• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembagian kekuasaan dan pengambilan kepu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pembagian kekuasaan dan pengambilan kepu"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Ermawati – 1170750020

Pembagian kekuasaan dan pengambilan keputusan (dalam kasus Partisipasi Perempuan Indonesia dalam Pemilu)

Pada hakekatnya manusia diciptakan menjadi perempuan dan laki-laki. Keduanya diciptakan agar bisa saling melengkapi guna membangun suatu kekuatan (sinergi) baru yang lebih kuat dan bermanfaat bagi umat manusia. Namun dalam perkembangannya, dirasakan telah terjadi dominasi oleh satu pihak terhadap pihak yang lainnya, sehingga menimbulkan diskriminasi, marjinalisasi, subordinasi, beban ganda, ataupun tindak kekerasan. Secara statistik, kaum perempuan mendapatkan posisi yang kurang menguntungkan dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satunya di dalam negara yang menganut sistem nilai patriarkal, seperti Indonesia, kesempatan perempuan untuk menjadi politisi relatif terbatasi karena persepsi masyarakat mengenai pembagian peran antara laki-laki dan perempuan, yang cenderung bias kearah membatasi peran perempuan wanita pada urusan rumah tangga. Namun demikian, pada masa perjuangan kemerdekaan, kebutuhan akan kehadiran banyak pejuang, baik laki-laki maupun perempuan, membuka kesempatan luas bagi para wanita untuk berkiprah di luar lingkup domestik dengan tanggungjawab urusan rumah tangga. Masyarakat menerima dan menghargai para pejuang perempuan yang ikut berperan di medan perang, dalam pendidikan, dalam pengobatan, dan dalam pengelolaan logistik. Kesempatan ini memberi kemudahan pada perempuan untuk memperjuangkan isu-isu yang berhubungan dengan kepentingan mereka atau yang terjadi di sekitar mereka, selain isu politik.

(2)

disempurnakan dengan pemberlakukan sistem zipper pada Pemilu dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak. Zipper system merupakan mekanisme affirmative action bagi perempuan. Dengan sistem itu, jika satu parpol di satu dapil memperoleh 3 kursi, maka minimal salah satu kursi itu diberikan kepada caleg perempuan, meski dia kalah suara dari caleg laki-laki.1 Tindakan afirmatif diperlukan terkait dengan dominasi budaya patriarki yang masih kuat mempengaruhi dunia politik, termasuk iklim partai politik yang berbau maskulin. Dengan lebih banyak keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, akan mempengaruhi kebijakan yang lebih pro terhadap kebutuhan perempuan. Sejauh ini mayoritas calon legislatif laki-laki terpilih berada di nomor 1 (68%), lebih banyak dari caleg perempuan. Ini menunjukan pancalonan laki-laki yang lebih banyak di urutan 1 memberi peluang keterpilihan mereka lebih besar.

Memang banyak faktor yang membuat perempuan masih kurang, salah satunya karena adanya tuntutan adaptasi dengan budaya macho dan maskulin di parlemen. Kurangnya representasi perempuan dalam bidang politik antara lain disebabkan oleh kondisi budaya yang patriakal yang tidak diimbangi kemudahan akses dalam bantuk tindakan afirmatif bagi perempuan, seperti pemberian kuota. Isu yang mendesak adalah bahwa tingkat representasi perempuan di parlemen bisa ditingkatkan dan aspirasi masyarakat bisa disalurkan dengan lebih baik, dengan merevisi sistem pemilihan umum. Sampai saat ini, sistem parlemen yang berlaku di Indonesia adalah sistem pemilu proporsional. Namun, banyak orang memperdebatkan bahwa sistem proporsional bisa memberi kesempatan terbaik untuk meningkatkan representasi, karena banyak perempuan bisa diajukan untuk ikut pemilihan melalui penggunaan daftar-daftar calon. Jika perempuan terwakili dengan baik pada jabatan-jabatan yang dapat dipilih dalam daftar maka mereka akan mendapat kesempatan baik untuk bisa terpilih. Oleh karena itu, revisi terhadap sistem pemilihan umum bisa memberi pengaruh baik bagi pemilihan perempuan masuk ke parlemen dimasa datang. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola seleksi antara laki-laki dan perempuan sebagai anggota legislatif.2

(3)

1. Berhubungan dengan konteks budaya di Indonesia yang masih sangat kental asas patriarkalnya. Persepsi yang sering dipegang adalah bahwa arena politik adalah untuk laki-laki, dan bahwa tidaklah pantas bagi wanita untuk menjadi anggota parlemen.

