Vol. 13 No. 2: 238-247 Oktober 2020 Peer-Reviewed
URL: https:https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/ DOI: 10.29239/j.agrikan.13.2.238-247
Pengembangan Agribisnis Beras Beraroma “Mandoti”
di Kabupaten Enrekang
(
Agribusiness Development of Flavor Rice “Mandoti” in Enrekang
District)
Omar Khayam1,Irmayani1dan Amaluddin2
1 Department of Agribusiness,Post Graduate Muhammadiyah University of Parepare,Email :
irmaumpar@yahoo.co.id, omar.khajam29@gmail.com
2 Department of English Education Post Graduate Muhammadiyah University of Parepare, Email
:amaluddin165@gmail.com, Info Artikel: Diterima: 22 Sept. 2020 Disetujui: 22 Okt. 2020 Dipublikasi: 25 Okt. 2020
Research Artiecle Keyword:Agribusiness, Flavor Rice, Mandoti,
Korespondensi: Irmayani
Muhammadiyah University of Parepare. Parepare, Indonesia Email: irmaumpar@yahoo.co.id
Copyright© Oktober 2020 AGRIKAN
Abstrak. Kabupaten Enrekang merupakan salah satu daerah di Sulawesi Selatan dengan topografi penghasil komoditi sayur-sayuran, tetapi selain itu daerah ini juga menghasilkan komoditi unggulan yang hanya dihasilkan pada Desa Salukanan, Kecamatan Baraka yaitu padi lokal beras beraroma yang dikenal dengan "Pulu Mandoti". Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor eksternal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor internal (peluang dan ancaman) untuk merumuskan strategi pengembangan agribisnis beras beraroma "Pulu Mandoti". Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Enrekang, dengan menentukan beberapa responden yang melibatkan kepala dinas pertanian, epala bappeda, ketua gapoktan. analisis yang digunakan adalah analysis hierarki process, yang menunjukkan bahwa strategi pengembangan beras beraroma yang dikenal dengan "Pulu Mandoti" dimulai dari aspek tehnis, aspek kebijakan dan aspek ekonomi.
Abstract.Enrekang Regency is one of the areas in South Sulawesi with a topography of producing vegetable commodities, but apart from that this area also produces superior commodities that are only produced in Salukanan Village, Baraka District, namely local rice flavored rice known as "Pulu Mandoti". This study aims to analyze external factors (strengths and weaknesses) and internal factors (opportunities and threats) to formulate a development strategy for agribusiness development of "Pulu Mandoti" flavored rice. This research was carried out in Enrekang Regency, by determining several respondents who involved the head of the agriculture department, epala Bappeda, the head of Gapoktan. The analysis used is process hierarchical analysis, which shows that the strategy to develop flavored rice known as "Pulu Mandoti" starts from technical aspects, policy aspects and economic aspects.
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang banyak menyandarkan kebutuhan masyarakat dari sektor pertanian.Oleh karena itu pembangunan pertanian merupakan syarat mutlak untuk
melaksanakan pembangunan perekonomian
negara.Pembangunan pertanian merupakan bagian
dari pembangunan nasional. Program
pembangunan pertanian pada hakekatnya adalah rangkaian upaya untuk memfasilitasi, melayani dan mendorong berkembangnya sistem agribisnis, serta usaha usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan serta desentralisasi dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan perekonomian rakyat Indonesia dapat dilakukan melalui kegiatan agribisnis, karena dapat meningkatkan produk
domestik bruto, kesempatan kerja dan berusaha, pangsa pasar dan ekspor, pendapatan petani,
produktivitas perekonomian pedesaan serta
mengurangi kantong kantong kemiskinan
(Sartidjo,et al. 2007). Diterapkannya sistem otonomi daerah melalui Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diganti dengan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2014 telah menegaskan bahwa setiap daerah diberikan kewenangan dalam mengolah pembangunan secara mandiri. Sejalan dengan hal tersebut berdampak pada setiap daerah berlomba-lomba untuk dapat mengangkat potensi spesifik lokasi agar memiliki daya saing dengan daerah lainnya.
Kabupaten Enrekang sebagai salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, perlu menggali dan mengoptimalkan berbagai potensi yang ada dalam rangka mendorong pembangunan
239
pertanian berbasis agribisnis dan meningkatkan kesejaheraan masyarakat.Salah satu upaya untuk mencapai hal tersebut adalah mendesain startegi pembangunan pertanian yang diarahkan pada pemanfaatan keunggulan daerah terutama pada sektor komoditi lokal yang memiliki potensi untuk dikembangkan.Sektor tanaman pangan merupakan salah satu sektor yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Kabupaten Enrekang, terutama pada beberapa komoditi seperti komoditi padi lokal.Kabupaten Enrekang merupakan salah satu daerah pengembangan padi local di Sulawesi Selatan. Berdasarkan data statistik Tahun 2016 produksi beras di Kabupaten Enrekang sebesar 50.149 Ton dengan luas padi sawah 10.487 Ha.
