• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PEMBELAJARAN INQUIRY MODEL SIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN PEMBELAJARAN INQUIRY MODEL SIL"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PEMBELAJARAN INQUIRY MODEL SILVER

PADA PEMBELAJARAN KONSEP LARUTAN ASAM, BASA, DAN GARAM UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA

(Penelitian Kelas Terhadap Siswa Kelas VII SMP Al-Amanah Cileunyi)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan MIPA

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati

Oleh :

RYAN MARDYAN SAPUTRA NIM. 206200963

(2)

ABSTRAK

RYAN MARDYAN SAPUTRA : Penerapan Pembelajaran Inquiry Model Silver pada Pembelajaran Konsep Larutan Asam, Basa, dan Garam untuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa (Penelitian Kelas Terhadap Siswa Kelas VII SMP Al-Amanah Cileunyi)

Pembelajaran inquiry model Silver dapat mengembangkan kemampuan kreativitas dan pemecahan masalah kimia pada siswa kelompok yang rendah. Pembelajaran ini dimulai dengan memberi situasi yang berkaitan dengan dunia nyata atau permasalahan yang menimbulkan rasa ingin tahu siswa. Dalam hal ini seperti pada konsep larutan asam, basa, dan garam. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memperoleh gambaran mengenai proses pembelajaran inquiry model Silver untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa, menganalisis kemampuan siswa menyelesaikan LKS pada setiap tahapan, menganalisis keterampilan berpikir kritis siswa, serta memperoleh informasi mengenai tanggapan siswa terhadap pembelajaran inquiry model Silver pada konsep larutan asam, basa, dan garam. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kelas dengan subjek penelitian 31 orang siswa kelas VII SMP Al-Amanah Cileunyi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kerja siswa, format penilaian aktivitas guru, siswa, tes evaluasi, dan angket. Data yang diperoleh dengan mengguanakan statistik deskriptif dan diketahui bahwa penerapan pembelajaran ini dilaksanakan sesuai dengan deskripsi pembelajaran. Hasil belajar setiap kelompok belajar siswa yang diukur berdasarkan tahap pembelajaran memperoleh nilai sangat baik pada tahap pemberian masalah dan pembuatan soal, tahap penyelesaian masalah memperoleh nilai sangat baik, dan tahap pengujian jawaban memperoleh nilai baik. Hasil belajar siswa berdasarkan kelompok prestasi memperoleh nilai sangat baik pada kelompok tinggi, kelompok prestasi sedang memperoleh nilai baik, dan kelompok prestasi rendah memperoleh nilai sangat baik. Siswa memberikan tanggapan positif terhadap proses pembelajaran.

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya produk saja, akan tetapi juga mencakup pengetahuan seperti keterampilan keingintahuan, keteguhan hati, dan juga keterampilan dalam hal melakukan penyelidikan ilmiah seperti halnya para ilmuwan dalam mempelajari gejala alam, menggunakan proses dan sikap ilmiah sehingga IPA sebagai produk atau isi mencakup fakta, konsep, prinsip, hukum-hukum, dan teori IPA serta kegiatan atau proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari gejala-gejala alam yang belum dapat direnungkan (Carin (1975)dalam Widowati, 2009:3)

(4)

untuk membuat lulusan sekolah lebih bernilai dalam dunia yang berubah dengan cepat (Sumintono, 2010:70).

Pada pembelajaran sains ,umumnya siswa dituntut untuk mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains secara verbal, sehingga menyebabkan siswa hanya mengenal istilah-istilah sains secara hafalan tanpa makna. Disamping itu, banyaknya prinsip sains yang perlu siswa pelajari, mengakibatkan timbulnya kejenuhan siswa dalam belajar sains ( Widowati, 2009:1).

Pembaharuan dalam bidang pendidikan dan pembelajaran disemua tingkat pendidikan diantaranya adalah mengembangkan ketrampilan berpikir tingkat tinggi yang diperlukan untuk menghadapi kehidupan dan memenangkan persaingan di era globalisasi. Supaya persaingan dapat dimenangkan, seseorang harus memiliki ketrampilan berpikir tingkat tinggi, agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan, maka pembelajaran yang diterapkan di dunia pendidikan hendaknya pembelajaran yang mengarah pada pengajaran berpikir tingkat tinggi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir logis, rasional dan reflektif yang berfokus pada apa yang harus dipercaya dan apa yang harus dilakukan untuk memebuat keputusan, ketrampilan berpikir tingkat tinggi akan memberikan dampak pada meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah (Zoller dalam Widowati, 2009:2)

(5)

sangat penting diajarkan kepada siswa karena keterampilan ini merupakan dasar yang memungkinkan mereka menanggulangi dan mereduksi ketidakteraturan dimasa mendatang (Widowati, 2009:3).

Keterampilan berpikir kritis dapat menjadikan siswa mampu mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengkonstruksi argumen serta menghadapi berbagai tantangan, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan dengan tepat sehingga dapat menolong dirinya dan orang lain dalam menghadapi kehidupan (Wade, dalam Walker, 1998).

Pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa dapat dilakukan dengan mengkondisikan pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa memperoleh pengalaman-pengalaman dalam pengembangan keterampilan berpikir kritis (Widowati, 2003:3).

Menurut Piaget (dalam Wardani, 2009:11) kemampuan yang dimiliki anak tahap operasi formal diantaranya adalah dapat menyusun desain percobaan; mulai belajar merumuskan hipotesis sebelum berbuat; dapat berdiskusi untuk membedakan argumen atau fakta; dapat merumuskan dalil; mengeneralisasikan hipotesis; dan menguji hipotesis.

(6)

pada konsep larutan asam, basa, dan garam baik dalam memahami konsep maupun menyelesaikan soal-soal. Disamping itu, berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di SMP Al Amanah – Cileunyi, para guru kimia menyatakan bahwa siswa di sekolah tersebut banyak yang tidak mampu menyelesaikan soal-soal larutan asam, basa, dan garam. Untuk dapat meningkatkan kemampuan tersebut, suatu model ataupun pendekatan baru perlu diterapkan agar pembelajaran kimia menjadi lebih menarik dan mudah untuk dipahami. Salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran inquiry Silver.

Model pembelajaran ini mampu meningkatkan siswa dalam memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan keterampilan generik yang ia miliki. Pembelajaran ini, dimulai dengan memberikan situasi yang berkaitan dengan dunia nyata atau permasalahan yang menimbulkan rasa ingin tahu siswa, dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, siswa melakukan pengamatan secara individu (jika belajar klasial), atau kelompok (jika belajar dalam grup), terhadap permasalahan yang diberikan.

(7)

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian yang berjudul “PENERAPAN PEMBELAJARAN INQUIRY MODEL SILVER PADA PEMBELAJARAN KONSEP LARUTAN ASAM, BASA, DAN GARAM UNTUK MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Penelitian Kelas Terhadap Siswa Kelas VII SMP Al-Amanah Cileunyi)”.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan pembelajaran inquiry model Silver pada pembelajaran konsep larutan asam, basa, dan garam untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa di SMP Al-Amanah? 2. Bagaimana kemampuan siswa menyelesaikan LKS pada setiap tahap

pembelajaran inquiry model Silver?

3. Bagaimana keterampilan berpikir kritis siswa pada konsep larutan asam, basa, dan garam dengan menggunakan pembelajaran inquiry model Silver di SMP Al-Amanah?

(8)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan proses pembelajaran dengan penerapan pembelajaran inquiry model Silver dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa pada konsep larutan asam, basa, dan garam di SMP Al-Amanah. 2. Menganalisis kemampuan siswa menyelesaikan LKS pada setiap tahap

pembelajaran inquiry model Silver.

3. Menganalisis keterampilan berpikir kritis siswa dengan penerapan pembelajaran inquiry model Silver pada konsep larutan asam, basa, dan garam di SMP Al-Amanah.

