• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRAKTIKUM PENCOKLATAN ENZIMATIS FAKULTAS ID

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PRAKTIKUM PENCOKLATAN ENZIMATIS FAKULTAS ID"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTIKUM PENCOKLATAN ENZIMATIS

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

HENDI KUSWENDI (240210160049)

Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022)

7798844, 779570 Fax. (022) 7795780 Email: hendi@mail.unpad.ac.id

ABSTRACT

Enzymatic browning reactions occur in many fruits and vegetables. As a result of this reaction will arise brown color due to conversion of phenolic compounds into melanin with the help of polyphenol oxidase enzymes. The browning reaction occurs because there are Fe compounds in the carat that will catalyze the reaction with oxygen. In the practicum used sample of Apples, Pineapple, Potato, Eggplant, and Carrots. The purpose of this lab is to know how to put oxygen and tool contact against browning vegetables, to know how to prevent browning with chemical or natural treatments, to know the effect of blancing on browning of vegetable enzymes. The best way to prevent enzymatic browning is metabisulphite and to maintain the best possible texture in vegetables and fruits by immersion as they can produce a non-brownish color. vegetable samples are most sensitive to the enzymatic browning reaction is eggplant.

Keywords:

Colour,Enzymatic browning, Polifenol oksidase, Oxygen

PENDAHULUAN

Reaksi pencoklatan enzimatis banyak terjadi pada buah buahan dan sayuran, terutama jika mengalami destruksi jaringan (Koswara, 1991). Reaksi pencoklatan enzimatis terjadi pada buah-buahan dan sayuran jika jaringan buah atau sayuran itu terpotong atau terkelupas. Akibat reaksi ini akan timbul warna coklat karena konversi senyawa fenolat menjadi melanin dengan bantuan enzim polifenol oksidase. Reaksi tersebut membutuhkan oksigen sebagai akseptor H2 dan ion tembaga sebagai katalisator (Eskin et al, 1971). Enzim yang berperan mengkatalisa oksidasi senyawa fenol adalah polifenol oksidase.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat reaksi pencoklatan enzimatis adalah kandungan komponen fenolik, aktivitas dari enzim polifenol oksidase, kehadiran oksigen, ion logam, pH, dan suhu (Lisinska dan Leszczynski, 1989).

Reaksi pencoklatan enzimatis dapat dikontrol oleh inaktivasi enzim polifenol oksidase, pengeluaran oksigen, modifikasi komponen fenolik, penambahan agen pereduksi, interaksi dengan grup tembaga, mereduksi atau menjerat senyawa quinon, bahkan memindahkan produk akhir dari reaksi pencoklatan (Shahidi dan Naczk, 1995). Reaksi ini bergantung pada ketersediaan enzim fenolase, oksigen dan ko-enzim Cu.

(2)

METODOLOGI

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antaralain: cawan plastik, dandang kecil, pisau stainless stell, pisau besi, saringan, talenan, stopwatch, panci, piring kecil,

pisau besi, pisau stainless steel Bahan yang digunakan antaralain: asam sitrat, asam askorbat, apel, na-bisulfat, nenas, kentang, terong, dan wortel.

Kontak Alat

Mula-mula tiap sampel dicuci, kemudian dikupas dan diiris dengan dua pisau yang berbeda yaitu pisau stainless stell dan pisau besi. Diamkan dan diamati perubahan warna yang terjadi pada menit ke-0 (sewaktu di potong), dan diamati kembali setelah menit ke-15.

Kontak O2 (Oksigen)

Mula-mula tiap sampel dicuci, kemudian direndam selama 15 menit pada cawan yang berisi air, larutan garam, larutan gula, dan pada cawang kosong. Diamkan dan diamati perubahan warna dan tekstur pada menit ke-0 (sewaktu di potong), dan diamati kembali setelah menit ke-15.

Pencegahan Polifenol Oksidase

Mula-mula tiap sampel dicuci, kemudian diiris dan direndam dalam cawan yang berisi asam sitrat, asam askorbat, Na-bisulfat dan pada cawan kosong. Diamkan dan diamati perubahan warna dan tekstur pada menit

ke-0 (sewaktu di potong), dan diamati kembali setelah menit ke-15.

