ANALISIS EFISIENSI USAHATERNAK AYAM RAS
PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN
PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN
PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR
DWIPANCA PRABUWISUDAWAN
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Efisiensi Usahternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Perusahaan Inti Rakyat di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor adalah karya saya dan merupakan bagian dari thesis Ir. Ujang Sehabudin sebagai dosen pembimbing. Penelitian ini
belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2013
RINGKASAN
DWIPANCA PRABUWISUDAWAN. Analisis Efisiensi Usahaternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Perusahaan Inti Rakyat (PIR) Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Dibimbing Oleh UJANG SEHABUDIN.
Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu sentra populasi ayam ras pedaging terbesar di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2010 populasi ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan adalah sebesar 1.498.000 ekor dan berkontribusi 9,5 persen terhadap total populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor. Pola usahaternak ayam ras pedaging di Kecamatan Pamijahan dibagi menjadi dua, yaitu pola usahaternak mandiri dan pola usahaternak kemitraan. Masing-masing pola usahaternak tersebut memiliki keterbatasan dalam melaksanakan budidaya ayam ras pedaging sehingga menjadikan hasil produksi kurang efisien dan optimal.
Penelitian ini bertujuan untuk mnganalisis faktor-faktor yang memengaruhi usahaternak ayam ras pedaging, serta menganalisis efisiensi penggunaan sarana produksi ternak baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara tertuju (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu sentra populasi ayam ras pedaging terbesar di Kabupaten Bogor. Pengambilan responden peternak dilakukan secara purposive baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma berdasarkan data yang diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis Peternakan di Kecamatan Pamijahan.
Berdasarkan hasil dari penelitian, diketahui bahwa variabel pakan, tenaga kerja, serta kepadatan kandang berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Nilai elastisitas dari masing-masing variabel tersebut adalah sebesar 0,901, 0,140, 0,102, dan 0,119. Artinya setiap penambahan pakan sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,901 persen, penambahan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,140 persen, penambahan kepadatan kandang sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0.102 persen, dan nilai elastisitas 0,119 pada dummy berarti terdapat perbedaan hasil produksi antara peternak mandiri dan plasma sebesar 0,119 persen.
iv mortalitas sebesar satu persen akan mengurangi produksi peternak mandiri tanpa skala usaha sebesar 0,141 persen dan 0,140 pada peternak mandiri dengan skala usaha, dan penambahan kepadatan kandang sebesar satu persen akan meningkatkan produksi peternak mandiri tanpa skala usaha sebesar 0,137 persen dan 0,140 persen pada peternak mandiri dengan skala usaha.
Pendugaan fungsi produksi usahaternak pada peternak plasma, diketahui bahwa variabel pakan dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras pedaging. Nilai elastisitas dari masing-masing variabel peternak plasma adalah 0,904 dan 0,127. sedangkan pada peternak plasma dengan skala usaha adalah 0,899 dan 0,129. Artinya setiap penambahan pakan sebesar satu persen akan meningkatkan produksi peternak plasma tanpa skala usaha sebesar 0,904 persen dan 0,899 pada peternak plasma dengan skala usaha, dan penambahan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi peternak plasma tanpa skala usaha sebesar 0,127 persen dan 0,129 pada peternak plasma dengan skala usaha.
Berdasarkan hasil dari penelitian yang didapatkan, penggunaan faktor-faktor produksi baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma belum mencapai kondisi yang efisien. Hal tersebut ditunjukkan dari rasio yang diperoleh antara NPM dan BKM yang tidak sama dengan satu. Ini menunjukkan bahwa peternak mandiri tidak lebih efisien dibandingkan dengan peternak plasma dalam penggunaan input produksi.
ANALISIS EFISIENSI USAHATERNAK AYAM RAS
PEDAGING POLA MANDIRI DAN KEMITRAAN
PERUSAHAAN INTI RAKYAT DI KECAMATAN
PAMIJAHAN KABUPATEN BOGOR
DWIPANCA PRABUWISUDAWAN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Analisis Efisiensi Usahternak Ayam Ras Pedaging Pola Mandiri dan Kemitraan Perusahaan Inti Rakyat di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor
Nama : Dwipanca Prabuwisudawan
NRP : H44080108
Menyetujui Dosen Pembimbing
Ir. Ujang Sehabudin NIP: 19680301 199303 1 003
Mengetahui Ketua Departemen
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T. NIP: 19660717 1992031 1 003
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan hidayah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Skripsi ini merupakan hasil karya penulis guna memenuhi persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi
Sumebrdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Skripsi ini berjudul Analisis Efisiensi Usahaternak Ayam Ras Pedaging
Pola Mandiri dan Kemitraan Inti Plasma (PIR) di Kecamatan Pamijahan
Kabupaten Bogor. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis faktor apa saja yang
mempengaruhi usahaternak ayam ras pedaging serta efisiensi penggunaan sarana
produksi ternak baik pada peternak mandiri maupun peternak plasma.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat kekurangan
di dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karenan itu, penulis sangat memerlukan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi berbagai pihak, khususnya pihak yang terkait dalam penelitian
ini.
Bogor, Mei 2013
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan
rahmat-Nya, skripsi ini dapat terselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
kepada :
1. Ir. Ujang Sehabudin selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan
perhatiannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Adi Hadianto SP. M.Si. selaku dosen penguji utama yang memberikan
saran, arahan, dan perhatiannya.
3. Hastuti, SP, MP, M.Si. selaku dosen penguji wakil departemen yang
memberikan saran dan perhatiannya.
4. Kedua orang tua, Bapak Sudarsono Jayadi dan Ibu Dwiyani Prasetyanti,
serta kakak saya Tunggal Prasetya Widianti atas doa serta dorongan moral
yang diberikan kepada penulis dalam penyelesain skripsi ini.
5. Seluruh peternak responden serta staf pengurus UPT Kecamatan
pamijahan yang telah memberikan waktu dan informasi selama penelitian.
6. Seluruh dosen dan staf departemen yang telah membantu selama penulis
menyelesaikan studi di departemen ESL.
7. Rekan-rekan satu bimbingan Dewi Shinta, Dita Permatasari, Hayu Windi,
Stevi Pebriani, Irpan Ripai, Yoppy, dan Kiky Rahmatia atas kekompakan
dan motivasi yang diberikan.
8. Sahabat sepermainan Andri, Erwan, Ade, Uun, Anneke, Pradipta, Dhilla,
ix 9. Sahabat DR A-14 Yogi, Rizki, Sandi, Ichsan, Ferry, Hairul, Rahmat,
Stevan, dan Dika atas kebersamaan dan kekompakannya selama ini.
10.Keluarga Besar Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan 45 atas inspirasi
dan suka cita penulis selama ini.
11.Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyusunan skripsi ini.
