• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

37 4.1 Asumsi Dasar

4.1.1 Demografi Provinsi Banten

Provinsi Banten secara umum merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 – 200 meter di atas permukaan laut, serta memiliki beberapa gunung dengan ketinggian mencapai 2.000 meter di atas permukaan laut. Secara astronomis, Provinsi Banten terletak antara 05°07'50" dan 07°01'01" Lintang Selatan, serta 105°01'11" dan 106°07'12" bujur Timur. Wilayah Provinsi Banten bagian utara berbatasan dengan Laut Jawa, bagian timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta, bagian selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, dan bagian barat berbatasan dengan Selat Sunda. Provinsi Banten memliki luas daerah 9662.92 km2.

Akhir tahun 2015, wilayah administrasi Provinsi Banten terdiri dari empat wilayah kabupaten dan empat kota, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 6 Tahun 2008 luas daratan masing-masing kabupaten/kota, yaitu:

1. Kabupaten Pandeglang (2.746,89 km2), 2. Kabupaten Lebak (3.426,56 km2), 3. Kabupaten Tangerang (1.011,86 km2), 4. Kabupaten Serang (1.734,28 km2), 5. Kota Tangerang (153,93 km2), 6. Kota Cilegon (175,50 km2), 7. Kota Serang (266,71 km2),

(2)

PETA WILAYAH BANTEN

Gambar. 4.1 Peta Provinsi Banten Sumber: Banten Dalam Angka 2016 4.1.2 Kependudukan

Penduduk Banten berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2015 sebanyak 11.955.243 jiwa yang terdiri atas 6.097.184 jiwa penduduk laki-laki dan 5.858.059 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk tahun 2014, penduduk Banten mengalami pertumbuhan sebesar 2,14 persen. Sementara itu besarnya angka rasio jenis kelamin tahun 2015 penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan sebesar 104,08.

Kepadatan penduduk di Provinsi Banten tahun 2015 mencapai 1.237 jiwa/km2 dengan rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga 4 orang. Kepadatan Penduduk di 8 kabupaten/kota cukup beragam dengan kepadatan penduduk

(3)

tertinggi terletak di Kota Tangerang dengan kepadatan sebesar 13.299 jiwa/km2 dan terendah di Kabupaten Lebak sebesar 371 jiwa/km2.

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Provinsi Banten Menurut Kabupaten/Kota Berdasarkan Jenis Kelamin,2015

No Kabupaten/Kota Penduduk

Laki-Laki Perempuan Jumlah 1 Kabupaten Pandeglang 610.412 584.499 1.194.911 2 Kabupaten Lebak 650.912 618.900 1.269.812 3 Kabupaten Tangerang 1.724.915 1.645.679 3.370.594 4 Kabupaten Serang 747.808 726.493 1.474.301 5 Kota Tangerang 1.045.113 1.001.992 2.047.105 6 Kota Cilegon 210.505 201.601 412.106 7 Kota Serang 329.806 313.399 643.205

8 Kota Tangerang Selatan 777.713 765.496 1.543.209

Banten 11.955.243

Sumber: Banten Dalam Angka 2016

Tabel 4.2 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Provinsi Banten Tahun Pertumbuhan (%)

2010-2015 2,27 2015-2020 1,94 2020-2025 1,60

Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035

4.1.3 Jumlah Rumah Tangga

Provinsi Banten dibagi dalam 4 Kabupaten dan 4 Kota. Dari total 4 Kabupaten dan 4 Kota tersebut Povinsi Banten terdapat total 2.930.224 rumah tangga dengan rata-rata anggota rumah tangga sebanyak 4,08. Uraian tentang rumah tangga sebagai berikut.

(4)

Tabel 4.3 Jumlah Rumah Tangga dan Rata-rata Banyaknya Anggota Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten.

Sumber: Banten Dalam Angka 2016

4.1.4 Produk Daerah Regional Bruto (PDRB) Provinsi Banten

Pada tahun 2015, PDRB Provinsi Banten atas dasar harga berlaku sebesar 368 triliun rupiah. Tiga sektor utama penyumbang PDRB Provinsi Banten terbesar adalah sektor Industri Pengolahan sebesar 134,33 triliun rupiah (33,48%), disusul sektor Perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 49,15 triliun rupiah (12,08%) dan sektor Transportasi dan Pergudangan sebesar 23,56 triliun rupiah (10,22%). Pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten pada tahun 2015 sekitar 5,37 persen, lebih lambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi di tahun 2014 (5,47%) dan tahun 2013 (6,67%). Perincian PDRB provinsi Banten diuraikan dalam table 4.4.

