• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kehilangan Tulang Alveolar Mandibula Regio Kanan Secara Radiografi Panoramik Dihubungkan Dengan Penyakit Periodontal Pada Masyarakat Kecamatan Medan Selayang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kehilangan Tulang Alveolar Mandibula Regio Kanan Secara Radiografi Panoramik Dihubungkan Dengan Penyakit Periodontal Pada Masyarakat Kecamatan Medan Selayang"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radiografi Kedokteran Gigi

Radiografi dental merupakan komponen penting dari perawatan pasien yang komprehensif. Dalam kedokteran gigi, radiografi memungkinkan dokter gigi untuk mengidentifikasi berbagai kondisi yang mungkin tidak terdeteksi dan melihat kondisi yang tidak dapat diidentifikasi secara klinis. Radiografi dalam kedokteran gigi telah sering digunakan untuk mendukung penentuan diagnosis dari suatu penyakit atau kelainan serta menentukan rencana perawatan.

2.1.1 Radiografi dan Penyakit Periodontal 4

Diagnosa penyakit periodontal dapat dipermudah dengan menggunakan radiografi. Radiografi penting dalam mendeteksi dan menilai jumlah jaringan periodontal yang rusak, pendukung rencana perawatan dan penentuan prognosis. 25 Radiografi membantu dalam memperkirakan pengaruh perawatan dan prognosa dari kemajuan penyakit. Radiografi berguna untuk melengkapi pemeriksaan klinis, informasi yang penting bisa tersedia, misalnya: pada jaringan tulang yang tertutup oleh gingiva yang tidak bisa di diagnosa oleh pemeriksaan klinis.26

Radiografi bitewing, periapikal dan panoramik merupakan teknik radiografi yang dapat digunakan untuk melihat kehilangan tulang akibat penyakit periodontal. Dari ketiganya, radiografi bitewing memang dinilai lebih baik karena mampu memperlihatkan tinggi tulang sepanjang permukaan akar secara akurat.

6

(2)

2.1.2 Radiografi Panoramik

Panoramik merupakan salah satu teknik radiografi ekstraoral yang biasa dipakai dalam praktek kedokteran gigi. Jika dibandingkan dengan teknik radiografi lain, panoramik dapat memberikan gambaran keseluruhan regio maksilomandibula dalam satu film, seperti: gigi geligi, tulang rahang, sendi temporomandibula serta struktur-struktur yang ada di dekatnya. Selain itu panoramik juga dapat membantu diagnosis kehilangan tulang alveolar, gigi, lesi tulang, mengetahui letak fraktur pada wajah bagian bawah, mengetahui letak gigi impaksi, evaluasi tumor dan kista, mempelajari dan mengevaluasi perkembangan gigi dan tulang rahang.5

Gambar 1. Radiografi panoramik kehilangan tulang secara menyeluruh28

Keuntungan dari panoramik sebagai berikut:

a. Gambar meliputi tulang wajah dan gigi. 29

b. Dosis radiasi lebih kecil. c. Nyaman untuk pasien.

d. Cocok untuk pasien yang susah membuka mulut. e. Waktu yang digunakan pendek biasanya 3-4 menit.

(3)

g. Membantu dalam menegakkan diagnostik yang meliputi tulang rahang secara umum dan evaluasi terhadap trauma, perkembangan gigi geligi pada fase gigi bercampur.

h. Evaluasi terhadap lesi, keadaan rahang. i. Evaluasi terhadap gigi terpendam.

Kelemahan panoramik adalah sebagai berikut:

a. Detail gambar yang tampil tidak sebaik periapikal intraoral radiograph. 29

b. Tidak dapat digunakan untuk mendeteksi karies kecil.

c. Pergerakan pasien selama penyinaran akan menyulitkan dalam interpretasi.

