60 Dinamika: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Vol. 16. No. 3. (2015) Didaktikum: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Vol. 16, No. 3, Januari 2015
ISSN 2087-3557
MODEL
PROBLEM BASED LEARNING
DALAM LAYANAN BK
UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
Lilik Subekti
SMP Negeri 5 Banyuwangi Jawa Timur Abstrak
Salah satu upaya konselor dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa adalah melalui penerapan model problem based learning dalam kegiatan layanan bimbingan dan konseling. Penelitian ini menggunakan rancangan single subject design (SSD) model A-B-A’. Subjek penelitian ini adalah 8 siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Banyuwangi. Penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis pada aspek mengidentifikasi masalah ada 3 subyek yang mengalami peningkatan pada fase treatment dari rendah menjadi tinggi dan 5 subyek lainnya dari rendah menjadi sedang. Ketiga aspek kemampuan lainnya yaitu aspek kemampuan menganalisis masalah, aspek kemampuan mengevaluasi dan aspek kemampuan pengambilan keputusan menunjukkan peningkatan pada fase treatment dari rendah menjadi sedang. Hasil pengukuran skor total berpikir kritis menunjukkan peningkatan persentase rata-rata 18,6% dengan kecenderungan meningkat stabil. Hal ini berarti bahwa model problem based learning
dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
© 2015 Didaktikum Kata Kunci: Berpikir Kritis; Layanan BK; Problem Based Learning
PENDAHULUAN
Peran bimbingan dan konseling dalam keberhasilan program pendidikan secara keseluruhan tidak dapat diragukan lagi, sebagaimana America Counseling Association (ACA) (2006) menjelaskan bahwa bimbingan dan konseling membantu siswa memecahkan masalah emosional dan sosial, memahami hidup yang terarah, menciptakan iklim sekolah yang kondusif dan bagian krusial untuk meningkatkan prestasi siswa. Hasil penelitian Cook dan Koffenberger (ACA, 2006), menunjukkan bahwa bimbingan dan konseling memiliki pengaruh positif terhadap prestasi akademik siswa sekolah menengah. Temuan Verduyn, et al (ACA, 2006) menunjukkan bahwa bimbingan dan konseling dapat membantu meningkatkan keterampilan dalam menghadapi masalah-masalah sosial.
Di satu sisi, fenomena yang terjadi akhir-akhir ini di kalangan remaja khususnya anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) sangat memprihatinkan. Seiring dengan pesatnya perkembangan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan selain membawa dampak yang positif bagi mereka, ternyata juga membawa dampak yang negatif. Canggihnya alat-alat komunikasi menyuguhkan tawaran yang menggiurkan bagi anak-anak seusia mereka. Hal ini dapat dilihat dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam pergaulan hidup remaja belakangan ini. Kenakalan remaja yang makin meningkat menjadikan orang tua, pihak sekolah dan masyarakat semakin kuatir dengan anak-anak dan anak didik mereka. Kasus pelecehan seksual, video porno, bolos sekolah dan gengster makin marak terjadi.
Menurut Wade dan Travis (2008), yang menjadi penyebab adanya perilaku-perilaku tersebut adalah karena rendahnya kemampuan berpikir siswa. Mereka tidak dapat mengambil keputusan secara tepat dalam hidup mereka, dalam arti tidak dapat menentukan bagaimana bersikap, bagaimana berperilaku.
MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM LAYANAN BK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
Lilik Subekti 61 Mereka tidak dapat memilih perilaku mana yang sebaiknya dilakukan, apakah perilaku yang bermanfaat atau sebaliknya. tidak menganalisa terlebih dahulu untung ruginya sebuah tindakan.
Bimbingan dan konseling juga hendaknya memberikan peran terhadap peningkatan kualitas berpikir siswa karena merupakan esensi proses pendidikan yakni mencerdaskan siswa dan salah satu aspek kecerdasan yang sangat memegang peran paling penting adalah kecerdasan secara kognitif yang nampak pada peningkatan kualitas berpikirnya (Santrock, 2001). Sehingga salah satu kecakapan hidup (life skill) yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan adalah keterampilan berpikir, salah satunya adalah keterampilan berpikir kritis (Depdiknas, 2003). Hal tersebut dikarenakan muara akhir dari keberhasilan program pendidikan pada umumnya dan program bimbingan dan konseling pada khususnya adalah pada saat siswa mampu mengembangkan diri dan merencanakan masa depannya.