Tabel 4.4 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Banten (miliar rupiah), 2012−2015

No Lapangan Usaha/Industri PDRB

(Milyar) 1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 20.833,87 2 Pertambangan dan Penggalian 2.783,69

3 Industri Pengolahan 134.334,81

4 Pengadaan Listrik dan Gas 4.233,43

No Kabupaten/Kota Jumlah Rumah

Tangga Rata-rata Anggota 1 Kabupaten Pandeglang 281.359 4,25 2 Kabupaten Lebak 309.719 4,10 3 Kabupaten Tangerang 827.015 4,08 4 Kabupaten Serang 337.615 4,37 5 Kota Tangerang 540.970 3,78 6 Kota Cilegon 98.979 4,16 7 Kota Serang 141.176 4,56

8 Kota Tangerang Selatan 393.391 3,92

(5)

5 Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah dan

Daur Ulang 346,29

6 Konstruksi 34.364,33

7 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil

dan Sepeda Motor 49.153,79

8 Transportasi dan Pergudangan 23.561,29 9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8.881,63

10 Informasi dan Komunikasi 19.896,55

11 Jasa Keuangan dan Asuransi 10.136,57

12 Real Estate 29.428,37

13 Jasa Perusahaan 3.613,58

14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan

Jaminan Sosial Wajib 6.250,57

15 Jasa Pendidikan 10.692,97

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.231,25

17 Jasa Lainnya 5.216,25

18 PDRB/Gross Regional Domestic Product 367.959,24

Sumber: Banten Dalam Angka, 2016

PDRB Provinsi Banten dilihat dari tabel 4.4 mencapai 368 triliun rupiah, nilai tersebut digolongkan menjadi beberapa sektor diataranya sektor bisnis, sektor industri, sektor sosial dan sektor publik yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

1. Sektor Bisnis

Tabel 4.5 PDRB Nilai Konstan Sektor Bisnis

No Lapangan Usaha/Industri PDRB

(Milyar) 1 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil

dan Sepeda Motor 49.153,79

2 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8.881,63

3 Informasi dan Komunikasi 19.896,55

4 Jasa Keuangan dan Asuransi 10.136,57

5 Real Estate 29.428,37

6 Jasa Perusahaan 3.613,58

7 Jasa Lainnya 5.216,25

(6)

2. Sektor Industri

Tabel 4.6 PDRB Nilai Konstan Sektor Industri

No Lapangan Usaha/Industri PDRB

(Milyar)

1 Industri Pengolahan 134.334,81

Jumlah 134.334,81

3. Sektor Sosial

Tabel 4.7 PDRB Nilai Konstan Sektor Sosial

No Lapangan Usaha/Industri PDRB

(Milyar) 1 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.231,25

2 Jasa Lainnya 5.216.25

Jumlah 9.447,5

4. Sektor Publik

Tabel 4.8 PDRB Nilai Konstan Sektor Publik

No Lapangan Usaha/Industri PDRB

(Milyar) 1 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan

Jaminan Sosial Wajib 6.250,57

Jumlah 6.250,57

4.2 Data Kelistrikan Provinsi Banten

4.2.1 Data Pembangkit

Saat ini beban puncak untuk sistem kelistrikan di Provinsi Banten sekitar 3.747 MW, dipasok dari pembangkit yang berada di grid 150 kV sebesar 2.285 MW dan yang berada di grid 500 kV sebesar 4.025 MW. Pasokan dari pembangkit listrik yang berada di grid 500 kV dan grid 150 kV di Banten ada di 4 lokasi yaitu PLTU Suralaya, PLTGU Cilegon, PLTU Labuan dan PLTU Lontar dengan total daya terpasang 6.310 MW. Pasokan dari grid 500 kV adalah melalui 3 GITET, yaitu Suralaya, Cilegon dan Balaraja, dengan kapasitas 3.000 MVA.

(7)

Pembangkit listrik di provinsi Banten menurut kepemilikan dibagi atas 2 jenis yaitu Indonesia Power dan PLN. Sistem kelistrikan di provinsi Banten terdiri atas 3 sub-sistem yaitu:

1. GITET Suralaya memasok daerah industri Merak dan Salira.

2. GITET Cilegon, PLTGU Cilegon, PLTU Labuan memasok Kab. Serang, Kota Cilegon, Kab. Pandeglang dan Kab. Lebak.

3. GITET Balaraja dan PLTU Labuan memasok Kab/Kota Tangerang dan Tangerang Selatan.

Rincian kapasitas pembangkit terpasang pada provinsi Banten diuraikan pada tabel 4.9.

