• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Penetapan Kebutuhan Air Bagi Tanaman Melalui Pengukuran Sifat Dielektrik Tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Teknik Penetapan Kebutuhan Air Bagi Tanaman Melalui Pengukuran Sifat Dielektrik Tanah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Teknik Penetapan Kebutuhan Air Bagi Tanaman Melalui Pengukuran

Sifat Dielektrik Tanah

A Technique for Crop Water Use Determination by Measuring A Soil

Dielectrical Property

Bandi Hermawan

Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

email: bhermawan@unib.ac.id

ABSTRACT

Crop water use is usually determined by measuring the rate of evapotranspiration directly using the lysimeter or indirectly by calculating several climate variables. This research aimed to develop a technique for predicting changes in soil water content by measuring an insitu soil dielectrical property and used them to calculate the use of water by palm oil nursery in the polybags. Coarse-textured (loamy sand) and medium-textured soils (sandy loam) were treated with six manure doses (equaled to 0, 2,4,6,8 and 10 ton.ha-1), with three replicates respectively, therefore there were 36 polybags used in this study. The soil electrical property was presented by the electrical impedance (Z) and measured using instrument designed to transfer the electrical current at 1 kHz in frequency through a couple of wire inserted into the soil. The Z values (in kΩ) were measured every day to evaluate daily changes in soil water content at the planting media of palm oil nursery. Rainfall and added irrigation water were recorded as components in calculating water use by crops. Values of soil water content (θ, in g.g-1) were converted from Z values using a nonlinear regression model of θ = a.ebZ, where a and b were constants and determined by running a series of Z and gravimetrically θ measurements in the laboratory. Results showed that the proposed technique of predicting soil water content was able to calculate the water use by palm oil nursery accurately. Differences in soil water content among texture and manure treatments were also detected by this technique.

Keywords: electrical impedance, palm oil, predicting model, soil water.

ABSTRAK

Jumlah air yang dibutuhkan tanaman biasanya ditetapkan dengan mengukur laju evapotranspirasi tanaman secara langsung menggunakan lysimeter atau melalui penghitungan menggunakan beberapa variabel iklim. Penelitian ini bertujuan mendapatkan teknik pendugaan perubahan kadar air tanah melalui pengukuran sifat dielektrik tanah secara insitu untuk menghitung kebutuhan air bagi bibit kelapa sawit dalam polibag. Tanah dalam polibag dibedakan atas dua jenis tekstur (pasir berlempung dan lempung berpasir), enam dosis pupuk kandang (setara 0, 2, 4, 6, 8, 10 ton/ha) dan diulang tiga kali sehingga diperoleh 36 polibag. Sifat dielektrik tanah diwakili nilai impedensi listrik (Z) dan diukur menggunakan instrumen yang dirancang untuk mengalirkan listrik pada frekuensi 1 kHz melalui sepasang kabel yang diletakkan di dalam tanah. Nilai Z (satuan kΩ) diukur setiap hari untuk mengetahui perubahan kadar air tanah harian pada media tanam bibit kelapa sawit. Curah hujan dan jumlah air yang disiramkan dicatat sebagai komponen dalam penghitungan kebutuhan air bagi tanaman. Nilai kadar air tanah (θ, satuan g.g-1) diperoleh dengan mengkonversi nilai Z menggunakan sebuah model persamaan regresi non-linear θ = a.ebZ, dimana konstanta a dan b ditetapkan di laboratorium melalui serangkaian pengukuran Z pada sampel dengan tekstur

(2)

yang berbeda, diikuti pengukuran θ menggunakan metode standar gravimetrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik yang digunakan mampu menghitung kebutuhan air bagi bibit kelapa sawit secara cepat selama dua bulan masa pertumbuhan dalam polibag. Perbedaan jumlah air yang dibutuhkan pada perlakuan tekstur dan dosis pupuk kandang juga terdeteksi dengan baik melalui teknik yang dikembangkan.

Kata kunci: air tanah, impedensi listrik, kelapa sawit, model pendugaan.