Bogor, Mei 2013
DAFTAR ISI
2.4 Faktor-Faktor Produksi Peternakan Ayam Ras Pedaging ... 11
2.4.1 Day Old Chick (DOC) ... 11
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 18
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 18
3.1.1 Fungsi Produksi ... 18
3.1.2 Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas ... 20
3.1.3 Efisiensi Faktor Produksi ... 22
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 23
IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 26
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26
4.2 Jenis dan Sumber Data ... 26
4.3 Metode Pengambilan Sample ... 26
4.4 Metode Analisis Data ... 27
4.4.1 Analisis Deskriptif ... 27
4.4.2 Analisis Kuantitatif ... 27
4.4.2.1 Analisis Fungsi Produksi ... 28
4.4.2.2 Analisis Efisiensi Produksi ... 29
xi
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 34
5.1 Letak dan Keadaan Geografis Lokasi Penelitian ... 34
5.2 Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk ... 34
5.3 Sarana dan Prasarana ... 35
5.4 Karakteristik Peternak Responden ... 36
5.5 Karakteristik Usahaternak Ayam Ras pedaging ... 39
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41
6.1 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging ... 41
6.1.1 Total Peternak ... 41
6.1.2 Peternak Mandiri dan Peternak Plasma ... 47
6.1.3 Peternak Mandiri dan Peternak Plasma Berdasarkan Skala Usaha ... 56
6.2 Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahaternak Ayam Ras Pedaging ... 66
VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 71
7.1 Simpulan ... 71
7.2 Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 73
LAMPIRAN ... 75
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Sampling Frame Metode Pengambilan Sample Peternak di
Kecamatan Pamijahan... 27
2. Karakteristik Peternak Responden di Kecamatan Pamijahan... 36
3. Karakteristik Usahaternak Peternak Responden di Kecamatan
Pamijahan... 39 4. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak
Keseluruhan di Kecamatan Pamijahan... 42
5. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak
Keseluruhan Setelah Respesifikasi di Kecamatan Pamijahan... 43
6. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak
Mandiri di Kecamatan Pamijahan... 48 7. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Plasma
di Kecamatan Pamijahan... 52
8. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak
Mandiri Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan... 57
9. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahaternak Peternak Plasma
Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan... 62
10. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Keseluruhan di
Kecamatan Pamijahan... 66
11. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Mandiri di Kecamatan
Pamijahan... 67
12. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Plasma di Kecamatan
Pamijahan... 68
13. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Mandiri Berdasarkan
Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan... 69 14. Rasio NPM-BKM Usahaternak Peternak Plasma Berdasarkan
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Populasi Ternak Indonesia Tahun 2007-2011... 76
2. Populasi Ayam ras Pedaging Menurut Tingkat Provinsi di Indonesia Tahun 2010... 77
3. Populasi Ayam Ras Pedaging Provinsi Jawa Barat Tahun 2010.. 78
4. Populasi Ayam Ras Pedaging Kabupaten Bogor Tahun 2010... 79
5. Peta Wilayah Kecamatan Pamijahan... 80
6. Data Produksi Usahaternak Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan... 81
7. Data Produksi Usahaternak Peternak Plasma di Kecamatan Pamijahan... 82
8. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Total Peternak di Kecamatan Pamijahan... 83
9. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Mandiri di Kecamatan Pamijahan... 84
10. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Plasma di Kecamatan Pamijahan... 85
11. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Mandiri Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan... 86
12. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Peternak Plasma Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pamijahan... 87
13. Uji Heteroskedastisitas Model... 88
14. Uji Kenormalan Kolmogorov-Smirnov... 90
15. Sarana Produksi Ternak Ayam Ras Pedaging... 93
16. Contoh Surat Izin Usahaternak dan Perjanjian Kontrak Pihak Plasma dan Inti... 94
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita penduduk
Indonesia setiap tahun telah merubah kecenderungan pola kebutuhan konsumsi,
khususnya perubahan peningkatan kebutuhan di bidang konsumsi produk
peternakan. Hal tersebut dapat dilihat dari pola konsumsi produk peternakan yang
cenderung meningkat setiap tahunnya. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia
tahun 2006 - 2009 mengalami peningkatan dengan diikuti peningkatan konsumsi
produk peternakan penduduk Indonesia per tahun. Konsumsi produk peternakan
mengalami peningkatan sebesar 0,24 persen pada tahun 2006 – 2007, 3,3 persen
pada tahun 2007 – 2008, dan 3,1 persen pada tahun 2008 – 2009 seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia.1
Pencapaian kecukupan kebutuhan nutrisi terutama protein hewani pada
masyarakat akan lebih efisien apabila dilakukan dengan meningkatkan konsumsi
pangan yang bersumber dari komoditas peternakan khususnya ayam ras pedaging
(broiler). Daging ayam ras mengandung komposisi nilai gizi yang baik dan sebagai sumber bahan makanan yang mengandung protein hewani. Meningkatnya
kebutuhan konsumsi yang bersumber dari komoditas peternakan khususnya
komoditas produk peternakan ayam ras pedaging, memengaruhi laju
perkembangan populasi ayam ras pedaging di Indonesia. Populasi ayam ras
pedaging di Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, pada
1
2 tahun 2006 populasi ayam ras pedaging berjumlah 797 juta ekor, dan lebih dari 1
milyar ekor ayam ras pedaging pada tahun 2009.2
Jawa Barat merupakan wilayah dengan populasi ayam ras pedaging yang
paling besar di Indonesia. Jumlah populasi ayam ras pedaging yang dihasilkan
oleh Jawa Barat berkisar antara 42 hingga 50 persen dari total populasi ayam ras
pedaging di Indonesia dari tahun 2006 hingga tahun 2010.3 Hal tersebut
menunjukkan bahwa Jawa Barat merupakan wilayah serta sentra produksi ayam
ras pedaging terbesar yang ada di Indonesia.
Pendapatan per kapita penduduk di Kabupaten Bogor mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 – 2007 Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) per kapita meningkat sebesar 11,04 persen, tahun 2007 –
2008 meningkat sebesar 10,46 persen, tahun 2008 - 2009 meningkat sebesar 9,83
persen, dan tahun 2009 – 2010 meningkat sebesar 8,67 persen (Badan
Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor, 2011).
Peningkatan pendapatan dari tahun ke tahun di Kabupaten Bogor secara
empiris berpengaruh pada perubahan pola konsumsi, hal tersebut diperlihatkan
oleh peningkatan pengeluaran penduduk di Kabupaten Bogor akan konsumsi
daging atau protein hewani. Pada tahun 2009 kebutuhan konsumsi protein
penduduk Kabupaten Bogor adalah sebesar 4,61 gr/ hari kemudian meningkat
sebesar 4,82 gr/ hari pada tahun 2010, atau meningkat sebesar 4,56 persen.
Peningkatan kebutuhan konsumsi protein hewani di Kabupaten Bogor
diprediksikan akan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, seiring
2
http://ditjennak.deptan.go.id/index.php?page=statistikpeternakan&action=info. Populasi Statistik Peternakan Nasional Diakses pada 8 Maret 2012.
3
3 dengan peningkatan gizi nasional yaitu sebesar enam gr per kapita per hari (Dinas
Peternakan Kabupaten Bogor, 2000). Kecenderungan konsumsi yang meningkat
tersebut menunjukkan bahwa diperlukan pula peningkatan produksi peternakan
secara proporsional.
Seiring dengan meningkatnya pola kebutuhan konsumsi protein hewani,
diantaranya konsumsi komoditas produk peternakan ayam ras pedaging.
Konsumsi ayam ras pedaging merupakan salah satu sektor yang berpengaruh pada
pola konsumsi protein hewani. Hal tersebut ditunjukkan oleh lebih besarnya
presentase konsumsi ayam ras, dibandingkan dengan konsumsi protein hewani
yang dihasilkan dari sektor lainnya, yaitu sebesar 82,6 persen dari total konsumsi
produk peternakan pada tahun 2010 (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Bogor, 2011).
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah dengan produksi ayam
ras pedaging paling besar di Jawa Barat. Sumbangannya terhadap total produksi di
Jawa Barat berkisar antara 18 sampai 20 persen dari tahun 2006 sampai dengan
tahun 2009.4 Jumlah populasi ayam ras yang begitu besar dikarenakan Kabupaten
Bogor memiliki potensi dalam bidang peternakan ayam ras pedaging, yang
didukung oleh potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada.
Jumlah populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor semakin meningkat
setiap tahunnya. Tahun 2006 tercatat produksi ayam ras pedaging mencapai 59
juta ekor dan menjadi 78 juta ekor pada tahun 2010. Rata-rata peningkatan
produksi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor adalah sebesar 7,3 persen per
4
4 tahun dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 (Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Bogor, 2011).
Salah satu kecamatan yang memiliki potensi besar dalam produksi ayam
ras pedaging di Kabupaten Bogor adalah Kecamatan Pamijahan. Wilayah ini
menghasilkan produksi ayam ras pedaging sebanyak 1.498.000 ekor pada tahun
2010, dimana hasil tersebut adalah hasil produksi terbesar kedua setelah
Kecamatan Gunung Sindur yang menghasilkan produksi ayam ras pedaging
sebanyak 1.522.700 ekor (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor,
2011).