“Pulu Mandoti” adalah varietas padi lokal
dan merupakan satu jenis padi yang
dibudidayakan di Kabupaten Enrekang tepatnya di Desa Salukanan Kecamatan Baraka. Selaian di Desa Salukanan benih padi tersebut tetap tumbuh, namun roma dan rasa dari Pulut tersebut berbeda.Hal inilah yang membuat varietas ini
berbeda dan memiliki nilai jual
tersendiri.Pengembangan Komoditas “Pulut
Mandoti” di Kabupaten Enrekang sebagai
komoditas unggulan sangat penting dalam rangka meningkatkan produktifitas dan daya saing.Oleh karena itu dukungan pemerintah dan politis daerah sangat diperlukan melalui berbagai regulasi yang diciptakan untuk menciptakan berbagai kemudahan bagi kegiatan agribisnis yang diharapkan dapat mendongkrak daya saing komoditas.Sehubungan dengan kondisi tersebut
maka perlu dirumuskan pengembangan
komoditas unggulan khususnya pulut mandoti
agar kedepankomoditi “Pulut Mandoti” dapat
lebih berkembang dan daya saing semakin kompetitif.
1.2.Tujuan dan Kegunaan
Berdasarkan latar belakang, maka tujuan utama dari penulisan ini adalah merumuskan prospek dan peluang pengembangan agribisnis beras lokal. Sehingga untuk menjawab tujuan tersebut, maka tujuan spesifik dari penulisan ini adalah :
1. Menganalisis faktor internal (kekuatan dan
kelemahan) dan faktor eksternal(peluang dan
ancaman) dalam strategi pengembangan “pulut
mandoti” di Desa Salukanan Kecamatan
Baraka.
2. Merumuskan strategi pengembangan agribinis
“pulut mandoti” di Kabupaten Enrekang.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Kajian ini dilaksanakan di Kabupaten Enrekang dengan pertimbangan bahwa wilayah ini merupakan daerah yang memiliki komoditi
pulut Mandoti. Lokasi penilitian berada pada Kecamatan Baraka Desa Salukanan sebagai sentra
Pulut Mandoti di Kabupaten Enrekang. 2.2. Desain Penelitian Sampel
Untuk sample dalam penelitian ini adalah
stakeholder yang terkait dengan upaya
pengembangan agribisnis pulut mandoti di
Kabupaten Enrekang yaitu Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan, Kepala Bappeda, Anggota DPRD, Dosen Perguruan tinggi setempat, Kepala Seksi Dinas Pertanian dan Ketua GAPOKTAN di Kecamatan Desa Salukanan
2.3. Instrumen Penelitian
Adapun instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pedoman wawancara berupa kuisioner yang akan ditanyakan sesuai dengan tujuan penelitian, khususnya terkait dengan upaya
strategi pengembangan Pulut Mandoti. Selain itu
di lapangan kuisioner ini bisa dikembangkan, sehingga memunculkan banyak pertanyaan yang dimaksudkan untuk menggali informasi secara mendalam.
2.4. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
wilayah yang menjadi sentra produksi Pulut
Mandoti yaitu Kecamatan Baraka Desa Salukanan Adapun Jumlah responden sebnayak 16 Orang
yaitu para stakeholder yang berkepentingan dan
berperan dalam pengembangan Pulut Mandoti di
Kabupaten Enrekang, terdiri dari Kepala Dinas Pertanian 1 Orang, Kepala Bappeda 1 Orang, Kabid dan Kasi Bidang Hortikultura sebanyak 4 Orang, Anggota DPRD 1 Orang, 8 Orang ketua GAPOKTAN di Desa Salukanan dan 1 orang dari perguruan tinggi setempat.
2.5. Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan
wawancara langsung responden kuntuk
mendapatkan informasi dan gambaran umum mengenai hal hal yang berhubungan dengan penelitian ini, serta mendapatkan informasi
240
mengenai faktor faktor internal dan eksternal yang
dapat mempengaruhi pengembangan Pulut
Mandoti di Kabupaten Enrekang.
Sementara itu data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait dengan penelitian ini berupa dokumen dokumen kebijakan, publikasi hasil penelitian dan berbagai referensi lainnya. Instansi instansi tersebut antara lain Badan Pusat Statistik Kabupaten Enrekang dan Data Dinas Pertanian Kabupaten Enrekang.
Data data yang telah diperoleh baik melalui studi primer maupun sekunder selanjutnya dianalisis berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan kriteria data yang diperlukan seperti pada tabel 3 di bawah ini
2.6. Teknik Analisis Data
Berbagai metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses hiraki analitik (PHA) dan analisis deskriptif.