4. Memperoleh informasi mengenai tanggapan siswa terhadap pembelajaran inquiry model Silver dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa pada konsep larutan asam, basa, dan garam di SMP Al-Amanah.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi siswa

Melatih siswa mengembangkan berpikir kritis terhadap pelajaran kimia, khususnya tentang larutan asam, basa, dan garam.

2. Bagi guru

(9)

3. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan peneliti sebagai calon guru mengenai keterampilan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran inquiry model Silver. Pengetahuan yang diperoleh dapat digunakan sebagai bekal ketika mengajar dan sebagai bahan masukan dalam penelitian selajutnya.

E. Definisi Operasional 1. Asam

Zat yang jika dilarutkan dalam air akan melepaskan ion hidrogen, dapat mengubah warna lakmus biru menjadi merah, dapat merusak logam (korosif) (Sugiyarto, 2008).

2. Basa

Zat yang jika dilarutkan dalam air akan melepaskan ion hidroksida, dapat mengubah warna lakmus merah menjadi biru, bersifat kaustik (Sugiyarto, 2008).

3. Garam

Hasil dari reaksi penggaraman (Sugiyarto, 2008). 4. Reaksi penggaraman

Reaksi antara asam dan basa yang selalu menghasilkan garam dan air (Sugiyarto, 2008).

5. Indikator

(10)

6. Pembelajaan inquiry model Silver

Pembelajaran yang meliputi langkah-langkah pemberian masalah dan pembuatan soal, penyelesaian masalah, serta pengujian jawaban (Wardani, 2009).

7. Keterampilan berpikir kritis

(11)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar dan Pembelajaran

Secara harfiah belajar dan pembelajaran berasal dari kata ajar. Belajar berarti berusaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu, sedangkan pembelajaran berarti proses, cara, dan perilaku yang menjadikan orang atau makhluk hidup belajar (KBBI).

Skinner (dalam Syah, 2008) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforcer). Dengan kata lain belajar adalah aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman sehingga mengacu ke arah yang lebih baik.

(12)

B. Belajar Bermakna

Menurut Jackson (dalam Rusman, 2010: 252) belajar merupakan proses membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman, sedangkan pembelajaran merupakan upaya yang sistemis dan sistematis dalam menata lingkungan belajar guna menumbuhkan dan mengembangkan belajar peserta didik. Hakikat dari belajar adalah adanya perubahan adanya perubahan tingkah laku, baik perubahan dalam segi kognitif, perubahan dalam segi afektif, maupun perubahan dalam segi psikomotor. Ausubel mengklasifikasikan belajar ke dalam dua dimensi, dimensi yang pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan, dan dimensi yang kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada (Dahar, 1996: 110).

(13)

Pengertian tersebut selaras dengan apa yang dikatan Ausubel (dalam Dahar, 1996: 112) bahwa belajar bermakna merupakan suatu proses mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Ausubel dan Novak (dalam Dahar, 1996: 115) menyatakan ada tiga kebaikan dari belajar bermakna, yaitu:

1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat

2. Informasi yang tersubsumsi berakibat peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip

3. Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek resedural pada subsumer, sehingga mempermudah hal-hal yang mirip, walaupun telah terjadi “lupa”

(14)

hal ini siswa sebagai subyek pembelajaran berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya sehingga menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.

Belajar bermakna dilandasi oleh prinsip-prinsip konstruktivisme. Menurut Suparno (1997: 49), prinsip konstruktivisme yang melandasi pembalajaran Ilmu Pengetahuan Alam adalah:

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial

2. Pengetahuan tidak dapat dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keakyifan murid sendiri untuk menalar

3. Murid aktif mengkonstruksi terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah

4. Guru hanya sekedar membantu menyadiakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus

(15)

yang dapat dipetik dari premis tersebut, bahwa belajar bermakna harus diyakini memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan dengan belajar menghafal, dan pemahaman lebih baik dibandingkan hafalan. Fokus ketiga mengenai bagaimana belajar (how to learn) memiliki nilai yang lebih penting dibandingkan dengan apa yang dipelajari (what to learn). Alternatif pencapaian learning how to learn, adalah dengan memberdayakan keterampilan berpikir siswa. Dalam hal ini, diperlukan fasilitas untuk berpikir kritis. Belajar berbasis keterampilan berpikir merupakan dasar untuk mencapai tujuan belajar bagaimana belajar (Santyasa, 2007: 3-4).

C. Kontruktivisme Piaget

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri, menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain. Oleh karena itu, belajar dan pembelajaran harus dikemas menjadi proses ‘mengkonstruksi’ bukan ‘menerima’ pengetahuan. Bagi siswa, agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide (Nurhadi dalam Baharuddin, 2010: 116).

(16)

benaknya. Menurut Slavin (dalam Bharuddin, 2010: 116) bahwa siswa harus terlibat aktif dan siswa menjadi pusat kegiatan belajar dan pembelajaran di kelas. Guru dapat memfasilitasi proses ini dengan mengajar menggunakan cara-cara yang membuat subuah informasi menjadi bermakna dan relevan bagi siswa. Oleh karena itu, guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau mengaplikasikan ide-ide mereka sendiri, di samping mengajarkan siswa untuk menyadari dan sadar akan strategi belajar mereka sendiri.

(17)

Sesuai dengan pandangan konstruktivisme bahwa tugas guru adalah membantu siswa agar mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasi yang kongkrit. Menurut driver dan Oldham (dalam Suparno, 1997: 69) ciri mengajr konstruktivis antara lain sebagai berikut:

1. Orientasi, siswa diberi kesempatan untuk melakukan observasi terhadap sumber belajar yang akan dipelajari.

2. Elicitas, siswa diberi kesempatan untuk mendiskusikan hasil observasi dengan berbagai bentuk (lisan, tulisan, gambar, poster, dan lain-lain). 3. Restrukturisasi ide, meliputi klarifikasi ide, membangun ide baru, dan

mengevaluasi ide baru.

4. Penggunaan ide dalam banyak situasi. 5. Riview, bagaimana ide itu berubah.

Dalam pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme, guru perlu mengidentifikasi secara dini pengetahuan awal siswa. Hal ini bertujuan agar bentuk kegiatan dilakukan oleh guru dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa. Sesuai dengan prinsip mengajar menurut model pembelajaran konstruktivisme bahwa mengajar bukan sebagai proses dimana gagasan-gagasan guru diteruskan pada siswa, melainkan sebagai proses untuk mengubah gagasan siswa yang sudah ada yang mungkin salah.

D. Pembelajaran Inquiry

(18)

artinya bahwa inquiry adalah proses penyelidikan suatu masalah. Kuslan dan Stone (Wartono, 1996 : 29) mendefinisikan inquiry sebagai pengajaran dimana guru dan siswa mempelajari peristiwa-peristiwa ilmiah dengan pendekatan jiwa para ilmuan.

Model inquiry training memiliki lima langkah pembelajaran (Joyce & Weil, 1980), yaitu: (1) menghadapkan masalah (menjelaskan prosedur penelitian, menyajikansituasi yang saling bertentangan), (2) menemukan masalah (memeriksa hakikat obyek dan kondisi yang dihadapi, memeriksa tampilnya masalah), (3) mengkaji data dan eksperimentasi (mengisolasi variabel yang sesuai, merumuskan hipotesis), (4) mengorganisasikan, merumuskan, dan menjelaskan, dan (5) menganalisis proses penelitian untuk memperoleh prosedur yang lebih efektif. Dalam kumpulna sebuah definisi inquiry di Inqury page (2004) menyatakan bahwa inquiry merupakan suatu pendekatan pada tiga pembelajaran yang melibatkan suatu proses penyelidikan yang alami atau material world, yang mendorong siswa untuk bertanya, membuat penemuan dan menguji penemuan itu melalui penelitian dalam pencarian suatu pemahaman baru.

