• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Komunikasi untuk Mempertahankan Hubungan Berpacaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Proses Komunikasi untuk Mempertahankan Hubungan Berpacaran"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada fase usia dewasa muda, individu mulai merasakan jatuh cinta dan terlibat dalam hubungan romantis (romantical relationship) dengan lawan jenis. Hubungan romantis yang biasa dikenal dengan istilah pacaran telah menjadi suatu hal yang lazim dilakukan oleh berbagai kalangan. Maka tak heran jika sekarang banyak individu yang menjalin hubungan berpacaran. Lazimnya, hubungan berpacaran yang dilandasi oleh rasa saling menyayangi dan komitmen ini merupakan suatu hal yang positif untuk membangun intimate antar individu sebelum menuju ke jenjang pernikahan. Namun, tak jarang pula mereka yang menjalin hubungan berpacaran, justru tidak memelihara dan mengelola hubungannya dengan baik sehingga rawan untuk menimbulkan konflik yang akhirnya dapat berujung pada pemutusan hubungan. Pengenalan sikap satu sama lain juga diperlukan dalam suatu hubungan, dimana adaptasi tersebut dapat dilakukan melalui prose komunikasi ke arah yang lebih intim. Terkadang, setiap pasangan masih belum mementingkan proses pendekatan tersebut hingga mengakibatkan tidak saling memahami satu sama lain yang berujung pada konflik. Dinamika dalam hubungan berpacaran dapat berubah – ubah, terkadang pasangan selalu dipenuhi kebahagiaan dan jarang mengalami konflik, namun terkadang juga muncul persoalan – persoalan yang membuat antar individu mengalami perselisihan. Konflik yang biasanya muncul dalam hubungan berpacaran biasanya masalah kepercayaan, waktu, kesetiaan, perbedaan pendapat hingga muncul ketidakcocokan sikap satu sama lain.

(2)

Seperti kisah cinta yang ditulis oleh Sylvia Dewi melalui vemale.com yang diakses pada tanggal 2 Agustus pukul 20.35 WIB. Ia menjalani Long Distance Relationship (LDR) dengan kekasihnya selama 7 tahun. Hubungan ldr ini dialami oleh mereka setelah memasuki tahun ketiga mereka bepacaran. Sylvia mengaku bahwa menjalin hubungan LDR butuh perjuangan yang besar dan ia merasa berat saat menjalaninya. Hal – hal yang menyedihkan bagi Sylvia adalah ketika ia merasa rindu dengan kekasihnya, ia hanya dapat berkomunikasi melalui gadget. Tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan mereka terkadang terjadi perselisihan atau konflik. Konflik yang biasa terjadi yaitu masalah perbedaan pendapat yang membuat mereka harus berdebat. Namun, cara mereka untuk menyelesaikan perselisihan tersebut ditempuh dengan cara berdiskusi dan menggunakan kepala dingin. Cara lain yang digunakan yaitu dengan menurunkan ego dari diri masing – masing, dengan tujuan agar permasalahan tersebut tidak berlarut – larut, sehingga keesokan harinya mereka sudah melupakan masalah yang mereka perdebatkan dan kembali berkomunikasi seperti biasa. Hubungan LDR ini sangat dijaga oleh Sylvia dan pasangannya. Keduanya saling mendukung untuk menuju ke jenjang yang lebih serius. Oleh karena itu, mereka melakukan pengelolaan hubungan dengan tepat. Ketika terjadi perselisihan atau konflik, mereka menyelesaikannya dengan menggunakan kepala dingin dalam kondisi hati dan pikiran yang tenang.

Hubungan berpacaran merupakan salah satu bentuk dari intimate relationship dimana antar individu saling berkomitmen dan saling sepakat untuk mengenal lebih dekat dengan pasangannya. Hubungan berpacaran lazimnya melakukan tahap – tahap pendekatan yaitu kontak, keterlibatan, keakraban, perusakan, hingga pemutusan hubungan (DeVito, 2010 : 254). Sejak berlangsungnya kontak, antar individu saling berkenalan satu sama lain dan jika terdapat ketertarikan diantara mereka, maka akan berlanjut pada tahapan kedua yaitu keterlibatan. Keterlibatan merupakan tahap dimana individu melakukan pengenalan yang lebih jauh. Jika tahapan ini diinginkan kedua belah pihak untuk dilanjutkan, maka akan berlangsung keakraban, dimana mereka akan membentuk keintiman sehingga antar individu saling mengungkapkan diri dan sepakat

(3)

untuk berkomitmen. Pada tahap ini, sangat dimungkinkan terjadinya konflik yang berakibat pada perusakan hubungan hingga pemutusan hubungan. Tidak jarang perselisihan atau konflik yang terjadi disebabkan oleh ketidakcocokan sikap antar satu sama lain.Seperti munculnya sikap posesif yang membuat pasangan tidak nyaman karena terdapat rasa khawatir yang terlalu tinggi hingga merasa terkekang.