2. Berhubungan dengan proses seleksi dalam partai politik. Seleksi terhadap para kandidat biasanya dilakukan oleh sekelompok kecil pejabat atau pimpinan partai, yang hampir selalu laki-laki. Di beberapa negara, termasuk Indonesia, di mana kesadaran mengenai kesetaraan gender dan keadilan masih rendah, pemimpin laki-laki dari partai-partai politik mempunyai pengaruh yang tidak proporsional terhadap politik partai, khususnya dalam hal gender. Perempuan tidak memperoleh banyak dukungan dari partai-partai politik karena struktur kepemimpinannya didominasi oleh kaum laki-laki.

3. Berhubungan dengan media yang berperan penting dalam membangun opini publik mengenai pentingnya representasi perempuan dalam parlemen.

4. Tidak adanya jaringan antara organisasi massa, LSM dan partaipartai politik untuk memperjuangkan representasi perempuan. Jaringan organisasi-organisasi wanita di Indonesia baru mulai memainkan peranan penting sejak tahun 1999.

Oleh karena itu, berbagi strategi harus dipelajari untuk mengatasi hambatan tersebut, sehingga tujuan untuk meningkatkan representasi perempuan di parlemen bisa diwujudkan, strategi tersebut yaitu:

1. Meningkatkan kualitas perempuan: Keterwakilan perempuan di parlemen menuntut suatu kapasitas yang kualitatif, mengingat bahwa proses rekrutmen politik sepatutnya dilakukan atas dasar merit sistem. Peningkatan kualitas perempuan dapat dilakukan, antara lain, dengan meningkatkan akses terhadap fasilitas ekonomi, kesehatan dan pendidikan.

2. Memberikan kuota untuk meningkatkan jumlah anggota parlemen perempuan: Saat ini sedang dibahas rancangan undang-undang politik, yang di dalamnya

(4)

diharapkan dapat dicantumkan secara eksplisit besarnya kuota untuk menjamin suatu jumlah minimum bagi anggota parlemen perempuan.

3. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran perempuan melalui pendidikan dan pelatihan: Ini perlu untuk meningkatkan rasa percaya diri perempuan pada kemampuan mereka sendiri untuk bersaing dengan laki-laki dalam upaya menjadi anggota parlemen. Pada saat yang sama, juga perlu disosialisasikan konsep bahwa arenapolitik terbuka bagi semua warganegara, dan bahwa politik bukan arena yang penuh konflik dan dan intrik yang menakutkan.

Angka keterwakilan wanita pada parlemen di Indonesia hanya mencapai angka 11,3 persen atau sekitar 64 legislator dari 550 anggota legislatif. 3 Angka presentasi sangatlah kecil jika dibandingkan dengan negara lain macam Singapura ataupun Australia. Untuk itu semoga dipemilu yang akan datang partisipasi perempuan dalam pembagian kekuasaan dan pengambilan keputusan terwakilkan.

3Soewondo, Nani. 1984. Kedudukan Wanita Indonesia Dalam Hukum Dan

Referensi

Dokumen terkait

Pada uji coba utama, untuk mengetahui tingkat efektifitas produk dalam pembelajaran dilakukan dengan uji eksperimen dengan model pretest-postest (control

Karakteristik bentuk dari logo Ritelaa ini mengusung dari karakter kertas yaitu lipatan, diambil karakter kertas berdasarkan dari bidang usaha Ritelaa sendiri yang merupakan

Apabila dilihat pada gambar diatas ancaman yang datang dari jaringan diluar kemungkinan besar adalah virus, trojan, worm, dan spyware, karena ancaman-ancaman seperti inilah

adanya inventory dan tidak akan menin"katkan throu"hut sistem; a"asan itu@ kemudian adaah untuk menyinkronkan airan materia seama erada

Berdasarkan peraturan menteri Pekerjaan Umum pasal 3 point (a) No 5 tahun 2008 tentang pedoman penyediaan dan pemanfaatan .ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan disebutkan

Program Pembinaan Eks Penyandang Penyakit Sosial (Eks Narapidana, PSK, Narkoba Dan Penyakit Sosial Lainnya) dilaksanakan dengan dasar Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1998

menunjukkan, bahwa rataan denyut nadi domba yang diberi ransum K1 memiliki hasil pengukuran yang lebih tinggi dari K2, serta pemberian pakan dua kali memiliki pengukuran denyut

Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang selanjutnya disingkat KLHS adalah proses mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam