana materiil mengacu pada pengaturan mengenai sanksi, sedangkan perspektif hukum

26

Saprastika, Psikolog PTPAS, Wawancara Pribadi, PPPA dan PM cq UPT PTPAS, Senin, tanggal 19 Juni 2017, Pukul 08.00 WIB.

27

Wagiati Soetedjo dan Melani, Op.Cit, hal 35-45.

28

Saprastika, Psikolog PTPAS, Wawancara Pribadi, PPPA dan PM cq UPT PTPAS, Senin, tanggal 19 Juni 2017, Pukul 08.00 WIB.

(15)

pidana formil mengacu pada proses peradilan pidananya, mulai dari tingkat penyidikanm penuntutan, sampai persidangan.

Kedua, peran PTPAS dalam melakukan perlindungan hukum terhadap hak

asasi anak adalah menerima pengaduan, pengaduan yang diterima hanya kasus tentang perempuan dan anak, memberikan perlindungan terhadap psikologis anak, memberikan perlindungan atau bantuan hukum, memberikan bantuan media, memberikan rumah yang aman, memberikan penyuluhan, dan memberikan reintegrasi.

Menurut Ibu Saprastika kendala yang timbul dalam memberikan perlindungan hukum terhadap hak asasi anak sebagai pelaku tindak pidana itu berasal dari pihak client itu sendiri yang menyulitkan, seperti adanya perbedaan pendapat dengan orang tua korban. Selain itu, kendala yang dihadapi juga mengenai masalah penangkapan, penahanan, dan hukuman terhadap kejahatan anak, masalah pertimbangan pidana dan perlakuan anak dalam menjatuhkan putusan pidana di pengadilan, dan masalah balai pemasyarakatan.

Pertama, PTPAS sebaiknya lebih mengoptimalkan sistem pelayanan

terpadu yang menaungi dan melindungi perempuan dan anak di Kota Surakarta yang dinobatkan sebagai kota layak anak, di mana peran PTPAS lebih mengutamakan perlindungan hak asasi anak yang telah melakukan tindak pidana.

Kedua, peran orang tua dalam mengupayakan terhadap perlindungan anak,

di mana anak harus ada dalam naungan orang tua.

Saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya dan karya ilmiah ini saya persembahkan kepada pertama, Bapak dan Ibu saya yang telah mensupport, mendoakan, dan selalu sabar untuk menyelesaikan tanggungjawab kuliah saya,

kedua, Kakak dan adik saya yang selalu memberikan semangat dan dukungan,

ketiga, Tia Bethari Putri tercinta yang telah sabar memberikan arahan,

mendampingi, dan selalu memberikan semangat serta doa kepada saya, keempat, Dosen pembimbing saya Bapak Hartanto, S.H., M.H. yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini, kelima, sahabat dan teman-teman saya seangkatan

(16)

12 DAFTAR PUSTAKA

Buku

Gultom, Maidin. 2014. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan. Bandung: PT Refika Aditama.

Hanitjo, Roni. 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimateri. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Marlina. 2012. Peradilan Pidana Anak di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice. Bandung: PT Refika Aditama.

Nashriana. 2012. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Saraswati, Rika. 2015. Hukum Perlindungan Anak di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Soekanto, Soerjono. 2015. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press.

Soetedjo, Wagiati dan Melani. 2013. Hukum Pidana Anak. Bandung: Refika Aditama.

Sunggono, Bambang. 2015. Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Website

http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/PEMBUNUHAN%20OLEH%20ANAK.p df diunduh pada hari Kamis, tanggal 9 Maret 2017, pukul 19.15 WIB.

http://www.aifis- digilib.org/uploads/1/3/4/6/13465004/6_imam_khalid_dan_ahmad_bahiej-dasar_pertimbangan_hakim.pdf diunduh pada hari Kamis, tanggal 9 Maret 2017, pukul 20.45 WIB.

Referensi

Dokumen terkait

sangat penting untuk memperkuat positioning produk ramah lingkungan Pertamax ini. Kedua, hasil penelitian juga menemukan bahwa sikap memediasi pengetahuan lingkungan terhadap

In short, Butler’s argument for “our obligation to the practice of virtue” differs from that of most later modern philosophers, in the following ways: Unlike the Humeans,

The objective is to combine the benefits of case study method of teaching with online discussion forum to enhance the quality of learning while making this an assessment component

Pada grafik gambar 4.10 menunjukan bahwa dengan adanya penambahan pasokan gas HHO kedalam ruang bakar dapat mengurangi kadar reaksi emisi karbon monoksida sebesar 51,97 %

■ Kekuatan dari pendekatan ini adalah penekanannya yang melakukan pengukuran: seberapa akurat persepsi seseorang terhadap sikap orang lain sesuai dengan sikap yang

Dalam menyelesaikan masalah ini Linier programming menggunakan model matematis, caranya adalah dengan menggunakan tabel keputusan agar didapat jumlah barang yang diproses dan

stakeholders ( direct, indirect dan alam) mengenai seberapa jauh institusi tersebut telah memenuhi kewajiban terhadap seluruh stakeholders. 3) Pengungkapan tanggung jawab

Faktanya, banyak negara Islam (atau yang mayoritas berpenduduk muslim) di berbagai belahan dunia menganut faham kemodernan ala Barat, yang mewarnai kebijakan-kebijakan perekonomian,