“mulai dari aku selalu dipantau kalau pergi, aku enggak boleh jalan bareng teman kalau ada anak-anak cowoknya, dan dia selalu marah enggak jelas ketika mergokin aku lagi ngobrol dengan teman cowok. Aku pun jadi jauh dari teman-temanku. Puncaknya ketika dia mulai pakai akun medsosnya buat maki-maki aku karena cemburu. Akhirnya aku putusin karena dia udah bikin aku enggak nyaman” (Ayu, 18 tahun)

(http://cewekbanget.grid.id/posesif-bukan-tanda-cinta-baca-pengakuan-cewek-yang-pernah-jadi-korban-pacarnya-yang-posesif?page=2)

Diakses pada tanggal 2 Agustus pukul 21.00 WIB.

Contoh kasus di atas menggambarkan bahwa adanya sikap posesif pada hubungan berpacaran tidak menjamin hubungan tersebut dapat berjalan dengan harmonis. Sikap posesif merupakan pemicu konflik dalam hubungan tersebut. Penyelesaian konflik yang dilakukan yaitu dengan melakukan pemutusan hubungan sehingga terlihat bahwa individu tersebut tidak mempertahankan hubungannya.

Dalam hubungan berpacaran terdapat beberapa fase dimana ada saatnya pasangan menjadi lebih dekat satu sama lain, namun ada kalanya juga pasangan mengalami perselisihan yang apabila hubungan tersebut tidak dapat diperbaiki akan berakibat pada berkurangnya keintiman hingga dimungkinkan terjadi pemutusan hubungan. Pada kenyataannya, saat ini banyak pasangan yang menjalin hubungan berpacaran namun tidak mengutamakan kualitas hubungan dengan melakukan pemeliharaan hubungan dengan

(4)

baik dan tepat. Pemeliharaan hubungan dalam berpacaran memang sangat diperlukan, dimana pemeliharaan tersebut merupakan perilaku yang ditunjukkan untuk menjamin hubungan dapat terjalin dengan baik. Seperti yang dibahas dalam teori pemeliharaan hubungan (relational maintenance theory) yang dikemukakan oleh Laura Stanford dan Canary (Littlejohn and Foss, 2009: 151-152) bahwa hubungan berpacaran haruslah dijaga dalam keadaan stabil sehingga dapat mencegah hubungan tersebut dari penurunan hubungan.

Pada dasarnya hubungan berpacaran memiliki arti penting dan fungsi positif bagi setiap individu. Tujuan utama seseorang membina suatu hubungan dengan manusia lain yaitu untuk memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan penderitaan (DeVito, 1997 : 246). Namun, pada kenyataannya seperti pada kasus – kasus yang telah diuraikan terdahulu menunjukkan bahwa setiap pasangan yang berpacaran memiliki konflik dan permasalahan yang berbeda – beda. Tentu saja dengan kondisi seperti itu, cara mereka untuk mempertahankan hubungan dan memeliharanya juga berbeda. Dalam hal ini pemeliharaan hubungan merupakan suatu perilaku yang ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hubungan melalui penguatan, perbaikan, dan pemulihan kembali. Pemeliharaan hubungan mengacu pada keberlangsungan atau eksistensi hubungan, terjaganya hubungan dalam level yang stabil atau memuaskan, dan perbaikan hubungan (Dindia & Canary dalam Kusumowardhani, 2013 : 10). Artinya, hubungan yang dapat dipelihara dengan baik oleh mereka yang terlibat akan mengarah pada kualitas hubungan, kepuasan, serta kenyamanan bagi individu yang menjalin hubungan berpacaran.

(5)

1.2 Perumusan Masalah

Pada dasarnya hubungan berpacaran merupakan bentuk hubungan intim yang dijalin oleh berbagai kalangan masyarakat untuk belajar saling mengenal dan saling mengerti karakter satu sama lain. Segala hal yang ada dalam hubungan berpacaran acapkali menimbulkan konflik serta perselisihan. Ketika terjadi ketidaksesuaian pada masing – masing individu, maka kondisi tersebut rentan terjadi konflik. Namun setiap pasangan tentu memiliki cara yang berbeda – beda untuk mengelola konflik yang terjadi, sehingga cara setiap pasangan untuk mempertahankan hubungan yang mereka jalani juga berbeda – beda.

Berangkat dari hal tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimana proses komunikasi yang dilakukan untuk mempertahankan hubungan berpacaran pada mereka yang menjalaninya.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses komunikasi yang dilakukan setiap pasangan yang menjalin hubungan pacaran untuk mempertahankan hubungan mereka.

1.4 Signifikansi Penelitian

1.4.1 Signifikansi Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu komunikasi yaitu dengan menggunakan teori relational maintenance.

1.4.2 Signifikansi Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi dan menambah pengetahuan pada pasangan – pasangan yang menjalin hubungan

(6)

berpacaran untuk memahami proses komunikasi untuk mempertahankan hubungan mereka.

1.4.3 Signifikansi Sosial

Secara sosial hasil penelitian ini dijadikan sebagai referensi mengenai proses komunikasi untuk mempertahankan hubungan berpacaran.

1.5 Kerangka Teori

1.5.1 Paradigma Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma interpretif yang mengkaji pengalaman – pengalaman subjektif mengenai manusia yang berhubungan dengan sesamanya serta memahami dan menggambarkan tindakan – tindakan sosial secara alamiah dengan adanya fenomena yang terjadi dalam kehidupan.

1.5.2 State of The Art

1. Strategi Komunikasi Antarpribadi untuk Mempertahankan Hubungan Pacaran Pasca Tindak Kekerasan.

Disusun oleh Listia Aulia Nurhasanah (2013). Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang strategi komunikasi antarpribadi untuk mempertahankan hubungan pacaran pasca terjadinya tindak kekerasan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, dengan pendekatan penelitian fenomenologi dan paradigma interpretif untuk membantu menafsirkan dan memahami sikap. Teori yang digunakan yaitu Dating Violence Theory, Teori Komunikasi Antarpribadi, Teori Pemeliharaan Hubungan (relational maintenance theory),

(7)

Social Exchange Theory, dan Attraction Theory. Penelitian ini menggunakan metode wawancara dengan enam orang (tiga pasangan berpacaran) yang terdiri dari pasangan yang menjalin hubungan selama 1 tahun, pasangan yang menjalin hubungan 2 tahun, dan pasangan yang menjalin hubungan 6 tahun.

Hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa ketiga pasangan telah mengalami kekerasan baik secara psikis, fisik dan seksual. Namun dari ketiga pasangan yang dijadikan informan, tidak semuanya sadar pada saat melakukan atau menjadi korban dari kekerasan psikis yang terjadi dalam hubungan mereka. Baik wanita dan pria dalam penelitian ini adalah pelaku atau korban kekerasan fisik dan psikis dalam pacaran. Namun, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya para wanita yang pernah merasa mendapatkan tindakan kekerasan seksual dari pasangannya, yaitu ketika merasa dipaksa untuk menanggapi hasrat seksual dari pasangannya. Mereka mengaku terus melakukannya karena merasa berkewajiban memuaskan hasrat seksual pasangannya.

2. Pengelolaan Hubungan Romantis Jarak Jauh: Studi Penetrasi Sosial Pasangan Yang Terpisah Jarak Geografis.

Disusun oleh Girly Kurniati (2015). Jurnal Komunikasi Indonesia. Vol IV Nomor 1.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses individu membangun relasi interpersonal dan bagaimana mereka mengelola hubungan jarak jauh dengan pasangannya. Untuk mengetahui proses pengembangan dan

(8)

pengelolaan hubungan, teori yang digunakan yaitu Teori Penetrasi Sosial yang dikemukakan oleh Altman dan Taylor serta Tahapan Hubungan Antarpribadi yang dikemukakan oleh DeVito. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode kualitatif dengan paradigma post positivis. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan melakukan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap ketiga pasangan yang menjalin hubungan berpacaran jarak jauh (long distance relationship). Melalui wawancara mendalam, peneliti dapat memperoleh pernyataan langsung dari narasumber mengenai pengalaman, opini, perasaan, serta pengetahuan yang dimiliki oleh narasumber. Hasil penelitian ini bahwa tahapan perkembangan hubungan antarpribadi tidak bersifat linier karena dimungkinkan terjadinya lompatan maupun kemunduran dalam hubungan tersebut. Pergerakan antar tahap sangat dipengaruhi oleh keterbukaan individu terhadap pasangannya dan juga kemampuan mereka dalam mengelola konflik antarpribadi.

3. Relationship Maintenance dalam Commited Romantic Relationship Pasangan Suami Istri yang Menjalin Commuter Marriage

Disusun oleh Gabriella Miapistia Muliadi (2017). Jurnal E – Komunikasi. Universitas Kristen Petra. Vol. 5 Nomor 1.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui relationship maintenance yang dilakukan oleh pasangan suami istri yang sedang menjalani commuter marriage. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, jenis penelitian deskriptif, dengan metode penelitian studi kasus. Teori yang digunakan adalah relational maintenance yang membahas lima aspek yaitu positif, keterbukaan, kepastian, jaringan sosial, dan berbagi tugas. Commited Romantic

(9)

Relationship dibagi menjadi tiga dimensi besar yaitu gairah, komitmen, dan keintiman. Adapun Commuter Marriage terjadi karena faktor ekonomi, faktor pekerjaan, dan faktor pendidikan. Hasil penelitian ini menunjukkan empat temuan, yaitu sikap positif memupuk hubungan jangka panjang, keterbukaan untuk memperkuat kepercayaan dan meminimalisir konflik, kepastian mempengaruhi tujuan akhir berhubungan, dan terakhir peran pasangan dalam berbagi tugas.

Penelitian terdahulu yang sudah dilakukan yaitu mengacu pada pemeliharaan hubungan untuk mempertahankan hubungan yang dilakukan pada pasangan yang menjalin hubungan berpacaran jarak jauh, pada pasangan yang mengalami kekerasan berpacaran, serta pada pasangan suami istri yang menjalin hubungan pada commuter marriage. Sedangkan pada penelitian yang akan saya lakukan ini mengacu pada pasangan remaja yang berpacaran namun tidak dalam hubungan jarak jauh dan juga tidak mengalami kekerasan dalam menjalin hubungan tersebut. Teori yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu relational maintenance theory yang membahas bagaimana agar pasangan yang berpacaran dapat memelihara hubungan mereka dengan baik sehingga mampu mempertahankan hubungannya walaupun terjadi konflik. Selain itu penelitian ini juga akan menggunakan an attribution conflict theory yang membahas mengenai resolusi yang dapat dilakukan untuk mengelola konflik dalam hubungan berpacaran.

1.5.3 Hubungan Berpacaran (Romantical Relationship)

Hubungan berpacaran (romantical relationship) merupakan salah satu bentuk dari komunikasi antarpribadi yang terbina melalui proses perkenalan antar individu hingga memutuskan untuk melanjutkan ke hubungan yang lebih intim (intimate relationship). Miller, Rowland & Perlman, Daniel (2008) dalam Liliweri (2015 : 352) menjelaskan bahwa individu yang terlibat dalam intimate

(10)

relationship akan memiliki keinginan untuk lebih puas dalam suatu hubungan karena terdapat rasa mencintai serta hubungan tersebut dimungkinkan terbentuk karena ada ketertarika fisik, perasaan romantik, dukungan emosional, dan personal. Untuk mempertahankan hubungan tersebut dalam waktu yang lama membutuhkan suatu perkembangan kesadaran emosional dan antarpersonal.

Menurut Ikhsan (2003) dalam Ardhianita dan Andayani (2015 : 103) menjelaskan pandangannya mengenai hubungan berpacaran yang merupakan sebuah ikatan perjanjian untuk saling mencintai, percaya mempercayai, saling menghormati sebagai jalan menuju tahap pernikahan yang sah. Hubungan berpacaran (romantical relationship) diharapkan dapat menjadi hubungan yang positif seperti memberikan kasih sayang dengan pasangannya, memberikan rasa bahagia, saling berbagi, serta saling melengkapi kekurangan satu sama lain dan membangun komitmen untuk melanjutkan ke tahap pernikahan. Landis dan Landis (1993) dalam Ardhianita dan Andayani (2015 : 104) menyebutkan fungsi berpacaran antara lain sebagai sarana belajar kemampuan sosial, pengembangan pemahaman diri dan pengertian terhadap orang lain, kesempatan untuk mencari dan mencoba mengerti mengenai peran serta cara untuk mengatasi permasalahan. Gambit (2000) dalam Ardhianita dan Andayani (2015 : 104) juga menjelaskan bahwa di dalam hubungan berpacaran individu dapat belajar berkomunikasi secara heteroseksual, membangun kedekatan emosi, kedekatan fisik, dan mengalami proses pendewasaan kepribadian. Agar fungsi – fungsi tersebut dapat diacapai secara baik, maka diperlukan sikap – sikap yang mendukung satu sama lain.

(11)

1.5.4 Konflik dalam Hubungan Berpacaran

Dalam hubungan berpacaran pasti tidak lepas dari adanya konflik. Ketika terjadi ketidaksesuaian diantara mereka yang berpacaran, seringkali konflik muncul yang berujung pada pertengkaran. Konflik merupakan suatu proses yang terjadi bila perilaku seseorang terhambat karena perilaku orang lain. Konflik sendiri sering terjadi dalam hubungan yang erat (Peterson, 1983) dalam (Sears, 1994 : 245). Konflik akan semakin mudah timbul bila ketergantungan makin meningkat. Bila interaksi menjadi semakin kerap dan melibatkan berbagai kegiatan dan hal – hal yang semakin luas, peluang untuk munculnya ketidaksesuaian akan semakin besra. Konflik juga dapat menunjang atau mengancam suatu hubungan, tergantung dari cara penyelesaiannya. Konflik dapat membantu seseorang untuk memperjelas dan mengubah harapannya terhadap suatu hubungan serta konsepsi tentang dirinya dan pasangannya. Pertentangan antara sepasang kekasih memberikan kesempatan kepada keduanya untuk menguji sejauh mana ketergantungan mereka pada hubungan itu dan sejauh mana kedalaman hubungan mereka. Oleh karena itu, cara – cara penyelesaian konflik yang tepat sangat diperlukan dalam sebuah hubungan.

Terdapat beberapa jenis konflik dalam hubungan interpersonal yang dijelaskan oleh Julia T. Wood (2016, 250) yaitu :

1. Expressed Tension

Konflik terjadi karena adanya perselisihan yang disebabkan ketidaksepakatan antar keduanya.

(12)

Konflik interpersonal yang terjadi diantara mereka yang terlibat akibat ketergantungan antar satu sama lain.

3. Tujuan yang Bertentangan

Konflik yang terjadi ketika keinginan satu sama lain tidak sesuai. 4. Kebutuhan Resolusi

Konflik yang memiliki perbedaan dan menghasilkan dua persepsi, yaitu persepsi bahwa apa yang kita inginkan bertentangan dengan apa yang diinginkan orang lain, dan persepsi bahwa kita dan orang lain harus menyelesaikan perbedaan kita.

Turner dan Shutter dalam (Wood, 2016 : 225) menjelaskan bahwa konflik adalah hal yang normal dalam suatu hubungan, ketika orang peduli satu sama lain dan saling mempengaruhi, perbedaan pendapat adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari dan merupakan salah satu penyebab munculnya konflik. Dalam sebuah hubungan memang pasti akan mengalami konflik yang dapat berujung pada pemutusan hubungan. Hubungan tersebut akan menjadi membaik dan dapat bertahan apabila mereka yang menjalin hubungan tersebut dapat menyelesaikan dan mengatasi konflik tersebut dengan cara – cara yang tepat.

