• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON ANOA GUNUNG (Bubalus quarlesi) TERHADAP MANIPULASI PAKAN PADA KONDISI PRABUDIDAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESPON ANOA GUNUNG (Bubalus quarlesi) TERHADAP MANIPULASI PAKAN PADA KONDISI PRABUDIDAYA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

J. Agroland 15 (3) : 241 - 250, September 2008 ISSN : 0854 – 641X

RESPON ANOA GUNUNG (

Bubalus quarlesi

) TERHADAP MANIPULASI

PAKAN PADA KONDISI PRABUDIDAYA

Montainous Anoa (Bubalus Quarlesi) Responses On Feed Manipulation Under Domestication Condition

Moh. Basri1)

1)

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Jl. Soekarno-Hatta Km 5 Palu 94118, Sulawesi Tengah Telp./Fax : 0451-429738, E-mail: muhamadbasri@yahoo.com

ABSTRACT

In Indonesia, meat supply is much less than the demand. The national meat production in 2006 was 2.070.234 t year-1 (DJP 2006) whereas the demand for meat was 2,957,477 t year -1. In Central Sulawesi forest, anoa has been utilized by the people around the forest as an alternative animal meat to meet their demand for meat. A mountainous anoa has an average body weight of 40 kg and fresh feed intake of 7-10 kg day-1 animal-1. The biological characteristics of anoa allow the anoa to be domesticated easily as a source of meat animal in the areas around the forest. There is a lack of study in the aspect of anoa meat nutrition; as a consequence information on such aspect is limited. Thus, information about anoas response on feed manipulation is necessary. The present experiment was conducted to study the responses of anoas on feed manipulation. The experiment was conducted in Palu, Province of Central Sulawesi. Feeding trials were designed to study the effect of combination of pokae fruits and spinach levels in feed on feed intake, weight gain (WG) and feed efficiency. The treatments were allocated in a 6 x 6 Latin Square design. Analysis of variance and Duncan’s test were applied to analyze the data obtained. Feeding of 5 kg pokae and 1.5 kangkung (R4(5.0/1.5)) diet resulted in the

highest intake dry matter, crude protein, Ca, P ,crude fiber, and weight gain of 1.29 kg, 0.60 kg TDN, 0.17 kg, 0.0124 kg and 0.0103 kg, 0.46 kg and 0.516 kg day-1 animal-1, and feed efficiency of 4.3%.

Keywords : Anoa response, feed manipulation. PENDAHULUAN

Kebutuhan pasokan daging nasional masih perlu ditingkatkan. Sampai tahun 2006

baru mencapai 2.070.234 ton/tahun (DJP, 2006). Padahal kebutuhan daging

mencapai 2.957.477 ton/tahun. Di Sulawesi Tengah, anoa banyak diburu masyarakat sekitar hutan untuk diambil daging dan dikonsumsi. Anoa hasil buruan yang baru ditangkap di hutan, ada yang langsung

dipotong untuk dikonsumsi dagingnya. Ada pula anoa dibesarkan oleh masyarakat

sekedar hobi. Bila tidak ada upaya pengembalian anoa ke alam, anoa akan punah.

Anoa punya potensi untuk dibudidayakan. Bila anoa berhasil dibudidayakan, akan dapat menambah pasokan daging nasional dan mempertahankan kelestarian anoa di alam.

Aspek nutrien berorientasi budidaya anoa, belum banyak penelitian dilakukan sehingga informasi yang diketahui sangat terbatas, terutama pada anoa yang baru diambil dari hutan dan dibesarkan masyarakat di pemukiman. Penelitian terakhir baru terbatas pada anoa yang dibesarkan di kebun binatang, berkaitan studi laju aliran ingesta, konsumsi dan dayacerna nutrien anoa (Miyamoto et al., 2005). Penelitian lain baru terbatas pada taraf analisis komposisi kimia pakan di kawasan

(2)

hutan Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah (Pujaningsih, 2006) dan di kawasan hutan Kalobo Tanjung Peropa Sulawesi Tenggara (Mustari, 2003).

Ditinjau dari aspek pakan, adakah gambaran bahwa anoa dapat dibudidayakan. Berkaitan dengan hal tersebut, unsur-unsur budidaya anoa dari aspek pakan perlu dicari informasinya. Informasi tersebut meliputi konsumsi pakan, pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan pakan. Informasi ini belum banyak diketahui dan sangat diperlukan. Karena itu telah dilakukan penelitian respon anoa terhadap manipulai pakan berupa variasi tingkat pemberian pakan. Penelitian bertujuan menganalisis konsumsi bahan kering, energi (TDN), protein, Ca, P, serat kasar, pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan pakan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian telah dilaksanakan di Palu selama delapan bulan, dari bulan Agustus 2005 sampai dengan bulan Maret 2006, tepatnya di desa Pombewe, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Lokasi ini merupakan daerah tepi hutan dan merupakan tempat bermukim penduduk lokal. Air bersumber dari sungai dan pakan anoa yang tersedia, membuat daerah ini dapat menunjang usaha pemeliharaan anoa. Daerah ini terlindungi dari sengatan panas matahari, sehingga anoa yang dibesarkan tidak mudah stres karena cekaman panas.