2.7. Proses Hiraki Analitik (PHA)
Skala prioritas dari berbagai upaya
pengembangan komoditas unggulan ditentukan untuk memudahkan pengambilan kebijakan berdasarkan preferensi berbagai pihak. Kriteria kriteria yang berpengaruh disintesis dalam hiraki. Analisis yang dipergunakan adalah proses hiraki
anlitik (PHA) atau yang biasa dikenal dengan The
analitic hirerachy process(AHP). Menurut Latifah (2005), AHP digunakan pada kondisi dimana terdapat proses pengambilan keputusan cara kompleks yang melibatkan berbagai kriteria, seperti prioritas diantara bebarapa alternatif kebijakan dan sasaran. Syarat yang harus diperhatikan dalam penggunaan analisis ini adalah pihak yang akan memberikan penilaian terhadap tingkat kpentingan faktor yang dianalisis harus yang benar benar memahami situasi yang
sedang ditelaah.Menurut Ma’arif dan Tanjung
(2003), Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model yang luwes yang mampu memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya.
Langkah langkah dalam analisis data menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah :
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan
solusi masalah melalui :
a. Tujuan, Tujuan dari analisis ini adalah untuk
menentukan startegi pengembangan komoditas
“pulu mandoti” di Kabupaten Enrekang
b. Kriteria, Kriteria yang digunakan dalam
menentukan alternatif strategi yang akan
dipilih terkait pengembangan komoditaspulut
mandoti di Kabupaten Enrekang yaitu On-Farm, Off-Farm (Aspek Tekhnis dan Ekonomi), Kebijakan Pemerintah, Lini Pemasaran dan Perdagangan (Aspek Kebijakan)
c. Alternatif, Yaitu alternatif strategi apa saja yang
perlu dilakukan agar pengembangan komoditi
Pulut Mandoti tersebut dapat berjalan dengan baik, optimal dan memberikan keuntungan disemua pihak, efektif, dan efisien. Yaitu (1) On-Farm yang mencakup penciptaan varietas unggul, penguatan sistem produksibenih, pengelolaan hara dan airterpadu, pengendalian
hama danpenyakit terpadu, serta
perbaikanmutu dan daya simpan produk. (2)
off-farm yaitu yang diawali dengan
perbaikanteknologi pengolahan
untukmendukung pengembangan industrihilir
pulut mandoti (skala rumahtangga maupun
industri), misalnyapacking pulut mandoti, dan
industry pengolahan pulut mandoti lainnya(3)
kebijakan pemerintah yang
mencakupdukungan kebijakan pemasaran
pulut mandoti,pengembangan sarana dan prasaranapendukung
operasionalisasikelembagaan usaha tani dan pemasaran. (4) Strategi pengembangan di
linipemasaran dan perdagangan yang
mencakup pengembangan unit usahabersama (koperasi atau usahaberbadan hukum lainnya) sertapengembangan sistem informasi(harga penawaran dan permintaanproduk) untuk mendukung upaya menangkap peluang pasar (Balitbang, Deptan, 2007)
2. Membuat Struktur Hiraki
Pembuatan struktur hiraki tentang strategi pengembangan komoditas bawang seperti pada Gambar 1.
III. HASIL DAN PEMBAHASAAN
3.1. Perkembangan Budidaya Perberasan Spesifik Lokal Di Desa Salukanan
3.1.1. Budidaya “Pulut Mandoti”
Budidaya “pulu mandoti” merupakan salah
satu komoditi pertanian jenis padi lokal di
Kabupaten Enrekang yang telah lama
241
Kecamatan Baraka.Usaha pertanian ini merupakan
mata pencaharian sebhagaian besar warga
masyarakat di Desa tersebut.Masyarakat menenam padi biasa untuk konsumsi kemudian sekaligus
menanam padi “pulut mandoti” untuk dijual maupun dikonsumsi sendiri.Budidaya “pulu mandoti” dilakukan karena memiliki nilai
ekonomi yang tingi.
Gambar 1. struktur hiraki tentang strategi pengembangan beras beraroma “Mandoti”
Budidaya padi “pulu mandoti” hampir sama
dengan padi secara umum. Gulma Langkah awal yang dilaksanakan pada penyiapan lahan berupa pembersihan lahan dari rumput dan rumput sisa penanaman sebelumnya, namun dapat dilakukan penyemprotan gulma jika dirasa perlu. Lahan yang akan diolah sebelumnya harus digenangi air agar tanah menjadi lunak. Tahap selanjutnya yaitu tanah di bajak mengikuti alur petakan sawah yang umunya dari tepi atau tengah petakan.Tujuan
pembajakan adalah mematikan dan
membenamkan rumput.Untuk pembajakan sawah digenangi air 4-5 hari untuk mempercepat pembusukan sisa sisa tanaman dan melunakan tanah.
Pada proses penanaman benih “pulu mandoti” dapat dilakukan dengan dua metode
yaitu metode tanam langsung dan metode tanam pindah. Secara umum metode yang dilaksanakan oleh petani adalah tanamn pindah.Dimana sebelum dilakukan penanaman terlebih dahulu benih direndam 2-3 hari. Proses penanaman masih menggunakan tenaga manusia yang merupakan anggota kelompok tani yang sama dengannya atau dengan bantuan anggita keluarga atau kerabat
dekat, hal tersebut juga biasa dikatakan
makkombong.
