• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 pendahulan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB 1 pendahulan"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan kebutuhan ekonomi dan pergerakan masyarakat secara cepat Memberikan konsekuensi (tugas) kepada pemerintah baik pusat maupun daerah Untuk melakukan percepatan penyediaan dalam pemeliharaan infrastruktur Transportasi berupa jalan dan jembatan yang baik. Menimbang hal tersebut, Kebijakan paska–kontruksi infrastruktur menjadi lebih siqnifikan ini disebankan Mulainya berbagai kesulitan yang ditimbulkan dalam kegiatan–kegiatan perawatan, Rehabilitas dengan menejemen jaringan jalan yang sudah ada agar tetap Digunakan secara baik.

Prasarana jalan yang terbebani oleh volume lalulintas yang tinggi dan Berulang ulang akan menyebabkan terjadi penurunan kualitas jalan. Sebagai indikatornya dapat diketahui dari kondisi permukaan jalan, baik kondisi struktural maupun fungsionalnya yang mengalami kerusakan. Kondisi permukaan jalan dan bagian jalan lainnya perlu dipantau untuk mengetahui kondisi permukaan jalan yang mengalami kerusakan tersebut.

Penilitian awal terhadap kondisi permukaan jalan tersebut yaitu dengan melakukan survei secara visual yang berarti dengan cara melihat dan menganalisis kerusakan tersebut berdasarkan jenis dan tingkat kerusakannya untuk digunakan sebagai dasar dalam melakukan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan.

(2)

Syarat-syarat berlalu lintas yaitu konstruksi perkerasan lentur dipandang dari keamanan dan kenyamanan berlalu lintas, haruslah memenuhi syarat-syarat: permukaan yang rata, permukaan cukup kaku, permukaan cukup kesat dan permukaan tidak mengkilap. Kondisi syarat-syarat struktural yaitu konstruksi perkerasan jalan dipandang dari kemampuan memikul dan menyebarkan beban haruslah memenuhi syarat-syarat: ketebalan yang cukup, kedap tehadap air, permukaan mudah mengalirkan air, kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti.

Salah satu cara penilaian untuk mengetahui dan mengelompokan jenis dan Tingkat kerusakan perkerasan jalan serta menetapkan nilai kondisi perkerasan Jalan yaitu dengan cara mencari nilai pavement condition index (PCI).penilaian Terhadap kondisi perkerasan jalan merupakan aspek yang paling penting dalam Hal menentukan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan jalan. Untuk melakukan Penilaian kondisi terhadap jalan tersebut, terlebih dahulu perlu ditentukan jenis kerusakan, penyebab, serta tingkat kerusakan yang terjadi.

Penanganan kerusakan ditunjuk agar jaringan jalan tetap dapat menjalankan Perannya dengan baik. Hal tersebut dapat terpenuhi jika ruas jalan yang ada Berada dalam kondisi kemampuan yang pima. Berdasarkan hal tersebut maka Perlu diadakan evaluasi kembali untuk mengetahui kondisi jalan yang ada. Setelah diketahui hasilnya kemudian menentukan langkah-langkah penanganan Kerusakan jalan, hal ini adalah merupakan bagian dari pemeliharaan jalan.

(3)

jalan harus dapat membawa ruas jalan tersebut kekondisi Kemampuan pelayanan yang mantap dengan masa pelayanan yang lebih panjang. Dalam memenuhi tuntunan untuk meningkatkan sistem pemiliharaan yang baik, Pemerintah khususnya Departemen Peruhubungan Umum dalam hal ini dinas Pekerjaan umum provinsi sulawesi Tenggara selaku penanggung jawab teknis Telah menyusun suatu sistem pemeliharaan jalan Nasional dan jalan provinsi Yang ditunjang dengan peralatan yang didesain khusus untuk kegiatan ini, yaitu Unit pemeliharaan Rutin (UPR).

Uutuk dapat menyusun program pemeliharaan rutin dan cara penangannya diperlukan dukungan data lapangan yang engkap yang dapat diperoleh melalui survey kondisi jalan. Survai kondisi jalan dilakukan secara visual, yaitu dengan melihat langsung jens dan tipe keruasakan, sehingga hasil yang didapat dari Pengamatan tersebut dapat mengumpulkan data-data yang akurat dan dapat ditetapkan cara perbaikannya.

Berdasarkan pengamatan kami dibeberapa tempat pada ruas jalan poros meluhu–konawe utara telah mengalami kerusakan, antara lain pada Km 1+500. Kerusakan jalan pada titik ini didominasi oleh kerusakan berlubang dan retak.

Melalui tugas akhir ini akan diteliti mengenai faktor–faktor yang mempengaruhi kerusakan jalan tersebut secara metode penanggulangannya pada ruas jalan meluhu–konawe utara KM 1+500.

1.2 Rumusan masalah

Masalah yang menarik penyusunan untuk mengadakan penelitian adalah 1. Bagaimana identifikasi jenis-kerusakan yang terjadi pada ruas jalan

(4)

2. Berapa besarnya nilai kondisi perkerasan atau pavement condition index (CPI)? 3. Apa solusi yang harus dilakukan dalam penanganan kerusakan yang Terjadi pada ras jalan meluhu–konawe utara ?

1.3 Tujuan dan manfaat penelitian Tujuan penilitian adalah:

1. Mengidentifikasi jenis-jenis kerusakan jalan pada ruas jalan.

2. Menghitung nilai kondisi perkerasan jalan atau Pavement Condation index. 3.Penaganan kerusakan pada kontruksi, apakah itu bersifat pemeliharaan,

penunjang, atau rehabilitas.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberi usulan penanganan kerusakan jalan agar ruas jalan poros meluhu–konawe utara diharapkan tetap mampu memberikan tingkat pelayanan dan kenyamanan bagi parapemakai jalan. 1.4 Batasan Masalah

Untuk memudahkan didalm proses penelitian sampai dengan analisis, maka penulis membatasi ruang lingkup pembahasan masalah yang meliputi: Penelitian hanya pada ruas jalan poros meluhu–konawe utara sepanjang 1,5 KM. 1) Untuk menentukan seberapa besar nilai kondisi perkerasan berdasarkan pada Pavement Condation Index (PCI) bersumber pada US. Dapartement of Transportation1982.

2) Untuk alternatif penanganan kerusakan jalan dengan pendekatan Metode Bina Marga yang bersumber dari Direktorat jendral Bina marga.

