• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASALAH DAN TANTANGAN DALAM PEMBANGUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MASALAH DAN TANTANGAN DALAM PEMBANGUNAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Masalah dan Tantangan dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia dari

Segi Kekuasaan Negara

Andi Sitti Rohadatul Aisy

Kekuasaan negara begitu besar pada sistem perekonomian negara. Hubungan antara negara dan kekuasaan sama sekali tidak dapat dipisahkan. Negara merupakan lembaga yang mempunyai kekuasaan tertinggi, dan dengan kekuasaan itu pula negara melakukan pengaturan terhadap masyarakatnya. Dalam kaitan ini Arief menyatakan bahwa kekuasaan negara yang sedemikian besar akibat negara merupakan pelembagaan dari kepentingan umum (hal. 3 buku Arief Budiman, Teori Negara: Negara, Kekuasaan dan Ideologi, 2002)

Hal di atas dapat kita lihat dari penguasaan sumber-sumber ekonomi dan politik oleh negara yang paling tidak terjadi hingga penghujung tahun 1990-an, ruang publik sama sekali tidak mempunyai tempat untuk ikut serta menentukan kebijakan publik dan arah pembangunan nasional. Jalannya roda pembangunan lebih banyak dimonopoli oleh negara sebagai institusi tunggal tanpa mengikut sertakan komponen sosial. Eskalasi angka kesenjangan sosial ekonomi tidak dapat dihindari sebagai akibat dari model management pembangunan sentralistik yang diwarnai dengan sistem kroni tersebut. Pola pembangunan itu terjadi dan bergulir disemua tingkatan kehidupan ekonomi masyarakat. Posisi pemerintah semakin kokoh dengan dukungan militer dan birokrasi seperti pegawai negeri yang berfungsi sebagai mesin politik. Elite-elite ekonomi yang muncul karena fasilitas negara seperti misalnya pemberian lisensi, kemudahan pajak, pemberian monopoli industri-industri strategis, dan berbagai kemudahan lainnya.

(2)

Disadari atau tidak, semakin lama hal ini bereskalasi dan berakibat terjadinya kekaburan antara kepentingan publik dan privat, antara kepentingan kelompok dominan dan negara sehingga pelayanan masayarakat kecil nyaris terlupakan dan akibatnya terjadi berbagai ketimpangan pelayanan pembangunan yang cenderung terpusat di kota-kota besar dengan konsumen tertentu. Pembangunan tidak lagi memihak rakyat kecil dan terjadi ketimpangan sektor pembangunan di daerah-daerah kepulauan Indonesia yang terbelakang.

Secara teori, Antonio Gramsci (dalam Roger Simon, Gagasan-Gagasan Politik Gramsci, 2004 menggambarkan kondisi hegemoni negara tersebut sebagai lemahnya kelas menegah (borjuasi) sehingga negara yang didukung oleh militer menjadi satu-satunya kelas dengan kekuatan dominan yang mengambil alih seluruh fungsi, konstruksi alternatif ditekan guna mempertahankan hegemoni negara. Dominasi negara terhadap proses pembangunan ekonomi politik nasional yang telah berlangsung lama sejak jaman Soekarno hingga periode Soeharto dan masih belum berganti paradigma hingga saat ini. Kelompok masyarakat masih dilihat sebagai kelompok yang harus diatur dari pada sebagai partner atau potensi aset. Sehingga kekhawatiran terhadap munculnya institusi rakyat dilihat sebagai ancaman ataupun kompetisi serta saingan negara yang akan berakibat negatif. Potensi modal sosial dilihat sebagai masalah, konflik dihindari dan ditekan serta puas dengan kemampuan elit untuk mengkonstruksi jalannya pemerintah. Hal ini lebih jauh berakibat munculnya potensi arogansi kekuasaan sebagai benteng berhadapan dengan pertumbuhan pembangunan modal fisik yang tidak sehat dan cenderung anarkis, yakni masyarakat itu sendiri.