Panan “pulu mandoti” dipanen setelah
berumur 6-7 bulan yaitu pada bulan September
hingga November.Panen dilakukan dengan
menggunakan ani ani.Ani ani ini merupakan alat
penen tradisional yang terbuat dari kayu dan bambu saling menyilang dengan pisau kecil yang ditancapkan pada bagian muka kayu. Padi yang telah dipanen diikat lalu dikeringkan kemudian dirotokan dengan cara dipukul pukul pada kayu dan dibawa ke tempat penggilingan apabila ingin segera digunakan atau dijual. Namun jika tidak padi tersebut akan disimpan di lumbung padi dan akan dijemur lalu digiling pada saat akan digunakan.
3.1.2. Program yang Dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Enrekang
Kabupaten Enrekang merupakan satu
satunya penghasil “pulu mandoti” di Sulawesi
Selatan. Guna mendukung komoditi spesifik lokalita tersebut Dinas Pertanian Kabupaten Enrekang telah melaksanakan kegiatan sehingga kapasitas produksi dan ketersediaan komoditi tersebut tetap terjaga Adapun kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Enrekang (Renja Distanbun Tahun 2014) guna mendukung pengembangan agribisnis perberasan spesifik lokalita tersebut adalah :
a. Sekolah Lapang Good Agriculture Practice
(SL-GAP)
Salah satu upaya mendukung peningkatan produksi yang memiliki daya saing pada komoditi
“pulu mandoti” adalah peningkatan kapasitas SDM petani melalui budidaya komoditi “pulu
mandoti” sesuai dengan Standar Operasional
242
Lapang Good Agriculture Practice(SL–GAP),
materi yang diberikan kepada petani adalah bagaimana teknik budidaya yang baik dan benar
sesuai anjuran terkait budidaya “puluT mandoti”,
mulai dari teknik penyiapan benih sampai kepada teknik penanaman dan pemanenan hasil. Jumlah kelompok tani yang diberikan pelatihan SL-GAP pada Tahun 2014 sebanyak 8 Kelompok atau seluas 20 Ha (Buku Database Distanbun, 2015). Kegiatan SL-GAP yang dilakukan selama ini
masih belum optimal karena budidaya “pulu
mandoti” yang dilakukan masih tinggi
penggunaan pestisida dan sistem pola pergiliran tanaman belum diterapkan.(Renstra Distanbun, 2014)
b. Bantuan Sarana dan Prasarana Pertanian
Guna mendukung peningkatan produksi
“pulu mandoti” di Kabupaten Enrekang, berbagai
bantuan sarana dan prasarana yang diberikan
kepada petani.Untuk bantuan sarana dan
prasarana yang diberikan kepada petani “pulu
mandoti” Tahun 2017 seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Bantuan Sarana dan Prasarana Pertanian Tahun 2014 pada Dinas Pertanian Kabupaten Enrekang No Jenis Bantuan Jumlah Kelompok Luasan (Unit) (Ha) 1 Pompa Air 6 18
2 Alat Jaringan Irigasi 5 25
3 Cultivator 44 -
4 Embung Embung 3 10
Sumber : Buku Data Base Distanbun, Tahun 2019
c. Kerjasama dengan Stakeholder
Tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Enrekang melalui Dinas Pertanian melaksanakan kerjasama dengan 2 (dua) lembaga yaitu Bank Indonesia
melalui dana CSR (Coorporate Social
Responsibilty) dan BPTP Kementerian Pertanian Adapun bentuk kerjasama dengan Bank Indonesiamelalui kerjsama peningkatan kapasitas
petani “pulu mandoti” dan kerjasama dengan BPTP melalui pemurnian varietas “pulu mandoti” sehingga keaslian dan ketersedian “pulu mandoti”
dapat dipertahankan.
3.2. Strategi Pengembangan Agribisnis Perberasan Ketan Spesifik Lokal di Desa Salukanan
Upaya pengembangan komoditas agribisnis
perberasan ketan khususnya “pulu mandoti” di
Kabupaten Enrekang dilakukan melalui
pengumpulan pendapat stakeholder dengan
menggunakan quisioner lalu dianalisis dengan
Analitical Hierarchy Process (AHP) melalui
fasilitas Sofware Expert Choice. Hasil Analisis AHP
dibagi menjadi 2 hirarki, hirarki pertama terkait
dengan 4 strategi, yaitu pengembangan Lini
on-farm, pengembangan lini of-farm, pengembangan
aspek kebijakan pemerintah dan aspek pemasaran dan perdagangan. Adapun struktur hirarki seperti Gambar 2.
Gambar 2. Hirarki Strategi Pengembangan “pulu mandoti”
Berdasarkan Model hirarki Gambar 2 yang dianalisis menggunakan AHP, maka upaya
pengembangan agribisnis “pulu mandoti”
dilaksanakan secara berurut yang memberikan
bobot paling tinggi adalah Lini Aspek Tekhnis dengan bobot 0,702, kebijakan pemerintah dengan bobot 0,226 dan aspek ekonomi 0,73, seperti hasil analisis pada Gambar 3.