Seperti yang dijelaskan oleh Wood (2013, 165 – 166) bahwa konflik dalam sebuah hubungan merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Namun bukan berarti dengan terjadinya konflik, hubungan ada dalam masalah. Tergantung cara orang – orang yang terlibat dapat menangani percekcokan, maka konflik dapat memperkuat atau dapat meracuni hubungan, karena cara pengelolaan konflik

(13)

memang memengaruhi kesehatan hubungan. Clyde Feldman dan Carl Ridley (2000) dalam Wood (2013, 166) mengidentifikasi empat komponen konflik, yaitu :

1. Konflik kepentingan: Semua opini, sudut pandang, tujuan, atau kepentingan yang terlihat betentangan dengan penyebab konflik. 2. Orientasi Konflik: Mencakup sikap terhadap konflik, bagaimana

masing – masing orang cenderung melihat konflik (misalnya, menang-menang, menang-kalah, kalah-kalah).

3. Respons Konflik: Respons perilaku terbuka terhadap konflik, metode pemecahan konflik, dan strategi konflik yang dapat mempertahankan, meningkatkan, meredakan, atau menyelesaikan konflik.

4. Hasil Konflik: Apakah dan bagaimana konflik kepentingan dipecahkan, seberapa adil prosesnya, dan bagaimana proses konflik memengaruhi kedekatan emosional dalam hubungan.

1.5.5 Proses Komunikasi untuk Mempertahankan Hubungan Berpacaran

Hubungan berpacaran (romantical relationship) memiliki dinamika hubungan yang berubah – ubah dan melalui beberapa tahap. Tahap pertama dengan melakukan perkenalan dengan individu lain karena munculnya ketertarikan hingga akhirnya kedua individu saling berkomitmen untuk melanjutkan hubungan ke tahap yang lebih intim. Selama proses tersebut, peran komunikasi sangat diperlukan. Dimana komunikasi antarpribadi mempengaruhi keintiman antar individu dalam sebuah hubungan. Ketika masing – masing

(14)

individu sudah berada pada tahap keakraban, maka akan muncul kepercayaan, rasa saling menyayangi serta muncul rasa kepedulian antar individu.

Namun, hubungan berpacaran tidak dapat terhindar dari adanya konflik dan perselisihan antar individu. Konflik yang terjadi pada hubungan berpacaran dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti perbedaan pendapat, masalah waktu, kepercayaan yang tidak dapat dijaga dengan baik, ketidakcocokan antar individu, dan lain – lain. Dalam tahapan komunikasi konflik dimungkinkan muncul pada tahap keakraban. Dimana, kedua individu sudah saling terbuka sehingga keduanya saling bertukar informasi satu sama lain. Konflik yang muncul pada tahap ini jika tidak diatasi dengan baik dan tepat dapat mengakibatkan perusakan hubungan hingga terjadi pemutusan.

Hubungan yang baik dapat tercipta karena adanya pemeliharaan dan pengelolaan hubungan dengan menggunakan cara yang tepat. Sebagaimana yang dijelaskan dalam teori pemeliharaan hubungan (relational maintenance). Teori tersebut mengacu pada perilaku atau tindakan yang muncul pada setiap individu untuk mempertahankan hubungan seperti hubungan dengan teman dekat maupun hubungan dengan kekasih (Littlejohn & Foss, 2009 : 151). Kathryn Dindia dan Daniel Canary menjelaskan terdapat empat definisi dari perilaku pemeliharaan hubungan. Pertama, pemeliharaan hubungan mengacu untuk menjaga hubungan yang sudah terjalin untuk mempertahankan eksistensi hubungan. Definisi kedua, bahwa pemeliharaan hubungan digunakan untuk menjaga hubungan dalam keadaan atau kondisi tertentu dan diharapkan dapat menjaga hubungan secara stabil pada tingkat kondisi yang berbeda. Ketiga, pemeliharaan hubungan

(15)

digunakan untuk memberikan rasa saling memuaskan antara kedua belah pihak. Sedangkan definisi yang keempat, menekankan bahwa pemeliharaan hubungan dilakukan untuk memperbaiki hubungan yang mengalami konflik. Relational Maintenance Theory digunakan dalam penelitian ini agar para pasangan yang menjalin hubungan berpacaran dapat menjaga serta memelihara hubungan mereka. Para pasangan diharapkan dapat menjaga hubungan dalam keadaan dan situasi konflik apapun serta dapat menyelesaikan konflik – konflik yang dialami oleh pasangan yang berpacaran dengan cara yang tepat.

Relational Maintenance Theory yang dikemukakan oleh Laura Stanford and Canary fokus pada penjagaan hubungan dalam keadaan yang stabil, sehingga mencegah hubungan tersebut agar tidak mengalami penurunan keintiman. Seperti yang dijelaskan Littlejohn dan Foss (2009 : 152) bahwa pemeliharaan hubungan (relational maintenance) terdiri dari sepuluh elemen, yaitu :

1. Positivity, merupakan sikap membuat interaksi yang menyenangkan, memberikan pujian, optimis, dan tidak mengkritik.

2. Openess, adalah berbicara dan mendengarkan satu sama lain.

3. Assurance, adalah sikap memberikan kepastian atau jaminan tentang komitmen. Saling berkomitmen untuk menjalin hubungan yang serius dan menjaga kualitas hubungan.