Transparansi pembangunan tidak disandarkan kepada proses input dan output dalam kalkulasi sumber ekonomi secara tepat sasaran, tetapi berputar dalam kepentingan elite dan kroni. Mesin pembangunan berjalan dengan sempurna didukung dengan pinjaman luar negeri yang semakin tinggi dan tidak terpakai secara efektif dalam pembiayaan pembangunan, akumulasi hutang semakin membengkak akibat kebocoran luar biasa, hyper policy-pun muncul guna menutupi ketimpangan-ketimpangan ekonomi, seperti kemudahan pembukaan bank-bank baru dalam jumlah yang sangat besar, paket-paket kebijakan ekonomi yang sangat ekspansif dan prakmatis tanpa dibarengi dengan sistem kontrol yang memadai, dan modal pembangunan lebih banyak disandarkan kepada peran para konglomerat yang nota bene

membonceng kemudahan dan fasilitas pemerintah.

(3)

mengkalkulasi modal sosial. Terjadi kesenjangan sosial yang luar biasa yang berakibat terjadinya kemorosotan sistem sosial dan terabaikannya pembangunan modal sosial. Tingkat ekonomi konsumtif perkotaan tampak nyata sebagai indikator pembangunan ekonomi, dilain pihak kemorosan fondasi ekonomi rakyat menjadi semakin parah karena tidak tersentuh dalam berbagai paket prakmatis pemerintah.

Pembangunan politik khususnya demokratisasi pada periode sebelum krisis tahun 1997 di atas terkenal dengan sebutan depolitisasi yang dilandasi dengan sistem otoritarian. Dominasi negara terlihat jelas dalam kebijakan publik, tidak tejadi keseimbangan input dan

output dalam memutuskan kebijakan. Sehingga sumber penetuan kebijakan terbatas kepada masukan elite. Pemberdayaan suara rakyat dan kepentingan publik tidak tampak, media massa lebih berfungsi sebagai penyampaian keberhasilan pembangunan ekonomi yang tidak transparan, dan pertumbuhan institusi politik masyarakat semakin melemah akibat kontrol ketat aparat pemerintah, akibatnya eskalasi arogansi pemerintah di satu pihak berhadapan langsung dengan eskalasi terpendam dari ketidakberdayaan serta ketidakpuasan publik khususnya di kalangan elite intelektual. Kekuasaan terpusat dan terkonsentrasi dalam lingkaran elite penguasa tanpa melibatkan modal politik sosial dan partisipasi sosial kelas menegah yang terpendam semakin bertumbuh dengan pesat dibawah permukaan.

Di Indonesia, kebijakan politik telah sangat berperan penting dalam penentuan sistem kegiatan ekonomi, seperti disebutkan dalam Pasal 33 ayat 1, 2, 3 dan kemudian pada ayat ke 4 yang secara eksplisit merumuskan sitem ekonomi Indonesia, yang berbunyi: Pasal 33 ayat

1, “Perekonomian disusun atas usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”; Pasal 33

ayat 2, “Cabang-cabang produksi yang bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang

banyak dikuasai oleh negara”; Pasal 33 ayat 3, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan di pergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat”; Pasal 33 ayat 4, “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan

kesatuan ekonomi nasional”.

(4)

mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara. c) Persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat dan cita-cita keadilan sosial.” (GBHN 1993).

Selain di UUD 1945 dan GBHN 1993 itu, berbagai gagasan sistem ekonomi Indonesia telah diutarakan oleh berbagai pakar ekonomi Indonesia. Misalnya pakar ekonomi

senior Indonesia mengatakan bahwa sistem ekonomi Indonesia “….pada dasarnya merupakan ekonomi yang dijalankan oleh dunia usaha swasta walaupun perlu diatur oleh negara…” (Widjojo Nitisastro. The Socio-Economic Basis of the Indonesian State, 1959). Seorang pakar

senior lain mengatakan bahwa “…lima ciri pokok dari sistem ekonomi Pancasila adalah

pengembangan koperasi..penggunaan insentif sosial dan moral…komitmen pada upaya pemerataan…kebijakan ekonomi nasionalis…dan keseimbangan antara perencanaan terpusat

dan pelaksanaan secara terdesentralisasi…” (Mubyarto, 1981). Contohnya kurs mata uang yang akan dibiarkan mengambang atau tetap kembali pada kebijakan negara, harga jual BBM, tarif dasar listrik, pajak penghasilan, PBB, bea cukai, dan tarif tilang kendaraan bermotor.