(19)

Berdasarkan model inquiry ini siswa terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan suatu permasalahan dengan keterampilan proses yang dimiliki yang diberikan guru. Dengan demikian siswa akan terbiasa bersikap seperti ilmuan sains, ulet, teliti, tekun, objektif, jujur, kreatif dan menghormati pendapat orang lain seperti tertera dalam kurikulum pendidikan sebagai karakter bangsa. Dalam pembelajaran inquiry siswa dalam kelas terlibat dalam proses-proses generative, keterampilan proses sains, dan pemecahan maslah. Silver menyarankan pembelajaran IPA berorientasi inquiry yang diperkaya kreativitas melalui aktivitas pemecahan masalah, keterampilan proses, keterampilan berfikir kritis dan pengajuan masalah.

E. Pembelajaran Inquiry Model Silver

Pembelajaan inquiry model Silver adalah pembelajaran yang meliputi tugas dan aktivitas pemecahan masalah (problem solving) dan pengajuan masalah (problem posing) (wardani, 2009).

1. Problem Posing

Problem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yaitu dari kata “problem” artinya masalah, soal/persoalan dan kata “pose” yang artinya mengajukan (Echols dan Shadily, 1995: 439 dan 448).

(20)

soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain (Silver & Cai, 1996:294). Ketiga, problem posing ialah perumusan soal dari informasi atau situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah penyelesaian suatu soal (Silver & Cai, 1996:523).

Sedangkan menurut Silver (1996) bahwa dalam pustaka pendidikan matematika, problem posing mempunyai tiga pengertian, yaitu: pertama, problem posing adalah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit (problem posing sebagai salah satu langkah problem solving). Kedua, problem adalah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah dipecahkan dalam rangka mencari alternative pemecahan lain (sama dengan mengkaji kembali langkah problem solving yang telah dilakukan). Ketiga, problem posing adalah merumuskan atau membuat soal dari situasi yang diberikan.

Menurut Aurebach (Sarah Nixon, 1996 : 2) problem posing memiliki 5 tahapan yaitu : 1). Pemberian masalah, 2). menggambarkan atau menjabarkan masalah, 3) menemukan masalah, 4) Mendiskusikan masalah dan 5) diskusi alternatif.

2. Problem Solving

(21)

pemecahan. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Problem Solving dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari Problem Solving yaitu:

a. Problem Solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi Problem Solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Problem Solving tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui Problem Solving siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.

b. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Problem Solving menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.

(22)

Solusi soal pemecahan masalah dapat diperoleh melalui beberapa tahapan-tahapan atau langkah-langkah. Polya (1981) mengemukakan bahwa solusi soal pemecahan masalah memuat empat tahapan atau langkah penyelesaian yaitu: 1) memahami masalah (understanding the problem), 2) membuat rencana pemecahan (divising a plan), 3) melakukan perhitungan (carrying out the plan), dan 4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back). Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar.

Pembelajaran inquiry mempunyai kekuatan dan kelemahan. Dari pendapat beberapa ahli dapat dikemukakan kekuatan dan kelemahan pembelajaran inquiry sebagai berikut:

a. Dapat mengembangkan seluas luasnya cara berpikir ilmiah, seperti menggali pertanyaan, mencari jawaban, dan menyimpulkan/memproses keterangan.

b. Dapat melatih anak untuk belajar sendiri dengan positif sehingga da pat mengembangkan pendidikan demokrasi.

Sedangkan kelemahan pembelajaran inquiry adalah:

a. Tidak semua siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan inquiry, terut ama siswa berkemampuan kurang.

b. Relatif lebih banyak membutuhkan waktu.

(23)

pembelajaran lebih efektif. Siswa berkemampuan kurang dapat dibantu oleh siswa lain dalam kelompoknya yang berkemampuan baik atau cukup.

F. Keterampilan Berpikir Kritis

1. Definisi Keterampilan Berpikir Kritis

Keterampilan menurut Reber (dalam Syah, 2008: 119) adalah melakukan kemampuan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuyk mencapai hasil tertentu. Selanjutnya Syah (2008:119) berpendapat bahwa keterampilan bukan hanya meliputi gerak motorik, melainkan juga pengejawantahan fungsi mental yang bersifat kognitif. Konotasinya pun luas sehingga sampai pada mempengaruhi atau mendayagunakan orang lain, artinya orang yang mampu mendayagunakan orang lain secara tepat juga dianggap sebagai orang yang terampil.

Definisi dari berpikir kritis (Critical Thinking) adalah sinonim dari pengambilan keputusan (Decision Making), perencanaan stratejik (Strategic Planning), proses ilmiah (Scientific Process), dan pemecahan masalah (Problem Solving) (Anonim, September 2010, 16:20).

(24)

Sedangkan menurut Halpen (dalam Supendi, 2010:43), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada saran. Berpikir kritis merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat.

Pendapat senada dikemukakan Angelo (dalam Supendi, 2010:43) bahwa berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.

Ennis (1996) mengatakan bahwa berpikir kritis adalah sesungguhnya suatu proses berpikir yang terjadi pada seseorang serta bertujuan untuk membuat keputusan-keputusan yang rasional mengenai sesuatu yang dapat ia yakini kebenarannya. Keterampilan-keetrampilan berpikir kritis tak lain adalah merupakan kemampuan-kemampuan pemecahan masalah yang menghasilkan pengetahuan yang dapat dipercaya.

(25)

2. Indikator-indikator Berpikir Kritis

Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu bagian dari keterampilan yang perlu dilatih pada siswa, khususnya pada pembelajaran kimia. Adapun menurut Ennis (dalam Renny, 2003:16), bahwa keterampilan berpikir kritis siswa itu dikelompokkan ke dalam 5 kelompok yang terdiri dari 12 keterampilan berpikir, yaitu:

a. Memberikan penjelasan sederhana (Elementary Clarification), yang meliputi memfokuskan pertanyaan, manganalisis pertanyaan, serta bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau tantangan.

b. Memberikan pengetahuan dasar (Basic Support), yang meliputi mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak, mengamati, dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.

c. Menyimpulkan (Inference), yang meliputi mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, membuat dan menentukan niali pertimbangan.

d. Memberikan penjelasan lebih lanjut (Advance Clarification), yang meliputi mendefinisikan istilah dan definisi pertimbangan dalam tiga dimensi, mengidentifikasi asumsi.

e. Mengatur strategi dan teknik (Strategy and Tacties), yang meliputi menentukan tindakan dan berinteraksi dengan orang lain.

(26)

menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi. Ketiga indikator tersebut diterapkan pada instrumen LKS.

G. Konsep Larutan Asam, Basa, dan Garam 1. Sifat – Sifat Asam, Basa, Dan Garam

Istilah asam (acid) berasal dari bahasa Latin acetum yang berarti cuka. Seperti diketahui, zat utama dalam cuka adalah asam asetat. Basa (alkali) berasal dari bahasa Arab yang berarti abu.

Seperti halnya dengan sabun, basa bersifat kaustik (licin), selain itu basa juga bersifat alkali (bereaksi dengan protein di dalam kulit sehingga sel –sel kulit akan mengalami pergantian). Rasa pahit merupakan salah satu sifat zat yang bersifat basa.

Meskipun rasa bukan merupakan cara yang aman untuk mengklasifikasikan

asam dan basa, mungkin kamu telah mengenal bahwa asam rasanya masam.

Jeruk, jus lemon, tomat dan cuka sebagai contoh, merupakan larutan yang bersifat

asam. Sebaliknya, basa mempunyai rasa pahit. Akan tetapi rasa sebaiknya jangan

dipergunakan untuk menguji adanya asam atau basa, karena kamu tidak boleh

begitu saja mencicipi zat-zat kimia yang belum dikenal karena banyak diantaranya

yang bersifat racun atau bersifat korosif.

a. Asam

Asam merupakan salah satu penyusun dari berbagai bahan makanan

dan minuman, misalnya cuka, keju, dan buah – buahan. Menurut Arrhenius,

(27)

sifat asam adalah ion H+ (ion hidrogen), sehingga rumus kimia asam selalu

mengandung ion hidrogen. Ion adalah atom atau sekelompok atom yang

bermuatan listrik. Kation adalah ion yang bermuatan positif. Adapun anion

adalah ion yang bermuatan negatif.