Proses berpikir kritis dapat terjadi ketika seorang membuat keputusan pilihan tindakan mana yang terbaik. Ketika seorang mempertimbangkan apakah akan mempercayai atau tidak mempercayai, melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan, atau mempertimbangkan untuk bertindak dengan alasan dan kajian yang kuat, maka ia sedang menggunakan cara berpikir kritis. Seorang yang berpikir kritis akan mengkaji ulang apakah keyakinan dan pengetahuan yang dimiliki atau dikemukakan orang lain logis atau tidak. Demikian juga seseorang yang berpikir kritis tidak akan menelan begitu saja kesimpulan-kesimpulan atau hipotesis yang dikemukakan dirinya sendiri atau orang lain. Berpikir kritis adalah proses penilaian atau pengambilan keputusan yang penuh pertimbangan dan dilakukan secara mandiri.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan konselor dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis adalah melalui kegiatan layanan dengan model Problem Based Learning. Hal ini seperti yang disampaikan Tan (2004) bahwa Problem Based Learning merupakan upaya yang dapat menyiapkan siswa menjadi siswa yang berpikir kritis dan berpikir analitis. Selanjutnya, siswa dilatih untuk menganalisa sebuah masalah, pola pikir siswa yang selama ini terbiasa dengan wawasan yang sempit menjadi lebih terbuka, yaitu pola pikir yang berawal dari masalah yang dihadapi, dipikirkan berbagai alternatif penyebab, dan menemukan jalan keluarnya.
Pelaksanaan layanan dengan model Problem Based Learning ini, siswa diberikan masalah-masalah. Masalah yang disajikan adalah masalah yang memiliki konteks dengan dunia nyata. Semakin dekat dengan dunia nyata, akan semakin baik pengaruhnya pada peningkatan kemampuan berpikir siswa. Oleh karena itu, masalah yang diangkat adalah masalah yang dialami siswa sendiri, masalah tersebut diidentifikasi, dianalisis, dievaluasi agar siswa dapat membuat keputusan dan tindakan yang efektif. Tugas konselor adalah sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk mencari dan menemukan solusi yang diperlukan (Amir, 2010).
Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah model problem based learning dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa SMP. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan model problem based learning dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa SMP.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimen dengan model Single Subject Design (SSD). Troutman (2009), menjelaskan bahwa Single Subject Design merupakan sebuah rancangan yang dipergunakan untuk mengevaluasi perilaku individu. Single Subject Design dalam penelitian ini menggunakan desain A-B-A’, yaitu desain penelitian yang memiliki tiga fase yaitu A-1 (baseline-1), B (intervensi) dan A-2 (baseline-2). Desain penelitian ini bertujuan untuk mempelajari besarnya pengaruh dari suatu perlakuan yang diberikan kepada individu.
Desain ini merupakan rancangan yang dikembangkan untuk mendokumentasikan perubahan tingkah laku subyek secara individual. Desain penelitian ini adalah untuk menguji perubahan suatu perlakuan individu, yaitu dengan membandingkan rangkaian perolehan skor sebelum perlakuan ( baseline-1), selama perlakuan (treatment) dan masa pemeliharaan (maintenance atau baseline-2).
62 Dinamika: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Vol. 16. No. 3. (2015)
Subyek penelitian ini adalah 8 siswa dari kelas 8A SMP Negeri 5 Banyuwangi tahun pelajaran 2013/2014. Secara keseluruhan pelaksanaan penelitian dilakukan dalam 4 kali pertemuan. Kegiatan ini dilaksanakan 14 Januari s.d. 28 Maret 2014.