Pada radiografi panoramik, film dan sinar-x bergerak mengelilingi pasien dimana cara kerja ini berbeda dengan radiografi intraoral (sinar-x dan film statis). Pasien duduk atau berdiri, tergantung dari tipe panoramik yang tersedia/yang digunakan. Pergerakan film dan tubehead yang menghasilkan gambar proses ini yang dikenal dengan tomography. Film terletak dalam cassete film diantara intestifying screen. Penggunaan intestifying screen penting karena dapat mengurangi radiasi kepada pasien.

2.2 Penyakit Periodontal 29

Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan periodontal.30 Jaringan periodontal adalah jaringan penyangga gigi yang terdiri atas gingiva, sementum, ligament periodontal dan tulang alveolar.31 Telah diketahui bahwa penyakit periodontal merupakan penyakit multifaktorial yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor lingkungan seperti patogen periodontal dan pertahanan tubuh.30

Walaupun faktor-faktor lain dapat mempengaruhi jaringan periodontal, penyebab utama penyakit periodontal adalah mikroorganisme yang berkolonisasi dipermukaan gigi (plak bakteri dan produk-produk yang dihasilkannya).

15

(4)

utama yang mempunyai kemampuan menembus dan merusak jaringan periodontal adalah Phorpyromonas gingivalis dan Actinobacillus actinomycetemcomitans.

Permulaan terjadinya kerusakan biasanya timbul pada saat plak bakteri terbentuk pada mahkota gigi, meluas ke sekitarnya dan menerobos sulkus gingiva yang nantinya akan merusak gingiva disekitarnya. Plak menghasilkan sejumlah zat yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam perkembangan penyakit periodontal. Peradangan pada gingiva dan perkembangannya pada bagian tepi permukaan gigi terjadi ketika koloni mikroorganisme berkembang.

30

Penyakit periodontal berdasarkan kehilangan perlekatan maupun kehilangan tulang dapat dibagi menjadi dua yaitu gingivitis dan periodontitis. Penyakit periodontal, baik gingivitis maupun periodontitis, dapat mengenai satu maupun banyak gigi, jika tidak dirawat bisa menyebabkan kehilangan gigi, terutama pada orang dewasa.

32

8

menyebabkan terjadinya resorpsi jaringan tulang alveolar dan terbentuknya poket. Penyakit periodontal merupakan penyakit kronis yang diawali dengan gingivitis yang kemudian menyebar kearah jaringan dibawahnya sehingga

30

2.2.1 Gingivitis

Gingivitis adalah peradangan pada gusi yang disebabkan oleh bakteri dengan tanda-tanda klinis perubahan warna lebih merah dari normal, gusi bengkak dan berdarah pada tekanan ringan. Penderita biasanya tidak merasa sakit pada gusi. Gingivitis bersifat reversible yaitu jaringan gusi dapat kembali normal apabila dilakukan pembersihan plak dengan sikat gigi secara teratur.24

Gingivitis merupakan reaksi keradangan yang timbul pada gingiva akibat adanya jejas, baik mekanis maupun kimiawi. Biasanya terjadi perubahan patologis pada struktur gingiva akibat adanya mikroorganisme yang masuk ke dalam

sulkus

interseluler.

(5)

2.2.2 Periodontitis

Periodontitis merupakan penyakit peradangan pada jaringan periodontal berupa inflamasi pada gingiva yang berlanjut ke struktur jaringan penyangga gigi yaitu sementum, ligament periodontal dan tulang alveolar. Keadaan ini mengakibatkan hilangnya perlekatan gingiva dan terjadi kerusakan tulang alveolar lebih dalam, pembentukan poket periodontal, migrasi patologis yang menimbulkan diastema, dan kegoyangan gigi yang dapat mengakibatkan lepasnya gigi. Periodontitis selalu diawali oleh gingivitis tapi tidak semua gingivitis berlanjut menjadi periodontitis.