PENDAHULUAN

Secara konvensional, kadar air tanah ditetapkan secara langsung menggunakan metode gravimetrik dengan menghitung selisih air di dalam sampel tanah sebelum dan setelah dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 0C selama 24 sampai 48 jam tergantung pada ukuran sampel tanah (Gardner, 1986). Metode gravimetrik menghasilkan nilai kadar air tanah yang akurat sehingga dijadikan sebagai metode standard, namun proses penetapannya membutuhkan waktu yang lama karena melibatkan pengeringan di dalam oven. Kendala tersebut akan semakin memberatkan penilaian dalam pengelolaan air bagi tanaman ketika harus menggunakan sampel dalam jumlah yang besar. Pengambilan sampel tanah dapat merusak lingkungan tumbuh tanaman apabila diambil dari media pertanaman dengan jarak tanam yang rapat seperti padi dan palawija. Berdasarkan uraian diatas maka diperlukan teknik penetapan kadar air tanah yang cepat melalui pengukuran kakarteristik tanah yang terkait langsung dengan keberadaan air di dalam tanah. Salah satu variable yang dapat dimanfaatkan untuk menduga kadar air tanah adalah sifat-sifat elelektrik tanah seperti waktu tempuh konduktivitas, resistensi, kapasitansi dan impedensi listrik di dalam tanah (Topp et al., 1988; Nadler et al., 1991).

Pemanfaatan sifat-sifat dielektrik sebagai penduga kadar air tanah didasarkan pada prinsip bahwa laju konduktivitas listrik sangat bervariasi di dalam tanah yang terdiri dari komponen padatan, cairan dan udara (Kittel, 1991). Tanah yang memiliki tingkat kelembaban tinggi mampu mentransfer listrik dengan cepat karena air merupakan konduktor listrik yang labih baik dibandingkan komponen padatan dan udara. Sebaliknya tanah-tanah kering didominasi oleh komponen udara dengan nilai resistensi dan impedensi listrik yang tinggi sehingga laju konduksi listrik menjadi rendah. Perbedaan nilai-nilai dielektrik pada berbagai komposisi dari tiga komponen penyusun tanah telah banyak dimanfaatkan oleh peneliti untuk menduga kadar air tanah (Friendman, 1997). Xu et al. (2014) memanfaatkan frekuensi dispersi dielektrik untuk menduga kadar air tanah hingga mendekati titik layu permanen dengan menggunakan persamaan polinomial tingkat tiga, namun instrument yang digunakan sangat mahal. Sementara Chudinova (2009) mendapatkan bahwa kapasitansi sebagai karakteristik dielektrik memiliki hubungan yang erat dengan karakteristik air tanah pada topsoil Chernozem. Penelitian yang dilaporkan Chighladze at al. (2012) menunjukkan bahwa sifat dielektrik tanah dapat digunakan untuk menduga konsentrasi senyawa nitrat yang ada di dalam larutan tanah.

Impedensi listrik atau disingkat impedensi (notasi Z) pertama kali didefinisikan oleh Kennelly pada tahun 1893, sebagai rasio domain frekuensi antara voltase dan arus listrik, suatu ukuran oposisi terhadap arus AC (alternate current) ketika terjadi beda voltase (Wikipedia, 2016) dan merupakan konsep lanjutan dari resistensi (notasi R) pada arus AC. Resistensi hanya menghitung besaran rasio antara voltase dan arus pada arah yang sama (horizontal), sedangkan impedensi juga mempertimbangkan pergeseran fase yang membentuk sudut terhadap fase nol yang horizontal. Pada arus DC (direct current), pergeseran fase tidak terjadi, maka impedensi menjadi sama dengan resistensi. Bolek (2010) menyatakan bahwa resistensi memiliki dua komponen arus dan voltase, sedangkan komponen impedensi pada

(3)

arus AC terdiri dari arus, voltase dan resistensi. Resistensi cocok digunakan untuk mengukur hambatan arus listrik pada media padat, sedangkan impedensi sesuai digunakan sebagai variabel dielektrik pada media berpori seperti tanah.

Impedensi listrik sebagai penduga kadar air di dalam tanah telah diteliti oleh penulis sejak tahun 2000 (Hermawan et al., 2000) dan menghasilkan sebuah korelasi nonlinear antara kedua variabel (Hermawan et al., 2006). Instrument berbasis impedensi yang selama ini digunakan terbukti dapat menduga kadar air tanah secara insitu di lapangan sehingga lebih efektif dan efisien dibandingkan teknik konvensional menggunakan contoh tanah. Namun penelitian sebelumnya baru memanfaatkan impedensi listrik untuk mengukur kadar air tanah sesaat, belum dilakukan secara berkala untuk menghitung kebutuhan air bagi tanaman selama periode pertumbuhan tertentu.