Dalam penelitian ini instrumen yang dipergunakan adalah Panduan Berpikir Kritis dengan Model Problem Based Learning (PBKMPBL). Panduan ini disusun/ dikembangkan sendiri oleh peneliti kemudian dilakukan uji ahli dan pengguna. Secara operasional model pengembangan panduan eksperimen yang disusun peneliti didasarkan pada pendapat Angelo (1995) berisi empat keterampilan, yaitu a) keterampilan mengidentifikasi masalah, b) keterampilan menganalisis, c) keterampilan mengevaluasi, dan d) keterampilan pengambilan keputusan atau tindakan. Penyusunan panduan ini mengacu pada model berpikir kritis Paul dan Elder. Menurut Paul dan Elder (2008) serta Paul (2009) bahwa untuk menilai tingkat kemampuan berpikir kritis dapat dilihat dari standar intelektual. Dan standar intelektual yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a) kejelasan (clarity), b) kedalaman (depth), c) ketepatan (accuracy), dan d) logis (logic). Instrumen pengukuran meliputi lembar rubrik dan lembar tugas siswa. Instrumen lembar rubrik terdiri dari beberapa item dengan klasifikasi menurut persentase ketercapaiannya yang terdiri dari baik sekali, baik, cukup baik, kurang baik dan tidak baik.
Metode analisis data dalam penelitian ini berdasar pada rancangan analisis eksperimen subyek tunggal atau Single Subject Design model A-B-A’. Analisis dilakukan secara individual, yaitu dengan mentabulasikan hasil pengukuran dan menggambarkannya dalam grafik, setiap hasil pengukuran tahap
baseline, treatment dan maintenace pada setiap subyek penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan ketentuan bahwa aspek kemampuan berpikir kritis rendah adalah level 1 (skor 5), level 2 (skor 10); aspek kemampuan berpikir kritis sedang adalah level 3 (skor 15), level 4 (skor 20); dan aspek kemampuan berpikir kritis tinggi adalah level 5 (skor 25), maka analisis hasil pengukuran aspek kemampuan berpikir kritis tiap subyek penelitian adalah sebagai berikut:
1) Subjek penelitian 1 : RAP
Hasil analisis pengukuran mulai dari tahap baseline, treatment dan maintenance tiap aspek kemampuan keterampilan berpikir kritis pada subyek RAP digambarkan pada grafik berikut:
Grafik .1. Hasil Analisis Pengukuran keterampilan berpikir kritis pada subyek RAP
Berdasarkan grafik tersebut bahwa RAP sampai pada treatment terakhir untuk aspek kemampuan mengidentifikasi masalah berada pada kategori ‘tinggi’, sedangkan pada aspek kemampuan menganalisis, mengevaluasi dan pengambilan keputusan pada pencapaian tingkat ‘sedang’.
0 5 10 15 20 25 30 1 2 3 4 5 6 7 8 Sko r asp e k B K Sesi mengidentifikasi masalah menganalisis mengevaluasi pengambilan keputusan
Baseline
Treatment
Maintenance
MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM LAYANAN BK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
Lilik Subekti 63 2) Subjek penelitian 2 : JRV
Hasil analisis pengukuran mulai dari tahap baseline, treatment dan maintenance tiap aspek kemampuan keterampilan berpikir kritis pada subyek JRV digambarkan pada grafik berikut:
Grafik .2. Hasil Analisis Pengukuran keterampilan berpikir kritis pada subyek JRV
Berdasarkan grafik tersebut bahwa JRV sampai pada treatment terakhir untuk aspek kemampuan mengidentifikasi masalah berada pada kategori ‘tinggi’, sedangkan pada aspek kemampuan menganalisis, mengevaluasi dan pengambilan keputusan pada pencapaian tingkat ‘sedang’.
3) Subjek penelitian 3: RFP
Hasil analisis pengukuran mulai dari tahap baseline, treatment dan maintenance tiap aspek kemampuan keterampilan berpikir kritis pada subyek RFP digambarkan pada grafik berikut:
Grafik 3. Hasil Analisis Pengukuran keterampilan berpikir kritis pada subyek RFP
Berdasarkan grafik tersebut RFP sampai pada treatment terakhir untuk aspek kemampuan mengidentifikasi masalah berada pada kategori ‘tinggi’, sedangkan pada aspek kemampuan menganalisis, mengevaluasi dan pengambilan keputusan pada pencapaian tingkat ‘sedang’.