Sistem budidaya ayam ras pedaging yang berada di Kecamatan Pamijahan,
dibagi menjadi dua jenis, yaitu pengelolaan mandiri atau yang disebut dengan
peternak mandiri, dan pengelolaan dengan pola kemitraan, atau biasa disebut
peternak plasma. Masing-masing dari peternak tersebut, memiliki keterbatasan
dalam melaksanakan budidaya ayam ras pedaging, sehingga menjadikan hasil
produksi menjadi kurang efisien dan optimal. Beberapa keterbatasan yang dialami
oleh peternak mandiri antara lain: (1) keterbatasan modal; (2) manajemen
pemeliharaan/keterampilan peternak; (3) keterbatasan akses pemasaran/penjualan.
Sama halnya dengan peternak mandiri, peternak inti plasma juga memiliki
kendala antara lain: (1) rendahnya posisi tawar pihak plasma terhadap pihak inti;
(2) kurang transparannya penentuan harga input maupun output oleh pihak inti.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian mengenai efisiensi
faktor-faktor produksi perlu dilakukan untuk memperoleh keuntungan usaha yang tinggi
termasuk dalam pencapaian tingkat efisiensi produksi yang optimal bagi para
5
1.2. Perumusan Masalah
Produksi ternak terbesar di Kabupaten Bogor ada pada jenis ternak ayam
ras pedaging. Sumbangannya terhadap total produksi ternak di Kabupaten Bogor
berkisar antara 78,94 hingga 82,68 persen dari total produksi ternak dari tahun
2006 hingga tahun 2010 (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor,
2011). Hal tersebut menunjukkan bahwa ternak ayam ras pedaging merupakan
salah satu jenis usaha peternakan yang mempunyai keunggulan serta peluang
usaha yang cukup tinggi.
Memerhatikan perkembangan dan kondisi usaha peternakan ayam ras
pedaging, khususnya di Kecamatan Pamijahan baik peternak mandiri maupun
peternak plasma yang memiliki perbedaan perilaku dalam mengelola
usahaternaknya masing-masing. Peternak mandiri menjalankan kegiatan usahanya
dengan permodalan dan pemasaran yang diusahakan sendiri oleh peternak yang
bersangkutan, namun semua resiko ditanggung oleh peternak tersebut termasuk
resiko produksi dan kegagalan harga. Sedangkan peternak plasma menyediakan
tenaga kerja dan kandang, sarana produksi peternakan lainnya seperti Day Old Chick (DOC), pakan, dan obat-obatan disediakan oleh pihak inti sehingga resiko produksi dan kegagalan harga relatif lebih kecil.
Usaha yang efisien sangat bergantung pada kemampuan masing-masing
peternak dalam mengelola faktor-faktor produksi yang dimilikinya secara tepat.
Alokasi faktor-faktor produksi yang efisien pada usaha peternakan ayam ras
pedaging berkaitan erat dengan manajemen budidaya yang dilaksanakan suatu
usaha peternakan. Kondisi ini menunjukkan perlunya peninjauan kembali
6 dimilikinya selama ini dan bagaimana yang seharusnya sehingga didapat tingkat
efisiensi yang optimal pada proses produksi yang dilaksanakan oleh
masing-masing peternak, baik peternak mandiri maupun peternak plasma dalam
melaksanakan usaha peternakannya. Melalui uraian di atas, beberapa
permasalahan yang dapat dikaji adalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi usahaternak ayam ras pedaging
pada peternak mandiri maupun peternak plasma?
2. Apakah penggunaan sarana produksi ternak (sapronak) pada
masing-masing peternak baik mandiri maupun plasma sudah efisien?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan
dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi usahaternak ayam
ras pedaging pada peternak mandiri maupun plasma.
2. Menganalisis efisiensi penggunaan sarana produksi ternak pada peternak
mandiri dan plasma.
1.4. Batasan Penelitian
Keterbatasan yang terdapat pada penelitian antara lain:
1. Faktor produksi yang dipakai dalam penelitian ini adalah bersifat tunai dan
terukur.
2. Penelitian pada pola kemitraan Perusahaan Inti Rakyat (PIR) hanya
dilakukan pada peternak plasma, sedangkan pada perusahaan inti tidak
7 3. Fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini hanya memakai satu
fungsi produksi, yaitu fungsi produksi Cobb-Douglas.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna
sebagai berikut:
1. Memberikan informasi kepada para peternak baik peternak mandiri
maupun peternak plasma dalam memanfaatkan sarana produksi ternak
agar lebih efisien dan mendapat hasil yang optimal.
2. Memberikan informasi kepada perusahaan inti agar tepat dalam mensuplai
sarana produksi ternak yang diberikan kepada peternak plasma.
3. Memberikan informasi kepada pihak pemerintah yang terkait, Dinas
Peternakan, Unit Pelaksana Teknis (UPT), dan penyuluh dalam
melaksanakan kegiatan peternakan.
4. Sebagai bahan rujukan bagi peneliti-peneliti lain dalam melakukan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging (Broiler)
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia
No.362/kpts/TN.120/1990, skala usaha peternakan di Indonesia dapat dibedakan
menjadi perusahaan peternakan dan peternakan rakyat. Perusahaan peternakan
adalah suatu usaha yang dijalankan secara teratur dan terus menerus pada suatu
tempat dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersil yang meliputi kegiatan
menghasilkan ternak (ternak bibit atau ternak potong), telur, usus serta usaha
untuk menggemukkan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan,
dan memasarkan produk-produk peternakan. Peternakan rakyat adalah usaha
peternakan yang jumlah maksimum kegiatannya untuk tiap jenis ternak 15.000
ekor.
2.2. Karakteristik Ayam Ras Pedaging (Broiler)
Ayam broiler adalah istilah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan
cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan kecil, siap dipotong pada umur
yang relatif muda serta menghasilkan kualitas daging berserat. Strain ayam broiler yang beredar di Indonesia antara lain Arbor Acress, Cobb, Hubbard, Hybro, Cobb 100, Kimber, dan Pilch (Suharno, 2002).
Rasyaf (2002) menyatakan bahwa satu masa produksi adalah satu kurun
waktu dimana dilakukan produksi atau perbesaran anak ayam ras pedaging mulai
usia sehari hingga siap jual. Ayam ras pedaging siap jual di Indonesia dilakukan
9 permintaan konsumen. Ada dua hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu sesuai
kebijakan peternakan dalam menentukan frekuensi produksi per tahun, yaitu masa
panen dan masa istirahat.
Ayam ras pedaging adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur
dibawah 8 minggu ketika dijual dengan bobot tertentu, mempunyai pertumbuhan
cepat serta mempunyai dada yang lebar dengan timbunan daging yang banyak
(Rasyaf, 1998). Ayam ras pedaging disebut juga ayam broiler, merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya
produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Pemeliharannya
pun relatif singkat, sekitar 5 hingga 6 minggu sudah dapat dipanen (Prihatman,
2002).
2.3. Peternak Ayam Ras Pedaging 2.3.1. Peternak Inti Plasma
Berdasarkan penjelasan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang
usaha kecil, pola inti plasma yaitu:
“Inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha
menengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha menengah atau usaha besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil selaku plasma, perusahaan inti melaksanaan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemanfaatan hasil produksi”.