Penelitian ini bertujuan mendapatkan teknik pendugaan perubahan kadar air tanah melalui pengukuran impedensi listrik tanah secara insitu, serta memanfaatkan hasil pendugaan tersebut untuk menghitung kebutuhan air bagi bibit kelapa sawit dalam polibag.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Rawa Makmur Kota Bengkulu pada bulan Oktober 2014 sampai Februari 2015. Tiga puluh enam bibit kelapa sawit umur 6 bulan pada polibag berkapasitas 3 kg disiapkan untuk dipindahkan ke polibag kapasitas 10 kg tanah. Separoh dari 36 polibag ditambah dengan agregat berukuran 0-10 mm dari tanah pasir berlempung (pasir 71,29%; debu 17,23%; liat 11,48%) dan separoh lagi dari tanah lempung berpasir (pasir 39,70%; debu 39,33%; liat 20,97%). Setiap tingkatan tekstur diberi pupuk kandang dengan dosis setara 0, 2, 4, 6, 8 dan 10 ton.ha-1, sehingga setiap tiga polibag berisi tanah dengan tekstur dan dosis bahan organik yang berbeda.

Dua polibag diisi 10 kg tanah dengan tekstur berbeda, digunakan untuk mendapatkan hubungan antara impedensi listrik Z dan kadar air tanah θ pada setiap kelas tekstur yang diteliti. Dua kabel, masing-masing sepanjang 20 cm, dikupas bagian bawahnya sepanjang 5 cm dan bagian atasnya 2 cm, dimasukkan ke dalam tanah polibag sedalam 10 cm, lalu bagian atasnya dihubungkan alat pengukur Z (dalam kΩ) sebagaimana terlihat pada Gambar 1. Setelah itu polibag ditimbang untuk mendapatkan nilai θ (g.g-1) dengan cara menghitung rasio berat air dan berat tanah dalam polibag setara kering oven. Korelasi antara nilai Z dan θ selanjutnya dihitung untuk mendapatkan persamaan dengan koefisien korelasi terbaik. Persamaan yang telah dikalibrasi digunakan untuk mengkonversi nilai Z menjadi θ ketika pengukuran dilakukan pada polibag yang berisi bibit kelapa sawit.

Sepasang kabel yang digunakan pada percobaan kalibrasi di laboratorium kembali dimasukkan ke dalam tanah di setiap polibag yang berisi tanaman, Z diukur menggunakan instrument yang sama. Setiap nilai Z dikonversi menjadi θ menggunakan persamaan

θ = a.ebZ

(1) Berdasarkan hasil kalibrasi di laboratorium, diperoleh nilai konstanta a = 0,5 dan b = -0,16 untuk tanah pasir berlempung, dan a = 0,5 dan b = -0,75 untuk lempung berpasir sebagaimana tersaji pada Gambar 2. Persamaan (1) selanjutnya ditulis menjadi

θ = 0,5.e-0,16Z

(2) untuk pasir berlempung, dan

θ = 0,5.e-0,75Z

(3) untuk lempung berpasir.

(4)

Gambar 1. Teknik pengukuran Z untuk tanah dalam polibag

Gambar 2. Hubungan Z dan θ yang menunjukkan konstanta a dan b pada dua jenis tanah yang diteliti

Mengingat kehilangan air tanah hanya berasal dari evapotranspirasi dan kehilangan melalui drainase diabaikan, selisih nilai kadar air tanah harian yang dihitung dengan Persamaan (2) dan (3) diasumsikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan tanaman selama periode dua hari pengukuran tersebut. Apabila terjadi hujan atau polibag harus disiram, jumlah air hujan atau air siraman ditambahkan pada penghitungan kebutuhan air oleh bibit kelapa sawit. Kebutuhan air harian oleh tanaman selanjutnya diakumulasikan selama dua bulan pengukuran.