Dalam penelitian ini dipelajari atau dikaji respon anoa terhadap manipulasi pakan berupa variasi tingkat pemberian pakan. Karena itu dilakukan analisis konsumsi bahan kering, energi (TDN), protein, Ca, P, serat kasar, pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan pakan melalui percobaan pemberian pakan (feeding trial). Materi yang digunakan adalah 6 ekor anoa dan 6 jenis pakan berupa buah pokae (Ficus vasculosa

Rump), pucuk/daun pakis (Scleria purpurescens), pucuk beringin (Ficus sp.), rumput kolonjono (Brachiaria mutica), kangkung (Ipomea aquatica Fordk) dan tanaman jagung (Zay mays). Setiap jenis pakan dicacah sepanjang 3-4 cm, kecuali pokae dan kangkung yang yang tidak dicacah.

Percobaan dirancang menggunakan rancangan bujur sangkar latin 6x6, yaitu 6 ekor anoa sebagai kolom, 6 periode pengamatan sebagai baris dan 6 macam ransum sebagai perlakuan. Enam ransum yang dicobakan berupa kombinasi buah pokae dan kangkung yaitu tingkat buah pokae 2,5 dan 5,0 kg dan tingkat kangkung 1,5, 2,0 dan 2,5 kg (Tabel 1).

Kangkung diberikan satu jam setelah buah pokae habis dikonsumsi anoa, dan waktu pemberian kedua pakan tersebut dilakukan pada jam 08.00 - 10.00. Begitu juga setelah kangkung habis dikonsumsi anoa, dilanjutkan dengan pemberian daun jagung, pucuk/daun pakis, pucuk beringin dan rumput kolonjono, dan pemberiannya dilakukan dengan cara dicampur. Waktu Tabel 1. Komposisi Buah Pokae dan Kangkung dalam Enam Ransum Percobaan yang Dikonsumsi Anoa Jenis Pakan* Ransum Perlakuan (kg segar/hari/ekor) R1 R2 R3 R4 R5 R6 Pokae 2.5 2.5 2.5 5.0 5.0 5.0 Kangkung 1.5 2.0 2.5 1.5 2.0 2.5 Jagung 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 Pakis 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 Beringin 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 Rumpu kolonjono 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 Total pakan 7.0 7.5 8.0 9.5 10 10.5

Ket:*) Setiap jenis pakan yang diberikan dicacah sepanjang 3-4 cm, kecuali buah pokae dan sayur kangkung yang tidak dicacah.

(3)

pemberiannya sebagian diberikan pada jam 11.00 dan sisanya diberi pada jam 17.00.

Penelitian ini berlangsung selama 126 hari yang dibagi menjadi 6 periode dan setiap periode 21 hari, 14 hari masa pendahuluan dan 7 hari masa koleksi data. Data konsumsi segar dikonversi ke konsumsi bahan kering (kg/hari/ekor), selanjutnya dihitung konsumsi

total digestible nutrients (TDN), protein, Ca, P dan serat kasar. Data PBB juga di hitung dalam kg/hari/ekor. Penimbangan berat badan dilakukan pada hari terakhir setiap periode menggunakan timbangan dengan sensitivitas 50 g berkapasitas 110 kg. Anoa ditimbang dengan cara dimasukkan ke dalam karung goni kemudian dikaitkan pada pancing timbangan dan diukur berat badannya (Gambar 1). Semua data dianalisis menggunakan analisis ragam dan uji lanjut Duncan menggunakan prosedur General Linear Models Procedure (Mattjik dan Sumertajaya, 2002).

Kandang individu dibuat dari papan berukuran luas 2.5 x 3.0 m2 dan tinggi 2 m dari permukaan tanah. Kandang sengaja dibuat

tinggi bertujuan agar anoa tidak melompat keluar kandang dan terhindar dari gangguan anjing-anjing pemburu yang berkeliaran di sekitar lokasi penelitian. Dinding kandang bagian bawah ditutup rapat dengan papan setinggi 50 cm dan pada bagian atas tidak dirapatkan untuk memudahkan pengaturan dalam pemberian pakan ke dalam kandang dan pengamatan tingkah laku. Bak pakan berukuran 50 x 35 x 25 cm, terbuat dari papan yang dilekatkan pada dinding kandang bagian dalam. Bak pakan dipasang setinggi 25 cm dari permukaan tanah yang letaknya disesuaikan dengan tinggi anoa. Tiang kandang untuk melekatkan papan terdiri dari pohon jati umur 1.5 tahun dengan jarak tanam 2.5 x 3.0 m dan memanjang 18 m ke arah Selatan, dan menyediakan 6 buah kandang individu. Pohon jati tidak hanya berfungsi sebagai tiang kandang tetapi juga sebagai tanaman pelindung dari terik matahari dan hujan sehingga suasana sejuk di dalam kandang tetap dipertahankan seperti di habitat aslinya.