Di umur Indonesia pada angka 70, masalah-masalah yang di hadapi dalam bidang ekonomi pada umumnya terdapat masalah yang terkait dengan segi distribusi pendapatan nasional, yang mana penduduk Indonesia berada dalam kemiskinan, sebagian besar kekayaan banyak dimiliki kelompok berpenghasilan besar atau kelompok kaya Indonesia. Dalam hal ini upaya penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya program IDT (Inpres Desa Tertinggal), KUK (Kredit Usaha Kecil), KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen) PKT (Program Kawasan Terpadu. Selanjutnya masalah maslaah kekurangan, disebabkan karena tingkat pendapatan masyarakat yang rendah, yang selanjutnya menyebabkan tabungan dan tingkat pembentukan modal menjadi rendah. Pendapatan yang rendah juga menyebabkan kemampuan investasi rendah yang menyebabkan modal dan produktivitas rendah.

(5)

mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat sehingga inflasi akan turun. Dampak inflasi yang sangat jelas kita rasakan adalah kenaikan harga secara terus menerus yang ada di pasar. Nilai tukar rupiah yang semula dikaitkan dengan mata uang Amerika Serikat secara tetap mulai diguncang spekulan yang menyebabkan keguncangan pada perekonomian yang juga sangat tergantung pada pinjaman luar negeri sektor swasta. Pemerintah menghadapi krisis nilai tukar ini dengan melakukan intervensi di pasar untuk menyelamatkan cadangan devisayang semakin menyusut. Upaya Pemerintah yaitu menerapkan kebijakan nilai tukar yang mengambang bebas sebagai pengganti kebijakan nilai tukar yang mengambang terkendali.

Sebagai akhir uraian, dapat diketahui, bahwa jika sebuah negara mengalami ketidakstabilan politik, maka perekonomian pun akan terpengaruh, akan terjadi inflasi dan krisis. Sistem politik yang berlaku di suatu negara biasanya mempengaruhi sistem ekonomi nya karena ekonomi itu sendiri dipengaruhi oleh misi politik yang dibawa oleh setiap negara, begitupun dengan politik sangat kental kaitannya dengan ekonomi; politik tanpa ditunjang ekonomi yang kuat jadilah ia dikuasai pemodal, begitupun dengan ekonomi, tanpa ditunjang politik tentu akan segera dirampas keberhasilannya oleh si penguasa.

Referensi

:

Budiman, Arief. 2002. Teori Negara, Kekuasaan, dan Ideologi. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama.

Chaniago, Andrinof A. 2001. Gagalnya Pembangunan. Jakarta: LP3ES.

MPR RI. 1993. GBHN. Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1993. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

Mubyarto. 1981. Metodologi Penelitian Ekonomi. Yogyakarta: Yayasan Agro Ekonomi. Nitisastro, Widjojo. 1959. The Socio Economic Basis of the Indonesian State. Ithaca, NY:

Modern Indonesian Project, Cornel University Press.

Referensi

Dokumen terkait

R Square (R 2 ) sebesar 0,889 (89%), ini menerangkan bahwa pengaruh variabel kejelasan sasaran anggaran, kesulitan sasaran anggaran, pengendalian akuntansi dan

Sehubungan dengan permasalahan yang diangkat oleh peneliti yaitu: Korelasi Antara Rasa Percaya Diri dengan Hasil Belajar Al-Qur‟an Hadits Siswa Di MI Roudlotul

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menjelaskan bahwa Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki

Sesuai dengan Mardiasmo (2011, h.8) yang mana ada perlawanan pasif yang dilakukan wajib pajak reklame dimana enggan (pasif) dalam membayar pajak, mungkin

formal di sekolah. Guru juga sangat menentukan keberhasilan peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar.. komponen yang berpengaruh terhadap

merepresentasikan suatu nilai -ull on pada Arduino +5 Colt dan kondisi o-- +0 Colt dengan mengubah perbandingan ratio antara aktu kondisi on dengan kondisi o-- dalam satu

berfirmanlah ALLAH, Al-Khalik, “Sesungguhnya, manusia itu sudah menjadi seperti salah satu dari kita (9) , tahu tentang yang baik dan yang jahat.. Maka sekarang, jangan

Dari berbagai data diatas dihasilkan kondisi optimum dari proses esterifikasi kain kapas dengan turunan kitosan terjadi pada konsentrasi 0,8% dimana ketiga jenis kain