Dengan demikian pada pola peternak inti plasma, perusahaan inti
menyediakan sarana produksi peternakan (sapronak) berupa: DOC, pakan,
obat-obatan/vitamin, bimbingan teknis, dan memasarkan hasil produksi, sedangkan
10 pola tersebut adalah: (1) tersedianya sarana produksi peternakan; (2) tersedia
tenaga ahli; (3) modal kerja inti; dan (4) pemasaran hasil produksi yang terjamin.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.472/1996, mengenai
petunjuk pelaksanaan pembinaan usaha peternakan ayam ras, diantaranya
mengenai tata cara pelaksanaan program kemitraan oleh perusahaan. Kemitraan
tidak terbatas pada bentuk Peternakan Inti Rakyat (PIR) tapi juga dapat dalam
bentuk pengelola maupun penghela. Kebijakan ini sebagai upaya pemerintah
untuk mendorong usaha peternakan rakyat. Melalui kemitraan diharapkan dapat
terjadi suatu simbiosis yang saling menguntungkan antara perusahaan peternakan
dengan peternakan rakyat. Pola kemitraan dilakukan yaitu perusahaan peternakan
menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung,
mengolah, dan memasarkan hasil produksi peternakan rakyat.
2.3.2. Peternak Mandiri
Peternak mandiri adalah peternak yang memiliki prinsip menyediakan
seluruh input produksi dari modal sendiri dan bebas memasarkan produknya.
Pengambilan keputusan mencakup kapan mulai beternak dan memanen ternaknya,
serta seluruh keuntungan dan resiko ditanggung sepenuhnya oleh peternak
tersebut (Supriyatna dkk, 2006). Beberapa faktor yang menyebabkan usaha
peternakan ayam ras pedaging dikelola secara mandiri oleh para peternak, yaitu:
(1) pemeliharaannya cukup mudah; (2) waktu pemeliharaan relatif singkat karena
sistem pemasarannya dalam bentuk ekoran; dan (3) tingkat pengembalian modal
11
2.4. Faktor-Faktor Produksi Peternakan Ayam Ras Pedaging 2.4.1. Day Old Chick (DOC)
Bibit merupakan faktor penting dalam kegiatan produksi karena menjamin
kelangsungan usaha peternakan ayam ras pedaging. Menurut Ginting (2003)
dalam penelititiannya, rata-rata biaya DOC yang dikeluarkan oleh peternak ayam
ras pedaging sebesar 26,98 persen. Biaya DOC tersebut merupakan biaya terbesar
kedua setelah biaya pakan.
Selain itu, ketersediaan mutu dan kontinuitas bibit sangat memengaruhi
kelangsungan produksi ternak yang akan dilakukan. Peternak ayam ras pedaging
harus memiliki pemasok bibit ternak tetap, sehingga kelangsungan produksi
ternak tetap terjaga (Rahardi, 2003).
Menurut Rasyaf (2003), hal-hal lain yang memengaruhi penentuan bibit
antara lain harga bibit, sistem pembayaran, pelayanan purna jual, dan reputasi
pembibit yang bersangkutan. Cara pembayaran dan pelayanan purna jual sangat
berkaitan dengan reputasi pembibit yang bersangkutan. Pembibit yang berprestasi
baik akan bertanggung jawab dan memberikan pelayanan purna jual melalui
pelayanan teknis.
2.4.2. Pakan
Pengelolaan pakan sangat penting, karena biaya pakan pada peternakan
ayam ras pedaging dapat mencapai 60 - 70 persen dari total biaya produksi.
Ginting (2003) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa secara statistik pakan
merupakan fakor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi ayam ras
12 mencapai 63,97 persen. Pengelolaan pakan meliputi jenis pakan, kualitas pakan,
dan konsentrasi pakan yang diberikan pada ayam ras pedaging.
Pemberian pakan pada ayam ras pedaging harus memerhatikan kecukupan
nutrisi pakan. Secara garis besar nutrisi dalam pakan ayam terdiri dari protein,
karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Pemenuhan nutrisi tersebut sangat
diperlukan untuk pemeliharaan, pertumbuhan, dan reproduksi (Fadilah et al, 2007).
2.4.3. Vaksin dan Obat-Obatan
Banyak program pencegahan penyakit yang dapat diaplikasikan di suatu
kawasan peternakan ayam. Program pencegahan penyakit tersebut diantaranya
program sanitasi, vaksin, dan pengobatan dini pada umur tertentu ketika gejala
ayam sakit mulai tampak.
Program sanitasi (biosecurity) merupakan program yang dijalankan di suatu kawasan peternakan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya perpindahan
penyebab penyakit menular. Program sanitasi ini biasa dilakukan dengan cara
menjaga kebersihan dan penggunaan desinfektan.
Program vaksinasi merupakan salah satu cara paling sering dilakukan
untuk mencegah timbulnya penyakit di kawasan peternakan. Semua program
vaksin dilakukan berdasarkan sejarah penyakit di peternakan tersebut atau wilayah
sekitarnya. Vaksin yang diberikan ke ternak ayam dapat berupa vaksin virus
hidup, vaksin yang dilemahkan, dan vaksin yang dimatikan.
Program pengobatan sebaiknya dilakukan jika ayam sudah terdeteksi
secara dini terkena penyakit. Jika infeksi sudah terlalu parah, pengobatan akan
13 Selan itu peternak dapat memberikan obat secara terencana jika sebelumnya telah
mengetahui sejarah penyakit yang sering terjadi di kawasan tersebut (Fadilah et al, 2007).
2.4.4. Tenaga Kerja
Tenaga kerja sangat menentukan kelangsungan usaha pada peternakan
ayam ras pedaging. Tenaga kerja merupakan prioritas yang harus dirancang
menjadi sistem kerja dalam perencanaan usaha peternakan ayam ras pedaging.
Sistem kerja di peternakan dibedakan menjadi sistem kerja rotasi dan sistem kerja
per kelompok atau per kandang. Tenaga kerja yang dipilih dapat berupa tenaga
kerja tetap, tenaga kerja harian, dan tenaga kerja kontrak (Rasyaf, 2003).
Hasil penelitian Rommie (1998) menunjukkan bahwa biaya tenaga kerja
yang dikeluarkan peternak ayam ras pedaging skala rakyat mencapai 1,74 persen
dari total biaya produksi. Menurut Imaduddin (2001) biaya tenaga kerja yang
dikeluarkan peternak skala besar adalah sebesar 1,53 persen dari total biaya
produksi.
2.4.5. Kandang
Bagian terpenting dalam suatu peternakan adalah kandang, karena
kandang merupakan tempat ayam berdiam dan berproduksi. Selain itu kandang
berfungsi untuk mempermudah tata laksana pemeliharaan dan pengontrolan
ternak.
Menurut Rahardi (2003) kandang dengan tipe postal merupakan kandang
yang sesuai dengan ayam ras pedaging. Konstruksi kandang yang dibangun
setidaknya kuat dan mudah dirawat. Selain itu untuk efisiensi biaya kandang yang
14
2.5. Penelitian Terdahulu
Penelitian Fitriani (2003) berdasarkan uji Chow dengan membandingkan
parameter dari fungsi produksi peternak mitra dan peternak mandiri, diperoleh
nilai F-statistik sebesar -0,03632. Hal ini menunjukan bahwa parameter dari kedua
persamaan regresi tersebut tidak berbeda. Secara umum, peternak mitra tidak
lebih baik dibandingkan peternak mendiri dalam beternak ayam broiler. Namun dari nilai elastisitas produksi menunjukkan bahwa pengunaan bibit, biaya
obat-obatan, pengalaman beternak, dan umur jual peternak mitra lebih responsif
terhadap produksi dibandingkan peternak mandiri. Dari ukuran elastisitas tersebut,
maka penggunaan jumlah satuan fisik yang sama dalam input produksi akan
memberikan tingkat produksi yang lebih tinggi bagi peternak mitra daripada
peternak mandiri.
Penggunaan faktor-faktor produksi baik peternak mitra maupun peternak
mandiri belum mencapai kondisi efisien, karena rasio NPM dan BKM tidak sama
dengan satu. Hal ini menunjukan peternak mitra tidak lebih efisien dibandingkan
peternak mandiri dalam penggunaaan input produksi. Dari analisis imbangan
penerimaan dan biaya (R/C Ratio) diketahui bahwa R/C ratio atas biaya tunai dan
R/C ratio atas biaya total peternak mitra sebesar 1,79 dan 1,21. Sedangkan peternak mandiri memiliki R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total lebih rendah yaitu sebesar 1,03 dan 1,02. Artinya kegiatan usaha ternak oleh
peternak mitra relatif lebih efisien dibandingkan usaha ternak oleh peternak
mandiri. Hal ini karena peternak mitra memiliki penerimaan yang relatif stabil
15 Penelitian yang dilakukan oleh Murjoko (2004) menyebutkan bahwa faktor-faktor
yang memengaruhi produksi ayam ras pedaging meliputi bibit DOC, pakan
(starter dan finisher), tenaga kerja, OVK (obat, vitamin, vaksin), pemanas
gasolec, dan mortalitas. Berdasarkan hasil pendugaan dengan model Cobb Douglass diperoleh koefisien determinasi sebesar 99,4 persen. Uji F menyatakan
bahwa faktor produksi secara bersamaan berpengaruh nyata terhadap produksi
pada tingkat kepercayaan 99 persen. Berdasarkan hasil uji-t, faktor produksi bibit
DOC, pakan, tenaga kerja, dan OVK berpengaruh nyata positif pada taraf 99
persen, sedangkan faktor produksi pemanas gasolec dan mortalitas tidak berpengaruh nyata hingga taraf nyata 85 persen. Penggunaan faktor produksi yang
optimal akan memberikan dampak positif bagi peternakan. Biaya produksi yang
dikeluarkan perusahaan kecil sehingga keuntungan yang diterima maksimum.
Penelitian Kusuma (2005) menjelaskan kondisi usaha ternak yang
digunakan oleh peternak probiotik dan non probiotik dengan model fungsi
produksi. Model tersebut menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas karena pada model ini, biasa ditemui adanya masalah multikolinear. Berdasarkan nilai
dari elastisitas produksinya menunjukkan bahwa penggunaan bibit, pakan, dan
pemanas oleh peternak probiotik lebih responsif terhadap produksi dibanding
peternak non probotik. Sedangkan penggunaan tenaga kerja dan obat-obatan oleh
peternak non probiotik lebih responsif terhadap produksinya.
Penggunaan probiotik terbukti mampu menekan penggunaan jumlah
pakan, hal ini dapat dilihat dari nilai feed convertion ratio (FCR) pada peternak probiotik lebih rendah dibandingkan dengan peternak non probiotik. Penggunaan
16 efisien. Karena rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Hal ini
menunjukkan peternak non probiotik dalam penggunaan input produksi.
Dari hasil analisis imbangan penerimaan dari biaya (R/C ratio) diketahui bahwa R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total peternak probiotik sebesar 1,18 dan 1,17. Sedangkan peternak non probiotik memiliki R/C ratio atas biaya tunai dan R/C ratio atas biaya total lebih rendah yaitu sebesar 1,15 dan 1,14. Artinya kegiatan usaha ternak yang dilakukan oleh peternak probiotik
memperoleh penerimaan lebih besar dibandingkan penerimaan peternak non
probiotik.
Penelitian Yunus (2009) menjelaskan efisiensi dalam usaha sangat
menentukan keberhasilan pengelolaan usaha peternakan ayam ras pedaging agar
mampu menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar dan sekaligus
membuka peluang kesempatan kerja serta memberikan pendapatan bagi peternak
pola kemitraan dan mandiri. Analisis efisiensi teknis yang dicapai peternak ayam
ras pedaging secara keseluruhan adalah sebesar 0,868. Selain dipengaruhi secara
nyata oleh faktor produksi bibit, pakan, vaksin, obat, dan vitamin, tenaga kerja,
dan bahan bakar, namun juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi, dan
secara nyata pada α=10 persen memengaruhi efisiensi secara teknis adalah tingkat
umur peternak, dimana peternak berusia muda memiliki tingkat produktivitas
yang lebih tinggi, maka menambah efisiensi teknis, sedangkan faktor pengalaman,
jenis kelamin, dan tingkat pendidikan walaupun tidak berpengaruh secara nyata
namun menunjukkan hubungan yang sesuai terhadap pencapaian tingkat efisiensi
17 Pencapaian efisiensi harga/alokatif dan efisiensi ekonomi pada peternak
pola kemitraan sebesar 1,816 dan 1,587, sedangkan efisiensi harga/alokatif
peternak mandiri adalah sebesar 1,838 dan efisiensi ekonomis sebesar 1.593.
Secara keseluruhan kedua usaha ternak tersebut belum mencapai tingkat efisiensi
frontier. Namun bagi peternak pola kemitraan efisiensi harga/alokatif dan efisiensi ekonomis tidak menjadi suatu hal penting yang harus dicapai karena pada usaha
ternak pola kemitraan harga input dan harga output ditentukan oleh pihak inti
(perusahaan) dan peternak hanya menerima saja. Lain halnya dengan peternak
mandiri yang dengan bebas dapat memilih alternatif harga faktor-faktor produksi
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Fungsi Produksi
Mubyarto (1989) mendefiniskan fungsi produksi adalah suatu fungsi yang
menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor produksi (input). Dalam bentuk matematika sederhana fungsi produksi dinyatakan sebagai berikut:
Y = f (X1,X2,X3, ... , Xn) ... (3.1)
Dimana:
Y = Hasil produksi fisik X1,X2,..., Xn = Faktor-faktor produksi
Faktor-faktor yang digunakan dalam proses produksi dapat dibedakan
dalam dua jenis, yaitu: (1) faktor yang sifatnya tidak habis dalam satu proses
produksi yang dinamakan faktor produksi tetap, seperti tanah dan bangunan; (2)
faktor produksi yang sifatnya habis dipakai dalam satu proses produksi yang
dinamakan faktor produksi variabel, seperti pakan, pupuk, dan obat-obatan. Selain
itu faktor produksi yang digunakan dalam usahatani dapat dikategorikan menjadi
dua yaitu: (1) dapat dikuasai petani, seperti luas tanah, pupuk, jumlah pakan,
obat-obatan, tenaga kerja, dan lainnya; (2) yang tidak dapat dikuasai oleh petani,
seperti iklim dan penyakit.
Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi yaitu
19 bahwa jika faktor produksi variabel terus-menerus ditambah dalam suatu proses
produksi sedangkan faktor produksi lainnya tetap, maka tambahan jumlah
produksi per satuan input akan menurun. Hukum ini akan menggambarkan adanya
kenaikan hasil yang menurun dalam kurva fungsi produksi (Soekartawi, 1986).
Fungsi produksi menggambarkan transformasi sejumlah faktor produksi
dalam jumlah produksi yang dihasilkan, sedangkan untuk mengetahui efisiensi
dapat dilihat elastisitas produksinya. Elastisitas produksi merupakan presentase
perubahan dari produk yang dihasilkan sebagai akibat presentase perubahan yang
digunakan. Berdasarkan nilai elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi atas tiga
daerah dengan elastisitas produksi yang lebih besar dari satu (daerah I), antara nol
dan satu (daerah II), dan lebih kecil dari nol (daerah III) dapat dilihat pada
Gambar 1.
20 Keterangan:
PT = Produk Total PM = Produk Marjinal PR = Produk Rata-Rata
Daerah produksi I (daerah irrational) mempunyai nilai elastistas produksi lebih dari satu, yang berarti penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan
menyebabkan penambahan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan
maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan
penggunaan faktor produksi yang lebih banyak.
Daerah II dalam kurva fungsi produksi memiliki nilai elastisitas produksi
antara nol dan satu. Artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu
persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan
paling rendah nol. Pada suatu tingkat penggunaan faktor produksi tertentu di
dalam daerah ini (tergantung harga faktor produksi dan harga produk) akan
tercapai keuntungan maksimum, sehingga daerah ini disebut daerah rasional.