4. Sharing tasks adalah sikap melakukan tugas dan pekerjaan yang relevan dalam hubungan bersama – sama.

(16)

5. Social networks adalah sikap menghabiskan waktu untuk berkomunikasi dan berkenalan dengan orang sekitar. Social networks yang baik akan memperluas hubungan.

6. Joint activities adalah sikap melakukan kegiatan dan menghabiskan waktu bersama.

7. Mediated communication adalah sikap berkomunikasi menggunakan media telepon, teknologi, kartu, maupun surat.

8. Avoidance adalah sikap menghindari diri dari situasi tertentu. Misalnya menghindari sikap – sikap yang dapat membuat pasangan tidak menyukainya.

9. Antisocial adalah sikap yang tidak ramah atau menggunakan kekerasan pada pasangan. Hal ini harus dihindari, karena dapat memicu konflik yang dapat berakhir pada pemutusan hubungan.

10. Humor adalah sikap yang digunakan untuk membuat suasana menjadi menyenangkan.

Setiap konflik yang terjadi dalam hubungan harus diselesaikan secara tuntas dan menggunakan cara yang tepat. Mereka yang menjalin hubungan berpacaran seringkali melakukan cara penyelesaian konflik yang kurang efektif seperti melakukan penghindaran begitu saja tanpa membicarakan permasalahan yang sedang terjadi secara baik – baik. Namun terkadang hal tersebut digunakan oleh individu yang terlibat untuk mengontrol emosi sehingga suasana hati juga akan menjadi lebih tenang. Setiap pasangan tentu memiliki caranya masing –

(17)

masing untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Teori tersebut menjelaskan bagaimana cara memelihara hubungan yang baik agar hubungan tetap bertahan.

1.6 Operasionalisasi Konsep

1.6.1 Proses Komunikasi dalam Hubungan Berpacaran

Hubungan berpacaran dapat dikategorikan dalam intimate relationship yang merupakan sebuah hubungan akrab atau hubungan intim yang dijalani oleh hampir semua manusia sebagai makhluk sosial, karena adanya rasa saling membutuhkan dan saling ketergantungan. Hubungan ini biasanya ditandai dengan kedekatan antarindividu. Hubungan berpacaran bisa terbentuk karena adanya komunikasi yang terus berkembang ke arah hubungan yang lebih intim. Hubungan ini berawal dari adanya komunikasi interpersonal (interpersonal communication) yang berjalan secara berkelanjutan dan di dalam proses komunikasi tersebut, individu-individu yang bersangkutan menemukan kecocokan. Lewat komunikasi atau hubungan interpersonal ini, individu bisa menemukan teman akrab, sahabat, dan tidak menutup kemungkinan untuk menemukan seorang kekasih.

Tahap hubungan berpacaran yang merupakan bentuk dari hubungan interpersonal dapat di deskripsikan sebagai proses hubungan antarmanusia menuju kepada kebersamaan. Kebersamaan adalah puncak tahapan hubungan interpersonal yang ditandai dengan karakter keharmonisan. Ada beberapa tahap untuk mencapai hubungan yang lebih akrab (intimate relationship) yaitu tahap perkenalan yang ditandai dengan adanya tindakan memulai (initiating), merupakan usaha awal, komunikasi biasanya dilakukan dengan hati-hati agar

(18)

terbentuk persepsi dan kesan pertama yang baik. Tahap kedua yaitu penjajagan (experimenting), merupakan usaha mengenal diri orang lain. Tahap ini digunakan untuk mengetahui kemiripan dan perbedaan. Tahap ketiga yaitu penggiatan (intensifying), menandai awal keintiman, berbagai informasi pribadi, status kenalan menjadi teman akrab sehingga banyak perubahan cara komunikasi. Tahap keempat adalah pengikatan (bonding) yaitu merupakan tahap yang lebih formal atau ritualistic terjadi bila dua orang memulai menganggap diri mereka sendiri sebagai pasangan. Sedangkan tahap terakhir adalah kebersamaan, merupakan puncak keharmonisan hubungan interpersonal (Suranto, 2011: 41-43).

Sedangkan Julia T. Wood (2013 : 186) menjelaskan bahwa hubungan romantis atau hubungan berpacaran dapat berlangsung melalui tahapan – tahapan seperti eskalasi, navigasi, dan kemunduran. Dalam eskalasi terdapat enam tahapan interaksi yang semakin mendorong individu ke arah komitmen. Tahap yang pertama yaitu kebebasan (independence) dimana individu menyadari sendiri akan kebutuhan, tujuan, pengalaman, dan kualitas tertentu yang memengaruhi apa yang dicari dalam hubungan. Tahapan kedua yaitu komunikasi mengundang (invitational communication), dimana individu mengekspresikan minat untuk berinteraksi. Tahapan ini mencakup daya tarik awal pada suatu hubungan seperti konsep diri, kedekatan, dan kesamaan. Komunikasi eksplorasional (explorational communication) merupakan tahapan ketiga dimana individu saling mengeksplorasi hubungan. Pada tahap ini antar individu saling memancing minat yang sama. Tahapan selanjutnya yaitu komunikasi intensifikasi (intensifying communication) yang menambah kedalaman hubungan dengan meningkatkan

(19)

jumlah dan tingkat keintiman interaksi. Tahapan yang terakhir yaitu komunikasi revisi (revising communication), dimana tiap pasangan mulai menyadari dan mempertimbangkan kekuatan hubungan hingga memikirkan masa depan.