244 Gambar 3. Hasil AHP Penilaian Pengembangan Agribisnis
Beras Beraroma “Mandoti” di Kabupaten
Enrekang 3.3. Strategi Aspek Tekhnis (Bobot 0,702)
Pada aspek tekhnis terdiri dari 2 variabel
yaitu Lini On Farm dan Off Farm, dimana pada
kedua lini tersebut terdapat beberapa variabel yang timbul pada saat pelaksanaan diskusi dengan para stakeholder. Berdasarkan hasil analisis
terhadap kedua variabel tersebut lini on farm
masih mendapat perhatian untuk dikembangkan
dibandingkan dengan lini off farm, dimana skore
untuk lini on farm sebesar 0,833 dan untuk lini off
farm sebesar 0,167. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa upaya pengembangan agribisnis
perberasan ketan spsifik lokal khusus nya “pulu
mandoti” di Kabupaten Enrekang masih harus
fokus pada aspek lini on farm seperti pada sistem
produksi benih, sarana dan prasarana irigasi dan pengairan, pengendalian hama terpadu, perbaikan mutu benih dan tekhnologi ketersediaan bibit. Adapun hasil analisis seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Bobot Alternatif Strategi Pengembangan Aspek Tekhnis
No Alternatif Strategi Bobot
1 Lini On Farm 0,833
2 Lini Off Farm 0,167
Aspek utama yang dilaksanakan untuk
pengembangan “pulu mandoti” di Kabupaten
Enrekang pada lini on-farm yaitu sistem produksi
benih, sarana dan prasarana irigasi dan pengairan, pengendalian hama terpadu, perbaikan mutu
benih dan tekhnologi ketersediaan bibit.
Sehingga dari ke lima (5) alternatif strategi guna
mendukung strategi lini on-farm maka alternatif
strategi utama yang dilakukan adalah sarana dan prasarana irigasi dan pengairan dengan nilai 0,320 seperti pada Tabel 14.
Tabel 4. Bobot Alternatif Strategi Pengembangan “pulu mandoti” lini on-farm
No Alternatif Strategi Bobot
1 Sarpras irigasi pengairan 0,320
2 Tekhnologi ketersediaan bibit 0,307
3 Perbaikan mutu bibit 0,284
4 Pengendalian hama terpadu 0,055
243
Nilai bobot tertinggi adalah sarpras irigasi pengairan dengan bobot sebesar 0,320, kondisi tersebut menjadi masalah utama yang harus menjadi acuan dalam upaya pengembangan agribisnis perberasan ketan spesifik lokal, hal
tersebut akibat banyaknya saluran irigasi
sekunder dan primer yang mengalami kerusakan di Kabupaten Enrekang, Berdasarkan data Renstra Dinas Pertanian Kabupaten Enrekang Tahun 2014
– 2018 jumlah panjang irigasi sekunder yang telah
dibangun oleh Dinas Pertanian Kabupaten Enrekang sepanjang 26.700 meter atau sekitar 7.964 Ha kondisi irigasi tersebut sudah terdapat 70% yang sudah tidak layak untuk digunakan. Kondisi tersebut berdampak pada rendahnya produksi
“pulu mandoti”.
Strategi lain yang perlu mendapat perhatian
pada upaya pengembangan lini On Farm adalah
tekhnologi ketersediaan bibit dengan bobot sebesar 0,307, kondisi tersebut disebabkan karena
bibit “pulu mandoti” yang ada di Kabupaten
Enrekang hanya bisa dan cocok tumbuh di Desa Salukanan sehingga perlu ada upaya pemurnian
bibit “pulu mandoti” kondisi tersebut dapat
berdampak pada ketersediaan bibit lokal selama musim tanam dan dapat meminimalisir dampak serangan organisme penggangu tanaman sehingga
ketersediaan bibit “pulu mandoti” dapat tersedia
sepanjang tahun. Dimana menurut Siterasmi Trias, 2013.bahwa adaptasi bibit lokal pada kondisi agroekosistem dan cekaman biotik maupun
abiotik di wilayah setempat. Kondisi
agroekosistem yang bersifat suboptimal seperti kekeringan, lahan masam, lahan tergenang, keracunan besi, dan lain-lain akan membentuk varietas lokal toleran terhadap kondisi suboptimal tersebut. Setiap musim petani memilih varietas padi dengan rasa nasi enak,sehingga varietas lokal pada umumnya memiliki mutu yang tinggi.