Daerah III mempunyai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya
setiap penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah
produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan penggunaan
faktor-faktor produksi yang tidak efisien, sehingga daerah ini disebut daerah irrational.
3.1.2. Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Untuk mengamati pengaruh dari beberapa faktor produksi tertentu
terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak mungkin. Oleh karena itu, hubungan antara faktor produksi dengan hasil produksi
21 dasar yang logis secara fisik maupun ekonomik; (3) mudah dianalisa; dan (4)
mempunyai implikasi ekonomi (Soekartawi, 1986).
Model fungsi Cobb-Douglas merupakan salah satu model untuk
menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor-faktor yang
memengaruhinya. Penggunaan fungsi Cobb-Douglas didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan berikut: (1) koefisien pangkat dari masing-masing
fungsi produksi Cobb-Douglas sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas
produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan terhadap output; (2) jumlah elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang diduga
sekaligus merupakan pendugaan terhadap skala usaha dari proses produksi yang
berlangsung; (3) mengurangi terjadinya heterokedastisitas. Hal ini karena bentuk
linier dari fungsi produksi Cobb-Douglas ditransformasikan ke dalam bentuk log e
(ln) sehingga variasi data menjadi lebih kecil; (4) perhitungan sederhana karena
dapat dimanipulasi ke dalam bentuk persamaan linier; dan (5) bentuk fungsi
produksi Cobb-Douglas paling banyak digunakan dalam penelitian, khususnya
penelitian bidang pertanian.
Namun demikian fungsi produksi Cobb-Douglas memiliki beberapa
kelemahan, antara lain: (1) elastisitas produksinya dianggap konstan (sama
dengan satu); (2) nilai dugaan elastisitas produksi yang dihasilkan berbias apabila
faktor yang digunakan tidak lengkap; (3) model fungsi Cobb-Douglas tidak dapat
digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf penggunaan faktor
produksi sama dengan nol; dan (4) sering terjadi multikolinier (Soekartawi, 1986).
Persamaan matematik dari fungsi Cobb-Douglas secara umum dirumuskan
22 Y = boX1b1X2b2X3b3...Xnbn eu ... (3.2)
Dimana:
Y = Jumlah produksi fisik X1 , X2 , ... Xn = Faktor-faktor produksi
B1 , b2 , ... bn = Parameter variabel penduga dan merupakan elastisitas masing masing fungsi produksi
b0 = Intersep
e = Bilangan natural
u = Unsur sisa
Dengan mentransformasikan dari fungsi produksi Cobb-Douglas kedalam
bentuk linier logaritmik, maka model fungsi produksi tersebut dapat ditulis
sebagai berikut:
Ln Y = Ln b0 + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 Ln X3 + ... + bn Ln Xn ... (3.3)
Menurut Soekartawi (1986), agar relevan dengan analisis ekonomi, maka
nilai bi harus positif dan lebih kecil dari satu. Artinya berlaku asumsi tambahan
yang semakin berkurang (Deminishing Return) untuk semua variabel X.
3.1.3. Efisiensi Faktor Produksi
Pengertian efisiensi sangat relatif, dalam Soekartawi (1994), mengartikan
efisiensi sebagai penggunaan input tertentu untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Situasi demikian dapat terjadi jika petani mampu membuat
suatu upaya kalau Nilai Produk Marginal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input (Px) tersebut. Hal tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
� �
�� = 1 ... (3.4)
Dalam banyak kenyataan NPMX tidak selalu sama dengan PX, kondisi yang sering
23 a. (NPMX / PX) > 1; artinya penggunaan input X belum efisien, untuk
mencapai kondisi yang efisien maka penggunaan input X perlu ditambah. b. (NPMX / PX) < 1; artinya penggunaan input X tidak efisien, untuk
mencapai kondisi yang efisien maka penggunaan input X perlu dikurangi.
Efisiensi adalah suatu pengalokasian sejumlah barang dalam jumlah
tertentu dalam suatu ekonomi pertukaran disebut efisien jika lewat realokasi
barang-barang tidak ada seorang individu pun dapat memperoleh kesejahteraan
tanpa mengurangi kesejahteraan individu lain. Jadi suatu pengalokasian disebut
efisien jika kondisi-kondisi secara jelas dan pasti (unumbiguosly) tidak dapat dibuat lebih baik lagi (Nicholson, 1999).
Menurut Mubyarto (1986), efisiensi produk adalah banyaknya hasil
produksi fisik yang dapat diperoleh dari suatu kesatuan faktor produksi (input). Jika efiseinsi fisik ini dinilai dengan uang maka dinamakan efisiensi ekonomi.
Apabila hasil penerimaan bersih usaha tani besar maka hal ini mencerminkan
rasio yang baik dari nilai hasil dan biaya. Semakin tinggi rasio, berarti usaha tani
semakin efisien.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Tingkat efisiensi proses produksi suatu peternak dapat dianalisis dengan
melakukan perbandingan antara peternak mandiri dan peternak plasma. Peternak
mandiri adalah peternak yang melakukan kegiatan usaha ternaknya dengan modal,
manajemen, dan biaya sendiri, sedangkan peternak plasma adalah peternak yang
24 produksi peternakan seperti DOC, pakan, dan obat-obatan oleh perusahaan inti,
sedangkan peternak plasma menyediakan tempat dan tenaga kerja.
Fokus kegiatan penelitian yang dilaksanakan pada peternak mandiri dan
plasma secara umum dibagi menjadi dua bagian utama yaitu, melihat faktor yang
memengaruhi produksi usahaternak ayam ras pedaging dan mempelajari sudah
efisien atau belum penggunaan faktor produksi peternak.
Faktor-faktor yang memengaruhi produksi usaha ternak ayam ras pedaging
yaitu, bibit, pakan, tenaga kerja, mortalitas, kepadatan kandang, obat-obatan, dan
pemanas. Melalui faktor-faktor tersebut, secara teknis akan dapat dilihat
kecenderungan peternak didalam menggunakan input produksi untuk
menghasilkan produksi yang diharapkan.
Tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dalam usaha
pemeliharaan ayam ras pedaging dapat diketahui dengan melakukan analisis
produksi (pendugaan, pengujian, dan pemilihan model fungsi produksi) dan
analisis efisiensi teknis. Setelah melakukan hal tersebut, maka dapat ditentukan
25
Gambar 2. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Penelitian Peternak
Mandiri
Peternak Plasma
Analisis Fungsi Produksi
Analisis Efisiensi Ekonomis
Analisis Fungsi Produksi
Analisis Efisiensi Ekonomis
Perbandingan Peternak
Manfaat Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Usaha Ternak Ayam Ras
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada peternak ayam ras pedaging dengan pola
mandiri dan plasma di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara tertuju (purposive) dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut merupakan salah satu sentra produksi ayam
ras pedaging terbesar di Kabupaten Bogor setelah Kecamatan Gunung Sindur.
Kegiatan penelitian dilaksanakan sekitar empat bulan yaitu, mulai dari bulan
Februari sampai dengan Juni 2012.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara
langsung dengan pihak peternak yang bersangkutan di lokasi penelitian. Data
sekunder diperoleh dari beberapa instansi yang terkait dengan dengan penelitian
ini seperti Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, Badan Pembangunan Daerah
Kabupaten Bogor, UPT Kecamatan Pamijahan, perpustakaan, internet, dan
penelitian terdahulu yang terkait.
4.3. Metode Pengambilan Sample
Pemilihan responden (sample) peternak mandiri diambil secara purposive, yaitu dengan melihat data daftar peternak mandiri yang diperoleh dari Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Metode ini dilakukan
karena berdasarkan data yang diperoleh, peternak ayam ras pedaging yang berpola
27 pengambilan sample secara snowballing untuk melengkapi jumlah responden yang dibutuhkan untuk penelitian ini yaitu sebsesar 30 peternak.