Sifat khas lain dari asam adalah dapat bereaksi dengan berbagai bahan

seperti logam, marmer, dan keramik. Reaksi antara asam dengan logam

bersifat korosif. Contohnya, logam besi dapat bereaksi cepat dengan asam

klorida (HCl) membentuk Besi (II) klorida (FeCl2)

Tabel 2.1 Beberapa Contoh Asam

Nama Asam Rumus Kimia Terdapat dalam

Asam asetat

Berdasarkan asalnya, asam dikelompokkan dalam 2 golongan, yaitu

asam organik dan asam anorganik. Asam organik umumnya bersifat asam

lemah, korosif, dan banyak terdapat di alam. Asam anorganik umumnya

bersifat asam kuat dan korosif. Karena sifat – sifatnya itulah, maka asam –

(28)

b. Basa

Dalam keadaan murni, basa umumnya berupa kristal padat dan

bersifat kaustik. Beberapa produk rumah tangga seperti deodoran, obat

maag (antacid), dan sabun mandi mengandung basa.

Basa adalah suatu senyawa yang jika dilarutkan dalam air dapat

melepaskan ion hidroksida (OH–). Oleh karena itu, semua rumus kimia basa

umumnya mengandung gugus OH.

Jika diketahui rumus kimia suatu basa, maka untuk memberi nama

basa, cukup dengan menyebut nama logam dan diikuti kata hidroksida.

Tabel 2.2 Beberapa Contoh Basa

Nama Basa Rumus Kimia Terdapat dalam

Aluminium hidroksida

Orang mengalami sakit perut disebabkan asam lambung yang

meningkat. Untuk menetralkan asam lambung (HCl) digunakan antacid.

Antacid mengandung basa yang dapat menetralkan kelebihan asam lambung

(HCl).

Umumnya zat – zat dengan sifat yang berlawanan, seperti asam dan

(29)

dengan larutan basa, maka ion H+ dari asam akan bereaksi dengan ion OH–

dari basa membentuk molekul air.

H+(aq) + OH–(aq) → H2O(l)

Asam Basa Air

Karena air bersifat netral, maka reaksi asam dengan basa disebut reaksi

penetralan.

Ion – ion akan bergabung membentuk senyawa ion yang disebut

garam. Bila garam yang terbentuk ini mudah larut dalam air, maka ion –

ionnya akan tetap ada dalam larutan. Tetapi jika garam itu sukar larut dalam

air, maka ion – ionnya akan bergabung membentuk suatu endapan. Jadi,

reaksi asam dengan basa disebut juga reaksi penggaraman karena

membentuk senyawa garam.

Mari kita simak contoh reaksi pembentukan garam berikut!

HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)

Asam Basa Garam Air

Walaupun reaksi asam dengan basa disebut reaksi penetralan, tetapi

hasil reaksi (garam) tidak selalu bersifat netral. Sifat asam basa dari larutan

garam bergantung pada kekuatan asam dan basa penyusunnya.

Garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat bersifat netral,

disebut garam normal, contohnya NaCl dan KNO3. Garam yang berasal dari

(30)

adalah NH4Cl. Garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat bersifat

basa dan disebut garam basa, contohnya adalah CH3COONa.

Contoh asam kuat adalah HCl, HNO3, H2SO4. Adapun KOH, NaOH,

Ca(OH)2 termasuk basa kuat.

Table 2.3 Beberapa Contoh Garam

Nama Garam Rumus Kimia Nama Dagang

Natrium klorida

2. Asam, Basa dan Garam Bersifat Elektrolit

Bila larutan asam, basa atau garam dilarutkan dalam air akan menghasilkan

ion–ion. Ion adalah zat atau partikel yang bermuatan. Karena dapat menghasilkan

ion, maka larutan asam, basa dan garam tergolong penghantar listrik. Larutan yang

dapat menghantarkan listrik dinamakan larutan elektrolit.

Untuk mengetahui apakah suatu larutan asam, basa dan garam dapat

menghantarkan arus listrik atau tidak, digunakan suatu alat yang disebut alat

penguji elektrolit. Alat penguji elektrolit sederhana terdiri dari dua elektroda

(anoda dan katoda) yang dihubungkan dengan sumber arus listrik searah dan

dilengkapi dengan lampu serta bejana untuk meletakkan larutan yang akan

(31)

itu akan menyala dan terjadi suatu perubahan (misalnya: timbulnya

gelembung-gelembung gas) pada salah satu atau kedua elektrodanya.

Gambar 2.1 Alat Uji Elektrolit (Sugiyarto, 2006)

3. Identifikasi Asam, Basa, dan Garam

Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal benda dari identitas atau

sifatnya. Bagaimana cara mengidentifikasi sifat asam, basa dan garam? Sifat suatu

larutan dapat ditunjukkan dengan menggunakan indikator asam-basa, yaitu zat-zat

warna yang warnanya berbeda dalam larutan asam, basa dan garam. Cara

penentuan senyawa bersifat asam, basa atau netral dapat menggunakan kertas

lakmus, larutan indikator atau indikator alami.

a. Kertas Lakmus

Untuk mengidentifikasi suatu larutan yang bersifat asam, basa atau

netral secara sederhana umumnya digunakan kertas lakmus. Bila kita

perhatikan Gambar 2.2, ada perbedaan warna pada kertas lakmus dalam

(32)

Gambar 2.2 Identifikasi Larutan Asam HCl, Larutan Basa NaOH dan Larutan Garam NaCl Menggunakan Kertas Lakmus (Sugiyarto, 2006)

Warna kertas lakmus dalam larutan asam, larutan basa dan larutan yang

bersifat netral ditunjukkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Perubahan Warna Lakmus

Indikator Larutan netral Larutan asam Larutan basa

Lakmus merah Merah Merah Biru

Lakmus biru Biru Merah Biru

b. Larutan Indikator

Larutan indikator asam basa adalah zat-zat warna yang mempunyai

warna berbeda dalam larutan yang bersifat asam, basa dan netral, sehingga

dapat digunakan untuk membedakan larutan yang bersifat asam, basa dan

netral. Di laboratorium, indikator yang sering digunakan adalah larutan

fenolftalin, metil merah dan metil jingga. Warna-warna indikator tersebut

(33)

Tabel 2.5 Warna Larutan Indikator dalam Larutan yang Bersifat Asam, Basa dan Netral

Indikator Larutan asam Larutan basa Larutan netral

Fenolftalin Tidak berwarna Merah Tidak berwarna

Metal merah Merah Kuning Kuning

Metal jingga Merah Kuning Kuning

Perbedaan warna dalam larutan asam dan larutan basa dengan penambahan

indikator metil merah, bromtimol biru dan fenolftalin ditunjukkan dalam

Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Penambahan Indikator Metil Merah, Bromtimol Biru dan Fenolftalein pada Larutan Asam (Baris Atas) dan Larutan Basa (Baris

Bawah) (Sugiyarto, 2006)

c. Indikator Alami

Sebenarnya berbagai bahan tumbuhan yang berwarna, seperti daun

mahkota bunga (kembang sepatu, bogenvil, mawar dan lain-lain) kunyit,

(34)

Ekstrak bahan-bahan ini dapat memberikan warna yang berbeda dalam

larutan asam dan basa.

Sebagai contoh, cobalah kikis kulit manggis kemudian haluskan dan

tambahkan sedikit air. Warna kulit manggis adalah ungu (dalam keadaan

netral). Jika ekstrak kulit manggis dibagi dua dan masing-masing diteteskan

larutan asam dan basa, maka dalam larutan asam terjadi perubahan warna

dari ungu ke coklat kemerahan, sedangkan dalam larutan basa terjadi

perubahan warna dari ungu ke biru kehitaman. Dengan terjadinya perubahan

warna dari ekstrak bahan alami tersebut, maka bahan-bahan tersebut dapat

digunakan sebagai indikator alami. Gambar 2.4 menunjukkan bagaimana

bahan-bahan alami dapat berubah warna bila dicelupkan dalam larutan asam,

basa dan netral.