Tabel 4.9 Rincian Kapasitas Pembangkit Terpasang pada Provinsi Banten

No Nama Pembangkit Jenis Bahan Bakar Pemilik Kapasitas Terpasang MW Daya Mampu MW 1 Suralaya 1-7 PLTU Batubara

Indonesia

Power 3.400 3.212

2 Suralaya 8 PLTU Batubara PLN 625 590

3 Cilegon PLTGU Gas Alam PLN 740 660

4 Labuan 1-2 PLTU Batubara PLN 600 560

5 Lontar 1-3 PLTU Batubara PLN 945 840

Jumlah 6.310 5.862

Sumber: RUPTL PLN 2016-2025.

4.2.2 Kebutuhan Energi Listrik di Provinsi Banten

Energi listrik yang terjual pada tahun 2015 untuk Provinsi Banten mencapai 7.699,04 GWh, rincian konsumsi energi listrik di provinsi Banten per sektor kelompok pelanggan antara lain: untuk sektor rumah tangga sekitar 1.630,67 GWh (21.18%), sektor industri sekitar 5.571,66 GWh (72.37%), sektor bisnis sekitar 356.06 GWh (4.62%), sektor sosial sekitar 68.72 GWh (0.89%) dan sektor publik sekitar 71.93 GWh (0.93%). Adapun rincian konsumsi energi listrik per kelompok pelanggan provinsi Banten tahun 2015 terdapat pada tabel 4.10.

(8)

Tabel 4.10 Jumlah Energi Terjual per Kelompok Pelanggan tahun 2015 No Kelompok Pelanggan Energi Terjual (GWh) Porsi (%) 1 Rumah Tangga 1.630,67 21,18% 2 Industri 5.571,66 72,37% 3 Bisnis 356,06 4,62% 4 Sosial 68,72 0,89% 5 Publik 71,93 0,93% Jumlah 7.699,04 100% Sumber: Statistik PLN, 2015

Pada tabel 4.10 terlihat bahwa sektor Industri mendominasi komsumsi energi listrik di provinsi Banten dengan porsentase mencapai 72,37% dari jumlah total penjualan energi listrik.

4.3 Potensi Energi Terbarukan

Saat ini pengembangan sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) diatur oleh Perpres No 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Kebijakan Enegri Nasional (KEN) bertujuan untuk mencapai elastisitas energi yang lebih kecil dari satu pada tahun 2025. Elastisitas energi merupakan perbandingan antara banyaknya pertumbuhan konsumsi energi dengan banyaknya pertumbuhan ekonomi. Kebijakan Energi Nasianol (KEN) mempunyai sasaran yakni mendorong pemanfaatan energi melalui diversifikasi energi atau pemanfaatan berbagai sumber energi. Pemanfaatan berbagai sumber energi baru terbarukan kemudian dipertimbangkan dalam penyediaan energi. Energi baru terbarukan (EBT) yang dipertimbangkan dalam OEI 2014 yaitu biomassa, panas bumi, tenaga air, surya dan angin. Biomassa tersebut meliputi biomassa yang bersumber dari sampah kota, limbah industri, pertanian, dan juga kehutanan. (Outlook Energi Indonesia, 2014). Potensi sumber energi baru terbarukan biomassa yang berasal dari sampah kota di provinsi Banten cukup melimpah. Perkiraan produksi sampah kota di Banten perharinya mencapai sekitar 5.872 ton/hari.

(9)

4.3.1 Pemanfaatan Sampah Kota sebagai Energi Baru Terbarukan

Undang-Undang No 18 tentang pengelolaan sampah menyatakan bahwa definisi sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau dari proses alam yang berbentuk padat. Banyaknya produksi sampah akan berbanding lurus dengan jumlah penduduk. Pertumbuhan jumlah penduduk menyebabkan produksi sampah yang jumlahnya semakin meningkat sehingga akan menimbulkan masalah baru dalam pengelolaan sampah. Sampah tidak akan berhenti dan selalu diproduksi oleh kehidupan manusia juga proses alam. Timbulnya tumpukan sampah dan sampah tersebut tidak dapat dikelola dengan baik maka menyebabkan permasalahan. Oleh sebeb itu perlu perencanaan pengelolaan sampah yang baik supaya sampah perkotaan ini dapat dimanfaatkan dan dioptimalkan sebagai sumber energi alternatif untuk pembangkit energi listrik.

Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) provinsi Banten mengeluarkan data perkiraan jumlah timbulan sampah per-hari menurut klasifikasi kota besar dan kecil yang didapat dilihat pada tabel 4.11.

Tabel 4.11 Perkiraan Jumlah Timbulan Sampah per Hari (kg/orang/hari) No Klasifikasi Kabupaten/Kota Berat Timbulan Sampah (kg)

1 Kota Besar 0,5

2 Kota Kecil 0,4

Sumber: Laporan Status Lingkungan Hidup Provinsi Banten

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa kota besar adalah kabupaten/kota dengan jumlah penduduknya lebih dari 1.000.000 jiwa sedangkan yang dimaksud kota kecil adalah kabupaten/kota dengan jumlah penduduk berada di kisaran 100.000 - 500.000 jiwa.

4.3.2 Menghitung Potensi Energi Sampah Kota (MSW)

Untuk menghitung sampah kota mengacu pada jumlah penduduk dan jumlah sampah yang dihasilkan perkapita. Data pehitungan sampah kota dari jumlah penduduk dan timbulan sampah yang dihasilkan per-hari dapat dilihat pada tabel 4.12.

(10)

Tabel 4.12 Perkiraan Timbulan Sampah per hari Menurut Kabupaten/Kota No Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk (Jiwa) Berat Timbunan Sampah (Kg/hari) Jumlah Sampah (Kg/hari) 1 Kabupaten Pandeglang 1.194.911 0,5 597.455,5 2 Kabupaten Lebak 1.269.812 0,5 634.906 3 Kabupaten Tangerang 3.370.594 0,5 1.685.297 4 Kabupaten Serang 1.474.301 0,5 737.150,5 5 Kota Tangerang 2.047.105 0,5 1.023.552,5 6 Kota Cilegon 412.106 0,4 164.842,4 7 Kota Serang 643.205 0,4 257.282

8 Kota Tangerang Selatan 1.543.209 0,5 771.604,5

Banten 11.955.243 5.872.090,4

Jika dilihat pada tabel diatas jumlah produksi sampah provinsi banten tahun 2015 mencapai 5.872 ton/hari. Sehingga, produksi sampah per tahun = 5.872,0904 x 365 = 2.143.312,996 ton/tahun.

Berdasarkan konten energi pada aplikasi LEAP, 1 ton sampah kota setara dengan 14 GJ. Sehingga dari nilai diatas didapat perhitungan potensi energi sampah kota pertahun dalam Gigajoule (GJ) sebagai berikut:

2.143.312,996 x 14 = 30.006.381,94 GJ

Berdasarkan konten energi pada aplikasi LEAP, 1 GJ (Gigajoule) setara dengan 0,277 Megawatt-hour (MWh). Sehingga dari nilai diatas didapat perhitungan potensi energi listrik dengan perhitungan sebagai berikut:

30.006.381,94 x 0.277 = 8.335.106,762 MWh

Untuk mencari kapasitas daya maksimum (MW) yang dapat dibangkitkan oleh sampah kota digunakan persamaan sebagai berikut:

𝑀𝑊 = 𝑀𝑊ℎ

(11)

Nilai CF (Capacity Factor) untuk pembangkit listrik sampah kota sebesar 0,75 atau 75% (LEAP). Oleh sebab itu, kapasitas daya maksimum yang dapat dihasilkan oleh sampah kota:

MW =8.335.106,762

0,75𝑥8760 =1268,661608 MW 4.4 Hasil Simulasi dan Analisa

Dalam perangkat LEAP penyusunan model energi menggunakan metode intensitas energi. Intensitas energi adalah suatu ukuran dalam penggunaan energi terhadap sektor aktivitas. Nilai intensitas energi dihitung atas konsumsi energi listrik pada setiap sektor (subsektor) yang dibagi dengan level aktivitas (Heaps,2009).

Penggunaan energi listrik dibagi menjadi 5 sektor, yaitu sektor rumah tangga, sektor industri, sektor bisnis, sektor sosial dan sektor publik. Pada sektor rumah tangga level aktivitasnya diwakili oleh jumlah rumah tangga. Intensitas energi listrik pada sektor rumah tangga merupakan penggunaan energi listrik perkapita pertahun. Sedangkan pada sektor industri, sektor bisnis, sektor sosial dan sektor publik, level aktivitasnya diwakili oleh nilai Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) oleh sebab itu intensitas energi listrik pada keempat sektor tersebut merupakan penggunaan energi listrik dalam milliar rupiah pertahun.