Tabel 1. Sampling Frame Metode Pengambilan Sample Peternak di
Sumber: Unit Pelaksana Teknis Kecamatan Pamijahan, 2011.
Teknik pengambilan responden (sample) pada peternak plasma diambil secara purposive berdasarkan sampling frame yang diperoleh dari UPT Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Metode ini dilakukan karena populasi ayam ras
pedaging di Kecamatan Pamijahan yang dikelola oleh peternak plasma relatif
homogen, yaitu dibawah 10.000 ekor per peternak. Berdasarkan hal tersebut,
maka dipilih 40 peternak secara sengaja yang berada di tiga desa yang merupakan
sentra peternak plasma di kecamatan Pamijahan, yaitu Desa Gunung Sari,
Cibitung Wetan, dan Pasarean.
4.4. Metode Analisis Data 4.4.1. Analisis Deskriptif
Data yang diolah dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data kualitatif
dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari wawancara dan pengamatan
langsung, dianalisis secara deskriptif sesuai dengan landasan teori yang terkait,
ditunjang dengan data kuantitatif dalam bentuk daftar atau tabel-tabel.
4.4.2. Analisis Kuantitatif
Analisis efisiensi faktor-faktor produksi dilakukan dengan cara
28 peternak plasma. Untuk analisis usaha ternak dilakukan dengan cara
membandingkan usahaternak mandiri dan plasma.
4.4.2.1. Analisis Fungsi Produksi
Setelah menguraikan faktor-faktor produksi, kemudian disusun suatu
model fungsi produksi untuk menduga hubungan fisik atau teknis antara
faktor-faktor produksi yang digunakan dengan produksi yang dihasilkan. Fungsi
produksi yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas, yang secara
matematis dapat ditulis sebagai berikut:
Y = b0X1b1 X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 X6b6eb7D1 +b8D2+u ... (4.1)
Dengan mentransformasikan dari fungsi Cobb-Douglas kedalam bentuk
logaritmik, model fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:
Ln Y = Ln b0 + b1 Ln X1 + ... + b6 Ln X6 + b7 D1 + b8 D2 + u ... (4.2)
Dimana:
Y = Hasil produksi daging per periode (kg broiler hidup) X1 = Pakan per periode (kg)
X2 = Tenaga kerja per periode (HKP) X3 = Mortalitas (%)
X4 = Kepadatan kandang (ekor/m2) X5 = Vaksin per periode (ml) X6 = Pemanas per periode (kg)
D1 = Dummy pola usaha; 0 = Peternak mandiri; 1 = Peternak plasma D2 = Dummy skala usahaternak; 1 ≥ 5.000 ekor; 0 = < 5000 ekor Ln b0 = Intersep, merupakan besaran parameter
u = Unsur sisa
b1,b2,...,b6 = Koefisien regresi, merupakan nilai dugaan parameter
Metode statistik yang digunakan untuk menerangkan hubungan sebab
akibat dari faktor produksi dalam fungsi produksi di atas adalah regresi.
29 nilai F-hitung, t-hitung, dan R2. Nilai F-hitung digunakan untuk melihat apakah
parameter bebas yang digunakan X1,X2,...,X6 secara bersama-sama berpengaruh
nyata terhadap parameter tidak bebas. Bila F-hitung lebih besar dari F-tabel maka
parameter bebas secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap parameter
tidak bebas. Nilai t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik apakah
koefisien regresi dari masing-masing parameter bebas (Xn) yang dipakai, secara
terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas (Y). Apabila
t-hitung lebih besar dari t-tabel berati parameter yang diuji berpengaruh nyata
terhadap parameter tidak bebas, sebaliknya bila t-hitung lebih kecil dari t-tabel
berarti parameter yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap parameter bebas. R2
digunakan untuk melihat sejauh mana keragaman yang diterapkan oleh parameter
bebas (X) terhadap parameter tidak bebas (Y).
4.4.2.2. Analisis Efisiensi Produksi
Efisiensi teknis faktor-faktor produksi dalam fungsi produksi
Cobb-Douglas dapat langsung diketahui dari nilai koefisien regresi yang merupakan
nilai elastisitas produksinya. Jika nilai (bi) > 1 maka berada dalam daerah tidak
rasional (daerah I), jika nilai 0 < (bi) < 1 maka telah berada dalam daerah rasional
(daerah II), dan (bi) < 0 maka berada dalam daerah tidak rasional (daerah III).
Kondisi efisiensi ekonomis (keuntungan maksimum) dengan kombinasi
faktor-faktor produksi yang efisien harus memenuhi kondisi kecukupan sebagai
berikut:
� �1 � �1 =
� �2
� �2 = … =
� �6
30 Untuk menghitung NPMXi diperlukan besaran produk marjinal (PMXi) dan
harga produk (PY), karena NPM merupakan hasil kali harga produk dengan
produk marjinal. Biaya korbanan marjinal (BKMXi) adalah tambahan biaya yang
dikeluarkan untuk meningkatkan penggunaan faktor-faktor produksi satu satuan.
Oleh karena itu BKM sama dengan harga dari masing-masing faktor produksi itu
sendiri.
4.4.2.3. Pengujian Model
Pengujian hipotesa secara statistik hanya dilakukan untuk hasil regresi dari
model fungsi produksi yang dihasilkan dari perolehan data. Pengujian yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pengujian Terhadap Model Penduga
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel secara
bersama-sama terhadapa variabel tak bebasnya. Uji yang dilakukan adalah uji-F.
Prosedur pengujian:
H0 : b1 = b2= … = b6 = 0
H1 : b1≠ b2≠ … ≠ b6≠ 0 atau minimal ada satu bi≠ 0
F hit =
� ... (4.4)
Dimana:
KTR = Kuadrat tengah regresi KTG = Kuadrat tengah galat
Kriteria pengujian:
Jika F < Fhit tabel, maka H0 diterima, artinya variabel secara serentak tidak
berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya.
Jika F > Fhit tabel, maka H0 ditolak, artinya variabel secara serentak berpengaruh
31
2. Pengujian Koefisien Regresi
Uji statistik dilakukan untuk mengetahui seberapa besar masing-masing
variabel bebas memengaruhi variabel tak bebasnya. Uji yang digunakan adalah
uji-t.
Prosedur pengujian:
thit = −�
... (4.5)
Nilai t-hitung yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan t tabel. Jika t < - tα/2
atau t > - tα/2, tolak H0, jika – tα/2, terima H0, dengan asumsi:
H0 : b1 = 0 (tidak berpengaruh nyata)
H1 : b1≠ 0 (ada pengaruh nyata)
3. Pengujian Koefisien Determinasi
Firdaus (2004) menyatakan bahwa dalam hal hubungan dua atau lebih
variabel, koefisien determinasi (r2) mengukur tingkat ketepatan/ kecocokan dari
regresi linier sederhana, yaitu merupakan presentase sumbangan X terhadap
variasi Y. Pengertian tersebut dapat diperluas untuk regresi linier berganda. Pada
regresi linier berganda, besarnya presentase sumbangan X terhadap variasi Y
disebut koefisien determinasi berganda (multiple coeffisient of correlation) dengan simbol R2.
Prosedur pengujian:
R2 = ℎ � � ( )
ℎ � ( ) ... (4.6)
32
4. Uji Kenormalan Sisaan/Galat
Uji kenormalan bertujuan untuk mengetahui apakah galat dari data yang
digunakan menyebar dengan normal atau tidak.
Prosedur pengujian:
H0 : galat mnyebar normal
H1 : galat tidak menyebar normal
Kriterian pengujian:
Jika p-value < α maka tolak H0, artinya galat tidak menyebar normal.
Jika p-value > α maka terima H1, artinya galat menyebar normal.