0 5 10 15 20 25 30 1 2 3 4 5 6 7 8 Sko r asp e k B K Sesi Mengidentifikasi masalah Menganalisis mengevaluasi pengambilan keputusan
Baseline
Treatment
Maintence
0 5 10 15 20 25 30 1 2 3 4 5 6 7 8 Sko r asp e k B K Sesi mengidentifikasi masalah menganalisis mengevaluasi pengambilan keputusanBaseline
Treatment
Maintenance
64 Dinamika: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Vol. 16. No. 3. (2015) 4) Subjek penelitian 4: DC
Hasil analisis pengukuran mulai dari tahap baseline, treatment dan maintenance tiap aspek kemampuan keterampilan berpikir kritis pada subyek DC digambarkan pada grafik berikut:
Grafik 4. Hasil Analisis Pengukuran keterampilan berpikir kritis pada subyek DC
Berdasarkan grafik tersebut DC sampai pada treatment terakhir untuk aspek kemampuan mengidentifikasi masalah berada pada kategori ‘tinggi’, sedangkan pada aspek kemampuan menganalisis, mengevaluasi dan pengambilan keputusan pada pencapaian tingkat ‘sedang’.
5) Subjek penelitian 5: SHK
Hasil analisis pengukuran mulai dari tahap baseline, treatment dan maintenance tiap aspek kemampuan keterampilan berpikir kritis pada subyek SHK digambarkan pada grafik berikut:
Grafik 5. Hasil Analisis Pengukuran keterampilan berpikir kritis pada subyek SHK
Berdasarkan grafik tersebut SHK sampai pada treatment terakhir untuk semua aspek kemampuan berpikir kritis ada peningkatan pada pencapaian tingkat ‘sedang’.
6) Subjek penelitian 6: MF 0 5 10 15 20 25 30 1 2 3 4 5 6 7 8 Sko r asp e k B K Sesi Mengidentifikasi masalah Menganalisis Mengevaluasi Pengambilan keputusan
Baseline
Treatment
Maintenance
0 5 10 15 20 25 1 2 3 4 5 6 7 8 Sko r asp e k B K Sesi Mengidentifikasi masalah Menganalisis Mengevaluasi Pengambilan keputusanBaseline
Treatment
Maintenance
MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM LAYANAN BK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
Lilik Subekti 65 Hasil analisis pengukuran mulai dari tahap baseline, treatment dan maintenance tiap aspek kemampuan keterampilan berpikir kritis pada subyek MF digambarkan pada grafik berikut:
Grafik 6. Hasil Analisis Pengukuran keterampilan berpikir kritis pada subyek MF
Berdasarkan grafik tersebut MF sampai pada treatment terakhir MF untuk semua aspek kemampuan berpikir kritis ada peningkatan pada pencapaian tingkat ‘sedang’.
7) Subjek penelitian 7: WWK
Hasil analisis pengukuran mulai dari tahap baseline, treatment dan maintenance tiap aspek kemampuan keterampilan berpikir kritis pada subyek WWK digambarkan pada grafik berikut:
Grafik 7. Hasil Analisis Pengukuran keterampilan berpikir kritis pada subyek WWK
Berdasarkan grafik tersebut WWK sampai pada treatment terakhir untuk aspek kemampuan mengidentifikasi masalah mencapai kategori ‘tinggi’, tetapi pada aspek kemampuan menganalisis pada pencapaian kategori ‘kurang’ dan pada aspek kemampuan mengevaluasi dan pengambilan keputusan pada pencapaian ‘sedang’.
8) Subjek penelitian 8: MDCA 0 5 10 15 20 25 1 2 3 4 5 6 7 8 Sko r asp e k B K Sesi Mengidentifikasi masalah Menganalisis Mengevaluasi Pengambilan keputusan
Baseline
Treatment
Maintenance
0 5 10 15 20 25 30 1 2 3 4 5 6 7 8 Sko r asp e k B K Sesi Mengidentifikasi masalah Menganalisis Mengevaluasi Pengambilan keputusanBaseline
Treatment
Maintenance
66 Dinamika: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Vol. 16. No. 3. (2015)
Hasil analisis pengukuran mulai dari tahap baseline, treatment dan maintenance tiap aspek kemampuan keterampilan berpikir kritis pada subyek MDCA digambarkan pada grafik berikut:
Grafik 8. Hasil Analisis Pengukuran keterampilan berpikir kritis pada subyek MDCA
Berdasarkan grafik tersebut MDCA sampai pada treatment terakhir untuk aspek kemampuan mengidentifikasi masalah mencapai kategori ‘sedang’, tetapi pada aspek kemampuan menganalisis pada pencapaian kategori ‘kurang’ dan pada aspek kemampuan mengevaluasi dan pengambilan keputusan pada pencapaian ‘sedang’.