Penelitian ini menggunakan tahun dasar 2015 dan tahun akhir simulasi 2025 sebagai dasar pemodelan energi yang akan dianalisis. Pemodelan energi yang akan disimulasikan dibagi menjadi 2 skenario, yaitu skenario Dasar (DAS) dan skenario Energi Terbarukan (EBT). Skenari Dasar (DAS) adalah skenario berdasarkan pada keadaan di tahun dasar simulasi yang berkaitan dengan pola konsumsi energi dan kebijakan-kebijakan pemerintah pada sektor energi. Sedangkan pada skenario Energi Terbarukan (EBT) dalam penyediaan energi listrik diikutsertakan peran energi terbarukan dalam model energi.

(12)

Laju pertumbuhan penduduk berdasarkan data dari proyeksi pertumbuhan penduduk Indonesia yang telah dihitung oleh Bappenas-BPS-UNFPA pada tahun 2013. Laju pertumbuhan penduduk provinsi Banten berdasarkan data Bappenas-BPS-UNFPA dapat dilihat pada tabel 4.13.

Tabel 4.13 Asumsi Pertumbuhan Penduduk Provinsi Banten No Interval Pertumbuhan Penduduk

1 2014-2015 2,27

2 2015-2020 1,94

3 2020-2025 1,60

Sumber: Proyeksi Pertumbuhan Indonesia 2010-2035

Laju pertumbuhan penduduk rata-rata per lima tahun tersebut kemudian dimasukkan kedalam pemodelan LEAP pada permintaan energi (demand) dalam proyeksi skenario dasar (DAS) pada sektor rumah tangga.

Laju pertumbuhan PDRB provinsi Banten berdasarkan data pada Rencana Umum Penyedia Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2016-2025. Asumsi laju pertumbuhan PDRB provinsi Banten dalam sepuluh tahun mendatang dapat dilihat pada tabel 4.14.

Tabel 4.14 Pertumbuhan PDRB Provinsi Banten

No Triwulan Tahun 2015 2016 1 I 5,69 % 5,15 % 2 II 5,26 % 5,16 % 3 III 5,18 % 5,35 % 4 IV 5,37 % 5,26 %

Sumber: BPS Provinsi Banten

Laju pertumbuhan PDRB pada tabel diatas kemudian dimasukkan dalam pemodelan LEAP untuk permintaan energi dalam skenario dasar (DAS) untuk sektor industri, sektor bisnis, sektor sosial dan sektor pubilk. Selain pertumbuhan penduduk dan PDRB, rasio elektrifikasi juga merupakan faktor yang sangat mempengaruhi konsumsi energi listrik. Rasio elektrifikasi adalah perbandingan

(13)

jumlah penduduk yang telah menggunakan energi listrik dengan jumlah penduduk yang terdapat pada suatu daerah. Rasio elektrifikasi provinsi Banten mencapai 95,06 % (Statistik PLN, 2015).

4.4.1 Menghitung Permintaan Energi Listrik

Untuk menghitung permintaan energi listrik di provinsi Banten menggunakan metode intensitas energi. Intensitas energi adalah suatu ukuran dalam penggunaan energi terhadap sektor aktivitas. Nilai intensitas energi dihitung atas konsumsi energi listrik pada setiap sektor (subsektor) yang dibagi dengan level aktivitas. Pada aplikasi LEAP dalam menghitung permintaan energi berdasarkan persamaan 4.1.

𝐷 = 𝑇𝐴𝑥𝐸𝐼 4.1

Di mana:

TA : Level aktifitas EI : Intensitas energi

Pada persamaan diatas, jumlah energi yang dibutuhkan (D) berbanding lurus dengan level aktivitas di sektor energi (TA) dan intensitas energi (EI). Aktivitas energi direpresentasikan oleh variabel penggerak yang berupa data demografi atau data makro-ekonomi, sedangkan intensitas energi adalah rata-rata energi yang dikonsumsi persatuan level aktivitasnya. Setelah melakukan simulasi permintaan energi pada aplikasi LEAP didapatkan hasil dan data yang disajikan pada tabel 4.15 dan gambar 4.2.

Contoh perhitungan permintaan energi pada sektor rumah tangga menggunakan data jumlah rumah tangga povinsi Banten yang ada pada tabel 4.3 dan jumlah energi terjual pada sektor rumah tangga yang telah disajikan pada tabel 4.10.