(5)

Data impedensi Z di analisis menggunakan Persamaan (2) dan (3) masing-masing untuk mendapatkan nilai kadar air pada tanah pasir berlempung dan lempung berpasir. Nilai koefisien korelasi antara impedensi dan kadar air dievaluasi untuk mengetahui keakuratan teknik yang digunakan. Perbedaan kadar air antar jenis tanah dan dosis pupuk kandang dievaluasi secara visual dan uji beda nyata Duncan pada kurva kebutuhan air tanaman kumulatif selama penelitian berlangsung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknik pendugaan kebutuhan air selama dua bulan pertumbuhan bibit kelapa sawit menghasilkan selisih nilai Z yang konsisten dari hari ke hari selama penelitian berlangsung. Seperti disajikan pada Tabel 1, semua nilai Z meningkat dari tanggal 6 ke tanggal 7 Januari 2015 yang menunjukkan penurunan kadar air tanah. Pada tanggal 7 sebagian tanah polibag memiliki Z > 3,0 yang diperkirakan setara kadar air tanah kurang dari 20 g.g-1 (Gambar 2, lempung berpasir), sehingga dilakukan penyiraman. Setelah disiram, nilai Z kembali diukur dan hasilnya (kolom diarsir) lebih rendah dibandingkan sebelum disiram. Nilai Z kembali naik pada pengukuran tanggal 9 dan 10 karena selama periode tersebut tidak dilakukan penyiraman.

Tabel 1. Contoh hasil pengukuran Z (kΩ) yang menunjukkan perubahan kadar air tanah antara tanggal 6 dan sampai 10 Januari 2015

Perlakuan Tanggal Pengukuran (Januari 2015)

6 7 8 9 10 T1D0 2,42 2,73 1,67 1,81 1,62 1,75 T1D1 2,54 2,92 1,89 2,01 1,98 2,12 T1D2 3,25 3,75 1,67 1,72 1,79 2,16 T1D3 2,86 3,49 1,98 2,12 2,18 2,39 T1D4 3,16 3,66 1,67 1,87 1,65 2,44 T1D5 2,76 3,22 1,96 2,23 2,31 2,34 T2D0 1,02 1,11 0,89 0,9 0,71 0,63 T2D1 0,91 1,01 0,76 0,74 0,73 0,71 T2D2 0,76 0,83 0,67 0,67 0,6 0,68 T2D3 0,89 1,29 0,76 0,76 0,74 0,78 T2D4 0,88 1,09 0,81 0,79 0,74 0,84 T2D5 0,94 1,07 0,81 0,83 0,83 0,8 Keterangan : T1 = pasir berlempung; T2 = lempung berpasir; D0 – D5 = dosis pupuk kandang setara 0, 2, 4, 6, 8 dan 10

ton/ha

Data Z pada kolom yang diarsir menunjukkan kondisi setelah disiram, karena beberapa polibag memiliki nilai Z > 3,0 pada pengukuran sebelumnya (hampir setara dengan titik layu permanen)

Kebutuhan air tanaman harian dihitung dengan terlebih dahulu menkonversi Z menjadi θ seperti disajikan pada Tabel 2. Jumlah air yang hilang karena evapotranspirasi bibit kelapa sawit antara tanggal 6 dan 7 Januari 2015 berkisar antara kadar air 0,01 sampai 0,06 g.g-1 yaan selanjutnya dikonversi menjadi satuan volume air (liter) yang hilang dalam satu hari. Namun apabila terjadi hujan, selisih tersebut harus ditambah dengan jumlah air hujan yang jatuh ke permukaan tanah polibag pada periode tersebut. Apabila dilakukan penyiraman, nilai Z yang diukur setelah tanaman disiram digunakan untuk menghitung selisih kadar air dengan hari pengukuran Z berikutnya. Selanjutnya kebutuhan air tanaman selama periode penelitian dihitung dengan menjumlahkan kebutuhan air harian sejak hari pertama sampai hari terakhir pengukuran.

(6)

Tabel 2. Contoh hasil konversi Z (kΩ) pada Tabel 1 menjadi kadar air tanah (θ, g.g-1) menggunakan Persamaan (2) dan (3)

Perlakuan Tanggal Pengukuran (Januari 2015)

Z-6 Z-7 θ-6 θ-7 Selisih θ T1D0 2,42 2,73 0,34 0,32 0,02 T1D1 2,54 2,92 0,33 0,31 0,02 T1D2 3,25 3,75 0,30 0,27 0,02 T1D3 2,86 3,49 0,32 0,29 0,03 T1D4 3,16 3,66 0,30 0,28 0,02 T1D5 2,76 3,22 0,32 0,30 0,02 T2D0 1,02 1,11 0,35 0,33 0,01 T2D1 0,91 1,01 0,37 0,35 0,02 T2D2 0,76 0,83 0,39 0,38 0,01 T2D3 0,89 1,29 0,37 0,31 0,06 T2D4 0,88 1,09 0,37 0,34 0,03 T2D5 0,94 1,07 0,36 0,34 0,02