(5)

1.5 Sistematika Penulisan

Secara sistematika penulisan tugas akhir ini mencakup 5 (lima) bab dengan susunan sebagai berikut:

Bab 1. PENDAHULUAN: Pada bab ini menerangkan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, batasan masalah, serta sistematika penulisan.

Bab II. KAJIAN PUSTAKA: Pada bab ini membahas tentang pengertian transportasi, Aksesbilitas angkutan umum, efektifitas dan efisiensi pelayanan. Bab III. METODOLOGI PENILITIAN: Pada bab ini menjelaskan metodologi penilitian yang digunakan, waktu dan tempat penilitian, pengumpulan data dan analisa data.

Bab 1V. ANALISA DAN PEMBAHASAN: Hasil dan pembahasan, dalam bab ini akan dibahas aksesibilitas, kerapatan, headway, kecepatan dan faktor muat.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bagian pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah/atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. (Peraturan pemerintah Nomor 34 tahun 2006).

2.2 Jenis perkerasan

Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang dipakai antara lain batu pecah, batu kali, dan hasil samping peleburan baja. Bahan ikat yang dipakai antara lain adalah aspal, semen, dan tanah liat.

Berdasarkan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan sebagai berikut:

Sumber, sartono,W,.

(7)

1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersipat memikul dan menyebarkan arah lalu lintas ketanah dasar.

2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid cement). Yaitu perkerasan yang Menggunakan semen (portlan cement) sebagai bahan pengikat. Plat Beton dengan atau tanpa tulangan diletakan diatas tanah dasar dengan auatu tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas semakin besar dipikul oleh plat beton.

3. Konstruksi perkerasan komposit (composit pavement), yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat berupa perkerasan lenturdiatas perkerasan kaku atau perkerasan lentur. (Silvia sukirman,1992)

2.3 Pemeliharaan jenis perkerasan jalan

Untuk beban roda dengan kecepatan tinggi lebih sesuai dengan flexible pavement, sedangkan beban yang statis dengan kecepatan rendah lebih cocok dengan rigid pavement (suryadarmha dan susanto,1999).

2.4 Perkerasan lentur (flexible pavement)

Flexible pavement adalah perkerasan flexible dengan bahan terdiri atas bahan ikat (berupa aspal, tanah liat), dan batu. Perkerasan ini umumnya terdiri atas 3 lapisan atau lebih. Urut–urutan lapisan adalah lapis permukaan, lapis pondasi, lapis pondasi bawah, dan sub grade (suryadharma darma dan susanto,1999).

Apabila beban roda yang terjadi pada permukaan jalan berupa P ton, maka beban ini akan diteruskan kelapisan bawahnya dengan sistem penyebaran tekanan, sehingga semakin kebawah/dalam tekanan yang dirasakan semakin kecil. Fungsi dari masing-masing lapisan adalah sebagai berikut:

(8)

a. Memberikan suatu bagian permukaan yang rata, b. Menahan beban geser dari beban roda,

c. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi beban jalan, d. Sebagai lapisan aus.

2) Lapisan pondasi

a. Sebagai lapis pendukung bagi lapis permukaan dan juga ikut menahan gaya gesre dari beban roda,

b. Sebagai lapisan peresapan untuk lapis pondasi bawah. 3) Lapis pondasi bawah

a. Untuk menyebarkan tekanan tanah,

b. Material dapat digunakan kualitas yang rendah agar efisien, c. Sebagai lapis peresapan,

d. Mencegah masuknya tanah dasar kelapis pondasi atas,

e. Sebagai lapisan 1 untuk pelaksanaan perkerasan. (suryadharma dan susanto,1999)

2.5 Jenis-jenis kerusakan perkerasan jalan

Secara garis besar kerusakan dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu kerusakan struktura, mencakup kegagalan perkerasan atau kerusakan dari satu atau lebih komponen perkerasan yang mengakibatkan perkerasan tidak dapat lagi menanggug beban lalu lintas; dan kerusakan fungsional yang mengakibatkan keamanan dan kenyamanan pengguna jalan menjadi terganggu sehingga biaya operasi kendaraan semakin meningkat (silvis sukirman dalam sulaksono, 2001).

(9)

1. Retak kulit buaya (Alligator Cracking)

Retak yang berbentuk sebuah jaringan dari bidang persegi banyak (polygon) yang menyerupai kulit buaya, dengan lebar celah lebih besar atau sama dengan 3 mm. Retak ini disebabkan oleh kelelahan akibat beban lalu lintas berulang– ulang. Kemungkinan penyebabnya adalah:

a. Bahan perkerasan/kualitas material kurang baik sehingga menyebabkan perkerasan lemah atau lapis beraspal yang rapuh (britle).

b. Pelapukan aspal. satu sama lain retakan tidak mengalami gompal. M Retak kulit buaya ringan terus berkembang kedalam

pola atau jaringan retakan yang diikuti dengan gompal ringan.

H Jaringan dan pola retak berlanjut sehingga pecahan-pecahan dapat diketahui dengan mudah, dan dapat terjadi gompal dipinggir. Beberapa pecahan mengalami ricking akibat lalu lintas.

Tabel 2.1. Tingkat kerusakan retak Buaya (alligator cracking) 2. Keriting (corrugation)

(10)

a. Stabilitas lapis permukaan yang rendah. b. Terlalu banyak menggunakan agregat halus. c. Lapis pondasi yang memang sudah bergelombang.

Tingkat kerusakan Identifikasi kerusakan

L Keriting menyebabkan sedikit gangguan. M Keriting menyebabkan agak banyak mengganggu. H Keriting menyebakan banyak mengganggu. Tabel 2.2. Tingkat Kerusakan Keriting (corrugation)

3. Amblas (depresion)

Bentuk kerusakan yang terjadi berupa amblas/turunya permukaan lapisan permukaan perkerasan pada lokasi-lokasi tertentu dengan atau tanpa retak. Kedalaman retak ini umumnya lebih dari 2cm dan akan menampung/meresapkan air. Kemungkinan penyebabnya adalah:

a. Beban/berat kendaraan yang berlebihan, sehingga sruktur bagian bawah perkerasan jalan atau struktu perkersan jalan itu sendiri tidak mampu menahanya.

b. Penurunan bagian perkersan dikarenakan oleh turunya tanah dasar. c. Pelaksaan pemadatan yang kurang baik.

