BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) 2.1.1 Klasifikasi tumbuhan
Dalam taksonomi tumbuhan, tanaman mahkota dewa diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Thymelaeaceales Suku : Thymelaeaceae Marga : Phaleria
Spesies : Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl
Nama Daerah : Simalakama (Melayu), makuto dewo, makuto rojo, atau makuto ratu (Jawa Tengah dan Yogyakarta), Raja obat (Banten), dan Pau (etnik Cina) (Winarto, 2003).
2.1.2 Morfologi tumbuhan
Tanaman mahkota dewa berbentuk perdu yang berumur tahunan. Tinggi tanaman umumnya 1-3 m, tetapi ada yang bisa mencapai 5 m, Batang berwarna cokelat dan bercabang banyak. Daunnya berbentuk lonjong, langsing memanjang, dan lancip. Buah bulat, terdiri atas kulit, daging, cangkang, dan biji. Kulit ketika buah muda berwarna hijau, dan setelah tua akan menjadi merah marun. Daging berwarna putih dan rasanya sepat agak manis. Cangkang berwarna cokelat dan sangat beracun, sementara bijinya berwarna putih. Bunga mahkota dewa muncul sepanjang tahun dan bergerombol dari ketiak daun (Santoso, 2008).
2.2 Sistem Imun
Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi. Gabungan sel, molekul, dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul dan bahan lainnya terhadap mikroba disebut respons imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja, 2014). Sistem imun berguna sebaga perlindungan terhadap infeksi molekul lain seperti virus, bakteri, protozoa dan parasit (Salmon, 1989).
2.2.1 Komponen sistem imun
Sistem imun terdiri dari 2 komponen yaitu komponen humoral dan komponen seluler.
2.2.1.1 Komponen humoral
a. Komplemen
Komplemen terdiri atas sejumlah besar protein yang bila diaktifkan akan memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respon inflamasi. Komplemen berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis, sebagai faktor kemotaktik dan juga menimbulkan dekstruksi/lisis bakteri dan parasit. b. Interferon
Interferon merupakan sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi oleh makrofag yang diaktifkan, sel NK dan berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan dilepaskan sebagai respon terhadap infeksi virus. Interferon mempunyai sifat anti virus dengan menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus sehingga menjadi resisten terhadap virus (Roitt, 2002). Interferon dihasilkan sel T (interferon-gamma) atau sel darah putih lain (interferon-alfa) atau fibroblas (interferon-beta) (Corwin, 2009).
c. C-Reactive Protein (CRP)
CRP merupakan zat yang dibentuk oleh tubuh pada saat infeksi. Perannya adalah sebagai opsonin (zat yang dapat meningkatkan proses fagositosis) dan dapat mengaktifkan komplemen (Roitt, 2002).
d. Antibodi
Tabel 2.1 Subkelas dari antibodi
Struktur Subkelas Keterangan
Miu (µ) IgM -Terdapat dalam bentuk pentamer -Merupakan molekul paling besar
-Berfungsi sebagai reseptor permukaan sel B untuk tempat antigen melekat dan disekresikan dalam tahap-tahap awal respon sel
Gamma
( )
IgG -Merupakan immunoglobulin yang paling banyak di dalam serum
Epsilon
( )
IgE - Merupakan mediator antibodi untuk respon alergi
- Mampu melekat pada sel mastosit atau basofil yang melepaskan mediator histamine, heparin, prostaglandin yang dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe cepat
Alpha
(α)
IgA - Ditemukan dalam sekresi sistem pencernaan, pernafasan, dan genitouria, serta dalam air susu dan air mata
Delta ( ) IgD - Terdapat di permukaan sel B, tetapi fungsinya masih
belum jelas
(Sheerwood, 2001) 2.2.1.2 Komponen seluler
Dalam komponen seluler (pertahanan seluler) ada beberapa sel yang terlibat dalam menjaga sistem imun yaitu sel fagosit dan sel limfoid.
a. Sel fagosit
Sel fagosit terdiri dari fagosit mononuklear dan fagosit polimorfonuklear yang berperan dalam respon imun non spesifik.
i. Fagosit mononuklear
menghancurkan antigen dan antigen presenting cells (APC) yang fungsinya menyajikan antigen kepada limfosit. Makrofag mempunyai peranan penting dalam sistem imun yaitu sebagai sel efektor, menghancurkan atau mikroorganisme dan benda-benda asing atau fagositosis.
ii. Fagosit polimorfonuklear (PMN)
PMN merupakan garis pertahanan terdepan dan melindungi tubuh dengan menyingkirkan mikroorganisme yang masuk. Yang termasuk dalam golongan PMN adalah neutrofil, eosinofil dan basofil. Neutrofil memiliki peranan sebagai fagositik (Kresno, 1991).
b. Sel limfoid
Limfosit menduduki 20% dari leukosit yang ada dalam darah. Kelompok limfoid terutama bertugas untuk mengenali antigen. Sel limfoid terdiri dari limfosit T, limfosit B, dan sel NK (natural killer). Kecuali sel NK, limfosit dilengkapi dengan molekul reseptor yang bertugas untuk mengenali antigen (Subowo, 2009).