Blansing dan Kukus

Mula-mula tiap sampel dicuci, kemudian diiris dan diberi dua perlakuan yaitu direbus dan dikukus (lama waktu sesuai diktat), kemudian diangkat dan direndam air es selama 3 menit. Diamkan dan diamati perubahan pada menit ke-0 (sewaktu di potong), dan diamati kembali setelah menit ke-15.

PEMBAHASAN

Reaksi pencoklatan enzimatis banyak terjadi pada buah buahan dan sayuran, terutama jika mengalami destruksi jaringan (Koswara, 1991). Reaksi pencoklatan enzimatis terjadi pada buah-buahan dan sayuran jika jaringan buah atau sayuran itu terpotong atau terkelupas. Akibat reaksi ini akan timbul warna coklat karena konversi senyawa fenolat menjadi melanin dengan bantuan enzim polifenol oksidase. Reaksi tersebut membutuhkan oksigen sebagai akseptor H2 dan ion tembaga sebagai katalisator (Eskin et al, 1971).

(3)

Tabel 1. Kontak Alat

Sampel Perlakuan T = 0' T = 15'

Wortel Stainless steel oranye ++++ oranye ++++

besi oranye ++++ oranye ++++

Kentan g

Stainless steel kuning ++++ kuning +++ besi kuning +++++ kuning +++

Terung Stainless steel putih keruh cokelat disekitar biji besi putih kehijauan cokelat disekitar biji

Nanas Stainless steel kuning muda ++ kuning muda ++ besi kuning muda ++ kuning tua

Apel Stainless steel putih ++ cokelat +

besi putih++++ putih +++ cokelat + (Dokumentasi pribadi, 2017)

Berdasarkan data tabel 1, sampel wortel baik dengan perlakuan pisau besi ataupun pisau stainless steel tidak mengalami perubahan warna. Hal ini diduga akibat konsentrasi enzim fenolase pada wortel tidak setinggi sampel-sampel lainnya, sehingga waktu 15 kurang cukup untuk menghasilkan warna cokelat. Sampel kentang dengan pisau stainless steel mengalami penrubahan warna dari kuning (++++) menjadi kuning (+++), sedangkan dengan perlakuan pisau besi dari kuning (+++++) menjadi kuning (++ +). Kentang dikenal sebagai sayuran yang mudah mengalami pecoklatan akibat enzim fenolase yang dimilikinya. Enzim fenolase berfungsi mengkatalis reaksi oksidasi, logam tembaga dan besi berfungsi sebagai pentransfer elektron dan O2 berfungsi sebagai akseptor electron. Menurut Eskin et al (1971), agar reaksi pencoklatan dapat dikatalis oleh enzim fenolase harus juga tersedia senyawa Cu atau Fe dan oksigen. Oksigen dibutuhkan dalam reaksi oksidasi sebagai akseptor hidrogen sedangkan Cu atau Fe berperan sebagai ko-enzim. Terjadinya reaksi pencoklatan enzimatik melibatkan perubahan bentuk kuinol menjadi kuinon.

Reaksi dengan enzim polifenolase sebagai katalis menyebabkan timbulnya protein

tembaga dengan

menggabungkan satu

atau lebih molekul oksigen quinone.

Protein-Cu+-O2 + monofenol

enzim polifenolase

→ Protein-Cu2+ + oquinone + H2O (Margono,1993)

(4)

menggunakan kromium. Minimum jumlah kromium digunakan untuk membuat Stainless steel adalah 10,5%.

Kromium juga meningkatkan daya tahan korosi oleh pembentukan sebuah film kromium oksida pada baja.