(35)

H. Pembelajaran Larutan Asam, Basa, dan Garam dengan Menggunakan Pembelajaran Inquiry Model Silver untuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa

(36)

cara. Setelah menyelesaikan suatu masalah, siswa atau guru dapat mengajukan kembali suatu masalah baru dari masalah yang ada. Siswa dapat menggali lebih dalam permasalahan baru yang muncul, kemudian menyelesaikannya. Demikian seterusnya sampai siswa dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya dalam mengembangkan kemampuan pemahaman dan pelaran logis matematiknya.

Wardani (2009: 11) menyatakan bahwa untuk melihat kekuatan pembelajaran inquiry model Silver, pelaksanaan pembelajaran ini dapat diberikan pada dua kelompok siswa yaitu kelompok siswa yang belajar secara grup (kelompok kecil kooperatif antara 4-5 siswa), dan kelompok siswa yang belajar secara klasikal. Ruseffendi (1991: 334) menyatakan bahwa belajar dengan inquiry dapat dilakukan dengan kelompok atau sendiri-sendiri. Selain itu beberapa karakteristik pembelajaran inquiry model Silver, seperti melakukan eksplorasi, beraktivitas pengajuan masalah dan pemecahan masalah dapat dilakukan dan lebih dipahami jika belajar secara grup/kelompok.

Berikut ini aplikasi penerapan pembelajaran inquiry model Silver dalam kegiatan belajar mengajar:

Indikator Keterampilan Berpikir Kritis

Langkah Pembelajaran Inquiry Model Silver

Memfokuskan pertanyaan Siswa diminta membuat soal mengenai larutan asam, basa, dan garam dilihat dari

sifat-sifat, pengelompokan, dan konsep asam, basa, dan garam

(37)

pembuatan soal)

Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak

Siswa berdiskusi dan menyelesaikan masalah

(Tahap penyelesaian masalah) Mengambil keputusan secara induksi Siswa menguji jawaban yang telah dibuat

(Tahap pengujian jawaban) Siswa mengerjakan soal yang diberikan

(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

F. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kurikulum 2006/2007 (KTSP) konsep larutan asam, basa, dan

garam sebagai salah satu topik yang paling sulit untuk diajarkan. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa siswa sekolah mengalami kesulitan pada konsep larutan asam, basa, dan garam baik dalam memahami konsep maupun menyelesaikan soal-soal.

Kompetensi tersebut bisa tercapai dengan suatu pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang bisa diterapkan dalam pembelajaran ini adalah pembelajaran dengan model pembelajaran inquiry model Silver.

(39)

atau guru dapat mengajukan kembali suatu masalah baru dari masalah yang ada. Siswa dapat menggali lebih dalam permasalahan baru yang muncul, kemudian menyelesaikannya. Demikian seterusnya sampai siswa dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sehingga muncul kreativitasnya.

Adapun bagan kerangkanya sebagai berikut:

Tahap Pembelajaran

Inquiry Model Silver Implementasi

Pemberian masalah dan pembuatan soal

Siswa diminta membuat soal mengenai larutan asam, basa, dan garam dilihat dari sifat-sifat, pengelompokan, dan konsep asam, basa, dan garam

Penyelesaian masalah Siswa berdiskusi dan menyelesaikan masalah

Pengujian jawaban Siswa menguji jawaban yang telah dibuat

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Test keterampilan berpikir kritis

Kesimpulan Pembahasan data

Analisis data

(40)

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kelas. Tujuan diadakan penelitian kelas adalah untuk mendapatkan solusi dari permasalahan spesifik di kelas dan mengujicobakan hal-hal baru dalam proses pembelajaran (Hopkins, 1993).

Penelitian dimulai dengan penyusunan instrumen-instrumen penelitian, sedangkan pelaksanaan penelitian berupa kegiatan pembelajaran yang mengimplementasikan pembelajaran inquiry model Silver dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa pada konsep larutan asam, basa, dan garam di kelas VII SMP Al-Amanah Cileunyi. Jika proses belajar mengajar selesai, maka diadakan refleksi dengan guru mata pelajaran guna mengevaluasi hal yang terkait dengan pelaksanaan proses belajar mengajar sehingga diharapkan terjadi perbaikan tindakan (replaning).

H. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang diteliti adalah siswa kelas VII C SMP Al-Amanah Cileunyi yang berjumlah 30 orang, adapaun kelas VII C terdiri dari 18 orang siswa laki-laki dan 12 orang siswa perempuan. Pilihan kelas ini atas rekomendasi dari guru mata pelajaran kimia yang menganggap karakteristik siswa yang lebih kondusif untuk diteliti dibandingkan kelas lainnya.

(41)

ulangan kimia pada konsep sebelumnya. Batas kelompok ditentukan dengan menggunakan rumus standar deviasi.

I. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dapat digambarkan seperti alur di bawah ini:

Gambar 3.2 Prosedur Penelitian

Studi Pendahuluan

Studi literatur tentang model pembelajaran Inquiry model Silver Analisis SK dan KD konsep larutan asam, basa, dan garam

Survey ke sekolah, siswa dan fasilitas pembelajaran fisika

Penentuan Materi Pembuatan Instrumen

Uji coba instrument Validasi Instrumen

Pembelajaran dengan menggunakan

inquiry model Silver

Test penguasaan

LKS (Inquiry Silver) Angket

Analisis Data Penelitian Pembahasan Data Penelitian

Pengumpulan dan Pengolahan Data

(42)

J. Instrumen Penelitian a. Deskripsi Pembelajaran

Deskripsi pembelajaran yang dibuat adalah deskripsi pembelajaran yang berdasarkan pada tahap-tahap pembelajaran inquiry model Silver yang memuat konsep yang akan diajarkan berdasarkan indikator keterampilan berpikir kritis. Tahap-tahap pembelajaran inquiry model Silver yang digunakan meliputi : (1) pemberian masalah dan pembuatan soal; (2) penyelesaian masalah; (3) pengujian jawaban. Kemudian dekripsi pembelajaran memuat tentang kegiatan pembelajaran guru dan siswa, alat ukur pembelajaran, dan alokasi waktu. Deskripsi pembelajaran dibuat sebanyak satu buah untuk satu kali pertemuan. Deskripsi pembelajaran ini dimaksudkan untuk mengarahkan proses pembelajaran agar berjalan sistematik dan sesuai dengan tahapan pembelajaran inquiry model Silver yang terlampir dalam lampiran A.

b. Pedoman Observasi

Pedoman observasi ini terdiri dari pedoman observasi aktivitas guru dan pedoman observasi aktivitas siswa. Pedoman observasi aktivitas siswa terdiri dari tahap-tahap pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran inquiry model Silver, uraian observasi (kegiatan siswa), penilaian, dan keterangan.

(43)

c. Lembar Kerja Siswa

Lembar kerja siswa dalam penelitian mengacu pada tahapan-tahapan pembelajaran inquiry model Silver dan dikembangkan berdasarkan indikator keterampilan berpikir kritis.

Lembar kerja ini merupakan bagian dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division), digunakan untuk latihan dalam kegiatan kelompok yang terdiri dari enam siswa dalam satu kelompok. Dengan adanya LKS di harapkan siswa dapat saling bekerjasama dalam kelompoknya untuk memecahkan masalah.

d. Tes Keterampilan Berpikir Kritis

(44)

e. Angket

Angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahui (Arikunto,2010:194)

f. Validitas Instrumen

Uji validitas instrumen dilakukan untuk melihat apakah alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid/sah, sehingga instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yangh seharusnya diukur. Uji validitas isi dilakukan melalui validasi oleh dosen dan guru ahli bidang ilmu kimia untuk melihat kesesuaian standar isi materi yang ada dalam instrumen tersebut.

Setelah pengujian dari dosen dan guru pendidikan kimia, maka soal diujicobakan kepada 10 responden untuk dilihat validitas, daya pembeda, tingkat kesukaran, dan reliabilitasnya. Interpretasi terhadap tabel r nilai untuk validitas dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Interpretasi Nilai rxy

(45)

g. Daya Pembeda

Uji daya pembeda soal dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tiap butir soal mampu membedakan (kemampuan) antara siswa kelompok atas dengan siswa kelompok bawah yang dihitung menggunakan bantuan aplikasi microsoft excel 2007. Kriteria daya pembeda buir soal yang digunakan seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.2.