Sel T (limfosit T) adalah yang bertanggung jawab dalam respon imun selular. Sel T dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Sel Th (Thelper)
b. Sel Ts (Sel Tsuppresor)
Sel Ts adalah sel yang berperan dalam membatasi reaksi imun melalui
mekanisme “check and balance” dengan limfosit yang lain. Sel Ts menekan
aktivitas sel T lainnya dan sel B. Sel Th dan sel Ts akan berinteraksi dengan adanya metode umpan balik. Sel Th membantu sel Ts beraksi dan sel Ts akan menekan sel T lainnya. Dengan demikian sel Ts dapat menghambat respon imun yang berlebihan dan bersifat antiinflamasi (Sheerwood, 2001)
c. Sel Tc (T cytotoxic)
Sel Tc mempunyai kemampuan untuk menghancurkan sel alogenik, sel sasaran yang mengandung virus dan sel kanker. Dalam fungsinya, sel Tc memerlukan rangsangan dari sel Th1 (Baratawidjaja, 2012).
d. Sel Tdh (delayed hypersensitivity)
Sel Tdh adalah sel yang berperan pada pengerahan makrofag dan sel inflamasi lainnya ke tempat terjadinya reaksi lambat. Dalam fungsinya, memerlukan rangsangan dari sel Th1 (Baratawidjaja, 2012).
2.2.2 Respon Imun
Respon imun adalah tanggapan sistem imun terhadap zat asing, setelah terjadi proses pengenalan oleh sel-sel pengenal (limfosit) (Subowo, 2009). Secara umum dinyatakan bahwa respon imun seseorang terhadap patogen terdiri atas respon imun alami atau respon imun non spesifik dan respon imun adaptif atau respon imun spesifik (Subowo, 1993).
2. Respon imun spesifik adalah dimana antibodi memegang peranan utama. Dalam mengenal molekul asing yang masuk ke dalam tubuh reseptor dibentuk dengan cara menyatukan beberapa segmen dari gen sehingga terbentuk suatu resptor yang spesifik untuk molekul tertentu (Handjojo, 2003).
2.2.2.1 Respon imun nonspesifik
Respon imun nonspesifik pada umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity), artinya bahwa respon terhadap zat asing yang masuk ke dalam tubuh dapat terjadi walaupun tubuh belum pernah terpapar pada zat tersebut (Kresno, 2001). Respon imun nonspesifik dapat mendeteksi adanya zat asing dan melindungi tubuh dari kerusakan yang diakibatkannya, tetapi tidak mampu mengenali dan mengingat zat asing tersebut. (Kresno, 2001).
2.2.2.2 Respon imun spesifik
Mekanisme dari sistem imun didapat adalah makrofag memproses dan menyajikan antigen bakteri kepada sel B yang spesifik untuk antigen tersebut. Sel B yang telah diaktifkan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma dan sel memori. Sel plasma mengeluarkan antibodi spesifik, yang berikatan dengan bakteri yang masuk, aktivitas sel plasma ditingkatkan oleh IL-1 yang disekresikan oleh makrofag dan sel T-penolong yang telah diaktifkan oleh antigen bakteri sebelumnya. Antibodi berikatan dengan bakteri yang masuk dan meningkatkan aktivitas bawaan sehingga terjadi kehancuran bakteri. Secara spesifik, antibodi bekerja sebagai opsonin untuk meningkatkan aktivitas fagositik, meningkatkan sistem komplemen yang mematikan, dan merangsang sel pemusnah, yang secara langung melisiskan bakteri. Kemudian sel memori menetap dan mampu berespons secara lebih cepat dan lebih kuat seandainya bakteri yang sama kembali dijumpai di masa mendatang (Sherwood, 2011).
2.3 Imunomodulator
Imunomodulator adalah obat yang dapat mengembalikan dan memperbaiki sistem imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan yang fungsinya berlebihan. Obat golongan imunomodulator bekerja menurut 2 cara, yaitu malalui:
- Imunosupresi - Imunostimulasi
A. Imunosupresi
Merupakan suatu tindakan untuk menekan respon imun. Kegunaannya di klinik terutama pada transplatasi untuk mencegah reaksi penolakan dan pada berbagai penyakit inflamasi yang menimbulkan kerusakan atau gejala sistemik, seperti autoimun atau auto-inflamasi. Obat-obat imunosupresi digunakan pada penderita yang akan menjalani transplatasi dan penyakit autoimun oleh karena kemampuannya yang dapat menekan respon imun seperti azatioprin, dan siklofosfamid (Baratawidjaja, 2012).
C. Imunostimulasi
Imunostimulasi yang disebut juga imunopotensiasi adalah cara memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan yang merangsang sistem imun, seperti levamisol, isoprenosin, dan hidrosiklo (Baratawidjaja, 2012).
2.4 Levamisol
pasca reseksi kanker kolon. Efek sampingnya berupa mual, muntah, urtikaria dan agranulositosis sehingga pemberiannya harus dihentikan (Baratawidjaja, 2014)
2.5 Metode Pengujian Efek Imunomodulator
Ada beberapa metode yang digunakan dalam pengujian efek imunomodulator. Beberapa diantaranya adalah uji respon hipersensitivitas tipe lambat dan pengukuran antibodi (titer antibodi).
a. Uji Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat
Uji respon hipersensitivitas merupakan pengujian efek imunomodulator terkait dengan respon imun spesifik. Respon hipersensitivitas tipe lambat merupakan respon imun seluler yang melibatkan aktivasi sel Th yang akan melepaskan sitokin yang bersifat proinflamasi dan meningkkatkan aktivitas makrofag yang ditandai dengan pembengkakakn kaki hewan uji (Roitt, 1990). b. Titer Antibodi