Tabel 2.3 Tingkat Kerusakan Amblas (Depression)

Tingkat Kerusakan Identifikasi Kerusakan

L Kedalaman maksimum amblas 1/2-1 inc.

M Kedalaman maksimum 1/-2 inc.

H Kedalaman maksimum amblas >2 ins.

Tabel 2.3 Tingkat Kerusakan Amblas (Depression) 4. Cacat Tepi Perkersan (Edge Cracking)

(11)

tanah sekitarnya. Penyebab kerusakan ini dapat terjadi setempat atau sepanjang tepi perkersan dimana sering terjadi perlintasan roda kendaraan dari perkerasan ke bahu atau sebaliknya. Bentuk kerusakan cacat tepi dibedakan atas ‘gompal’ (edge break) atau ‘penurunan tepi ’ (edge drop). Kemungkinan penyebabnya adalah:

a. Kurangnya dukungan dari tanah lateral (dari bahu jalan). b. Drainase kurang baik.

c. Bahu jalan turun terhadap.

d. Konsentrasi lalu lintas berat didekat pinggir perkersan

Tingkat Identifikasi kerusakan

L Retak sedikit sampai sedang dengan tanpa. M Retak sedang beberapa butiran lepas. H Banyak pecahan atau butian lepas.

Tabel 2.4 Tingkat kerusakan cacat tepi perkerasan (Edge cracking) 5. Joint Reflection Cracking

Kerusakan ini pada umumnya terjadi pada permukaan aspal yang telah dihamparkan diatas perkerasan aspal. Retak terjadi pada lapis tambahan (overlay) aspal yang mencerminkan pola retak dalam perkersan beton lama yang beradah dibawahnya. Pola retak dapat kearah memanjang, melintang, diagoanal, atau membentuk blok. Kemungkinan penyebabanya adalah:

a. Gerakan tanah pondasi.

b. Hilangnya kadar air dalam tanah.

(12)

M

1. Retak tak terisi lebar <10-76 mm.

2. Retak tak terisi,sembarang lebar 76 mm, dikelilingi retak acak ringan.

3. Retak terisi,sembarang lebar yang dikelilingi retak acak ringan.

H

Satu dari kondisi berikut yang terjadi:

1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi dengan retak acak, kerusakan sedang atau tinggi.

2. Retak tak terisi lebih dari 76 mm.

3. Retak sembarang lebar dengan beberapa mm disekitaran retakan.

Tabel 2.5 Tingkat Kerusakan Joint Reflection Cracking 6. Penururnan bahu pada jalan (Lane)

Bentuk kerusakan ini terjadi akibat tedapatnya beda ketinggian antara permukaan perkersan dengan permukaan bahu/tanah sekitarnya, dimana permukaan bahu lebih rendah terhapat permukaan perkerasan. Kemungkinan penyebabnya adalah.

a. Lebar perkerasan yang kurang.

b. Material bahu yang mengalami erosi/penggerusan.

c. Dilakukan pelapisan lapisan permukaan, namu tidak dilaksanakan pembentukan bahu.

Tingkat kerusakan Identifikasi Kerusakan

L

Beda elevasi bagian pinggir perkerasan dan bahu Jalan 23 mm-51 mm.

M Beda elevasi>51 mm.

H Beda elevasi>102 mm.

(13)

7. Retak memanjang dan melintang (Longitudinal dan Transfer Crack)

Jenis ini terdiri dari macam kerusakan yaitu retak memanjang dan retak melintang pada perkerasan. Retak ini terdiri berjajar yang terdiri dari beberapa celah. Kemingkinan penyebabnya adalah.

a. Lemahnya sambungan perkerasan.

b. Perambatan dari retak penyusutan lapisan perkerasan dibawahnya.

Tingkat kerusakan

Identifikasi kerusakan

L

Satu dari kondi berikut yang terjadi: 1. Retak terisi lebar < 10 mm. 2. Retak terisi, sembarang lebar.

M

Satu dari kondi yang terjadi: 1. Retak terisi lebar < 10 mm–76 mm.

2. Retak tak terisi, sembarang lebar 76 mm, dikelilingi retak acak ringan.

3. Retak terisi, sembarang lebar yang dikelilingi retak acak ringan.

H

Satu dari kondi yang terjadi:

1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi dengan retak acak, kerusakan sedang atau tinggi.

2. Retak terisi lebih dari 76 mm.

3. Retak sembarang lebar dengan beberapa mm disekitar retakan.

(14)

Tambalan dapat dikelompokan kedalam cacat permukaan, karna pada tingkat tertentu (jika jumlah/luas tambalan besar) akan menganggu kenyamanan berkendara. Berdasarkan sifatnya, tambalan dikelompokan menjadi dua, yaitu tambalan sementara; berbentuk tidak beraturan mengikuti bentuk kerusakan lubang, dan tambalan permanen; berbentuk segi empat sesuai rekontruksi yang dilaksanakan. Kemungkinan penyebabnya adalah.

a. Perbaikan akibat dari kerusakan permukaan perkerasan. b. Perbaikan akibat dari kerusakan struktural perkerasan. c. Penggalian pemasangan saluran/pipa.

Tingkat Identifikasi Kerusakan

L Tambalan dalam kondisi baik. Kenyamanan. M Tambalan sedikit rusak. Kenyamanan kendaraan. H Tambalan sangat rusak.

Tabel 2.8 Tingkat Kerusakan Tambalan Pada Galian Utilitas 9. Lubang (Potholes)

Kerusakan ini berbentuk seperti mangkok yang dapat menampung dan meresapkan air pada bahu jalan. Kerusakan ini terkadang terjadi didekat retakan, atau didaerah drainasenya kurang baik (sehingga perkerasan tergenang oleh air). Kemungkinan penyebabnya adalah.

(15)

b. Pelapukan aspal.

c. Penggunaan agregat kotor.

d. Suhu campuran tidak memenuhi syarat. maks

L : belum perlu di perbaiki: penambalan persial atau diseluruh Kedalam kedalaman

a. Ketebalan lapisan permukaan yang tidak mencukupi untuk menahan beban lalu lintas.

b. Lapisan perkerasan atau lapisan pondasi yang kurang padat.