Di dalam kandang dialirkan air jernih dari pegunungan. Air memasuki lokasi kandang dari depan kandang mengalir ke arah belakang. Air diperlukan untuk memenuhi kebutuhan minum anoa dan berkubangnya. Saluran air di dalam kandang juga berfungsi sebagai tempat pembuangan feases dan urine. Saluran air di dalam kandang dibuat curam mengarah melewati belakang kandang sehingga semua kotoran dalam kandang terbawa hanyut bersama air keluar kandang pada saat pembersihan kandang. Desain perkandangan diperlihatkan pada Gambar 2. Gambar 1. Penimbangan Berat Badan Anoa

Tampak depan Tampak belakang Tampak dalam

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Target produksi yang diinginkan pada hewan budidaya dapat dicapai dengan memanipulasi ransum yang dikonsumsi. Informasi yang berkaitan dengan respon anoa yang mengkonsumsi ransum yang dimanipulasi sangat penting diketahui jika anoa sebagai satwa liar ditujukan untuk target produksi seperti daging. Penggunaan setiap jenis pakan dalam ransum hewan budidaya

tanpa disertai penggunaan jenis pakan lain dengan proporsi yang sesuai dapat

berpengaruh pada penurunan konsumsi nutrien dan diikuti dengan penurunan berat badan. Pada anoa, respon tersebut juga terlihat, bahwa penggunaan 2.0 dan 2.5 kg

kangkung yang dikombinasikan dengan 5.0 kg buah pokae dalam ransum dapat

menurunkan konsumsi ransum yang diikuti dengan penurunan pertumbuhan lebih dari 50%, jika dibandingkan dengan penggunaan 1.5 kg kangkung yang dikombinasikan dengan 5.0 kg pokae. Berikut ini, respon anoa yang mengkonsumsi ransum yang mengandung buah pokae dan kangkung sebagai pakan utama meliputi konsumsi bahan kering,

energi dan nutrien, pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan pakan.

Konsumsi Bahan Kering, Energi dan Nutrien

Konsumsi ransum bahan kering, energi (TDN) dan nutrien anoa akibat efek pemberian pokae dan kangkung dengan tingkat berbeda diperlihatkan pada Tabel 1.

Konsumsi ransum bahan kering, energi (TDN) dan nutrien anoa akibat efek pemberian pokae dan kangkung dengan tingkat berbeda (Tabel 1) menunjukkan bahwa pemberian pokae dan kangkung yang berbeda dalam setiap ransum memberikan efek yang berbeda (P<0.01) terhadap konsumsi bahan kering, TDN, protein, serat kasar, Ca dan P. Ransum R4 yang paling

banyak dikonsumsi anoa mengandung pokae dan kangkung dengan rasio 5.0/1.5 kg, sekaligus memberikan konsumsi tertinggi bahan kering, TDN, protein, serat kasar, Ca dan P. Sedangkan ransum R6 yang paling

sedikit dikonsumsi anoa mengandung pokae dan kangkung dengan rasio 5.0/2.5 kg memberikan konsumsi bahan kering, TDN, protein, serat kasar, Ca dan P terendah.

Tabel 1. Efek Pemberian Pokae dan Kangkung Dalam Ransum Anoa Terhadap Konsumsi Rata-Rata Bahan Kering (BK), TDN, Protein, Ca, P dan Serat Kasar.

Ransum Perlakuan

Konsumsi (kg/ hari/ekor)

BK Energi Nutrien

TDN Protein Ca P Serat Kasar

R1 (2.5/1.5) 1 1.17b±0.13 0.53ab±0.06 0.16ab±0.02 0.011b±0.001 0.010a±0.001 0.39b ±0.05 R2 (2.5/2.0) 1.14 b ±0.11 0.52b ±0.05 0.16ab±0.02 0.010bc±0.001 0.009a±0.001 0.37bc±0.04 R3(2.5/2.5) 1.13 b ±0.19 0.52b±0.09 0.16ab±0.04 0.010bc±0.030 0.009a±0.040 0.36cd±0.04 R4(5.0/1.5) 1.29 a ±0.14 0.60a±0.06 0.17a±0.02 0.012a ±0.002 0.010a±0.001 0.46a±0.06 R5(5.0/2.0) 1.05 c ±0.09 0.46c±0.04 0.14bc±0.01 0.010cd±0.001 0.008b±0.001 0.37cd±0.03 R6(5.0/2.5) 1.00 c ±0.08 0.44c±0.03 0.13c ±0.03 0.010d ±0.001 0.008b±0.001 0.34d±0.03

Ket: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P< 0,01).

1Ransum satu (R

1) mengandung 2.5 kg pokae dan 1.5 kg kangkung atau rasio pokae/kangkung R1=2. 5/1.5

(5)

Penambahan penggunaan buah pokae dari 2.5 menjadi 5.0 kg dalam ransum R3 dan

R4 diikuti dengan peningkatan konsumsi

bahan kering dari 1.13 menjadi 1.29 kg/ ekor/hari (P<0.05). Sebaliknya penambahan penggunaan kangkung dari 1.5 menjadi 2.5 kg dalam ransum R1, R2, R3 diikuti penurunan

konsumsi bahan kering dari 1.17 menjadi 1.13 kg/ekor/hari (P < 0.01) dan dalam ransum R3, R4, R6 konsumsi bahan kering

menurun dari 1.29 menjadi 1.00 kg/ ekor/hari (P<0.05). Penggunaan kangkung yang lebih kecil (1.5 kg) dalam ransum R1 dan R4

memberikan efek konsumsi bahan kering ransum tertinggi yaitu masing-masing 1.00 dan 1.29 kg/ekor/hari.