Tabel 3. Pencegahan Pencoklatan

Sampel

Waktu

Perlakuan

Kosong Asam Sitrat

Warna Tekstur Warna Tekstur

Wortel

0' Orange ++++ Keras ++++ Orange ++ Keras ++

15' Orange +++ +

Keras ++

++ Orange +++ Keras +++ Kentan

g

0' Kuning +++ Keras Kuning +++ Keras 15' Kuning ++ Keras Kuning +++ Keras

Terung 0'

Putih

kehijauan Keras+ Putih kehijauan Keras+ 15' Cokelat Lunak + Putih Lunak +++

Nanas

0' Kuning ++ Keras ++ Kuning ++ Keras ++

15' Kuning + Keras ++++ Kuning + Keras +++++

Apel

0' Putih +++ cokelat++

Keras ++

++ Putih ++++ Keras +++ 15' Putih ++

cokelat+++

Keras ++

+ Putih ++++

Sampel

Waktu

Perlakuan

Asam askorbat Na-bisulfat

Warna Tekstur Warna Tekstur

Wortel

0' Orange ++ Keras ++ Orange ++ Keras ++

15' Orange +++ Keras +++ Orange +++ Keras +++

Kentan g

0' Kuning +++ Keras Kuning +++ Keras 15' Kuning ++ Keras Kuning ++++ Keras

Terung 0'

Putih

kehijauan Keras+ Putih kehijauan Keras+ 15' Cokelat Lunak ++ Putih bersih Lunak +

Nanas

0' Kuning ++ Keras ++ Kuning ++ Keras ++

15' Kuning +++

+ Keras ++ Kuning +++ Keras ++++

Apel

0' Kuning ++ Keras+++ Putih +++ Keras +++

15' Kuning +++ Keras ++

+ Putih +++ Keras +++ (Dokumentasi pribadi, 2017)

Menurut Winarno (1991), banyak sekali senyawa fenolik yang dapat bertindak sebagai substrat dalam reaksi pencoklatan enzimatis pada buah dan sayuran. Senyawa-senyawa fenolik tersebut di antaranya adalah katekin dan

(5)

terhadap substrat dan oksigen (Whitaker, 1994).

Pencegahan pencoklatan enzimatis pada praktikum ini dilakukan dengan inaktivasi enzim melalui cara perendaman menggunakan natrium metabisulfi, asam askorbat, dan asam sitrat. Setelah dilakukan berbagai perlakuan untuk menonaktifkan enzim, dilakukan pengamatan terhadap warna dan tekstur dari masing-masing buah dan sayuran.

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa beberapa perlakuan untuk menonaktifkan enzim dapat memperlambat pencoklatan enzimatis yang terjadi pada buah dan sayur. Buah dan sayur yang tidak diberi perlakuan mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan dengan tekstur secara umum tidak berubah, sedangkan pada buah dan sayur yang direndam menggunakan natrium metabisulfit, asam askorbat, dan asam sitrat warnanya hanya sedikit berubah menjadi cokelat dan teksturnya sedikit berubah pula menjadi agak melunak.

Penambahan Na-Metabisulfit dapat dilakukan untuk menonaktifkan enzin polifenol oksidase. Tujuan utama dari sulfitasi adalah untuk mengurangi pencoklatan pada waktu pengolahan dan penyimpanan sampel ketika dilakukan pengolahan. SO2 tidak dapat secara mutlak menghentikan reaksi pencoklatan tetapi memperlambat reaksi tersebut (Hulme, 1991). Perendaman sampel dengan natrium metabisulfit, tekstur dan warna pada sampel tidak banyak mengalami perubahan. Contohnya pada wortel dan nenas warna yang dihasilkan adalah orange (+++), terung putih bersih, kentang kuning (++ ++), apel putih (+++). Hal ini menunjukkan terjadinya penghambatan pencoklatan enzimatis yang sangat efektif.

Aplikasi penambahan sulfit untuk mencegah reaksi pencoklatan enzimatik sangat efektif namun dapat menyebabkan asmatik sehingga dikembangkan penelitian dengan

menggunakan asam organik diantaranya adalah asam sitrat dan asam askorbat. Metode penggunaan asam sebagai penghambat pencoklatan enzimatis ini didasarkan pada pengaruh pH terhadap enzim polifenolase. pH optimum enzim ini berkisar antara 4,0-7,0 dan aktivitas terkecil pada pH dibawah 3 (Eskin et al, 1971).