(16)

Kerusakan ini membentuk jembulan pada lapisan aspal. Kerusakan biasanya terjadi pada lokasi tertentu dimana kendaraan berhenti pada

kelandaian yang curam atau tikungan tajam.Terjadinya kerusakan ini dapat diikuti atau tanpa diikuti oleh retak. Kemungkinan penyebabnya adalah.

a. Stabilitas tanah dan lapisan perkerasan yang rendah.

b. Daya dukung lapis permukaan/lapis pondasi yang tidak memadai. c. Pemadatan kurang padat saat pelaksanaan.

d. Beban kendaraan pada saat melewati perkerasan terlalu berat. Tingkat

Kerusaka Identifikasi kerusakan

L Menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan M Menyebabkan cukup gangguan kenyamanan kendaraan

H

Menyebabkan gangguan besar pada kenyamanan kendaraan

Tabel 2.11 Tingkat kerusakan sungkur (Shoving) 12. Weathring/Raveling (pelepasan butir)

Kerusakan ini berupa terlepasnya beberapa butiran- butiran agregat pada Permukaan perkerasan umumnya terjadi secara mulus. Kerusakan ini biasanya dimulai dengan terlepasnya material halus dahulu yang kemudian akan berlanjut terlepasnya material yang lebih besar (Material Kasar), sehingga akhirnya membentuk tampungan dan dapat meresap air kebadan jalan. Kemungkinan penyebabnya adalah.

a. Pelapukan material agregat atau pengikat. b. Pemadatan yang kurang.

(17)

2.6 Mengidentifikasi Kerusakan

Penilaian terhadap kondisi perkerasan jalan merupakan aspek yang paling penting dalam hal menentukan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan jalan. Untuk melakukan penilaian kondisi perkerasan jalan tersebut, terlibih dahulu perlu ditentukan jenis kerusakan, penyebab, serta tingkat kerusakan yang terjadi. Adapun jenis-jenis kerusakan yang diamati dan kriteria pengukuran dapat dilihat pada tabel berikut:

Lebar retak (mm) yang paling diminan (lebar)

(18)

Tabel 2.12 Kriteria Pengukuran Berdasarkan Type Kerusakan 2.7 Penentuan Nilai Kondisi Perkerasan (PCI)

Untuk melakukan penilaian kondisi perkerasan jalan tersebut, terlebih dahulu Perlu ditentukan jenis kerusakan, penyebab, serta tingkat kerusakan yang terjadi. Setelah diketahui nilai kondisi perkerasan berdasarkan hasil perhitungan nilai PCI, maka selanjutnya dapat dilanjutkan dengan menentukan jenis pemeliharaan atau perawatan terhadap perkerasan jalan tersebut. Dalam menentukan jenis pemeliharaannya nilai kondisi perkerasan ini disesuaikan dengan standar bina marga sehingga didapatkan nilai kondisi jalan. (silvia sukirman,1992).

2.8 Penilaian Kondisi Perkerasan

Pavement Condition Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi, dan dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai PCI ini memiliki rentang 0 (nol) sampai 100 (seratus) dengan kreteria sempurna (excellent), sangat baik (very good), baik (good) sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor), dan gagal (failed).

2.8.1 densty (kadar kerusakan)

Density atau kadar kerusakan adalah persentase luasan dari suatu jenis kerusakan terhadap luasan suatu unit segmen yang diukur dalam mater panjang. Nilai density suatu jenis kerusakan dibedakan juga berdasarkan tingkat kerusakannya.

Rumus mencari nilai density :

density=Ad

(19)

Atau

density=Ld

As X100 Ket:

Ad = Luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m2). Ld = Panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m). As = Luas total unit segmen (m2).

2.8.2 Deduct value (Nialai Pengurangan).

Deduct value adalah nilai pengurangan untuk tiap jenis kerusakan yang diperoleh dari kurva hubungan antara density dan deduct value. Deduct value juga dibedakan atas tingkat kerusakan atas tiap–tiap jenis kerusakan.

Sumber data sukirman dan susanto, 1999.

(20)

Total deduct value (TDV) adalah nilai total dari individual deduct volue untuk tiap jenis kerusakan yang ada pada suatu unit/rus.

2.8.4 Corrcted Deduct value (CDV)

Corrected Deduct value (CDV) diperoleh kurva hubungan antara nilai TDV dengan nilai CDV dengan pilihan lengkung kurva sesuai dengan jumlah nilai individual Deduct value yang mempunyai nilai lebih besar dari 2.

Sumber data sukirman dan susanto, 1999

Gambar 2.9 Grafik hubungan antara TDV dengan CDV 2.9 Klasifikasi Kualitas Perkerasan.

Jika nilai CDV telah diketahui, maka nilai PCI untuk tiap unit dapat diketahui dengan:

Rumus:

PCI (s) = 100-CDV Ket:

(21)

PCI ¿∑ PCI(S) N Ket:

PCI = Nilai PCI perkersan keseluruhan.

PCI (s) = Pavement Condition Index untuk tiap unit. N = Jumlah unit.

Dari PCI untuk masing-masing unit penelitian dapat diketahui kualitas lapis perkerasan unit Segmen berdasarkan unit kondisi tertentu (excellent), sangat baik (evry good), sedang (fair), jelek (poor) sangat jelek (very poor), dan gagal (failed).

(22)

Metode perbaikan yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis kerusakannya sehingga diharapkan dapat meningkatkan kondisi perkerasan jalan tersebut.

Perbaikan berbagai jenis kerusakan dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1.Penutupan Retak (crack sealing)

Penutupan retak adalah proses pembersihan dan penutupan atau penutupan ulang retakan dalam perkerasan aspal, yang dimaksudkan untuk memperbaiki kerusakan dengan penutupan retakan yang meliputi: Retak memanjang, retak melintang, retak digonal, retak reflektif, retak sambungan pelaksanaan, pelebaran retakan dan retak pinggir. Menurut Asphalt Institute MS-6 mengenai penutupan retak, cara yang disarankan adalah:

a. Retak rambut (Hairline Crack): retak yang lebar celahnya kurang dari 6 mm dan terlalu kecil untuk diisi secara efektif. Oleh karena itu, biasanya dibiarkan saja kecuali sudah meluas. Jika retak rambut dalam area perkerasan banyak. Maka perawatan permukaan semacam penutup larutan (sluri seal) atau penutup keping (chip seal) dapat digunakan.