Hal ini menunjukkan bahwa penambahan jumlah pokae dalam ransum mengakibatkan konsumsi ransum meningkat, sebaliknya bila jumlah kangkung ditingkatkan mengakibatkan konsumsi ransum menurun. Berarti peningkatan konsumsi bahan kering lebih cenderung dipengaruhi oleh penggunaan pokae dalam jumlah yang lebih besar (minimal 5 kg) dengan kombinasi kangkung dalam jumlah yang lebih kecil (minimal 1.5 kg). Kemungkinannya pemakaian rasio buah pokae terhadap kangkung (5/1.5) adalah lebih sesuai dibanding dengan rasio lainnya.

Disamping itu, buah pokae bukan saja pakan yang lebih banyak dikonsumsi anoa, tetapi juga merupakan pakan sumber protein kedua (12.66%) setelah kangkung (30.46%) dari 6 jenis pakan yang digunakan, sehingga pokae hanya membutuhkan kombinasi dengan kangkung terbatas. Kangkung bila diberikan dalam jumlah besar tanpa diimbangi dengan makanan pengisi perut yang sesuai maka akan menimbulkan gangguan pecernaan (diare). Pemberian pakan lain yang terlampau banyak terutama kalau tidak atau kurang diberi makanan pengisi perut (bulk) adalah salah satu penyebab terjadinya diare nutrisi pada ruminan (Parakkasi, 1995). Karena itu proporsi pokae dan kangkung dalam ransum anoa perlu diatur, karena bila pakan tidak

diatur proporsinya akan menimbulkan gangguan pencernaan berupa diare yang terus menerus atau chronic diarrhea (Miyamoto et al., 2005).

Selain itu, kangkung sebagai sumber protein utama dengan kandungan air yang sangat tinggi (89.7%) sangat mungkin mendukung tempat tumbuhnya bakteri patogen sehingga kangkung mudah rusak. Lebih lanjut bila kangkung terus dikonsumsi, akan terjadi diare nutrisi dan diikuti infeksi bakteri patogen, seperti dinyatakan oleh Parakkasi (1995) bahwa diare nutrisi (nutritional diarrhea) biasanya segera diikuti infeksi mikroorganisme patogen (Parakkasi, 1995). Kejadian ini mungkin bisa dicegah bila porsi kangkung dalam ransum dibatasi, karena sesuai pernyataan Miyamoto et al. (2005) dan Hummel et al. (2002) bahwa penggunaan buah-buahan dan sayur-sayuran dalam jumlah kecil dapat mengurangi resiko gangguan pencernaan. Disamping itu pemakaian pakan pengisi perut dalam ransum tetap diperlukan. Kangkung sebagai sumber protein mungkin dapat dimanfaatkan lebih optimal (lebih dari 1.5 kg) dengan cara meningkatkan pemakaian pokae lebih dari 5 kg yang setara dengan rasio kombinasi pemakaian pokae dan kangkung (5/1,5 kg). Informasi di atas memberi petunjuk bahwa rasio pakan (buah pokae dan kangkung) yang tidak proporsional dalam ransum akan menurunkan konsumsi bahan kering ransum, karena kesehatan pencernaan terganggu.

Konsumsi TDN rata-rata tertinggi (Tabel 1) terdapat pada anoa yang mengkonsumsi ransum R4 (0.60 kg/ekor/

hari), sedangkan konsumsi TDN pada anoa yang mengkonsumsi ransum lainnya berkisar 0.44-0.53 kg/ekor hari. Ransum R4

mengandung pokae dan kangkung dengan rasio 5/1.5 kg. Rasio ini diduga lebih menguntungkan bagi anoa untuk memenuhi kebutuhan energinya, sehingga konsumsi TDN pada anoa yang mengkonsumsi ransum R4 lebih tinggi dibanding konsumsi TDN

(6)

lainnya. Pakan dalam ransum yang diramu dalam proporsi tertentu akan meningkatkan konsumsi energi (TDN), termasuk pemenuhan asam asetat (C2) dan propionat

(C3) sebagai sumber energi. Sejalan dengan

itu, Jebson (2003) menyatakan bahwa kombinasi pakan dengan proporsi tertentu dapat mempengaruhi rasio asetat dan propionat (C2/C3) sesuai dengan target

produksi yang diinginkan, sehingga rasio kombinasi pokae dan kangkung (5/1.5 kg) pada ransum R4 dengan konsumsi energi tertinggi lebih dimanfaaatkan anoa untuk memenuhi rasio C2/C3 guna mengatur sendiri

kebutuhan energi.