5. Uji Kehomogenan Ragam
Salah satu asumsi yang penting dalam model regresi linier adalah bahwa
kesalahan pengganggu εi mempunyai varian yang sama, artinya Var (εi) = E (εi2)
= Ϭ2 untuk semua i, i = 1, 2, ..., n. Asumsi ini disebut sebagai homoskedastisitas
(Supranto, 2004). Model yang tidak memenuhi asusmsi tersebut dapat dikatakan
memiliki penyimpangan. Penyimpangan terhadap faktor pengganggu sedemikian
itu disebut dengan heteroskedastisitas (Firdaus, 2004).
Prosedur pengujian:
Fhit =
1
2 ... (4.7)
Keterangan:
- Jumlah kuadrat regresi dari regresi anak contoh pertama dikonotasikan (JKR1).
- Jumlah kuadrat regresi dari regresi anak contoh kedua dikonotasikan (JKR2).
Jika tidak ada masalah heteroskedastisitas maka nilai F-hitung akan
33 tabel dengan derajat bebas v1 = v2 = (n-c-2k)/2 dimana n adalah jumlah contoh, c
adalah jumlah contoh pemisah, dan k adalah jumlah parameter yang diduga.
6. Uji Multikolinier
Uji multikolinier dapat diduga dengan menggunakan metode VIF
(Variance Inflation Factor). Bila nilai VIF besar yaitu lebih dari 10 maka terdapat kolinier antar parameter bebas. Multikolinier yang serius tidak dapat diabaikan
karena akan mengakibatkan bias dalam model. Nilai VIF dari masing-masing
parameter bebas dapat dihitung sebagai berikut:
VIF = 1
1− 2� ... (4.8)
Dimana:
VIF = Variance Inflation Factor
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. Letak dan Keadaan Geografis Lokasi Penelitian
Kecamatan Pamijahan merupakan merupakan salah satu kecamatan yang
terletak di Kabupaten Bogor dan memiliki luas wilayah sebesar 8.088 Ha dan
terletak di ketinggian antara 550 sampai 550 meter diatas permukaan laut. Curah
hujan rata-rata di wilayah ini berkisar antara 250 sampai 300 mm per tahun
dengan suhu udara berkisar antara 26 sampai 27 derajat celcius. Kecamatan Pamijahan terdiri dari 15 Desa, 45 Dusun, 139 Rukun Warga (Rw), dan 472
Rukun Tetangga (Rt). Desa-desa yang terdapat di Kecamatan Pamijahan antara
lain, yaitu Cibunian, Purwabakti, Ciasmara, Ciasihan, Cibitung Kulon, Cibitung
Wetan, Pamijahan, Gunung Sari, Gunung Picung, Cibening, Gunung Bunder 1,
Gunung Bunder 2, Cimayang, Gunung Menyan, dan Pasarean.
Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Pamijahan ini sendiri adalah:
Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Cibungbulang.
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi.
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Ciampea/Tenjolaya.
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Leuwiliang.
5.2. Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk
Jumlah penduduk yang berada di Kecamatan Pamijahan adalah sebanyak
141.301 orang yang terdiri dari 71.962 laki-laki dan 69.339 perempuan dengan
jumlah Kepala Keluarga (kk) sebanyak 39.322 kk. Mayoritas penduduk yang
menempati Kecamatan Pamijahan adalah penduduk asli, dan warga keturunan
35 bahasa Sunda dan bahasa Indonesia dengan dialek Sunda. Mayoritas agama yang
dipeluk oleh penduduk Kecamatan Pamijahan adalah agama Islam.
Kondisi perekonomian masyarakat di Kecamatan Pamijahan bertumpu
pada sektor pertanian dan peternakan. Hal tersebut dapat dilihat dari mata
pencaharian penduduk Kecamatan Pamijahan mayoritas bekerja di bidang
pertanian dan peternakan. Pada bidang pertanian terdiri dari komoditi beras,
sayuran, dan buah. Pada bidang peternakan terdiri dari peternakan ayam ras, sapi
perah, domba, serta budidaya ikan. Sektor lain yang turut mendukung
perkeonomian di Kecamatan Pamijahan adalah sektor industri, sektor pariwisata,
dan sektor jasa angkutan.
Permasalahan yang menjadi kendala dalam program pelaksanaan
perkonomian di wilayah ini, antara lain kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
yang masih kurang, masih rendahnya pemberdayaan masyarakat dalam
pemanfaatan potensi wilayah, dan sarana dan prasarana pemerintah yang kurang
memadai.
5.3. Sarana dan Prasarana
Sarana transportasi di Kecamatan Pamijahan, yaitu jalanan baik berupa
aspal, kerikil, maupun tanah. Sarana transportasi di daerah ini terdiri dari berbagai
macam kendaraan, dimulai dari truk, kendaraan pribadi, angkutan umum, dan
sepeda motor. Sarana dan prasarana lain di Kecamatan Pamijahan adalah sarana
pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, dan sarana perekenomian.
Sarana dan prasarana pendidikan yang berada di Kecamatan Pamijahan terdiri dari
PAUD, TK, SD, SLTP, dan SLTA baik negeri maupun swasta. Sarana dan
36 posyandu, dan klinik pengobatan tradisional. Sarana dan prasarana peribadatan di
Kecamatan Pamijahan terdiri dari mesjid dan mushola. Saran dan prasarana
perekonomian yang berada di Kecamatan Pamijahan terdiri dari mini market,
pasar baik pasar tradisional maupun pasar mingguan, dan koperasi.
5.4. Karakteristik Peternak Responden
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diperoleh data dan
informasi untuk menggambarkan karakteristik peternak. Beberapa karakteristik
yang dimiliki oleh peternak responden, antara lain usia, jenis kelamin, pendidikan,
status pernikahan, jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan utama dan sampingan,
serta pengalaman beternak. Karakteristik peternak responden dari peternak
mandiri dan plasma dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Peternak Responden di Kecamatan Pamijahan No. Karakteristik Peternak
Berdasarkan hasil survei pada peternak responden yang ditunjukkan oleh
Tabel 2 usia rata-rata pada peternak mandiri dengan skala usaha < 5.000 ekor
37 5.000 ekor adalah 35 tahun. Sementara usia rata-rata pada peternak plasma dengan
skala usaha < 5.000 ekor adalah 42 tahun, sedangkan usia rata-rata peternak
plasma dengan skala usaha ≥ 5.000 ekor adalah 46 tahun.
Berdasarkan jenis kelamin, pada peternak responden baik peternak
mandiri maupun peternak plasma didominasi oleh laki-laki. Hal tersebut
ditunjukkan oleh presentase jenis kelamin pada peternak mandiri dengan skala <
5.000 dan ≥ 5.000 ekor yaitu sebesar 100 persen pada jenis kelamin laki-laki.
Begitu pula dengan peternak plasma < 5.000 ekor memiliki presentase 100 persen
pada jenis kelamin laki-laki, sedangkan pada peternak plasma ≥ 5.000 ekor
ditemukan peternak perempuan yaitu sebesar 11 persen, dan laki-laki sebesar 89
persen.
Peternak responden memiliki tingkat pendidikan yang berbeda-beda,
tingkat pendidikan formal dimulai dari SD, SMP, SMA, sampai dengan Perguruan
Tinggi (PT). Tingkat pendidikan peternak mandiri dengan skala < 5.000 ekor
didominasi oleh tingkat SD dan SMP yaitu masing-masing sebesar 35 persen,
sedangkan pada peternak mandiri ≥ 5.000 ekor didominasi oleh tingkat SMP dan
SMA yaitu masing-masing sebesar 40 persen. Tingkat pendidikan peternak
plasma dengan skala < 5000 ekor didominasi oleh tingkat SMA yaitu sebesar 60
persen, sedangkan pada peternak plasma ≥ 5.000 ekor didominasi oleh tingkat
SMP yaitu sebesar 35 persen.
Berdasarkan status pernikahan pada Tabel 2 pada peternak mandiri dengan
skala < 5.000 ekor yaitu 55 persen sudah menikah sedangkan 45 persen belum
menikah dan memiliki tanggungan rata-rata sebanyak 3 orang. Status pernikahan