b. Retak sedang (small crack): Retak yang lebar celahnya antara 6-20 mm, dan biasanya perbaikan dibuat kira–kira 3 mm lebih besar dari lebar rata–rata retakan, dan kemudian larutan (sluri seal). Jika kedalaman retakan lebih besar dari 20 mm, material penyangga (backer rod). Dapat dipasang untuk mengawetkan penutup. c. Retak sedang (medium crack): Retak yang lebar celahnya antara 20–25 mm,

(23)

larutan (slury seal). Jika kedalaman retakan lebih besar dari 20 mm, material penyangga (backer rod). Dapat dipasang untuk mengawetkan penutup.

d. Retak besar (large crack): Retak yang lebih lebar celahnya lebih besar dari 25 mm. Perbaikan dilakukan dengan larutan aspal emulsi atau campuran aspal panas (HMA) bergradasi halus. Adapun prosedur penutupan retak adalah sebagai berikut:

1) Retakan dibersikan dengan menggunakan salah satu alat, seperti: Alat semprot bertekanan tinggi, ledakan pasir (sand blasting), sikat kawat, ledakan udara panas (hot air blasting) atau air bertekanan tinggi.

2) Sesudah pembongkaran bahan penutup lama pada retakan, dan atau pambersihan retakan, lalu diukur kedalamannya. Jika kedalaman lebih dari 20 mm, dibutuhkan material panyangga (backer road) untuk menutup. Material penyangga harus tidak mudah mampat, tidak susut, tidak menyerap dengan titik leleh lebih besar dari titik leleh bahan penutup.

3) Segera sesudah penutupan, periksa retakan untuk meyakinkan kebersihannya, kering dan material penyangga telah terpasang dengan baik.

4) Penutupan harus dilakukan dari bawah keatas retakan untuk mencegah udara terperangkap, supaya tidak terbentuk bagian yang lemah pada penutp. Untuk mencegah adanya tanda bekas jejak roda, penutup harus dipasang 3–6 dibawah puncak dari permukaan retakan.

2. perawatan permukaan (Surface Treatment)

(24)

diletakan pada sembarang permukaan perkerasan. aspal untuk perawatan permukaan terdiri dari lapis tipis beton aspal yang terbentuk dari penrapan emulsi aspal, cut back atau pengikat aspal ditambah dengan agregate untuk melindungi atau memulikan kondisi permukaan perkersan yang telah ada. Tipe dan nama perawatan permukaan termaksut diantaranya adalah: penutuk pasir (sand seal), penutup keping (chip seal) atau kadang-kadang disebut lapis penutup (seal coat). Perawatan permukaan dapat dibagi sub kelompok: penutup perkerasan (pavemen sealer) keping penutup (chip seal) dan penutup larutan (slury seal). Beda dari ketiganya adalah, pavemen sealera tidak mengandung agregate sedangkan chip seal dan sluri seal berisi agregate dangan porsi yang signifikan.

a. Penutup perkerasan (pavemen sealer) penutup perkerasan dapat digunakan untuk pemeliharaan yang sifatnya pencegahan atau perbaikan, seperti :

1) Fog seal: lapis penutup yang berupa fog seal adalah aspal emulsi tipis dengan tipe ikatan ambat yang biasanya tanpa agregat penutup dan cock digunakan untuk memperbaharui permukaan aspal yang telah menjadi kering dan menjadi getas oleh umur, mengisi retak kecil dan rongga permukaan serta melapisi permukaan partikel agregate agar tidak terjadi lepasnya butiran (raveling).

2) Penutup aspal (asphalt sealers) dan terbatu bara (coal tar): Penutup aspal (asphalt Sealers) atau lapis penutuop (seal coat) terdiri dari material dasar seperti hasil Penyulingan ter batu bara (coal tar) atau semen aspal dan air. Lapisan ini tidak menambah kekuatan struktur perkerasan dan umumnya digunakan untuk menutup retak rambut, mengingikat bersama-sama permukaan yang mengalami butiran lepas (raveling) serta membuat oksidasi dan memperlambat penetrasi air.

(25)

Keping penutup (chip seal) adalah perawatan aspal yang disemprotkan pada lapis pengikat aspal, emulsi atau cutback yang diikuti oleh penyebaran agregate ditasnya, istilah cheap menunjukan sifat ukuran tunggal dari agregate, yang umumnya berupa agregate batu pecah. Chip sheal ini cocok digunakan pada jalan raya dengan volume rendah untuk penanganan kerusakan pada area luas dengan retakan kecil yang rapat (aligator cracking), pelapukan (weathering), atau butiran lepas (raveling), agregate licin (polished agregate), dan retak blok (block cracking).

c. Penutup larutan (slurry seal)

Penutup larutan (slurri seal) adalah perawatan yang dapat digunakan untuk pemeliharaan yang sifatnya pencegahan atau perbaikan. Penutup larutan adalah suatu campuran yang terdiri dari aspal emulsi ikatan lambat, agregate halus, mineral pengisi dan air. Dalam kasus khusus, dalam larutan ditambahkan material tambah (additive) untuk memodifikasi karakteristik lamanya waktu perawatan. Material ini biasanya dikombinasikan dalam mesin spesial yang dirancang untuk pencampuran dan peletakan penutup larutan. Penghamparan larutan dilakukan satu tahap, dengan ketebalan antara 3–10 mm. Karena tipisnya, ukuran maksimum agregate umumnya tidak lebih dari 9-10 mm dan dapat sekecil 4.75 atau 5 mm. Penutup larutan berfungsi untuk:

penutup retakan, menghentika pelepasan butiran, dan memperbaiki kekesatan permukaan.

3. Penambalan (patching)

(26)

saja. Penambala cocok untuk memperbaiki kerusakan: Aligator cracking, pothole, patching, corrugation, shoving, depression, slippage cracking, dan ruting.

a. Penambalan permukaan

Penambalan permukaan umumnya hanya bersipat sementara untuk memperbaiki kerusakan, shoving, corrugation, depression, weathering, and ravelinh, and aligator cracking. Penambalan permukaan dapat dilakukan dengan tanpa melakukan penggalian untuk menyamakan permukaan yang telah ada, atau dapat dilakukan dengan cara mengupas sebagian atau seluruh camouran perkerasan aspal yang telah ada untuk memperbaiki kerusakan. Penambalan permukaan dilakukan sebagai berikut:

1) Tandai area yang akan diperbaiki. Jika yang akan diperbaiki berupa kerusakan depression atau ruting, perbaikan harus dikerjakan sedemikian rupa sehinggah elevasi area perbaikan sama dengan perkerasan sekitarnya.