Keterangan : T1 = pasir berlempung; T2 = lempung berpasir; D0 – D5 = dosis pupuk kandang setara 0, 2, 4, 6, 8 dan 10 ton/ha

Angka pada kolom θ-7 dan θ-8 dihitung menggunakan Persamaan (2) dan (3)

Hasil penghitungan kebutuhan air kumulatif oleh bibit kelapa sawit pada dua jenis tanah dan enam dosis pupuk kandang disajikan pada Gambar 3 dan 4. Tanaman yang ditanam pada tanah bertekstur lebih kasar membutuhkan lebih banyak air dibandingkan yang ditanam pada tanah bertekstur lebih halus. Hasil pendugaan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Tolk dan Evett (2015) bahwa terdapat perbedaan kebutuhan air tanaman yang signifikan apabila ditanam pada tanah bertekstur halus, sedang kasar kasar. Teknik yang diteliti juga berhasil mendeteksi perbedaan antara kebutuhan air tanaman yang diberi perlakuan dosis pupuk kandang berbeda. Perbedaan tersebut lebih disebabkan karena pupuk kandang dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam memegang air secara signifikan (Blanco-Canqui et al., 2015).

Gambar 3. Hasil pendugaan kebutuhan air kumulatif pada dua jenis tanah berbeda 0 5 10 15 20 25 30 1 2 3 4 5 6 7 8 Keb u tu h an air k u m u latif ( liter ) Minggu ke Pasir berlempung Lempung berpasir

(7)

Gambar 4. Hasil pendugaan kebutuhan air kumulatif selama 8 minggu pertumbuhan bibit kelapa sawit menggunakan teknik dielektrik. Bar yang diikuti notasi sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji

Duncan 5%

Teknik pendugaan kebutuhan air tanaman yang dikembangkan melalui penelitian ini terbukti mampu memonitor perubahan kadar air tanah harian, antara kadar air tanah sebelum dan setelah penyiraman atau sebelum dan setelah kejadian hujan. Mengingat teknik ini diujicobakan pada bibit kelapa sawit, metode pendugaan kebutuhan air tanaman tersebut dapat diterapkan pada tanaman kelapa sawit yang telah menghasilkan. Sasaran dari pengembangan teknik ini adalah untuk menjadi salah satu instrument yang dapat digunakan dalam memonitor ketersediaan air di dalam tanah. Pentingnya monitoring kadar air tanah di perkebunan kelapa sawit berhubungan dengan tingginya ketergantungan produksi kelapa sawit terhadap air tanah (Murtilaksono et al., 2011).

KESIMPULAN

Teknik penetapan kebutuhan air tanaman yang dikembangkan dengan basis sifat dielektrik tanah terbukti mampu menghitung kebutuhan air bagi bibit kelapa sawit secara cepat selama dua bulan masa pertumbuhan dalam polibag. Nilai imdensi listrik yang diukur secara insitu dapat dikonversi menjadi kadar air tanah dengan tingkat akurasi sangat tinggi (R2 > 90%). Perbedaan jumlah air yang dibutuhkan pada perlakuan tekstur tanah dan dosis pupuk kandang juga terdeteksi dengan baik melalui teknik yang dikembangkan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Romeo Silalahi yang telah membantu dalam pengumpulan data, dan Bardiono untuk pemeliharaan bibit kelapa sawit di polibag kapasitas 3 kg sampai umur 6 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

Blanco-Canqui, H., G. W. Hergert, R. A. Nielsen. 2015. Cattle Manure Application Reduces Soil Compactibility and Increases Water Retention after 71 Years. Soil Sci. Soc. Am. J. 79 (1): 212-223. ab a b ab ab ab 0 5 10 15 20 25 30 0 2 4 6 8 10 Keb u tu h an air k u m u latif ( liter )

(8)

Bolek, J.E. 2010. Electrical Concepts in the Surface Electromyographic Signal. Applied Psychophysiology and Biofeedback 35 (2): 171-175.

Chighladze, G. A. Kaleita, S. Birrell, S. Logsdon. 2012. Estimating soil solution nitrate concentration from dielectric spectra using partial least squares analysis. Soil Sci. Soc. Am. J. 76 (5): 1536-1547.

Chudinova, S. M. 2009. Dielectric characteristics of soils and categories of soil water. Soil Sci. Soc. Am. J. 42 (4): 405-414.