Pada lini Off Farm indiktor packing “pulu
mandoti” memiliki skor sebesar 0,800 dan untuk
indikator sistem penyimpanan produk memiliki skor sebesar 0,200. Kondisi tersebut memang
sesuai dengan wilayah pengembangan “pulu mandoti” dimana budaya masyarakat di atas sudah menerapkan penyimpanan “pulu mandoti” di
rumah rumah yang biasa disebut “tokkonan” hal
tersebut dilakukan sebagai bahan cadangan pangan. Selain itu pulut tersebut disimpan untuk
digunakan apabila tabungan sudah mulai
berkurang. Masalah yang dihadapai oleh petani
ketan adalah metode packing “pulu mandoti”,
biasanya jika ada pembeli hanya menggunakan
kantong plastik sebagai wadah penjualan, belum diterapkan sistem packing produk yang menarik dan dapat meningkatkan nilai jual ataupun permintaan konsumen I sebagai oleh oleh khas Kabupaten Enrekang.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka strategi pengembangan agribisnis perberasan spesifik lokal di Desa Salukanan dilaksnakan rehabilitasi sarana dan prasarana pengairan. Hal
tersebut dilaksanakan melalui dukungan
keterlibatan lintas sektoral baik itu Dinas Pertanian maupun Dinas Pekerjaan Umum.Dalam hal ini Irigasi yang ada di Hulu juga perlu mendapat perhatian sehingga kapasitas air yang dibutuhkan oleh petani dapat tersedia sepanjang
tahuna. Karena ‘pulu mandoti” memiliki masa
tanam yang cukup lama yaitu enam bulan. Jenis program yang dapat diberikan pada Dinas Pertanian melalui pendekatan penguatan kapasitas kelembagaan kelompok tani melalui penguatan P3A, apabila kapasitas P3A sudah baik maka kondisi irigasi akan bertahan lama, karena walaupun rehab terus dilakukan tanpa adanya perhatian dari kelompok itu sendiri maka irigasi tersebut tidak akan bertahan. Pada aspek
ketersediaan bibit sebaiknya dilakukan
pendafaran varietas “pulu mandoti” hal tersebut
dilakukan guna menjaga kualitas benih yang ada di kelompok tani, setelah dilakukan pendaftaran varietas maka akan dilaksanakan pemurnian varietas agar varietas tersebut tahan serangan hama. Selain itu kedepan perlu dilakukan penelitian agar benih tersebut tidak lagi memiliki
masa panen yang panjang dengan tidak
mengurangi nilai spesifik lokal dari “pulu
mandoti” itu sendiri.
Pada Aspek lini Of Farm startegi
pengembangan agribisnis yang perlu mandapat perhatian adalah bagaiaman agar packing produk tersebut bisa lebih menarik, tidak lagi melalui kemasan kantong plastik. Dukungan tersebut diberikan melalui kerjasama dengan stakeholder seperti Industri pemasaran atau lembaga lembaga
pemasaran agar mendamping kelompok “pulu mandoti” dalam hal bagaiamana membuat packing
yang menarik sehingga dapat menjadi olej oleh yang diminati oleh wisatawan.
3.4. Strategi Aspek Ekonomis (Bobot 0,73)
Selain strategi aspek Tekhnis hal lain yang menjadi indikator pengembangan agribisnis perberasan ketan spesifik adalah aspek ekonomi dimana terdapat dua variabel yang menjadi
244
pengukuran pada indikator aspek ekonomi yaitu koperasi dan informasi harga pasar, variabel tersebut dimasukan berdasarkan hasi forum group diskusi yang dilakukan antara stakeholder yang
berkepentingan. Skor untuk informasi harga pasar sebesar 0,143 dan skor untuk koperasi sebesar 0,857. Adapun skor seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Bobot Alternatif Strategi Pengembangan “pulu mandoti” aspek ekonomi
No Alternatif Strategi Bobot
1 Koperasi 0,857
2 Informasi Harga Pasar 0,143
Indikator strategi informasi harga pasar di
Desa Salukanan terkait fluktuasi harga “pulu mandoti” tidak begitu menjadi masalah utama di antara kelompok tani, harga “pulu mandoti” di
Desa Salukanan cenderung stagnan, kondisi
tersebut akibat beras “pulu mandoti” termasuk
beras spesifik lokal yang hanya ada di Desa
Salukanan, rata rata harga “pulu mandoti” di Desa
Salukanan sebesar Rp. 40.000,-hampir semua petani menjual dengan kesepakatan harga
tersebut. Selain itu ketersediaan “pulu mandoti”
rata rata tersedia sepanjang tahun karena petani sudah memanfaatkan gudang penyimapanan atau
biasa disebut “tokkonan” sehingga hal tersebut
yang menjadi pemicu adanya harga yang tidak berfluktuasi.
Masalah yang timbul dari “pulu mandoti”
adalah adanya tindakan oknum pembeli yang biasanya mencampur beras tersebut dengan beras yang lain sehingga berdampak pada berkuranya
cita rasa atau ciri khas dari aroma “pulu mandoti”
Kondisi tersebut akibat petani masih menjual
“pulu mandoti” secara sendiri sendir. Walaupun
harga tidak berfluktuasi akan tetapi masi terdapat petani yang dirugikan, seperti pada saat petani
membutuhkan biaya hidup seperti
menyekolahkan anaknya dengan terpaksa dijal
cepat untuk mendapatkan biaya, sehingga
berdampak pada rendahnya harga di petani.Hal tersebut sangat berhubungan dengan tingginya skor koperasi sebesar 0, 857 karena masalah utama yang terjadi di Desa Salukanan adalah belum adanya terbentuk Koperasi Petani.