2) Jika penambalan dilakukan dengan cara membongkar perkerasan, kupas sampai kedalaman yang cukup untuk membongkar material yang rusak.

3) Sesudah mebongkar perkerasan, bersikan area ini dengan semprotan bertekanan udara tinggi, dan selanjutnya setelah kering, gunaka tack coat pada bagian pinggir dan dasar area tambalan.

4) Setelah tack coat dilakukan, segera letakan aspal panas dalam area yang dibongkar atau keseluruhan area yang ditambal.

(27)

6) Padatkan aspal dengan alat pemadat yang disesuaikan dengan ukuran tambalan. Hal penting yang harus diperhatikan tambalan harus diratakan sesuai dengan permukaan perkerasan disekitarnya.

b. Penambalan diseluruh kedalaman dengan cara membongkar seluruh material yang berada diarea yang mengalami kerusakan dan digantikan dengan campura aspal yang masi segar. Perbaikan ini bertujuan untuk memperbaiki kerusakan struktural dan material yang terkait dengan kerusakan ruting, alligator cracking, dan corrugattion penambalan dilakukan sebagai berikut:

1) Area tambalan sebaiknya dilebihkan sekitar 15-30 cm diluar area yang rusak. Perkerasan digali sesuai kebutuhan termasuk lapis pondasi granurel dan tanah dasar untuk memperoleh retak akibat penggelinciran (slippage cracking) perbaikan hanya dilakukan pada lapis aspal yang rusak sedangkan untuk kerusakan alligator cracking perlu pembongkaran material pondasi granuler atau tanah dasar yang lemah.

2) Setelah penggalian, singkirkan material dari area digali dan ratakan padatkan pondasi granurel atau tanah dasar agar menciptakan pondasi yang kuat.

3) Hamparkan tack coat untuk tepi vertikal galian dan prime coat atau tack coat untuk dasar galian.

(28)

5) Padatkan tiap lapis tambalan dengan baik setelah pemadatan, permukaan tambalan harus elevasi yang sama dengan perkerasan. Urutan prioritas penanganan kerusakan jalan dilaksanakan berdasarkannilai PCI, dimana pada unit penelitian yang memiliki nilai PCI terkecil memperoleh prioritas penaganan terlebih dahulu. Dengan nilai PCI sebesar 18 (rating verry poor).

2.11 Penelitian Terdahulu

1) Analisa factor penyebab kerusakan jalan (studi kasus W.J. Lalamentik dan ruas jalan Gor Flobamaro), I made Udiana, Jurnal Teknik Sipil, Vol.III.No.2 tahun 2014. Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui factor–factor penyebab kerusakan jalan dan solusi untuk mengatasi kerusakan yang terjadi, dengan mengunakan metode penilitian lapangan atau survey data prime. Hasil penilitian adalah bahwa beberapa jenis kerusakan jalan terdenfikasi penyebab kerusakan jalan yang dominan yakni akibat beban lalulintas. Sehingga solusi yang direkomendasikan adalah pemiliharaan rutin melalui instansi yang berwenang.

2) Evaluasi kondisi jalan dan pengembangan prioritas penanganannya, Dian Agung Saputro, Jurnal Rekayasa Sipil Volume 5 No.2 tahun 2011. Tujuan penilitian ini adalah Mengevaluasi kerusakan jalan dikecamatan Kepanjen dan prioritas penanganannya dengan mengunakan metode Bina Marga dan ASTM dengan penentuan prioritas menggunakan metode AHP. Hasil dari penilitian menjelaskan bahwa kerusakan jalan didominasi oleh lubang (fotholes) sebesar 29,45%.

(29)

bahwa kerusakan jalan disebabkan oleh kurang kadar asphalt, pemadatan tidak maksimal, rongga antara material sangat besar sehingga isian aspal antara agregat jadi rendah yang menyebabkan kerusakan jalan sangat cepat.

4) Perbandingan metode Bina Marga dan Metode PCI dalam penilaian kondisi perkerasan jalan, Margareth Evelyen Bolla, Universitas Nusa Cendana. Tujuan penilitian membandingkan nilai kondisi ruas jalan Kaliruang melalui dua metode tersebut berdasarkan data primer. Hasil penilitian menunjukan bahwa dari kedua metode yakni metode PCI dan metode Bina Marga memperoleh nilai yang relative sama yakni kondisi jalan tersebut masi dalam kategori wajar, namun memerlukan pemeliharaan dan perbaikan.

(30)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian

Secara umum garis besar rancangan penelitian yang kami lakukan bisa dilihat

bagian bawah ini: Mulai

Studi Pendahuluan

Kajian Pustaka

Pengumpulan Data

Data Sekunder Peta Jaringan jalan

Kab. Konawe Data Primer

Data Kerusakan Jalan Data Ukuran Jalan

Analisa Data

Menghitung density

Menghitung deduct value (DV) Menghitung total deduct value (TDV) Menghitung corrected deduct value (CDV) Menghitung pavement condition indexs (PCI) Menghitung nilai rata–rata PCI untuk setiap segmen Menentukan perkerasan jalan

Kesimpulan dan saran

(31)

Gambar 3.1 Bagan Alir Penilitian 3.2 Waktu dan lokasi penelitian

Waktu penelitian ini direncanakan selama 3 (tiga) bulan dengan lokasi penelitian pada ruas jalan Meluhu-Konawe Utara Sta 1+000-KM 7+000. Uraian waktu pelaksanaan dibuat dalam tabel berikut ini:

Uraian kegiatan

Pengumpulan data dilakukan dengan metode sebagai berikut:

Metode observasi, yaitu suatu metode melaksakan pengamatan dan pencatatan langsung dilapangan maupun melalui instansi-instasi yang berwenang untuk mendapatkan informasi tersebut. Metode wawancara, yaitu suatu metode dengan mengadakan wawancara langsung dengan pihak-pihak yang berwenang terhadap permasalahan yang ada hubungan masalah yang dihapus.

3.4 Jenis dan Sumber Data 3.4.1Data-data Primer adalah :

(32)

yang akan dibangun, kondisi lapangan dan keadaan tanah. Adapun data-data primer yang dibutuhkan antara lain:

a. Lebar perkerasan b.Lebar tiap jalur c. Data sekunder 3.4.2 Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara menghubungi instansi terkait seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang, BMG dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Adapun data–data sekunder yang dibutuhkan adalah ruas jalan tempat penelitian.