Tabel 3.2 Kategori Daya Pembeda Butir Soal Indeks Daya Pembeda Interpretasi

DP = 0,00 Sangat Jelek 0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek 0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup O,40 < DP ≤ 0,70 Baik O,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik

(Arikunto, 2006) Soal yang memiliki daya pembeda cukup, baik, dan sangat baik akan

diambil sebagai instrumen penelitian.

h. Tingkat Kesukaran

(46)

Tabel 3.3 Kategori Tingkat Kesukaran Indeks Kesukaran Interpretasi

TK = 0,00 Terlalu sukar 0,00 ≤ TK ≤ 0,30 Sukar 0,30 ≤ TK ≤ 0,70 Sedang O,70 < TK ≤ 1,00 Mudah

P = 1,00 Terlalu mudah

(Arikunto, 2006)

i. Reliabilitas Instrumen

Uji reliabilitas tes bertujuan untuk menguji tingkat keajegan soal yang digunakan. Uji reliabilitas instrumen ini dapat menggunakan bantuan aplikasi microsoft excel 2007.

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai r11

Indeks reliabilitas Interpretasi 0,80 < r11 1,00 Sangat Tinggi 0,60 < r11 0,80 Tinggi

0,40 < r11 0,60 Sedang 0,20 < r11 0,40 Rendah 0,00 < r11 0,20 Sangat rendah

(47)

Uji coba instrumen dilakukan terhadap 10 orang responden. Soal yang diujicobakan sebanyak lima soal. Kelima soal yang diujicobakan menunjukan hasil yang positif seluruhnya karena tidak ada soal yang perlu diganti atau direvisi. Berikut ini disajikan hasil interpretasi dari uji coba instrumen yang dapat dilihat dari tabel 3.5.

Tabel 3.5 Hasil Uji Coba Soal

No. Soal

(48)

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada saat penelitian dilakukan dapat dilihat pada tabel 3.6.

Tabel 3.6 Teknik Pengumpulan Data

No. Sumber

Observaasi pada saat pembelajaran model Silver, meliputi : (1) pemberian kritis setelah selesai pembelajaran

Soal uraian

G. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

(49)

statistik dan data kualitatif secara deskriptif. Adapun data-data yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1. Lembar Obsevasi

Lembar observasi guru dan siswa yang diisi oleh observer selanjutnya diolah untuk menganalisis kinerja guru dan siswa pada proses pembelajaran yang sebenarnya berlangsung di lapangan.

Pengolahan data hasil observasi diperoleh dari data observasi aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran dengan menggunakan inquiry model Silver. Hasil observasi aktivitas guru dan siswa dinilai berdasarkan kriteria penilaian dengan ketentuan nilai 4 (sangat baik), 3 (baik), 2 (cukup), 1 (kurang). Kemudian analisis data hasil observasinya dihitung dengan persamaan :

Persentase = x 100%

Kemudian persentase hasil observasi direpresentasikan ke dalam diagram sederhana. Adapun interpretasi keterlaksanaan aktivitas guru dan siswa terlihat pada tabel 3.7.

Tabel 3.7 Interpretasi Keterlaksanaan Persentase (%) Kategori

0,00 – 24,90 Sangat kurang 25,00 – 37,50 Kurang 37,60 – 62,50 Sedang 62,60 – 87,50 Baik

87,60 – 100 Sangat baik

(50)

2. Lembar Kerja Siswa

a. Memberikan skor mentah untuk setiap jawaban siswa berdasarkan standar penilaian yang telah tercantum pada rubrik penilaian LKS.

b. Mengubah skor mentah ke dalam bentuk nilai (persentase) berdasarkan rumus sebagai berikut (Purwanto, 2006) :

NP = x 100%

Keterangan :

NP : Nilai persen yang diharapkan

R : Skor mentah, yaitu jumlah skor yang diperoleh siswa SMI : Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan c. Menentukan nilai rata-rata dari setiap kelompok

d. Menentukan tingkat penguasaan konsep setiap kelompok berdasarkan kriteria yang dapat dilihat pada tabel 3.8.

Tabel 3.8 Skala Kategori Kemampuan Siswa

Nilai Kategori Kemampuan

80 – 100 Sangat Baik

70 – 79 Baik

60 – 69 Cukup

50 – 59 Kurang

0 – 49 Sangat Kurang

(51)

3. Tes Keterampilan Berpikir Kritis

Data tes dalam penelitian ini berupa skor yang diperoleh dari tes keterampilan berpikir kritis. Data tersebut kemudian dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Memberi skor mentah pada setiap soal yang dijawab siswa yang selanjutnya dicocokkan dengan kunci jawaban yang telah disiapkan siswa dan mengacu pada rubrik penilaian tes evaluasi.

b. Menjumlahkan skor yang diperoleh siswa kemudian mengolah skor tersebut menjadi nilai dengan skala 100.

c. Menafsirkan nilai yang diperoleh siswa

Data-data yang diperoleh selanjutnya dianalisis. Analisis diarahkan untuk menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya. Pada penelitian kualitatif, analisis dilakukan dengan mendeskripsikan data yang diperoleh, sedangkan pada penelitian kuantitatif analisis data menggunakan statistik deskriptif.

(52)

4. Angket

Angket yang telah dikumpulkan diolah dengan tiga tahapan, yaitu memberikan skor pada setiap angket yang diberikan oleh siswa, mempresentasikan hasil angket mengguanakan aplikasi microsoft excel 2007, dan mendeskripsikan data yang diperoleh.

Data kualitatif dan kuantitatif yang terkumpul selanjutnya dianalisis. Analisis diarahkan untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan. Pada penelitian kualitatif, analisis dilakukan mendeskripsikan data yang diperoleh, sedangkan pada penelitian kuantitatif analisis data menggunakan statistik deskriptif.

(53)

BAB IV

ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Data Hasil Penelitian

Analisis data hasil penelitian dilakukan dengan mengacu pada rumusan masalah yang telah dijelaskan pada BAB I, yaitu : (1) bagaimana penerapan pembelajaran inquiry model Silver pada pembelajaran konsep larutan asam, basa, dan garam untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa di SMP Al-Amanah? (2) bagaimana kemampuan siswa dalam menyelesaikan LKS pada setiap tahap pembelajaran inquiry model Silver di SMP Al-Amanah? (3) bagaimana keterampilan berpikir kritis siswa pada konsep larutan asam, basa, dan garam dengan menggunakan pembelajaran inquiry model Silver di SMP Al-Amanah? (4) bagaimana tanggapan siswa terhadap penggunaan pembelajaran inquiry model Silver dalam megembangkan keterampilan berpikir kritis pada konsep larutan asam, basa, dan garam di SMP Al-Amanah?

(54)

1. Deskripsi Aktivitas Siswa pada Penerapan Pembelajaran Inquiry Model Silver pada Konsep Larutan Asam, Basa, dan Garam

Penerapan pembelajaran inquiry model Silver terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu: tahap pemberian masalah dan pembuatan soal, tahap penyelesaian masalah, serta tahap pengujian jawaban.

a) Pemberian Masalah dan Pembuatan Soal

Pada tahap ini terlebih dahulu guru menugaskan siswa untuk membuat kelompok yang terdiri dari 6 atau 7 orang. Setelah itu guru memberikan masalah mengenai konsep larutan asam, basa, dan garam yang biasa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Bahan ajar yang digunakan berupa praktikum mengenai uji larutan asam, basa, dan garam dalam kehidupan sehari-hari. Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah larutan jeruk, larutan cuka, larutan sabun mandi, larutan deterjen, dan larutan garam dapur. Sedangkan indikator yang digunakan adalah indikator lakmus merah dan lakmus biru.