D = 2.930.224 x 1630 2.930.224 D = 1630 GWh

(14)

Tabel 4.15 Hasil Simulasi Permintaan Energi Tahun 2015-2025

Tahun Sektor (GWh) Total

(GWh) Rumah Tangga Industri Bisnis Publik Sosial

2015 1.630,67 5.571,66 356,06 71,93 68,72 7.699,04 2016 1.662,30 5.864,73 374,79 75,71 72,33 8.049,87 2017 1.694,55 6.173,21 394,5 79,7 76,14 8.418,11 2018 1.727,43 6.497,93 415,25 83,89 80,14 8.804,64 2019 1.760,94 6.839,72 437,1 88,3 84,36 9.210,41 2020 1.789,12 7.199,49 460,09 92,95 88,8 9.630,43 2021 1.817,74 7.578,18 484,29 97,83 93,47 10.071,51 2022 1.846,82 7.976,79 509,76 102,98 98,38 10.534,74 2023 1.876,37 8.396,37 536,57 108,4 103,56 11.021,27 2024 1.906,40 8.838,02 564,8 114,1 109,01 11.532,32 2025 1.936,90 9.302,90 594,51 120,1 114,74 12.069,14

(15)

Tabel 4.16 Persentase Pertumbuhan Kebutuhan Energi Listrik 2015-2025

Tahun Sektor

Rumah Tangga Industri Bisnis Publik Sosial 2016 1.94% 5.26% 5.26% 5.26% 5.26% 2017 1.94% 5.26% 5.26% 5.26% 5.26% 2018 1.94% 5.26% 5.26% 5.26% 5.26% 2019 1.94% 5.26% 5.26% 5.26% 5.26% 2020 1.60% 5.26% 5.26% 5.26% 5.26% 2021 1.60% 5.26% 5.26% 5.26% 5.26% 2022 1.60% 5.26% 5.26% 5.26% 5.26% 2023 1.60% 5.26% 5.26% 5.26% 5.26% 2024 1.60% 5.26% 5.26% 5.26% 5.26% 2025 1.60% 5.26% 5.26% 5.26% 5.26%

Hasil simulasi dari software LEAP didapatkan jumlah kebutuhan energi listrik pada tahun awal simulasi sebesar 7.699,04 GWh dan pada tahun akhir simulasi mengalami peningkatan dengan jumlah total kebutuhan energi listrik mencapai 12.069,14 GWh seperti yang telah ditunjukan pada tabel 4.15. Pada sektor rumah tangga mengalami peningkatan pertumbuhan energi listrik dengan persentase pertumbuhan rata-rata mencapai 1,736 % pertahunnya hingga 10 tahun kedepan, kemudian pada sektor industri, sektor bisnis, sektor sosial dan sektor publik persentase peningkatan pertumbuhannya rata-rata mencapai 5,26 % pertahun sepeti yang telah ditunjukan pada tabel 4.16. Laju pertumbuhan penduduk mempengaruhi besarnya peningkatan kebutuhan energi pada sektor rumah tangga, sedangkan pada sektor industri, sektor bisnis, sektor sosial dan publik dipengaruhi oleh pertunbuhan PDRB.

4.4.2 Proyeksi Pembangunan Pembangkit Listrik dengan Sumber Energi Baru Terbarukan (EBT)

Skenario energi baru terbarukan (EBT) dibuat dengan tujuan untuk memanfaatkan potensi energi terbarukan yang ada di provinsi Banten berupa sampah kota sebagai sumber energi pembangkit listrik. Skenario energi terbarukan tersebut mulai dikembangkan pada tahun 2018 dan berakhir pada

(16)

tahun 2025. Proyeksi pembangunan pembanguna pembangkit listrik tenaga sampah kota disajikan pada tabel 4.17.

Tabel 4.17 Proyeksi Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Kota

Tahun Kapasitas Daya (MW) PLTSa 2018 200 2019 - 2020 - 2021 200 2022 - 2023 - 2024 - 2025 250

Pembanguna pembangkit listrik tenaga sampah kota pada skenario energi terbarukan (EBT) akan dimulai pada tahun 2017 sebesar 200 MW, pada tahun 2021 200 MW dan pada tahun 2025 sebesar 250 MW, sehingga pada tahun akhir simulasi total kapasitas daya yang mampu dibangkitkan pembangkit tenaga sampah kota mencapai 650 MW. Sebagai perbandingan, 54 % dari jumlah sampah yang ada di negara Denmark mampu diubah menjadi energi listrik. (Phen Effendi, 2014).

4.4.3 Kapasitas Daya Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)

Dalam skenario pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah yang direncanakan dibangun pada tahun 2018-2025 didapat hasil kapasitas daya pertahun yang dapat dilihat pada tabel 4.18 dan gambar 4.3.