3.5 Analisa Data Penelitian

Data dari pengamatan visual dilapangan kemudian diformulasikan ke dalam tabel untuk diketahui tingkat kerusakannya sebagai berikut:

a. Density (Kadar Kerusakan)

Nilai jenis Kerusakan (density) menggunakan rumus:

Density=Ad

As x100

Atau

Density=Ld

Asx100 Ket :

Ad = Luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m2) Ld = Panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m) AS = Luas total unit segmen (m2)

(33)

Deduct value atau nilai pengurangan untuk tiap jenis kerusakan yang diperoleh dari kurva hubungan antara density dan deduct value. Deduct value untuk tiap-tiap jenis kerusakan akan diukur berdasarkan grafik.

c. Total Deduct value (TDV)

Total Deduct value (TDV)= Nilai total deduct value pada tiap jenis kerusakan dan tingkat kerusakan yang akan.

d. Corrected Deduct Value (CDV)

Corrected Deduct Value (CDV) akan dianalisis dengan menggunakan kurva antara nilai TDV dengan pemilihan lengkur kurva sesuai dengan jumlah nilai individual deduct value yang mempunyai nilai lebih besar dari 2.

e. Niali PCI

Jika nilai CDV telah diketahui, maka nilai PCI untuk tiap unit dapat diketahui dengan.

Rumus:

(34)

Ket:

PCI (s) = Pavement Condicitio Index untuk tiap unit CDV = Corrected Deduct Value untuk tiap unit Untuk nilai PCI secara keseluruhan

PCI = ∑ PCI(S) N Ket:

PCI = Nilai PCI Perkerasan keseluruhan PCI (s) = Corrected Deduct Value untuk tiap unit N = Jumlah unit

BAB IV

(35)

4.1 kriteria Kerusakan jalan poros meluhu – konawe utara

Lapisan perkerasan sering mengalami kerusakan atau kegagalan sebelum mencapai umur rencana. Kerusakan pada perkerasan dapat dilihat dari kegagalan fungsional dan sturktural yang terjadi pada jalan poros meluhu – konawe utara. Kegagalan fungsional adalah apabila perkerasan tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan yang direncanakan dan menyebabkan ketidak nyamanan bagi pengguna jalan. Sedangkan kegagalan struktural terjadi ditandai dengan adanya rusak pada satu atau lebih bagian dari struktur perkerasan jalan yang disebabkan lapisan tanahdasar yang tidak stabil, beban lalu lintas, kelelahan permukaan, dan pengaruh kondisi lingkungan sekitar.

Menurut hasil survey identifikasi geometrik pada konstruksi jalan dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

a. Air, yang dapat berasal dari hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik, atau naiknya air berdasarkan sifat kapilaritas air bawah tanah.

b. Iklim, disulawesi tenggara yang termasuk beriklim tropis dimana suhu dan curah hujan yang umumnya tinggi.

c. Lalu lintas, yang diakibatkan dari peningkatan beban ( sumbuh kendaraan) yang melebihi beban rencana, atau juga repetisi beban ( volume kendaraan) yang melebihi volume rencana sehingga umur rencana jalan tersebut tidak tercapai. d. Material konstruksi perkerasan, yang dapat disebabkan baik oleh sifat/ mutuh

material yang digunakan ataupun dapat juga akibat cara pelaksanaan yang tidak sesuai.

(36)

4.2 Menentukan Jenis Pemeliharaan Berdasarkan Nilai Indeks Kondisi Perkerasan.

Setelah diketahui nilai kondisi perkerasan berdasarkan dari perhitungan nilai PCI, maka selanjutnya dapat dilanjutkan dengan menentukan jenis pemeliharaan ataau perawatan terhadap perkerasan jalan tersebut. Dalam menentukan jenis pemeliharaanya nilai kondisi perkerasan ini disesuaikan dengan standar bina marga sehingga didapatkan nilai kondidi jalan.

4.2.1 Survey Pendahuluan.

Yakni sebelum survey detail karna survey detail akan mengacuh pada hasil survey ini. Survey ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum perkerasan, data geometrik, dan jenis – jenis kerusakan yang sering terjadi dilapangan. Hal ini akan sangat membantu unuk survey selanjutnya karna sudah memiliki gambaran kondisi lapangan. Lokasi penilitian dalam tugas akhir ini yakni pada luas jalan poros meluhu – konawe utara memiliki panjang ± 7 km,

4.2.2 Menentukan Unit Sampel

Unit sampel dibagi dalam beberapa unit hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam pelaksanaan perhitungan dan pengelahan data nantinya, dan dalam menentukan unit sampel indikatornya dilihat dari jenis kerusakannya geometriknya.

Ukuran luasan unit sampel yang diambil dalam penelitian ini sebagai mana ditunjukan dalam berikut :

Tabel 4.1 Data ukuran unit sampel

(37)

meluhu-konaweutara 0+000sd 7+000) Lebar lajur=3,50 m

Lebar jalur=700 m

Panjang sampel 200 m

3,50× 200 = 700 m2 3,5

Dalam pengambilan data ukuran unit sampel saya mengambil dari jarak 200 meter per sample supaya memudahkan saya cara menghitung unit sample yang saya teliti dalam kerusakan jalan.

Tabel 4.1 data ukuran unit sampel

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

200 200 200 200 200 200 200 200 200 200

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

200 200 200 200 200 200 200 200 200 200

21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

200 200 200 200 200 200 200 200 200 200

(38)

Dari tabel diatas saya membagi sample dari 1 sampai 35 sample dan dikali 200 per unit sample.

Gambar 4.1 pembagian unit sampel

Dimana pembagian unit sample ini saya membagikan dari segmen yang pertama menuju segmen berikutnya, dan saya mengambil jarak pembagian segmen untuk menentukan ukuran unit sample yang telah saya tinjau lokasinya, yaitu 200 meter per segmen.

4.2.3 Menentukan jumlah unit sampel yang akan Diperiksa. Tahapan yang dilakukan untuk menentukan jumlah unit sampel

1. Menentukan jumlah minimum unit sampel yang diperiksa.

Berdasarkan gambar di atas, dimana jumlah unit sampel (N) = 35, standar deviasi (s) untuk perkerasan aspal = 10 dan nilai kesalahan. Yang diijinkan (e) = maka didapat jumlah minimum unit sampel yang diperiksa(n).

2. pemilihan unit sampel.

Pemilihan unit sampel merupakan interval yang dilakukan untuk pengambilan sampel secara acak, yang didapatkan dari persamaan diatas.

Jadi pemilihan unit sampel dilakukan pada tiap interval 2 seperti padaGambar 4.2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

200 200 200 200 200 200 200 200 200 200

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

(39)

21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

200 200 200 200 200 200 200 200 200 200

Berdasarkan gambar 4.2 diatas dapat terliat bahwa pengambilan sampel secara acak dilakukan tiap interval 2 ( dua ), sehingga didapatkan jumlah sampel yang akan ditinjau dari KM 0+000 s.d KM 7+000 sebanyak 18 simpel. 4.3 mengukur setiap jenis kerusakan.

Pengukuran untuk setiap jenis kerusakan dilakukan pada 6 sampel yang telah dipilih secara acak yang ditunjukan pada tabel 4.2 berikut ini :

(40)

8 Sumber : survey data diolah, 2017

Tiap kerusakan diukur kerusakannya sesuai dengan ketentuannya. Kemudian data yang diperoleh dimasukan kedalam formulir yang tersedia. Berikut disajikan hasil pengukuran setiap jenis kerusakan pada tiap unit sampel.

Tabel 4.4 hasil pengukuran jenis kerusakan per unit sampel

(41)

8

(42)

Pada tabel 4.4 diatas menunjukan bahwa pada 18 unit sampel yang ditinjau ditemukan tujuh jenis kerusakan perkerasan, yaitu retak memanjang ( longitudinal crack), retak melintang (transverse crack), retak kulit buaya (aligator cracking), pelepasan butir (ravelling), tambalan (patching), sungkur (shoving) dan amblas (depression). Dari 18 unit sampel yang diukur diperoleh jenis kerusakan yang paling umum terjadi, yaitu retak kulit buaya, retak memanjang, retak melintang, tambalan dan pelepasan butir. Retak kulit buaya sangat mendominasi pada ruas jalan tersebut yakni sebesar 39,13 persen. Berikut ditampilkan persentase keruasakan yang terjadi pada segmen ruas jalan tersebut.

Tabel 4.5 persentase perbandingan kerusakan

3 Retak kulit buaya (alligator crack) 98,5 39,14

4 Pelepasan butir (ravelling) 11,8 4,69

5 Tambalan (patching) 48,1 19,11

(43)

nilai pengurangan atau deduct didapatkan dengan menyelesaikan nilai densitas yang diperoleh dengan grafik kerusakan masing – masing dengan tingkat kerusakan.

- Retak Kulit Buaya (Aligator Cracking)

Dari grafik didapatkan nilai deduct untuk nilai densitas 3.25% dengan tigkat severitas low adalah 14, untuk nilai densitas 3,29% dengan tingkat severitas medium adalah 22

- Retak Memanjang (Longitudinal Cracking).

(44)

Dari grafik didapatkan nilai deduct value untuk nilai densitas 1,079% dengan tingkat severitas low adalah 5, dan nilai densitas 0,98% tingkat severitas medium 9,0.

-Tambalan (Packing)

(45)

-Pelepasan Butir(Raveling)

Dari grafik didapatkan nilai deduct value untuk nilai densitas0,63% dengan tingkat severitas low adalah 0,1 dan untuk nilai densitas 0,07% dengan tingkat severitas medium adalah 4.

4.6 Menghitun Total Deduct Value untuk Mendapatkan Corrected Deduct Value.

Seluruh nilai deduct yang telah didapatkan kemudian dijumlahkan sehingga didapat nilai total deduct atau total deduct value (TDV). Data tersebut kemudian disajikan dalam Tabel 4.6.

(46)

7 0,07 M 4

TOTAL DEDUCT VALUE 84

Data dari nilai deduct dilihat berapa banyak yang memiliki nilai atas 2, yang nantinya disebut sebagai q. Nilai q tersebut nantinya dipasangkan dengan niali total deduct atau toatal value (TDV), sehingga diperolehnilai koreksi deduct atau corrected deduct value (CDV).

Dari data diatas didapatkan jumlah q = 7, sedangkan dari grafik didapat nilai corrected deduct value (CDV) untuk TDV = 86.2 adalah 40.

4.7 Menghitung Pavement Condition Index (PCI) Mengacu pada rumus PCI didpatkan nilai :

PCI =100-CDV

=100-40 =60

(47)

Dari nilai PCI yang didapatkan kemudian diplotkan kedalam diagram nilai PCI sehingga idapatkan kategori kondisi perkerasan pada segmen tersebut.

Gambar

Gambar 2.1 susunan lapisan perkerasan jalan,sumber : perkerasan lentur jalan
Tabel 2.1. Tingkat kerusakan retak Buaya (alligator cracking)
Tabel 2.3 Tingkat Kerusakan Amblas (Depression)
Tabel 2.4 Tingkat kerusakan cacat tepi perkerasan (Edge cracking)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

entrepreneur adalah seorang pembuat keputusan yang membantu terbentuknya sistem ekonomi perusahaan yang bebas, yang sebagian besar mereka adalah pendorong

Disediakan oleh PIDMAMS SMART FARMING SDN BHD 16 * peringatan : Mirosoft Excel versi lama tidak boleh menerima atau membuka buku kerja dari Microsoft Excel 2007, kecuali

Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul : “PENGARUH PESAN IKLAN MENGGUNAKAN MEDIA TELEVISI TERHADAP MINAT BELI KARTU SELULER MENTARI DI SURABAYA

81 Mahasiswa yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi seperti rajin beribadah, berdoa dan membaca firman Tuhan serta bersyukur akan memiliki subjective well-being

Ketika perubahan preferensi, persepsi, dan perilaku masyarakat terjadi, adanya perubahan gaya hidup, dan juga perubahan pola konsumsi mereka, maka perusahaan harus

Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Bernasis Potensi Lokal dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Di Pedesaan Gunung Kidul.. Jurnal

Peningkatan kompetensi peserta PEDAMBA: Kelas Pemanfaatan Software Tracker dalam pelajaran Fisika Tahap ke-I” dapat dilihat dari hasil evaluasi pelaksanaan

Jumlah kendaraan pada ruas jalan di persimpangan ini telah mendekati jenuh karena jumlah kendaraan saat ini hampir sama dengan prediksi jumlah kendaraan maksimum yang