Asam askorbat dalam percobaan ini merupakan senyawa pereduksi kuat yang bersifat asam di alam, membentuk garam netral dengan basa, dan memiliki kelarutan air yang tinggi. Asam askorbat dan garam-garam netral serta turunannya merupakan antioksidan yang digunakan pada buah-buahan dan sayuran dan juga pada jus buah untuk pencoklatan dan reaksi oksidatif lainnya. Asam askorbat bertindak sebagai antioksidan karena oksigen akan mengoksidasi askorbat bukan senyawa fenolik sehingga dapat menghambat atau menurunkan terjadinya reaksi pencoklatan (Martin, 1994). Asam askorbat juga sebagai antioksidan dan mampu mereduksi quinon menjadi o-dihidroksi fenol alami. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

o-difenol + ½ O2 → o-quinon + H2O o-quinon + AA → o-difenol + dehidro AA

AA + ½ O2 → dehidro AA + H2O Berdasarkan hasil praktikum, perendaman menggunakan asam askorbat ini memberikan hasil perubahan warna yang lebih banyak dibandingkan dengan perendaman menggunakan natrium metabisulfit dan asam sitrat, hal tersebut terlihat pada sampel terung yang mengalami perubahan menjadi cokelat. sehingga penggunaan natrium metabisulfit dan asam sitrat dianggap lebih efektif untuk mencegah pencoklatan enzimatis.

(6)

sebagai katalis dalam reaksi pencoklatan. Selain itu, asam sitrat juga dapat menghambat pencoklatan dengan cara menurunkan pH, sehingga enzim polifenol oksidase menjadi inaktif (Winarno, 1991). Pada sampel yang direndam menggunakan asam sitrat,

perubahan warna menjadi warna coklat lebih terhambat dibandingkan dengan perendaman menggunakan asam askorbat. Akan tetapi, tekstur yang dihasilkan lebih keras dibandingkan dengan perendaman menggunakan asam askorbat.

Tabel 1. Kontak O2 (Oksigen)

Sampel

Perlakuan

Kosong Air

0' 15' 0' 15'

Wortel Orange+++ Orange+++ Orange+++ Orange++++

Keras Keras Keras Keras

Kentang Kuning +++ Kuning +++ Kuning ++ Kuning +

Keras Keras Keras Keras

Terung Putih cokelat Putih cokelat Putih cokelat Putih cokelat Keras ++ Keras ++ Keras ++ Keras +

Nanas Kuning ++ Kuning pucat Kuning ++ Kuning pucat Keras +++ Keras +++ Keras +++ Keras ++

Apel Putih++++

Kuning +

cokelat+ Putih+++ Putih++ Keras +++ Keras ++ Keras +++ Keras ++++

Sampel

Perlakuan

Gula Garam

0' 15' 0' 15'

Wortel Orange+++ Orange++ Orange+++ Orange+++ cokelat +

Keras Keras Keras Keras

Kentang Kuning ++ Kuning +++ Kuning ++ Kuning +

Keras Keras Keras Keras

Terung Putih cokelat + Putih cokelat + Putih cokelat + Putih cokelat + Keras ++ Keras ++ Keras + Keras +

Nanas

Kuning ++ Kuning ++ Kuning ++ Kuning pucat + Keras + berair

+ Keras + berair +

Keras + berair

+ Keras + berair ++

Apel Putih+++

Kuning +

cokelat+ Putih+++

Kuning + cokelat++ +

Keras ++ Keras ++ Keras ++ Keras ++ (Dokumentasi pribadi, 2017)

Pencegahan pencoklatan enzimatis dapat dilakukan dengan mengurangi kontak bahan dengan oksigen. Reaksi pencoklatan enzimatik dapat dihambat dengan mengurangi oksigen, salah satu caranya yang efektif adalah dengan perendaman (Eskin et al, 1971).

Perendaman dilakukan dengan menggunakan air, larutan gula, dan larutan garam. Perendaman dengan air garam dilakukan untuk mencegah sampel agar tidak

kontak dengan oksigen

(7)

senyawa fenolase. Browning

dapat dicegah dengan NaCl dengan cara menurunkan pH pada apel sehingga mencegah terjadinya browning. Garam juga dapat digunakan untuk meningkatkan rasa asin pada sampel (Friedman, 1996)

Sampel yang direndam menggunakan air, warna dari sampel buah dan sayur tersebut menjadi tidak terlalu coklat apabila dibandingkan dengan sampel yang tidak direndam menggunakan air. Hal ini dikarenakan perendaman dengan air membatasi kontak antara oksigen dengan jaringan (Tranggono dan Sutardi, 1989). Keuntungan dari metode perendaman menggunakan air ini adalah tidak mengubah citarasa dari buah atau sayur yang direndam.