(17)

Tabel 4.18. Hasil Simulasi Kapasitas Daya Pembangkit Listrik EBT Tahun Kapasitas Daya (MW) PLTSa 2018 200 2019 200 2020 200 2021 400 2022 400 2023 400 2024 400 2025 650

Gambar 4.3 Grafik Hasil Simulasi Kapasitas Daya Pembangkit Listrik Tenaga Sampah

Pada tahun 2018 dibangun pembangkit listrik tenaga sampah dengan kapasitas daya sebesar 200 MW, kemudian pada tahun 2021 ditambahkan kapasitas daya sebesar 200 MW sehingga total kapasitas daya 2021 menjadi 400 MW. Pada akhir tahun simulasi dilakukan pemambahan kapasitas daya sebesar 250 MW sehingga kapasitas dayanya menjadi 650 MW.

(18)

4.4.4 Energi Yang Dihasilkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah

Dari skenario pembangkit listrik tenaga sampah yang telah direncanakan, energi listrik yang dihasilkan pada pembangkit listrik tenaga sampah selama periode simulasi dapat dilihat pada tabel 4.19 serta gambar 4.4.

Tabel 4.19. Hasil Produksi Energi Listrik PLTSa (GWh)

Tahun Kapasitas (GWh) PLTSa 2018 279,61 2019 292,49 2020 305,83 2021 621,66 2022 650,25 2023 680,28 2024 711,82 2025 1.169,38

(19)

Pada tahun awal skenario pembangkit, pembangkit listrik tenaga sampah mampu menghasilkan energi listrik sebesar 279,61 GWh. Energi listrik pada tahun 2021 total energi listrik yang dihasilkan mencapai 621,66 GWh. Peningkatan tersebut disebabkan oleh penambahan kapasitas daya pembangkit listrik tenaga sampah. Pada tahun akhir simulasi juga dilakukan pemanbahan kapasitas daya pembangkit listrik tenaga sampah sehingga total energi listrik yang dihasilkan mencapai 1.169,38 GWh.

4.4.5 Peran Energi Terbarukan Dalam Menekan Pertumbuhan 𝐂𝐎𝟐

Hasil simulasi perbandingan pertumbuhan CO2 antara skenario dasar (DAS) dengan skenario energi terbarukan disajikan pada tabel 4.20. Pada skenario energi terbarukan ditambah dengan PLTSa untuk membantu memenuhi kebutuhan energi listrik di provinsi Banten. Jika pada skenario dasar (DAS) hanya disuplai oleh pembangkit tenaga batubara dan gas alam, maka pada skenario energi terbarukan (EBT) ditambah pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa). Persentase energi yang dihasilkan disajikan dalam tabel 4.20.

Tabel 4.20 Persentase Energi yang dihasilkan dari Sumber Energi Terbarukan

Tahun Jenis Pembangkit Total PLTU PLTGU PLTSa

2015 87.30% 12.70% - 100.00% 2016 87.30% 12.70% - 100.00% 2017 87.30% 12.70% - 100.00% 2018 84.77% 12.33% 2.90% 100.00% 2019 84.77% 12.33% 2.90% 100.00% 2020 84.77% 12.33% 2.90% 100.00% 2021 82.38% 11.99% 5.63% 100.00% 2022 82.38% 11.99% 5.63% 100.00% 2023 82.38% 11.99% 5.63% 100.00% 2024 82.38% 11.99% 5.63% 100.00% 2025 79.58% 11.58% 8.84% 100.00%

(20)

Tabel 4.21 Perbandingan Total Pertumbuhan Emisi CO2 (juta ton)

Tahun

Skenario (Juta Ton) Skenario Dasar Skenario EBT 2015 20,61 20,61 2016 21,51 21,55 2017 22,46 22,53 2018 23,46 22,88 2019 24,51 23,94 2020 25,63 25,03 2021 26,8 25,44 2022 28,04 26,61 2023 29,34 27,84 2024 30,71 29,13 2025 32,14 29,45

Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Pertumbuhan Emisi CO2

Pada tabel 4.20 dan gambar 4.5 terlihat bahwa jumlah total emisi CO2 pada skenario dasar (DAS) dan energi terbarukan (EBT) selama periode simulasi 2015-2025 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2018 emisi CO2 yang dihasilkan

(21)

mencapai 23,46 juta ton dalam skenario dasar (DAS), sedangkan pada pada skenario energi terbarukan (EBT) pada tahun yang sama emisi CO2 yang dihasilkan sebesar 22,88 juta ton. Pada akhir tahun simulasi emisi CO2 pada skenario dasar (DAS) mencapai 32,14 juta ton, sedangkan pada skenario energi terbarukan (EBT) sebesar 29,45 juta ton. Emisi CO2 yang dihasilkan pada skenario energi terbarukan lebih rendah dibanding dengan pada skenario dasar (DAS). Hal tersebut menunjukan bahwa penggunaan energi baru terbarukan dapat menekan pertumbuhan emisi CO2.