(55)

Setelah pemberian masalah selesai, selajutnya guru membimbing siswa untuk membuat soal mengenai larutan asam, basa, dan garam mengacu pada bahan ajar yang telah diberikan.

Gambar 4.1 Siswa Melakukan Praktikum Uji Larutan Asam Basa

b) Penyelesaian Masalah

(56)

Pada tahap ini, siswa dituntut untuk menyelesaikan semua soal yang diperoleh dari kelompok lain yang kemudian akan diuji ketepatan jawabannya pada tahap selanjutnya.

Gambar 4.2 Siswa Melakukan Diskusi pada Tahap Penyelesaian Masalah

c) Pengujian Masalah

Pada tahap ini siswa memberikan hasil jawabannya kepada kelompok yang telah membuat soal yang telah dijawab untuk diuji ketepatan jawabannya. Masing-masing kelompok memeriksa dan menilai hasil jawaban yang telah dibuat oleh kelompok lain dengan bimbingan dari guru.

(57)

ini dilihat dari nilai keterlaksanaan tahap dan langkah-langkah pembelajaran tercapai 100% berdasarkan deskripsi pembelajaran yang telah direncanakan.

Gambar 4.3 Guru Membimbing Siswa pada Tahap Pengujian Jawaban

(58)

2. Analisis Kemampuan Siswa Menyelesaikan LKS pada Setiap Tahap Pembelajaran Inquiry Model Silver

Hasil belajar siswa pada setiap tahap pembelajaran ini dapat dianalisis berdasarkan perolehan nilai LKS yang diberikan dalam setiap tahap. Analisis hasil belajar siswa pada setiap tahapan pembelajaran dilakukan untuk setiap kelompok belajar (telampir pada lampiran). Untuk mengetahui lebih jelas analisis hasil belajar siswa dalam setiap tahap pembelajaran berdasarkan kelompok belajar disajikan dalam Table 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1 Nilai Rata-Rata Setiap Tahapan Pembelajaran Inquiry Model Silver Berdasarkan Kelompok Siwa

(59)

0 20 40 60 80 100

1 2 3 4 5

p embe rian masalah d an p embu atan masalah

p enyelesaian masalah

p engujian jaw aban

kelompok satu dengan perolehan nilai rata 77. Secara keseluruhan, nilai rata-rata yang diperoleh yaitu 83,33.

Dari Table 4.1 diatas perolehan nilai rata-rata pada setiap tahap inquiry model Silver berdasarkan kelompok siswa dapat digambarkan ke dalam bentuk diagram sebagai berikut:

Gambar 4.4 Diagram Nilai Kelompok Belajar pada Setiap Tahap Inquiry Model Silver

(60)

Dari Tabel 4.1 di atas perolehan nilai rata-rata pada setiap tahap berdasarkan kelompok belajar dapat digambarkan ke dalam bentuk diagram sebagai berikut:

Gambar 4.5 Diagram Nilai Rata-rata Setiap Tahap Inquiry Model Silver Berdasarkan Kelompok Siswa

Berikut adalah analisis hasil belajar siswa secara terperinci dalam setiap tahap :

a. Pemberian masalah dan pembuatan soal

Pada tahap ini dituntut untuk dapat membuat soal mengenai konsep larutan asam, basa, dan garam berdasarkan data yang telah didapat dari hasil pengamatan pada praktikum. Contohnya soal mengenai perbedaan sifat larutan asam, basa, dan garam berdasarkan perubahan warna pada kertas lakmus.

(61)

Tabel 4.2 Nilai pada tahap pemberian masalah dan pembuatan soal berdasarkan kelompok siswa

Kelompok belajar

Nilai

(pemberian masalah dan pembuatan soal)

Kategori

1 80 Sangat baik

2 85 Sangat baik

3 90 Sangat baik

4 90 Sangat baik

5 95 Sangat baik

Rata-rata 88 Sangat baik

(62)

Nilai pada tahap pemberian masalah dan pembuatan soal dapat digambarkan melalui bentuk diagram sebagai berikut:

Gambar 4.6 Diagram Nilai LKS pada Tahap Pemberian Masalah dan Pembuatan Soal Berdasarkan Kelompok Siswa

b. Penyelesaian Masalah

(63)

Tabel 4.3 Nilai pada tahap penyelesaian masalah berdasarkan kelompok siswa

Kelompok belajar

Nilai

(penyelesaian masalah)

Kategori

1 80 Sangat baik

2 80 Sangat baik

3 80 Sangat baik

4 90 Sangat baik

5 80 Sangat baik

Rata-rata 84 Sangat baik

Untuk lebih jelas, data tabel di atas disajikan dalam bentuk gambar secara visual. Berikut visualisasi dari Tabel 4.3 di atas:

(64)

c. Pengujian Jawaban

Pada tahap pengujian jawaban, siswa dituntut untuk dapat menguji ketepatan jawaban yang telah dibuat kelompok lain mengenai soal yang telah mereka buat pada konsep larutan asam, basa, dan garam.

Analisis hasil belajar siswa dilakukan berdasarkan perolehan nilai rata-rata kelompok siswa. Perolehan nilai pada tahap pengujian jawaban berdasarkan kelompok belajar disajikan dalam Tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4 Nilai LKS pada Tahap Pengujian Jawaban Berdasarkan Kelompok Belajar

Kelompok belajar

Nilai

(pengujian jawaban)

Kategori

1 70 Baik

2 70 Baik

3 80 Sangat baik

4 90 Sangat baik

5 80 Sangat baik

Rata-rata 78 Sangat baik

(65)

Nilai pada tahap pengujian jawaban dapat digambarkan melalui bentuk diagram sebagai berikut:

Gambar 4.8 Diagram Nilai LKS Tahap Pengujian Jawaban Berdasarkan Kelompok Siswa

3. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa dengan Penerapan Pembelajaran Inquiry Model Silver pada Konsep Larutan Asam, Basa, dan Garam

Setelah semua tahap inquiry model Silver diselesaikan, siswa diberi tes

keterampilan berpikir kritis berupa soal essay untuk mengukur kemampuan kognitif

siswa. Analisis tes tersebut diolah berdasarkan kelompok prestasi karena penilaian

dilakukan secara individu. Soal yang diberikan pada tahap tes evaluasi sebanyak 5

butir dengan 5 indikator keterampilan berpikir kritis. Indikator tes evaluasi tertuang

(66)

Tabel 4.5 Indikator Tes Evaluasi Berbasis Keterampilan Berpikir Kritis

N

o

Indikator

No

soal

1 Mempertimbangkan definisi 1

2 Menganalisis argument 2

3 Mengidentifikasi istilah 3

4

Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi.

4

5 Mengidentifikasi asumsi 5

Gambar 4.9 Siswa Mengerjakan Soal Tes Keterampilan Berpikir Kritis

(67)
(68)

Tabel 4.8 di atas juga menunjukkan bahwa nilai rata-rata tertinggi didapatkan oleh kelompok pretasi tinggi dengan perolehan nilai 86 dengan kategori sangat baik, sedangkan nilai terendah didapatkan oleh kelompok prestasi sedang yaitu 79 dengan kategori baik. Secara keseluruhan setiap kelompok prestasi memberikan nilai rata-rata evaluasi dengan kategori baik, yaitu 82,47. Data dari Tabel 4.8 di atas dapat digambarkan melalui bentuk diagram sebagai berikut:

(69)

Secara keseluruhan, nilai rata-rata hasil evaluasi untuk setiap kelompok pretasi dapat digambarkan ke dalam grafik berikut:

Gambar 4.11 Diagram Nilai Rata-rata Hasil Tes Evaluasi untuk Setiap Kelompok Prestasi

4. Analisis Tanggapan Siswa Berdasarkan Angket

Angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran inquiry model Silver pada konsep larutan asam, basa, dan garam. Analisis tanggapan siswa terhadap pembelajaran dilakukan berdasarkan angket yang telah disebarkan kepada 31 orang siswa, dapat dilihat pada Tabel 4.16 persentase nilai angket pada tiap indikator berikut ini:

Tabel 4.7 Penilaian Siswa Tentang Pembelajaran Inquiry Model Silver pada Konsep Larutan Asam, Basa, dan Garam

No Pernyataan Persentase

Ya Biasa-biasa saja Tidak 1 Saya senang belajar kimia 80,65 12,90 6,45

2 Mata pelajaran kimia merupakan

(70)

garam mudah difahami

Rata-rata keseluruhan 71,51 11,29 17,21

Berdasarkan Tabel 4.11, dapat disimpulkan bahwa sebesar 31 siswa memberikan tanggapan yang positif terhadap pembelajaran dengan menggunakan inquiry model Silver.

5. Pembahasan

(71)

diperoleh kelompok 5 yang mencapai nilai 100, sedangkan nilai terendah diperoleh kelompok 1 yang mencapai nilai 80.

Pada tahap penyelesaian masalah, siswa dituntut untuk dapat menjawab soa-soal yang telah dibuat oleh kelompok lain mengenai konsep larutan asam, basa, dan garam. Pada tahap ini, nilai rata-rata yang diperoleh setiap kelompok adalah 84 dengan interpretasi sangat baik. Kelompok yang memperoleh nilai tertinggi adalah kelompok 4 dengan nilai 100.

Pada tahapan pengujian masalah, siswa memperoleh hasil belajar terendah, yaitu mencapai nilai rata-rata 78 yang diinterpretasikan baik. Nilai tertinggi diperoleh kelompok 5 yang mencapai nilai 90, sedangkan nilai terendah diperoleh kelompok 1 dan 2 yang mencapai nilai 70. Pada tahap ini siswa dituntut untuk menguji jawaban yang telah dibuat dari soal yang telah diperoleh dari kelompok lain. Yang menjadi kendala pada tahap ini adalah siswa merasa tidak mengerti dengan soal yang telah dibuat oleh kelompok lain sehingga jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

(72)

Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada pengembangan keterampilan berpikir kritis, peneliti mengadakan tes evaluasi di akhir pembelajaran. Berdasarkan hasil tes evaluasi, secara umum semua kelompok prestasi yang diukur dengan 5 indikator mendapatkan nilai yang sesuai dengan kriteria ketuntasan mininal (KKM) yang berlaku dii SMP Al-Amanah Cileunyi yaitu 75 dengan nilai rata-rata 80. Secara keseluruhan siswa dapat menjawab soal-soal dengan baik, namun hanya beberapa siswa yang dikategorikan kelompok sedang dan rendah yang mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan.

Berdasarkan hasil analisis tes evaluasi didapatkan data bahwa siswa yang dikategorikan kelompok prestasi tinggi dengan jumlah siswa sebanyak 5 orang mendapat nilai rata-rata 86 dengan predikat sangat baik, sedangkan siswa kelompok prestasi sedang dengan jumlah siswa 21 orang memperoleh nilai rata-rata mencapai 79 dengan predikat baik, dan siswa kelompok rendah dengan jumlah siswa 5 orang memperoleh nilai rata-rata 80 dengan predikat sangat baik.

(73)

memperoleh nilai 93 dan lebih tinggi dibandingkan kelompok sedang yang hanya memperoleh nilai 91.

Pada indikator soal nomor 5 pun sama menariknya dengan indikator soal nomor 2 dan nomor 4 karena kelompok rendah mampu memperoleh nilai 84 yang lebih tinggi dibandingkan kelompok sedang yang hanya memperoleh nilai 78. Sedangkan kelompok tinggi masih mendapatkan nilai tertinggi yaitu 88. Menurut Nurhadi (dalam Baharuddin, 2010), bahwa salah satu faktor yang menyebabkan nilai rata-rata siswa pada kelompok prestasi tertentu (baik tinggi, sedang, maupun rendah) mencapai perolehan nilai tertinggi adalah kemampuan siswa dalam mengkontruksikan konsep-konsep yang mereka temukan melalui proses pembelajaran aktif dimana guru hanya berlaku sebagai fasilitator dan siswa menemukan konsep-konsep secara mandiri, dengan demikian proses pembelajaran menjadi lebih bermakna dan relevan bagi siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Bruner (dalam Arifin, 2003), bahwa proses pembelajaran yang melibatkan siswa untuk berpartisifasi secara aktif melalui percobaan dapat membantu siswa dalam memahami sebuah konsep dan hubungannya dengan konsep yang mereka temukan berdasarkan temuan-temuan dalam proses pembelajaran.

(74)

adalah tanggapan siswa mengenai pengaruh penggunaan pembelajaran ini pada konsep larutan asam, basa, dan garam.

(75)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang penerapan pembelajaran inquiry model Silver pada pembelajaran konsep larutan asam, basa, dan garam untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa di SMP Al-Amanah Cileunyi dapat disimpulkan bahwa:

1. Berdasarkan hasil penilaian observasi siswa, semua tahapan pada pembelajaran ini baik tahap pemberian masalah dan pembuatan soal, tahap penyelesaian masalah, maupun tahap pengujian soal berlangsung dengan sangat baik.

2. Kemampuan siswa menyelesaikan LKS pada setiap tahapan pembelajaran yaitu pada tahap pemberian masalah dan pembuatan soal memperoleh nilai rata-rata dengan interpretasi sangat baik, tahap penyelesaian masalah memperoleh nilai rata-rata dengan interpretasi sangat baik, dan tahap pengujian jawaban memperoleh nilai rata-rata dengan interpretasi baik. 3. Keterampilan berpikir kritis siswa setelah diterapkannya pembelajaran

(76)

4. Tanggapan siswa terhadap penerapan pembelajaran inquiry model Silver dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa, khususnya pada konsep larutan asam, basa, dan garam dan umumnya pada Mata Pelajaran Kimia mendapat tanggapan yang positif.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penyusun, maka saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Bagi siswa

Pada tahap penyelesaian masalah hendaknya siswa lebih meningkatkan kerja sama pada setiap kelompok agar lebih mudah dalam menyelesaikan setiap masalah yang ditemukan.

2. Bagi guru

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ternyata pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran inquiry model Silver mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada kelompok rendah sehingga nilai yang diperoleh lebih besar dibanding siswa pada kelompok sedang. Oleh karena itu, peneliti menyarankan kepada guru agar menerapkan pembelajaran ini khususnya pada konsep larutan asam, basa, dan garam, umumnya pada konsep lain.

3. Bagi peneliti lain

Gambar

Tabel 2.1 Beberapa Contoh Asam
Tabel 2.2 Beberapa Contoh Basa
Gambar 2.1 Alat Uji Elektrolit (Sugiyarto, 2006)
Gambar 2.2 Identifikasi Larutan Asam HCl, Larutan Basa NaOH dan Larutan Garam NaCl Menggunakan Kertas Lakmus (Sugiyarto, 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Ilmu

Sesuai dengan uraian tersebut diatas pada dasarnya apabila penyidik telah mampu melakukan pencarian, pangamanan, pengawetan, pemeriksaan pendahuluan, maka laboratorium

Hasil penelitian pada perkecambahan varietas Dering dipengaruhi oleh mutagen EMS perlakuan pada konsentrasi 0,05% dengan lama perendaman selama 4 jam menunjukkan

Setelah dilakukan pengujian dikasarkannya permukaan spesimen dengan metode dipping in chemical baths (permukaan direndam dalam larutan kimia NaOH), hasil pengujian

‚Dalam birokrasi tidak ada istilah kerja sama, ada ruang-ruang tertentu, tapi ada kordinasi, tugas dishub memang sebenarnya mengatur kelancaran lalu lintas kalau da kemacetan

16 Dalam Pasal 29 Ayat (3) UUPK secara tegas telah menunjuk Menteri Perindustrian dan Perdagangan sebagai koordinator penyelenggaraan perlindungan

Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir Menampilkan pertunjukan musik dalam format Menentukan pemain yang sesuai dengan repertoar keilmuan yang mendukung mata pelajaran

Konflik di dalam suatu organisasi pasti akan muncul apalagi kita memiliki para pegawai yang multikultur, oleh karena itu setiap perusahaan harus