Sampel yang direndam menggunakan larutan garam, terjadi perubahan warna yang cukup besar apabila dibandingkan dengan sampel yang direndam menggunakan air dan gula. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan larutan garam masih lemah dalam memperlambat laju pencoklatan enzimatis pada nenas, terong, kentang,

apel, dan wortel. Perendaman dengan larutan garam ini memiliki kelemahan. Menurut Tranggono dan Sutardi (1989), untuk dapat menghambat enzim buah perlu diberikan NaCl yang banyak, namun dari sudut rasa memang tidak dapat diterima karena terlalu asin.

Sampel yang direndam menggunakan larutan gula mengalami lebih sedikit perubahan warna daripada dengan larutan garam, dapat disimpulkan bahwa perendaman menggunakan larutan gula merupakan metode yang efektif dibandingkan dengan perendaman menggunakan larutan garam. Selain dapat mengurangi kontak bahan dengan oksigen, larutan sirup gula juga dapat berfungsi untuk menghambat terjadinya pencoklatan enzimatik karena larutan gula dapat memberikan lapisan atau mantel sehingga mencegah permukaan buah dapat kontak dengan oksigen. Di samping itu, larutan gula dapat menurunkan pH lingkungan sehingga enzim polifenol oksidase ini menjadi inaktif. Semakin tinggi konsistensi pemanis dalam suatu larutan menyebabkan pH menurun, hal ini disebabkan karena gula mempunyai sifat cooling effect (Winarno, 1991).

Tabel 4. Blancing

Sampel

Perlakuan Rebus

0' 15'

Wortel Orange ++ Orange +++

Lunak +++ Lunak +++

Kentang Kuning cerah ++++ Kuning cerah +++ Klunak +++ Lunak +++

Terung Hijau pucat Hijau kecoklatan

Lunak +++ Lunak +++

Nanas Kuning +++ Kuning +++

Lunak +++ Lunak +++

Apel Kuning +++ Kuning +++

Lunak + Lunak +++

Sampel

Perlakuan Kukus

(8)

Wortel Orange ++ Orange ++++

Lunak + Lunak +++

Kentang Kuning cerah +++ Kuning cerah ++++

Lunak +++ Lunak ++++

Terung Putih kehijauan Hijau kecoklatan Lunak +++ berair Lunak ++++

Nanas Kuning +++ Kuning ++++

Lunak ++ Lunak

Apel Kuning ++ Kuning ++++

Lunak ++ Lunak ++++

(Dokumentasi pribadi, 2017)

Enzim polifenol oksidase dapat diinaktivasi dengan perlakuan panas. Pemanasan pada suhu di atas 50o C dapat mencegah pencoklatan enzimatis karena pada suhu tersebut enzim mulai terdenaturasi. Pemanasan pada praktikum ini dilakukan dengan cara blansing. Berdasarkan hasil blansing dari masing-masing sampel, diperoleh warna yang tidak banyak berubah dari sebelumnya, akan tetapi tekstur dari sampel yang diberi perlakuan blansing ini menjadi sangat lunak bahkan hancur. Hal ini sesuai dengan teori menurut Tranggono dan Sutardi (1989) bahwa buah atau sayuran yang dimasak akan mengalami perubahan tekstur yang kadang-kadang tidak dikehendaki, begitu juga timbulnya citarasa yang tidak enak.

Menurut Tranggono (1990) buah atau sayuran akan menjadi coklat apabila kontak dengan udara, yang berarti akan menambah jumlah oksigen yang sebenarnya secara alami sudah ada dalam bahan tersebut. Pengeluaran oksigen dari jaringan buah atau sayur (perendaman) cenderung membuat keadaan menjadi anaerob. Dengan pencelupan atau perendaman diharapkan residu bahan pengupas memberikan pengaruh penghambatan terhadap pencoklatan enzimatis.