Kelembagaan petani yang sudah terbentuk di kelompok tani baru GAPOKTAN, itupun
lembaga tersebut belum optimal dalam
menggerakan kelompok tani.Di Desa Salukanan sendiri baru terbentuk 1 GAPOKTAN.Hampir rata rata kelompok tani belum memhami arti dan maksud dari pembentukan GAPOKTAN. Masalah lain yang timbul dari belum adanya koperasi adalah kondisi meningkatnya produksi tidak jarang diikuti dengan anjloknya harga, sehingga pasar telah menjadi sesuatu yang sangat tidak
bersahabat bagi petani dan pengembangan sektor pertanian itu sendiri. Proses kanibalisme aktivitas pemasaran terhadap aktivitas produksi di satu sisi menyebabkan petani tidak bergairah dalam menjalani profesinya. Hal ini menyebabkan kuantitas dan kualitas produksi yang dihasilkan menjadi rendah. Di sisi lain, proses kanibalisasi
tersebut berpengaruh pada terhambatnya
pertumbuhan ekonomi wilayah pedesaan.
Sehingga berdasarkan masalah tersebut di atas, maka upaya pengembangan agribisnis perberasan ketan spesifik lokal di Desa Salukanan dapat dilakukan dengan upaya penguatan kelembagaan yang pendekatnya melalui koperasi, seperti pembentukan KEP (kelembagaan ekonomi petani), KEP tersebut di sinergitaskan dengan kelembagaan Desa melalui pengolahan BUMDES. Sehingga nantinya hasil panen dari kelompok tani di tampung oleh BUMDES yang dikerjsamakan dengan Kelembgaan Ekonomi Petani. Sehingga pembeli yang akan mengakses produks tersebut
langsung berhubungan dengan kelmbegaan
ekonomi petani. Selain itu kelembagaan ekonomi petani juga dapat berfungsi sebagai lembaga penyediaan sarana dan prasaran pertanian seperti pupuk, alsintan dan lain lain. Peran Kelembagaan Ekonmi Petani juga dapat menjadi jembatan
dalam proses dan pemasaran “pulu mandoti”,
sumber dana kelembagaan ekonomi petani
didapat dari pemanfaatan ADD karena
Kelembagaan tersebut bekerjasama dengan
BUMDES.
3.5. Strategi Aspek Kebijakan (Bobot 0,26)
Aspek kebijakan dari tiga aspek memiliki skor terendah sebesar 0, 26, aspek kelembagaan terdiri dari 2 indikator yaitu program pemerintah dan kelembagaan petani. Adapun skor seperti pada Tabel 6.
Dukungan program pemerintah masih
menjadi masalah utama dari pengembangan “pulu
mandoti” di Desa Salukanan, masalah tersebut
adalah masih minimnya kesempatan kelompok
239
prasarana pertanian seperti cultivator, pompa dan
irigasi. Kondisi tersebut berdampak pada
rendahnya minat petani dan produksi “pulu mandoti”. Selain itu masalah utama menjadi
kebutuhan kelompok tani dari aspek kebijakan
adalah pendampingan yang optimal dari
pemerintah dalam hal pengendalian OPT.
Tabel 6. Bobot Alternatif Strategi Pengembangan “pulu mandoti” aspek kebijakan
No Alternatif Strategi Bobot
1 Dukungan Program pemerintah 0,857
2 Kelembagaan 0,143
Pengembangan “pulu mandoti” pada aspek
kebijakan pemerintah harus dilakukan secara terpadu, strategi kebijakan pemerintah untuk
meminimalisasi fluktuasi harga, melalui
kerjasama dengan lembaga BUMDES untuk
menampung komoditi hasil ‘pulu mandoti” pada
saat panen raya dengan harga penjualan yang sudah disepakati antara pemerintah, BUMDES dan kelembagaan ekonomi petani di Kabupaten Enrekang, sehingga melalui kerjasama tersebut
diharapkan agar harga “pulu mandoti” konstra.
Untuk mendukung ketersediaan sarana dan prasarana budidaya, kebijakan yang dilakukan melalui pembentukan unit usahatani melalui fasilitasi GAPOKTAN, dimana bantuan yang diberikan adalah saprodi seperti cultivator, pompa, sarana perpipaan, UPPO dan APPO yang di fasilitasi dan didampingi oleh pemerintah.
Selain itu, unit usahatani tersebut dapat
memfasilitasi petani dalam aspek permodalan. Aspek permodalan lain yang dapat digunakan oleh petani melalui kredit pertanian di BANK-BANK pemerintah dengan agunan tanah, dan harus didukung oleh fasilitasi sertifikasi tanah gratis oleh pemerintah.