Friendman, S. P., 1997. Statistical mixing model for the apparent dieletric constant of unsaturated porous media. Soil Sci. Soc. Am. J. 61: 742-745.

Gardner, W.1986. Dalam A. Klute (Penyunting). 1986. Methods of Soil Analysis. Part 1: Physical and Mineralogical Methods. Second edition. Soil Sci. Soc. Am. Inc. Publ., Madison. Hermawan, B., Z. Bahrum, Hasanudin, 2000. Pendugaan nilai kepadatan tanah melalui

pengukuran sifat dielektrik: suatu teknik analisis tanah baru berwawasan lingkungan. Laporan Akhir Hibah Bersaing VIII. Lembaga Penelitian Universitas Bengkulu. ... hal.

Hermawan, B., Zaituni, Hasanudin, 2006. Analisis tingkat ketersediaan air bagi tanaman pada tiga ordo tanah dominan di Bengkulu. Akta Agrosia 9 (1): 25-29.

Kittel, C., 1991. Introduction to Solid State Physics. John Wiley & Sons, Singapore.

Murtilaksono, M. W. Darmosarkoro, E. . Sutarta, H. H. Siregar, Y. Hidayat, M. A. Yusuf. 2011. Feasibility of Soil and Water Conservation Techniques on Oil Palm Plantation. Agrivita 33 (1): 63-69.

Nadler, A., S. Desberg, and I. Lapid, 1991. Time domain reflectrometry measurements of water content and electrical conductivity of layered soil columns. Soil Sci. Soc. Am. J. 55: 938-943. Tolk, J. A, S. R. Evett. 2015. Lower limits of crop water use in three soil textural classes. Soil Sci.

Soc. Am. J. 76 (2): 607-610.

Topp, G. C., M. Yunaka, W. D. Zebchuk, S. Zegelin, 1988. Determination of electrical conductivity using time-domain reflectrometry: soil and water experiments in coaxial lines. Water Resources Research 29: 945-952.

Wikipedia. 2016. Electrical impedance. https://en.wikipedia.org/wiki/Electrical_impedance. Xu, J., S.D. Logsdon, X. Ma, R. Horton, W. Han, Y. Zhao. 2014. Measurement of Soil Water

Gambar

Gambar 2.  Hubungan Z dan θ yang menunjukkan konstanta a dan b pada dua jenis tanah yang diteliti
Tabel 1.  Contoh  hasil  pengukuran  Z  (kΩ)  yang  menunjukkan  perubahan  kadar  air  tanah  antara tanggal 6 dan sampai 10 Januari 2015
Gambar 3.  Hasil pendugaan kebutuhan air kumulatif pada dua jenis tanah berbeda 05101520253012345678
Gambar 4.  Hasil pendugaan kebutuhan air kumulatif selama 8 minggu pertumbuhan bibit kelapa sawit  menggunakan teknik dielektrik

Referensi

Dokumen terkait

Dari dua variabel kemampuan dan motivasi yang digunakan dalam penelitian ini, variabel motivasi memiliki pengaruh yang lebih besar dalam mempengaruhi tingkat kinerja

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pola sidik bibir berdasarkan jenis kelamin pada mahasiswa ras Papua Melanesoid di Universitas Sriwijaya.. Untuk mengetahui

Setelah manusia melampaui tahap teologi dan intelektual (Hati dan Akal), adalah ada tahap jasmani, karena tidak dapat disangkal bahwa manusia adalah makhluk yang berdemensi

Berdasarkan prevalensi hipertensi yang cukup tinggi pada penduduk Indonesia serta beban biaya yang besar apabila telah berkembang menjadi komplikasi penyakit jantung dan

maupun dorongan berupa scaffolding pada mahasiswa untuk bekerja sama dalam kelompok. Karena persentase ketuntasan secara klasikal pada siklus I , maka dapat

Di antara unsur – unsur sistem baru itu adalah produksi tepat waktu ( just – in – time, JIT ), pengendalian mutu yang lebih ketat, penyerahan yang sering dan lebih dapat

Tanggapan karyawan terhadap credibility rerata jawaban responden secara keseluruhan sebesar 3,61 (3,41-4,20 = Diberdayakan), hal ini menunjukkan bahwa ada kredibilitas yang

Pelayanan Sakramen Baptisan Kudus secara rutin dilaksanakan setiap bulan pada Minggu ke dua, Bagi orang tua yang akan membawa anaknya di Baptis, dapat