4.4.6 Perbandingan Biaya Dari Implementasi Energi Terbarukan

Pembangkit listrik memiliki biaya operasionalnya masing-masing. Biaya tersebut meliputi capital cost, variable O&M serta fix O&M. Capital cost merupakan biaya modal yang dikeluarkan untuk pembangunan pembangkit listrik. Variable O&M adalah biaya yang dikeluarkan selama pembangkit listrrik beroperasi, seperti biaya operional dan biaya perbaikan. Sedangkan fix O&M merupakan biaya konstruksi yang dikeluarkan untuk pembangunan pembangkit listrik terlepas dari pembangkit listrik tersebut digunakan maupun tidak. Hasil simulasi biaya sosial pada skenario dasar (DAS) dan skenario energi terbarukan (EBT) pada provinsi Banten disajikan pada tabel 4.22 dan gambar 4.6.

Tabel 4.22 Hasil Simulasi Sosial Cost Pembangkit Listrik Tenaga Sampah

Tahun Skenario (Juta US $) PLTSa 2018 52,51 2019 52,63 2020 52,76 2021 105,61 2022 105,89 2023 106,17 2024 106,47 2025 173,14

(22)

Gambar 4.6 Hasil Simulasi Sosial Cost Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Pada tabel 4.21 serta gambar 4.6 ditampilkan hasil simulasi biaya sosial dari pembangkit listrik tenaga sampah. Dari simulasi tersebut didapatkan bahwa pada tahun awal 2018 pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah biaya investasi yang dibutuhkan mencapai 52,51 Juta U.S. Dollar, selanjutnya pada tahun 2021 diasumsikan adanya penambahan kapasitas daya pembangkit listrik sehingga biaya investasi meningkat menjadi 105,61 Juta U.S. Dollar. Pada tahun akhir simulasi 2025 terjadi penambahan kapasitas daya sehingga biaya investasi meningkat menjadi 173,14 Juta U.S. Dollar. Sehingga total biaya yang dibutuhkan selama periode simulasi mencapai 755,18 Juta U.S Dollar. Sebagai perbandingan biaya yang dibutuhkan untuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) kapasitas 1 MW diperlukan 20 miliar rupiah, sedangkan untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) diperlukan sekitar 10 miliar rupiah per 1 MW menurut Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementrian ESDM (tribunnews.com).

Gambar

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Provinsi Banten Menurut Kabupaten/Kota  Berdasarkan Jenis Kelamin,2015
Tabel 4.4 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2010  Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Banten (miliar rupiah), 2012−2015
Tabel 4.5 PDRB Nilai Konstan Sektor Bisnis
Tabel 4.6 PDRB Nilai Konstan Sektor Industri
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil belajar siswa mengalami kenaikan dari rata-rata nilai 56,9 sebelum dilakukan PTK menjadi 61,3 (setelah perbaikan pembelajaran siklus 1).. Ketuntasan belajar siswa naik dari

Berdasarkan tabel di atas, dari hasil evaluasi pada tindakan siklus I sampai siklus III yang telah dilakukan mengalami peningkatan nilai rata-rata sebesar

pertengkaran dalam rumah tangga sehingga memunculkan apa yang disebut dengan disorganisasi keluarga (kekacauan dalam keluarga). Disorganisasi keluarga dapat diartikan sebagai

Untuk menghitung perkiraan konsumsi energi listrik sektor rumah tangga di peroleh dengan melakukan regresi data historis konsumsi energi listrik sektor rumah tangga Propinsi

Gambut Rawa Pening mengalami penurunan kadar paling tinggi dengan persentase penurunan hampir mencapai 100 % pada semua jenis unsur hara, sedangkan komposisi kandungan unsur hara

Nilai rata –rata kelas sudah sesuai dengan Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM), namun demikian masih ada 5 anak yang belum mencapai SKBM. Selama

Maka data tersebut akan dijadikan data testing, kemudian akan dibuat pohon keputusan untuk mempediksi rendah atau tidak nya penggunaan listrik rumah tangga berdasarkan

Selain kemampuan berpikir kritis yang meningkat, hasil belajar siswa yang diperoleh dari setiap evaluasi pun mengalami peningkatan, mulai dari kondisi awal dengan