Tahapan navigasi merupakan proses komunikasi berkelanjutan untuk mempertahankan keintiman dari waktu ke waktu dan dalam menghadapi segala perubahan pada diri sendiri, pasangan, hubungan dan konteks lainnya. Pasangan secara terus menerus mengatasi masalah. Tahapan terakhir yaitu proses kemunduran yang dibagi menjadi lima proses, yaitu proses intrapsikis yang mencerminkan pasangan mengalami ketidakpastian dengan hubungannya. Proses diad mulai runtuhnya pola, pemahaman, dan aturan yang terbangun dalam hubungan. Jika komitmen dalam hubungan berkurang yang mengakibatkan keterampilan komunikasi untuk mempertahankan keintiman juga berkurang, masuk ke dalam proses dukungan sosial yang mencakup orang lain untuk mengetahui masalah yang dialami dan membutuhkan dukungan orang lain untuk menyelesaikan masalah. Apabila pasangan memilih untuk melakukan pemutusan hubungan masuk dalam proses berkabung, dimana mereka memutuskan untuk berpisah dan cenderung melakukan penarikan diri dengan tidak dapat berdiskusi bersama lagi untuk menyelesaikan masalah.

1.6.2 Pengelolaan Konflik

Dalam hubungan berpacaran, adanya konflik merupakan hal yang wajar. Menurut Wilmot & Hocker (2006) dalam Wood (2016 : 250) konflik antarpribadi dapat terjadi diantara kedua belah pihak yang saling bergantung dan terdapat tujuan serta kebutuhan yang bertentangan antar satu sama lain. Orang – orang

(20)

yang terlibat konflik merasakan diri mereka terasing, mereka merasa dipisahkan oleh tujuan – tujuan yang tidak cocok atau incompatible objective (Budyatna & Ganiem, 2011 : 277). Sebagian orang menganggap bahwa konflik merupakan hal yang bersifat negatif (Turner & Shutter, 2004) dalam (Wood, 2016 : 251).

Caryl Rusbult dalam Wood (2013, 167) menjelaskan bahwa terdapat empat cara merespon konflik yang muncul dalam hubungan. Menurut cara tersebut respons terhadap konflik bisa aktif maupun pasif tergantung pada seberapa penuh empati mereka yang terlibat dalam menyampaikan masalah. Respons juga dapat bersifat konstruktif atau destruktif dalam kapasitasnya menyelesaikan ketegangan dan mempertahankan hubungan.

Respons keluar merupakan respons untuk meninggikan hubungan, baik dengan keluar atau menarik diri secara psikologis. Respons keluar bersifat merusak hubungan karena respons ini tidak menyampaikan masalah dengan baik. Respons pengabaian juga tidak mengonfirmasikan karena gagal mengakui dan menghormati opini pihak lain bahwa masalahnya memang serius. Pengabaian ini bersifat merusak karena mengelak dari kesulitan, tetapi dilakukan dengan pasif dengan cara menghindari diskusi. Respons loyalitas menunjukkan tetap berkomitmen terhadap hubungan walaupun terdapat perbedaan. Loyalitas ini diungkapkan dengan harapan bahwa konflik akan segera berakhir. Loyalitas merupakan bentuk kesetiaan yang diam, karena tidak mengakhiri hubungan dan mempertahankan pilihan untuk menyampaikan perbedaan. Respons penyuaraan adalah strategi konstruktif yang aktif merespons konflik dengan cara

(21)

membicarakan masalah, menawarkan permintaan maaf secara tulus, atau mencoba mengatasi perbedaan, sehingga hubungan tetap sehat.

Terdapat beberapa cara pengelolaan konflik yang efektif menurut DeVito (2011 : 305), yaitu :

1. Bertengkar secara aktif, artinya bahwa setiap konflik harus dihadapi bukan untuk dihindari. Sehingga penyelesaian masalah dengan cara membicarakannya secara baik – baik merupakan bentuk pengelolaan konflik yang efektif.

2. Bertanggung jawab atas pikiran dan perasaan, artinya bahwa individu yang terlibat dalam konflik dapat mengungkapkan adanya ketidaknyamanan yang dirasakan saat terjadi konflik dengan pasangannya.

3. Langsung dan spesifik, artinya dengan menentukan titik permasalahan yang akan dibahas, tidak membahas hal – hal diluar akar permasalahan yang terjadi untuk menghindari munculnya permasalahan baru.

4. Gunakan humor untuk meredakan ketegangan sehingga situasi menjadi lebih cair dan proses penyelesaian konflik juga akan terasa lebih santai.

1.6.3 Pemeliharaan Hubungan (Maintenance Relatiobship)

Pemeliharaan hubungan merupakan perilaku yang ditujukan untuk menjamin keberlangsungan hubungan melalui penguatan, perbaikan, dan pemulihan kembali suatu hubungan. Hubungan yang terbina dengan baik dan dapat memberi kepuasan pada pasangannya akan mengarah pada kualitas

(22)

hubungan yang lebih baik. Kepuasan tersebut mengacu pada kesenangan dan kenyamanan yang diperoleh individu dalam hubungannya. Dindia (2000) dalam Kusumowardhani (2013: 9) menjelaskan bahwa secara umum, pemeliharaan hubungan digambarkan sebagai proses dinamis yang meliputi dinamika kognitif, afektif, dan behavioral yang membantu menjaga kelangsungan hubungan.