Asetat dan propionat merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dan protein dalam rumen dan sumber energi utama bagi hewan ruminansia (Arora, 1989; Hungate, 1966). Satu penelitian tentang pengaruh acetat dan propionat tersebut untuk merangsang tingkat konsumsi guna tercapainya kebutuhan energi telah dilakukan oleh Dowden dan Jacobson pada tahun 1960, dan mungkin merupakan titik awal dari penelitian lainnya tentang keeratan hubungan antara jumlah C2/C3 dan tingkat konsumsi (Parakkasi,

1995). Asetat dapat merangsang tingkat konsumsi yang lebih besar dengan ransum berkualitas rendah dibanding dengan ransum berkualitas tinggi (Parakkasi, 1995). Propionat dapat merangsang tingkat konsumsi dengan level pemberian yang rendah bila ruminan diberi ransum berkualitas rendah (Parakkasi, 1995).

Konsumsi protein (Tabel 1) rata- rata tertinggi terdapat pada anoa yang

mengkonsumsi ransum R4 (0.17 kg/ekor/hari),

sedang konsumsi protein pada anoa yang mengkonsumsi ransum lainnya berkisar 0.13-0.16 kg/ekor hari. Umumnya pada ternak rumnansia kalau konsumsi energi termanfaatkan dengan baik maka akan berpengaruh pada konsumsi zat makanan lainnya seperti protein, mineral dan vitamin (Reksohadiprodjo, 1988), sehingga konsumsi TDN tertinggi pada anoa

yang mengkonsumsi ransum R4 dapat

memberi efek pada peningkatan konsumsi protein. Sejalan dengan hal tersebut, Parakkasi (1995) juga menyatakan, jika hewan menggunakan bahan makanan yang cukup mengandung protein dan mineral maka semua perhitungan kebutuhan zat makanan hanya diarahkan untuk energi. Nutrien termasuk protein di dalam rumen dirubah mikroorganisme melalui proses fermentasi menjadi asam lemak mudah menguap atau VFA (Volatile Fatty Acid) guna kebutuhan energi untuk pertumbuhannya (Arora, 1989).

Konsumsi Ca dan P (Tabel 1) rata- rata tertinggi terdapat pada anoa yang mengkonsumsi ransum R4 yaitu

masing-masing 0.012 dan 0.010 kg/ekor/hari, sedang konsumsi Ca dan P pada anoa yang mengkonsumsi ransum lainnya masing- masing berkisar 0.01-0.011 kg/ekor hari dan 0.008-0.01 kg/ekor hari. Ransum R4

mengandung pokae dan kangkung dengan rasio 5/1.5 kg. Perhitungan kebutuhan Ca dan P dalam pencernaan hewan ruminansia sama halnya ketika protein dibutuhkan mikroorganisme di dalam rumen hanya diarahkan untuk energi (Arora, 1989; Parakkasi, 1995), sehingga peningkatan konsumsi Ca dan P dipengaruhi konsumsi energi pada anoa yang mengkonsumsi ransum R4.

Konsumsi rata-rata serat kasar tertinggi (Tabel 1) terdapat pada anoa yang mengkonsumsi ransum R4 yaitu 0.46 kg/ekor/hari, sedangkan konsumsi serat kasar pada anoa yang mengkonsumsi ransum lainnya berkisar 0.34-0.39 kg/ekor/hari. Tingkat konsumsi sangat dipengaruhi oleh faktor makanan, dalam hal ini kandungan serat kasar makanan yang dikonsumsi hewan. Kenaikan tingkat konsumsi serat kasar pada anoa yang mengkonsumsi ransum R4 (0.46

kg/hari) adalah lebih cenderung dipengaruhi oleh kebutuhan energi. Serat mempunyai hubungan positif dengan tingkat konsumsi, yaitu kenaikan tingkat serat akan menurunkan tingkat kecernaan, hewan akan mengkonsumsi

(7)

lebih banyak agar dapat memenuhi kebutuhan energi (Parakkasi, 1995).

Efek Pakan Terhadap Pertambahan Berat Badan

Pertambahan berat badan (PBB) rata-rata pada anoa yang mengkonsumsi ransum dengan berbagai tingkat pokae dan kangkung yang berbeda diperlihatkan pada Gambar 3.

Gambar 3 memperlihatkan bahwa perbedaan tingkat pokae dan kangkung dalam ransum memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap pertambahan berat badan. Pertambahan berat badan tertinggi dicapai pada anoa yang mengkonsumsi ransum R4

(0.0516 kg/hari/ekor) dan terendah pada anoa yang mengkonsumsi ransum R6 (0.0214

kg/hari/ekor). Hasil ini karena pada ransum R4, anoa mengkonsumsi energi, protein, Ca

dan P lebih tinggi dibanding anoa yang mengkonsumsi ransum R6. Hal ini

menunjukkan bahwa ada pengaruh konsumsi energi dan nutrien terhadap PBB. Hal tersebut diperjelas dengan peningkatan pertambahan berat badan yang secara bersamaan diikuti dengan peningkatan konsumsi TDN, protein, Ca, P dan serat kasar seperti diilustrasikan pada Gambar 4.