Secara keseluruhan peningkatan hasil treatment penggunaan model Problem Based Learning ini adalah 18,6% dapat kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1: Hasil Treatment Berpikir Kritis
SUBJEK/ FASE/SESI Baseline Treatment Mnt
1 2 3 4 5 6 7 8
SCORE KETERAMPILAN BK TIAP
SUBYEK RAP 35 35 30 65 70 75 80 80 JRV 30 25 20 65 75 80 75 75 RFP 35 30 30 70 70 75 75 80 DC 30 25 20 60 70 70 75 75 SHK 25 20 25 55 60 65 70 70 MF 25 25 20 55 60 65 65 60 WWK 30 30 25 60 70 75 70 75 MDCA 30 30 20 55 60 60 65 70
TOTAL PER SESI 240 220 190 485 535 565 575 585
RATA-RATA PER SESI 30 27.5 23.8 60.6 66.9 70.6 71.88 73.1
TOTAL PER FASE 2810 2,160 585
RATA-RATA PER FASE 27.1 67.5 73.1
PENINGKATAN TREATMENT 18.6
Hasil pengukuran selama fase baseline (A1) menunjukkan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa cenderung ’rendah’ atau menurun stabil. Namun pada fase treatment (B) yakni selama diterapkan panduan
0 5 10 15 20 25 1 2 3 4 5 6 7 8 Sko r Asp e k B K Sesi Mengidentifikasi masalah Menganalisis Mengevaluasi Pengambilan keputusan
Baseline
Treatment
Maintenance
MODEL PROBLEM BASED LEARNING DALAM LAYANAN BK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
Lilik Subekti 67 berpikir kritis model Problem Based Learning tampak peningkatan keterampilan berpikir kritis dengan kecenderungan stabil meningkat dengan persentase peningkatan rata-rata 18,6%. Adanya peningkatan aspek kemampuan berpikir kritis yang terjadi pada fase treatment pada semua subyek penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil uji coba penggunaan model Problem Based Learning terhadap peningkatan tiap aspek kemampuan berpikir kritis, terdapat 3 subyek penelitian pada aspek kemampuan mengidentifikasi masalah mengalami peningkatan pada tahap treatment dari ‘rendah’ menjadi ‘tinggi’ dan 5 subyek penelitian mengalami peningkatan dari ‘rendah’ menjadi sedang. Pada aspek kemampuan menganalisis masalah, aspek kemampuan dalam mengevaluasi dan aspek kemampuan dalam pengambilan keputusan semua subyek penelitian mengalami peningkatan pada tahap treatment dari ‘rendah’ menjadi ‘sedang’. Persentase peningkatan kemampuan berpikir kritis rata-rata 18,6% dengan kecenderungan stabil meningkat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa SMP.
DAFTAR PUSTAKA
ACA. 2006. Multicultural Issues in Counseling: New Approaches to Diservity ( 3 rd Ed). Alexandria: Lee C.
Amir, M. T. 2006. Siswa yang Berfiikir Strategis: Memaknai Perkuliahan Sembari Membangun Kecakapan Hidup . Jakarta: Institusi Bisnis dan Informatika Indonesia
Angelo, E., James, R. 1995. Creative Thinking in the Decision and Management Sciences. Cincinnati: South-Western Publishing Co.
Depdiknas, 2003. Pedoman Umum pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi SMA. Jakarta: Pusat kurikulum Balitbang Depdiknas
Paul, R, Elder.R. 2008. Critical Thinking Development: A Stage Theory With Implications for Instruction, (On Line), (http://www.criticalthinking. org/,diakses 20 November 2008).
Santrock, J. 2001. Adolescence. Jakarta: Erlangga
Tan, O.S. 2004. Thinking about Thinking: Reflective Practice and Self Regulation, Walking the Talk Through PBL in Teacher Education. Singapore: Thomson Learning
Troutmant, A.C.,Paul, A.A. 2009. Applied Behavior Analysis. New Jersey: Pearson Education, Inc, Upper Saddle River.