Littlejohn dan Karen A. Foss (2009 : 151) menjelaskan terdapat empat definisi umum dari pemeliharaan hubungan (maintenance relationship), yaitu :

1. Maintenance relationship digunakan untuk menjaga relasi – relasi yang ada. Artinya, menjaga semua relasi baik dengan yang dekat maupun tidak dengan cara menjaga intensitas komunikasi.

2. Maintenance relationship digunakan untuk menjaga relasi dalam kondisi dan situasi yang lebih spesifik atau level intimasi tertentu. 3. Maintenance relationship digunakan untuk menjaga suatu relasi pada

kondisi yang memuaskan.

4. Maintenance relationship digunakan untuk menjaga hubungan yang belum maupun telah mengalami gangguan. Artinya melakukan pencegahan agar tidak terjadinya masalah lagi.

Ayers (1983) dalam Kusumowardhani (2013 : 10) mengajukan tiga kategori strategi untuk memelihara stabilitas hubungan. Ktiga kategori tersebut adalah:

1. Avoidance atau pencegahan, yaitu mencegah berubahnya hubungan. Pencegahan tersebut dapat dilakukan agar hubungan yang dijalin tidak

(23)

berubah kualitasnya. Misalnya, melakukan pencegahan agar konflik yang terjadi tidak berlarut – larut sehingga kualitas hubungan dapat terjaga.

2. Balance atau keseimbangan, yaitu menjaga tiap adanya dukungan – dukungan yang dilakukan oleh pasangan tetap setara.

3. Directness atau keterusterangan, yaitu masing – masing individu melakukan pengungkapan diri atau saling terbuka dengan mengungkapkan keinginan akan stabilitas hubungan.

1.7 Metoda Penelitian

1.7.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian. Misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata – kata dan bahasa pada konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2007 : 6). Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi yang memahami pengalaman – pengalaman hidup manusia pada situasi tertentu.

1.7.2 Subjek Penelitian

Pada penelitian ini, subjek yang dijadikan informan yaitu pasangan yang berpacaran dimana pasangan tersebut sudah menjalin hubungan berpacaran dengan rentan waktu yang lama dan sering mengalami konflik atau perselisihan dalam hubungan yang dijalin. Selain itu, pasangan juga tetap mempertahankan

(24)

hubungannya hingga waktu yang cukup lama walaupun sering mengalami konflik.

1.7.3 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berdasarkan hasil wawancara mendalam (in-depth interview) dan observasi yang dilakukan pada informan penelitian sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan.

1.7.4 Sumber Data

1.7.4.1 Data Primer

Data primer merupakan data utama yang diperoleh peneliti melalui hasil wawancara mendalam (in-depth interview) yang dilakukan pada informan sebagai sumber pertama.

1.7.4.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data tambahan yang diperoleh peneliti melalui data yang sudah tersedia seperti jurnal, atau penelitian – penelitian terdahulu.

1.7.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu dengan melakukan wawancara mendalam (in-depth interview) yang dilakukan secara terbuka pada informan. Wawancara mendalam merupakan metode yang memungkinkan pewawancara untuk bertanya kepada responden dengan harapan untuk memperoleh informasi mengenai fenomena yang ingin diteliti. Pedoman yang digunakan dalam wawancara mendalam tidak berstruktur, yaitu tidak selalu terpaku pada daftar pertanyaan yang dibuat oleh peneliti

(25)

Referensi

Dokumen terkait

Banyaknya (0,00) konsumsi makanan, minuman dan tembakau selama seminggu terakhir berasal dari pembelian (B41K4) File: BLOK41 Gambaran Tipe: Kontinyu Format: numeric Width: 8 Desimal:

Menurut Varga dan Kolver (1997), kecernaan serat bukan merupakan nilai yang statis karena merupakan kompetisi antara kecepatan pencernaan itu sendiri dengan laju

Kegiatan yang dilakukan dalam kedua tahap ini yaitu (1) meminta siswa untuk mengemukakan pengetahuan awal yang dimilikinya terhadap materi, (2) guru memotivasi siswa dalam

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kecurangan adalah suatu tindakan yang sengaja dilakukan oleh satu atau lebih individual dari suatu manajemen yang terdiri

kg/cm 2 ). 2) Perlu dilakukan uji fatigue di laboratorium terhadap bahan konstruksi alat sambung kabel penggantung ke kabel utama guna.. memprediksi umur pakai alat tersebut

Menurut Sugiyono (2005:11) “penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa

Perlengkapan toko dapat direncanakan berdasarkan kegunaan dan estetikanya. Meja, rak barang, pintu, dan tiang merupakan bagian dari dekorasi interior. Toko untuk

Segala puji hanya milik Allah Yang Maha Agung atas segala rahmat, kemudahan, dan pertolongan-Nya sehingga Tugas Akhir saya dengan Judul “Prosedur Pelaksanaan