Gambar 4 memperlihatkan bahwa PBB tertinggi dicapai pada anoa yang mengkonsumsi ransum R4 (51.6 g/hari/ekor)

dan secara bersamaan diikuti kenaikan konsumsi TDN sebesar 0.6 kg/hari/ekor, protein 0.17 kg/hari/ekor, Ca 0.0124 kg/hari/ekor, P 0.0103 kg/hari/ekor dan serat kasar 0.458 kg/hari/ekor. Terjadi penurunan PBB lebih dari 50% (dari 51.6 g menjadi 21.4-24.6 g/hari/ekor) jika anoa mengkonsumsi ransum R5 dan ransum R6

yang diikuti penurunan konsumsi TDN, protein, Ca, P dan serat kasar. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa untuk mencapai pertambahan berat badan anoa yang lebih baik (51.6 g/hari/ekor), anoa perlu mengkonsumsi TDN 0.6 kg/hari/ekor, protein 0.17 kg/hari/ekor, Ca 0.0124 kg/hari/ekor, P 0.0103 kg/hari/ekor, dan serat kasar 0.458 kg/hari/ekor. Konsumsi serat kasar diduga masih lebih baik jika diturunkan, karena kadar serat kasar ransum R4 masih terlalu

tinggi yaitu sebesar 33.6% (analisis proksimat ransum). Mungkin pertambahan berat badan akan lebih optimal bila kadar serat kasar ransum diturunkan. Bila kadar serat kasar ransum diturunkan, diperkirakan tingkat konsumsi serat kasar akan lebih baik, sesuai dengan pernyataan Clauss et al. (2003), bahwa konsumsi serat kasar terbaik pada anoa rata-rata sebesar 22.8%. Usaha penurunan kadar serat kasar ransum dapat dilakukan melalui penyediaan dan pemberian pakan yang lebih bervariasi dan rendah kadar serat kasar, terutama yang bersumber dari buah-buahan dan sayur-sayuran.

Bila konsumsi nutrien pada anoa (berat badan sama dengan kambing seberat 40 kg) dibandingkan dengan kebutuhan nutrien kambing fase pertumbuhan untuk 100 g PBB/hari/ekor yaitu TDN 0.648 kg/hari/ekor, protein 0.091 kg/hari/ekor, Ca 3 g/hari/ekor dan P 2.1 g/hari/ekor (NRC, 1981), maka untuk target 100 g PBB/hari/ekor pada anoa konsumsi TDN, protein, Ca dan P kurang efisien. TDN masih dapat dioptimalkan sampai melampaui 0.6 kg/hari/ekor, sehingga diperkirakan anoa lebih banyak

0.0214 (c) 0.0246 (bc) 0.0516 (a) 0.031(bc) 0.0381(abc) 0.0421(ab) R1 R2 R3 R4 R5 R6 Ransum perlakuan PBB (kg/ hari/ ekor)

Gambar 3. Efek tingkat pokae dan kangkung dalam ransum terhadap Pertambahan berat badan anoa

(8)

mengkonsumsi TDN dibanding kambing. Harapan untuk target 100 g PBB/hari pada seekor anoa tergantung optimalisasi pemanfaatan nutrien tersebut, dan umumnya pemanfaatan nutrien dipengaruhi oleh kandungan energi dan serat kasar ransum. Pada ruminansia bila energi telah terpenuhi untuk target produksi tertentu maka kebutuhan protein, mineral dan vitamin dengan sendirinya tercukupi, walaupun dalam kondisi tertentu suplai asam amino mungkin membatasi produksi (Reksohadiprodjo, 1988; Crampton dan Haris, 1968). Pakan yang sukar tercerna karena kandungan serat kasarnya yang tinggi relatif akan banyak dikeluarkan melalui feses (Parakkasi, 1995). Hewan ruminansia yang mengkonsumsi pakan yang mengandung serat kasar tinggi, tidak dapat memanfaatkan energi, protein, mineral dan vitamin secara baik (Reksohadiprodjo, 1988). Pakan yang mengandung serat kasar yang terlalu tinggi dapat menggangu pencernaan nutrien lainnya dan semakin tinggi kandungan serat kasar akan semakin sukar pula pakan itu dicerna dan semakin rendah energi yang dihasilkan (Tillman dkk., 1984).

Pada hewan budidaya seperti sapi, produksi daging dapat diperbaiki dengan cara mensiasati tingkat nutrisi makanannya (FAO, 1978). Dengan demikian pada anoa yang ditargetkan untuk mencapai berat badan yang diinginkan selama selang waktu tertentu dapat diatur makanannya, yaitu dengan cara mensiasati tingkat nutrisi dalam ransum. Pertambahan berat badan anoa yang diperoleh dari hasil penelitian sebesar 51.6 g/hari/ekor adalah masih terlalu rendah untuk disamakan dengan hewan budidaya seperti kambing yang dapat mencapai 100 g/hari/ekor dengan ukuran berat badan yang sama dengan anoa. Diharapkan dengan perbaikan penyediaan pakan melalui manipulasi tingkat energi, protein, Ca, P dan serat kasar yang ideal dalam ransum anoa dapat mencapai target PBB yang lebih optimal.

