1 BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Acne atau sering disebut jerawat merupakan sala satu masalah kulit
yang sering dijumpai di masyarakat yang bersifat kronis dan berulang.
Walaupun bukan merupakan suatu penyakit yang mengancam nyawa, namun acne dapat menyebabkan masalah psikologis yang berbeda-beda,
mulai dari perasaan rendah diri hingga stres. Selain itu tidak jarang pula dapat terjadi scar yang permanen pada wajah (Sutanto, 2013).
Menurut Kligman, tidak ada seorangpun yang sama sekali tidak pernah menderita acne. Di Amerika Serikat, tercatat lebih dari 17 juta penduduk yang menderita acne setiap tahunnya, dimana 75 hingga 95% di antaranya adalah usia remaja (Sutanto, 2013). Di Asia, dalam suatu penelitian yang dilakukan terhadap 1.045 remaja usia 13-19 tahun di Singapura, hasilnya memperlihatkan bahwa 88% diantaranya memiliki keluhan wajah berjerawat (acne vulgaris) (Krowchuk, 2005). Di Indonesia sendiri, penelitian dr. Sri Naita Purba di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan, berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis selama periode Januari-Desember 2011, dari 88 pasien acne vulgaris 1.13% berusia 0-12 tahun, 87.5% berusia 13-35tahun dan 11.36% yang berusia 36-65 tahun. Hal ini menggambarkan bahwa penderita akne vulgaris yang terbanyak adalah usia remaja dan dewasa muda (Purba, 2013 dalam Loganathan, 2014).
Hingga saat ini penyebab akne masih belum dapat dipahami sepenuhnya. Walaupun patogenesis akne adalah multifaktorial, namun telat diidentifikasi empat teori berkontribusi sebagai etiologi akne. Keempat etiologi tersebut adalah hiperproliferasi epidermis folikuler, produksi sebum yang berlebihan, kolonisasi bakteri Propionibacterium
acnes, dan penglepasan mediator inflamasi (Lavers, 2014).
2
Akne berkembang mulai dari folikel pilosebasea dimana terdiri dari rambut, folikel rambut, duktus folikel, dan kelenjar sebasea. Pada akne vulgaris kelenjar sebasea menjadi sensitif dimana berhubungan dengan sirkulasi hormon androgen plasma yang memicu produksi sebum dalam folikel pilosebasea meningkat. Pada saat yang sama, terjadi abnormal hiperkeratinisasi folikel (peningkatan perubahan sel) dan
setelahnya terjadi kohesi sel-sel ini (Lavers, 2014).
Sebum dan sel-sel yang berlebihan membentuk plak yang dikenal
juga dengan mikrokomedo (prekursor untuk semua lesi akne), menyebabkan blokade jalan keluar folikel. Mikrokomedo dapat berkembang jadi komede terbuka (blackhead) atau komedo tertutup
(whitehead). Kolonisasi Propionibacterium acnes pada duktus pilosebasea
menjadi tahap awal terjadinya inflamasi lesi akne. Adanya
Propionibacterium acnes yang membuat reaksi inflamasi dan infeksi
hingga membentuk nodul, kista, hingga skar (Lavers, 2014).
Spesies Propionibacterium merupakan anggota flora normal kulit, rongga mulut, usus besar, konjungtiva, dan saluran telinga luar. Produk metaboliknya berupa asam propionat, menjadi asal dari nama genus ini.
Propionibacterium acnes, sering dianggap sebagai patogen oportunis,
menyebabkan penyakit akne vulgaris dan berhubungan dengan berbagai variasi kondisi inflamasi (Jawetz, 2014).
Pengobatan untuk akne sendiri terbagi berdasarkan tingkat keparahannya mulai dari ringan hingga berat dengan berbagai macam obat seperti triclosan, asam salisilat, benzoyl peroxide, sulfur, retinoid,
antibiotik oral, isotrenoin, pil kontrasepsi (BMJ group, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Gollnick dkk, 2003 menyatakan bahwa tidak ada pengobatan topikal tunggal yang mempunyai dampak berarti untuk ke empat faktor patogenesis timbulnya akne dan pedomannya menyarankan untuk menggunakan pengobatan gabungan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan (Lavers, 2014).
3
Saat ini, banyak cara perawatan yang dapat dilakukan untuk mencegah akne seperti menjaga kebersihan wajah menggunakan sabun pembersih wajah antiacne seperti penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nikken (2014) yang menyatakan dari beberapa merek sabun pembersih wajah antiacne yang berdampak pada pertumbuhan
Propionibacterium acnes hanya beberapa merek dengan kandungan zat
aktif tertentu yang dapat menghambat pertumbuhan Propionibacterium
acnes. Seperti zat aktif triclosan yang merupakan antimikroba spektrum
luas dan bersifat non-ionik, asam salisilat yang merupakan antibakteri yang bekerja secara banteriostatik, asam laurat yang memiliki aktivitas bakterisidal namun daya hambatnya l5 kali lebih rendah dibanding benzoil peroksida.
Tidak hanya sabun pembersih wajah antiacne, sekarang ini juga telah banyak beredar bedak antiacne yang digunakan utuk mencegah timbulnya akne. Bedak antiacne ini memiliki kandungan zat aktif yang bermacam-macam kombinasinya antara triclosan, asam salisilat, dan sulfur.
Dari prevalensi yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa hampir sebagian masyarakat terutama kalangan remaja dan dewasa muda menderita acne vulgaris. Ditambah dengan banyaknya produk kosmetik bedak antiacne yang beredar, namun belum banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui efektivitas kombinasi zat aktif tersebut dalam menghambat pertumbuhan Propionibacterium acnes. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui efektivitas kombinasi triclosan, asam
salisilat, sulfur dalam beberapa produk bedak antiacne terhadap pertumbuhan Propionibacterium acnes.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana efektivitas beberapa kombinasi zat antiacne yaitu sulfur dan triclosan, sulfur dan asam salisilat, serta triclosan dan asam salisilat pada produk bedak terhadap pertumbuhan Propionibacterium acnes ?
4
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui efektivitas kombinasi triclosan, asam salisilat, sulfur dalam beberapa produk bedak antiacne terhadap pertumbuhan Propionibacterium acnes.
1.3.2 Tujuan khusus
Mengetahui daya hambat beberapa bedak antiacne terhadap pertumbuhan
Propionibacterium acnes dengan kandungan kombinasi zat aktifnya.
Membandingkan daya hambat beberapa bedak antiacne terhadap pertumbuhan Propionibacerium acnes
Membandingkan daya hambat beberapa bedak antiacne dalam 2 jenis konsentrasi bedak 40% dan 50%.
1.4 Manfaat penelitian 1. Untuk Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat tentang kombinasi zat aktif yang terbaik dalam bedak
antiacne terhadap timbulnya jerawat.
2. Untuk peneliti
Meningkatkan pengetahuan mengenai daya hambat dalam kombinasi zat aktif dalam beberapa bedak antiacne terhadap
pertumbuhan Propionibacterium acnes.
Sebagai sarana untuk menerapkan keilmuan mikrobiologi klinik dalam penelitian, serta melatih keterampilan laboratorium riset.