Sehingga berdasarkan hasil analisa AHP
terhadap upaya pengembangan agribisnis
perberasan ketan spesifik lokal di Desa Salukanan Kecamatan Baraka adalah sebagai berikut :
1. Dukungan keterlibatan lintas sektoral baik itu
Dinas Pertanian maupun Dinas Pekerjaan
Umum. Pada Aspek lini Of Farm startegi
pengembangan agribisnis yang perlu mandapat perhatian adalah bagaiaman agar packing produk tersebut bisa lebih menarik, tidak lagi melalui kemasan kantong plastik. Dukungan tersebut diberikan melalui kerjasama dengan stakeholder seperti Industri pemasaran atau lembaga lembaga pemasaran agar mendamping
kelompok “pulu mandoti” dalam hal
bagaiamana membuat packing yang menarik sehingga dapat menjadi olej oleh yang diminati oleh wisatawan.
2. Pemberdayaan sentra produksi ‘pulu mandoti
di Kabupaten Enrekang perlu direvitalisasi
menjadi sentra agribisnis “pulu mandoti” yang
diarahkan melalui kelembagaan petani yang tangguh tidak saja dalam menangani aspek produksi tapi juga pada aspek pemasaran,
penerapan SPO (StandarProsedur Operasional)
spesifik lokasi yang berbasis GAP (Good
Agriculture Practice) dan GHP (Good Handling
Practice) yang terintegrasi dengan pelayanan pasar input serta industri pengolahan.
3. penguatan kelembagaan yang pendekatnya
melalui koperasi, seperti pembentukan KEP (kelembagaan ekonomi petani), KEP tersebut di
sinergitaskan dengan kelembagaan Desa
melalui pengolahan BUMDES. Sehingga
nantinya hasil panen dari kelompok tani di tampung oleh BUMDES yang dikerjsamakan dengan Kelembgaan Ekonomi Petani
IV. PENUTUP 4.1. Kesimpulan
Urutan prioritas strategi berdasarkan
Analitical Hierarchy Proces pada prospek dan peluang pengembangan perberasan ketan spesifik lokal di Desa Salukan Kabupaten Enrekang secara berurtan dapat diterapkan melalui peluang
pengembangan Apek Tekhnis melalui lini on farm
pada peluang pengembangan sarana dan prasaran irigasi dan tekhnologi ketersediaan bibit. Pada lini
Off faram melalui penguatan packing “pulu
mandoti”. Pada Apek kebijakan dilaksanakan
melalui dukungan program yang efektif dari Pemerintah Kabupaten Enrekang.Sedangkan pada aspek ekonomi melalui peluang pengembangan kapasitas koperasi.
4.2. Saran
Perlu dukungan kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Enrekang secara konsisten dalam pengembangan perberasan ketan spesifik lokal di Desa Salukan yang dapat dilakukan dalam bentuk dukungan anggaran dan regulasi dalam investasi swasta terhadap pengembangan
247
industri hulu-hilir. Pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Enrekang harus dilakukan secara terpadu dengan melibatkan berbagai pihak terkait, khususnya SKPD lingkup pertanian
se-Kabupaten Enrekang. Perlibatan peran swasta yang lebih luas dalam mendorong pengembangan
“pulu mandoti” di Kabupaten Enrekang.
REFERENSI
Badan Pusat Statistik. 2016. Enrekang Dalam Angka 2016. BPS.
Balitbang. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Komoditi Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian.
Latifah Siti. 2005. Prinsip Prinsp Dasar Analitical Hierarchy Process (AHP). Jurusan Kehutanan.
Universitas Sumatra Utara.
Maarif, M.S. dan H. Tanjung. 2003. Teknik-Teknik Kuantitatif untuk Manajemen. PT Grasindo. Jakarta. Parulian. 2008. Startegi Pengembangan Perkebunan sebagai Sektor Unggulan Dalam Meningkatkan
Sumber Penerimaan Petani dan Pedesaan. Pasca Sarjana IPB.
Rustiadi. et. al. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Santoso. et. al. 2014. Jurnal Pengembangan Komoditas Unggulan Sektor Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Karangasem Melalui Pendekatan Agribsinis. Volume 3 No 2. Institu Tekhnologi Sepuluh Nopember.
Sartidjo, et. al. 2013. Jurnal Pengembangan Komoditas Unggulan Pertanian Dengan Konsep Agribisnis Di Kabupaten Pemekasan. Institut Tekhnologi Sepuluh Nopember.
Stoner. J. et. al. 1995. Manajemen. Edisi Bahasa Indonesia. PT Prenhallindo Jakarta.
Syafa’at, N, P Simatupang, S Mardianto dan T.Pranadji. 2003. Konsep Pengembangan Wilayah Berbasis
Agribisnis Dalam Rangka Pemberdayaan Petani. Bogor. Forum Penelitian Agro Ekonomi Volume 21 No 1, Juli 2003 : 26-43.