Efisiensi Penggunaan Pakan

Efisiensi penggunaan pakan diperoleh dengan jalan membandingkan antara pertambahan berat badan dan konsumsi bahan kering ransum. Efisiensi penggunaan pakan yang baik ditentukan dari berapa besar pakan yang dikonsumsi dan dapat memberikan kontribusi terhadap PBB yang terbaik. Efisiensi penggunaan pakan rata-rata pada anoa yang mengkonsumsi ransum dengan kombinasi tingkat pokae dan kangkung yang berbeda diperlihatkan pada Gambar 5.

PBB (kg/hari/ekor) 0.0421 0.0381 0.031 0.0516 0.0246 0.0214 Konsumsi TDN (kg/hari/ekor) 0.53 0.53 0.52 0.6 0.46 0.44 Konsumsi protein (kg/hari/ekor) 0.16 0.16 0.16 0.17 0.14 0.13 Konsumsi Ca (kg/hari/ekor) 0.0107 0.0105 0.0103 0.0124 0.01 0.01 Konsumsi P (kg/hari/ekor) 0.01 0.0099 0.0098 0.0103 0.0084 0.008 Konsumsi SK (kg/hari/ekor) 0.393 0.377 0.366 0.458 0.367 0.344 R1 R2 R3 R4 R5 R6

Gambar 4. PBB, Konsumsi Tdn, Protein, Ca, P dan Serat Kasar Pada Anoa Yang Mengkonsumsi Ransum dengan Tingkat Pokae dan Kangkung.

2.2 ( b) 2.4 ( b) 4.3 ( a) 2.6 ( ab) 3.5 ( ab) 3.8 ( ab) R1 R2 R3 R4 R5 R6

Ransum per lakuan

EPP ( %)

Gambar 5. Efisiensi Penggunaan Pakan Pada Anoa Yang Mengkonsumsi Ransum dengan Kombinasi Tingkat Pokae dan Kangkung Yang Berbeda

(9)

Efisiensi penggunaan pakan pada anoa yang mengkonsumsi ransum dengan kombinasi tingkat pokae dan kangkung yang berbeda (Gambar 12) meperlihatkan bahwa efisiensi penggunaan pakan nyata (P<0.01) dipengaruhi oleh tingkat pokae dan kangkung dalam ransum. Tingkat pokae dan kangkung yang berbeda diantara setiap ransum memberikan pengaruh yang berbeda (P<0.05) terhadap efisiensi penggunaan pakan.

Produk akhir fermentasi nutrien dalam rumen adalah VFA (Arora, 1989; Hungate, 1966). Jadi bahan kering ransum yang dikonsumsi anoa adalah ditujukan guna keperluan pemenuhan energi untuk fungsi hidup pokok dan pertambahan berat badan, sehingga konsumsi bahan kering yang cukup menunjukkan konsumsi energi yang memberikan pengaruh pada efisiensi penggunaan pakan. Penelitian ini menunjukkan bahwa efisiensi penggunaan pakan meningkat pada anoa yang mengkonsumsi ransum R4 (4.3%) dan

mencapai maksimum pada pertambahan berat badan 51.6 g/hari/ekor dengan tingkat konsumsi energi (TDN) sebesar 0.6 kg/hari/ekor. Di bawah angka 4.3% akan terjadi penurunan tingkat konsumsi energi (TDN) sebesar 0.44-0.53 kg/hari/ekor (Gambar 11), dan menyebabkan terjadinya penurunan pertambahan berat badan sebesar 0.021-0.042 kg/hari/ekor (Gambar 10), akibat lebih lanjut efisiensi penggunaan pakan menurun. Hal ini sejalan dengan pernyataan Parakkasi (1995), bahwa tingkat energi optimum adalah yang dapat meningkatkan pertambahan berat badan dengan efisiensi penggunaan pakan maksimum.

KESIMPULAN

1. Anoa sebagai ruminansia intermediate browser/grazer yang mengkonsumsi lebih banyak buah dan pucuk/daun muda dibanding rumput. Hal ini menunjukkan bahwa pola konsumsi nutrien pada anoa lebih mendahulukan pemenuhan keperluan energi. Hal ini memberi implikasi pada penyediaan ransum yang mampu mensuplai energi dengan segera. Pakan tersebut dapat berupa jenis buah, pucuk, sayur dan rumput.

2. Kecukupan energi dalam ransum lebih didahulukan anoa, terindikasi oleh konsumsi buah dan sayur lebih banyak dibanding rumput. Pakan tersebut memberikan pengaruh terbaik terhadap pemenuhan kecukupan (konsumsi) TDN, protein, serat kasar, Ca, P, pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan pakan.