Perendaman dengan blansing dalam menonaktifkan enzim lebih efektif perendaman dengan asam organik. Namun, matode blansing dapat memperkuat zat cita rasa. Blansing juga dapat dapat digunakan untuk

menonaktifkan enzim-enzim yang terdapat pada buah dan sayur termasuk enzim polifenol oksidase. Menurut Tjahjadi dan Marta (2014), blansing adalah perlakuan pemanasan tipe pasteurisasi tetapi tujuan utamanya adalah menonaktifkan enzim, walaupun sebagian dari mikroorganisme yang ada padanya juga turut mati. Tujuan dari perlakuan blansing ini yaitu untuk menonaktifkan aktivitas enzim terutama polifenol-oksidase (penyebab pencokelatan enzimatis), lipoksigenase (penyebab ketengikan), ascorbic acid oxidase (penyebab penguraian vitamin C), serta katalase dan peroksidase (keduanya dipakai sebagai indikator kecukupan blansing), menghilangkan kotoran yang melekat, mengurangi jumlah mikroorganisme, melenturkan jaringan hingga mudah masuknya ke dalam kemasan, dan mengeluarkan udara dari jaringan untuk mencegah reaksi oksidasi, mencegah agar tekanan dalam kemasan sewaktu sterilisasi jangan terlalu tinggi, memudahkan sortasi berdasarkan berat jenis serta membuat jaringan yang hijau tampak lebih cerah. Blansing dapat mengurangi jumlah mikroorganisme pada permukaan pangan sehingga dapat membantu dalam operasi pengawetan terutama sterilisasi dengan panas. Blansing juga dapat memperlunak jaringan sayuran.

(9)

Hasil dari pengukusan ini akan meminimalisir kehilangan phytochemicals dan antioksidan yang terkandung dalam sayur dan buah tersebut. Selain itu, pengukusan akan menghabiskan sedikit waktu dibandingkan dengan blansing secara konvensional karena koefisien pindah panas kondensasi uap lebih besar dibandingkan dengan air panas dan terbukti relatif lebih ekonomis karena menghemat energi.

KESIMPULAN

Cara yang paling baik untuk mencegah pencoklatan enzimatis yaitu metabisulfit dan mempertahankan tekstur sebaik mungkin pada sayuran dan buah-buahan yaitu dengan perendaman karena dapat menghasilkan warna yang tidak menjad kecoklatan. sampel sayuran yang paling sensitif terhadap reaksi pencoklatan enzimatis yaitu terung.

DAFTAR PUSTAKA

Eskin, N. A. M., H. M. Henderson, dan R. J. Townsend. 1971. Biochemistry of Foods. Academic Press, New York.

Friedman, M. (1996). Food browning

and its prevention: an overview.

Journal of

Agricultural and Food Chemistry, 44, 631–653

Hulme, C. 1991. Food Additive Guide. Jhon Willey and Sons, New York.

Koswara, S. 1991. Kontrol Terhadap Reaksi Browning dalam Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lisinska, G. and W. Leszczynski. 1989. Potato Science and Technology.

Elsevier Science Publishers, New York.

Margono, T dkk. 1993. Buku Panduan

Teknologi Pangan. Pusat InformasiWanitadalamPem bangu

nan PDII-LIPI, Jakarta.

Martin, P. 1994. Food Science and Technology. Instructional Materials Laboratory, Columbia.

Shahidi, F. and M. Naczk. 1995. Food Phenolics. Technomic Publ. Co. Inc., USA.

Starovicova, M. 2014. Enzymatic Browning. Available at:

http://www.food-info.net/uk/colour/enzymaticbrow ning.htm

Tjahjadi, dan Marta. 2014. Pengantar Teknologi Pangan (Volume I). Jurusan Teknologi Industri Pangan. Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Universitas Padjajaran. Jatinangor

Tranggono dan Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pascapanen. PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Whitaker, J. R. 1994. Principles of Enzymologi for the Food Science. Marcel Dekker. Inc. New York.

Gambar

Tabel 1. Kontak Alat
Tabel 4. Blancing

Referensi

Dokumen terkait