3. Pemberian pokae dan kangkung yang berbeda dalam setiap ransum memberikan efek yang berbeda (P<0.01) terhadap konsumsi bahan kering, TDN, protein, serat kasar, Ca, P dan serat kasar serta pertambahan berat badan (PBB) dan efisiensi penggunaan pakan (EPP). Ransum R4 dengan komposisi 5.0 kg buah

pokae dan 1.5 kg sayur kangkung memberikan pengaruh tertinggi (P<0.01) terhadap konsumsi bahan kering (1.29±0.14 kg/hari/ekor), TDN (0.60±0.06 kg/hari/ekor), protein kasar (0.17±0.02 kg/ hari/ekor), Ca (0.012±0.002 kg/hari/ekor), P (0.010±0.001 kg/hari/ekor) dan serat kasar (0.46±0.06 kg/hari/ekor) serta PBB (0.0516 kg/hari/ekor) dan EPP (4.3%).

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Arora, S.P. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Yogyakarta: Gadjah Mada Univ Pr.

Clauss, M., E. Kienzle and J.M. Hatt. 2003. Feeding Practice in Captive Wild Ruminants: peculiarities in the nutrition of browsers/concentrate selectors and intermediate feeders. Di dalam: Fidgett, A., M. Clauss, Ganslober, J.M. Hatt and Nijboer, editor. Ed. 4th. Zoo Anim Nutr 2:27-33.

Crampton, E.W and L.E. Haris. 1968. Apllied Animal Nutrition. San Francisco: WH Freman.

[DJP] Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. Statistik Peternakan 2006. Jakarta: Arena Seni.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 1978. A strategy for cattle production in the tropics, by Preston TR. Di dalam: Ruminant Nutrition: Selected Articles From The World Animal Review. Volume ke 12. Roma: FAO.

Hungate, R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes. New York: Academic pr.

Jebson, M. 2003. Physiological Parameters of the Rumen. [Wellington]: ASB House The Terrace.

Matjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor: IPB Pr.

Miyamoto, K.F, M. Clauss, S. Ortmann and A.W. Sainsbury. 2005. Nutrition of captive lowland anoa (Bubalus depressicornis): A study on ingesta passage, intake, digestibility, and a diet survey. Zoo Biology 24:125-134

Mustari, A.H. 2003. Ecology and conservation of lowland anoa (Bubalus depressicornis) in Sulawesi, Indonesia. Doctor of Philosophy [thesis]. Australia: Univ of New England.

[NRC] National Research Council. 1981. Nutrient requirements of goats: Nutrient Requirements of Domestic Animals. Volume ke-15. Washington D.C: National Academy Pr.

Pujiningsih, R.I. 2006. Identification of Natural Feed of Anoa (Bubalus sp.) in Advance of Wildlife Conservatian [thesis]. Indonesia: Departement of Animal Nutrition and Feed Science, Fac. of Animal Husbandry, Dipinegoro Univ.

Reksohadiprodjo, S. 1988. Pakan Ternak Gembala. Yogyakarta: BPFE.

Tillman, D.A, H. Hartadi, S. Prawiro dan L. Soekodjo. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Gadjah Mada Univ Pr.

anoa, 241, 242, 243, 1, 2, 246, 247, 248, 249, 250

(11)

Gambar

Tabel 1. Komposisi Buah Pokae dan  Kangkung dalam  Enam  Ransum  Percobaan  yang  Dikonsumsi  Anoa  Jenis Pakan*  Ransum Perlakuan (kg segar/hari/ekor)  R1     R2     R3     R4    R5     R6  Pokae    2.5     2.5    2.5    5.0     5.0     5.0  Kangkung  1.5
Gambar 2  Desain Kandang Penelitian
Tabel  1.  Efek  Pemberian  Pokae  dan  Kangkung  Dalam  Ransum  Anoa  Terhadap  Konsumsi  Rata-Rata  Bahan Kering (BK), TDN, Protein, Ca, P dan Serat Kasar
Gambar  3  memperlihatkan  bahwa  perbedaan tingkat pokae dan kangkung dalam  ransum memberikan pengaruh nyata (P&lt;0.05)  terhadap  pertambahan  berat  badan
+2

Referensi

Dokumen terkait

1 PERSAMAAN DAN FUNGSI EKSPONEN SERTA LOGARITMAC. SOAL LATIHAN

Mengetahui lahan parkir yang digunakan pada ruas Jalan

This research used a descriptive method, it aims to find out the ability of the first year students of SMA Negeri 1 Sungguminasa Gowa in using Elliptical Sentences

Zobj = Jarak antara titik tengah kedua kamera dengan objek β 1,2 : Sudut pandang kamera ke objek terhadap garis normal. Agar menghasilkan korelasi yang baik, maka perlu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pertumbuhan penjualan dalam meningkatkan laba pada Perum Perumnas Regional I Medan, dua variabel

Terlihat bahwa sebagian besar ibu hamil memiliki status tidak bekerja (sebagai ibu rumahtangga saja), tidak tamat SMP, berdomisili di kawasan Jawa-Bali dan di

Pada penelitian yang melibatkan 20 wanita hamil normal dan 30 wanita dengan abortus iminens pada usia kehamilan 6-24 minggu ini, didapatkan bahwa kadar PIBF

Hasil penelitian diperoleh bahwa umur ibu merupakan faktor risiko hipertensi dengan nilai OR = 2,566, status bekerja ibu merupakan faktor risiko hipertensi dengan nilai OR =