2.2.3 Tahap Perkembangan Penyakit Periodontal 34

Berikut adalah skema perkembangan dari gingiva yang sehat menjadi gingivitisyang nantinya akan berkembang menjadi periodontitis:

a. Pada gingiva yang masih sehat tidak terdapat plak, atau terdapat sedikit akumulasi, dengan junctional epithelium yang masih dalam kondisi normal. Kedalaman sulkus gingiva minimal. Meskipun dalam kondisi sehat, PMN juga terdapat pada sulkus gingiva dalam jumlah sedikit yang berpindah dari junctional epithelium. Terdapat jaringan ikat kolagen padat dan fibroblas yang intak.

33

b. Initial lesion merupakan tahap pertama terjadinya gingivitis yang ditandai dengan adanya perubahan vaskuler berupa dilatasi pembuluh darah perifer disertai dengan naiknya aliran darah. Terdapat akumulasi plak tahap awal, yang menyebabkan keluarnya PMN kearah sulkus gingiva. Pada saat terbentuknya lesi awal, PMN yang keluar ini membentuk barrier pada sulkus yang mengalami penurunan. Sudah mulai tampak infiltrasi limfosit pada jaringan subepitelial.

c. Early lesion merupakan tahap kedua gingivitis yang ditandai dengan adanya eritema, proliferasi kapiler, dan peningkatan pembentukan loop kapiler diantara rete peg atau ridge. Bila dilakukan probe terjadi perdarahan. Terjadi kerusakan serabut kolagen mencapai 70%. Produk-produk mikrobial mengaktifkan monosit dan membentuk substansi vasoaktif seperti prostaglandin E2, interferon,

(6)

d. Pada fase established lesion terlihat gingiva mulai merespon akumulasi plak yang bertambah banyak. Tanda-tanda keradangan terlihat semua. Terjadi penurunan junctional epithelium dan pendalaman poket akibat akumulasi plak yang banyak. Respon keradangannya berupa terisi penuhnya pembuluh darah kapiler, kongesti aliran vena yang menyebabkan lambatnya aliran vena dan berujung pada iskemia gingiva (berwarna kebiruan diatas gingiva yang masih berwarna merah). Ekstravasasi sel darah merah ke jaringan ikat dan pecahnya hemoglobin menyebabkan warna gingiva menjadi lebih gelap.

e. Advanced lesion yang dapat berubah menjadi periodontitis, atau dapat juga disebut periodontal breakdown. Perbedaan dari gingivitis dan periodontitis terletak pada bone resorption, proliferasi apikal, ulserasi pada junctional epithelium, dan kerusakan progresif pada perlekatan jaringan ikat. Pada fase akut dimungkinkan adanya keterlibatan bakteri dan adanya abses.

Periodontitis tidak selalu merupakan proses yang kronis, tetap, dan progresif, namun juga dapat bersifat destruksi yang akut. Ketika fase akut dimulai, bakteri gram negatif secara predominan bergerak dan menginfeksi jaringan. Jaringan merespon keadaan ini secara akut dan spesifik dengan membentuk mikronekrosis dan atau abses supuratif. Pada kondisi ini, terjadi kerusakan periodontal di setiap proses aktifnya.

Infeksi akut menyebabkan mekanisme yang mendorong terjadinya kerusakan tulang. Produk-produk imunitas humoral dan seluler dapat menyebabkan bone loss

seperti produk – produk bakteri. Mediator penting dalam proses ini adalah Osteoclast Activating Factor (OAF) dan prostaglandin PGE

33

2 yang kemudian menjadi mediator resorbsi tulang. Sintesis kolagen oleh osteoblas juga dikurangi oleh PGE2

terjadinya proses dan progres resorbsi tulang.

. Efek yang menstimulasi resorbsi tulang oleh lipopolisakarida bakteri juga mendukung

2.3 Kehilangan Tulang Alveolar dan Pola Kerusakan Tulang Pada 33

Penyakit Periodontal

(7)

gingiva, ligament periodontal, dan tulang alveolar. Pola kerusakan tulang yang terjadi tergantung kepada jalur inflamasi yang menyebar dari gingiva ke tulang alveolar.

2.3.1 Mekanisme Kerusakan Tulang Alveolar

35

Perubahan yang terjadi pada tulang alveolar sangat berperan penting karena kehilangan tulang dapat menyebabkan kehilangan gigi. Penyebab utama kerusakan tulang pada penyakit periodontal adalah perluasan inflamasi marginal gingiva ke jaringan penyokong. Invasi dari inflamasi gingiva ke permukaan tulang dan permulaan dari kehilangan tulang merupakan ciri utama transisi dari gingivitis ke periodontitis.

Inflamasi gingiva meluas sepanjang bundel serat kolagen dan menyebar mengikuti jalur pembuluh darah menuju tulang alveolar. Pada regio molar, inflamasi dapat meluas ke sinus maksilaris dan mengakibatkan penebalan mukosa sinus. Pada bagian interproksimal, inflamasi menyebar ke jaringan ikat longgar di sekitar pembuluh darah melalui serat-serat, lalu menyebar ke tulang melalui saluran pembuluh lalu memperforasi puncak septum interdental di tengah-tengah puncak alveolar, lalu menyebar ke sisi-sisi septum interdental. Pada bagian fasial dan lingual, inflamasi gingiva menyebar melalui lapisan periosteal luar pada tulang dan berpenetrasi melalui pembuluh darah.

36

Setelah inflamasi mencapai tulang, inflamasi menyebar ke dalam ruangan kosong dan mengisi ruangan tersebut dengan leukosit, cairan eksudat, pembuluh darah yang baru, dan memproliferasi fibroblast. Jumlah multinuclear osteoklast dan mononuklear fagositosis meningkat lalu lapisan tulang menghilang, diganti dengan lakuna.

36

Kerusakan periodontal terjadi dalam satu episode, dengan cara intermitten, dengan periode inaktif atau pasif. Periode kerusakan merupakan akibat dari hilangnya kolagen dan tulang alveolar dengan bertambah dalamnya poket periodontal. Alasan dari onset periode kerusakan belum sepenuhnya dijelaskan, meskipun teori berikut telah diajukan:

36

36

(8)

dan reaksi inflamasi akut yang berakibat pada kehilangan tulang alveolar secara cepat.

2. Aktivitas kerusakan yang hebat sejalan dengan perubahan limfosit-T ke limfosit B-infiltrat sel plasma.

3. Periode eksaserbasi berhubungan dengan flora yang bebas, tidak melekat, motil, gram negative, anaerob, dan periode remisi yang sejalan dengan pembentukan kepadatan, flora yang tidak melekat, non motil, gram positif yang cenderung melakukan mineralisasi.

4. Invasi ke dalam jaringan oleh satu atau beberapa spesies bakteri yang diikuti oleh meningkatnya pertahanan lokal host yang mengontrol perlawanan.

Prinsip penyebab kehilangan tulang pada penyakit periodontal ialah periodontitis ditambah dengan aktifitas osteoklas, tanpa diikuti dengan pembentukan tulang. Osteoklas adalah multisel yang berasal dari monosit/makrofag dan merupakan sel penting yang berperan terhadap resorbsi tulang. Osteoklas multinukleus telah menunjukkan resorpsi tulang alveolar pada hewan dan manusia akibat penyakit periodontitis. Pembentukan osteoklas didorong oleh keberadaan sitokin pada jaringan periodontal yang telah terinflamasi, dan proses ini merupakan pokok dalam mengontrol perkembangan proses resorpsi tulang alveolar.36

Faktor yang berpengaruh pada kerusakan tulang adalah bakteri dan host (pada penyakit periodontal). Produk plak bakterial meningkatkan diferensiasi sel progenitor tulang menjadi osteoklas dan merangsang sel gingiva untuk mengeluarkan suatu mediator yang memicu terjadinya hal tersebut. Produk plak dan mediator inflamasi menghambat kerja dari osteoblast dan menurunkan jumlah sel-sel tersebut. Jadi, aktivitas resorpsi tulang meningkat, sedangkan proses pembentukan tulang terhambat sehingga terjadilah kehilangan tulang. Selain itu, pada penyakit periodontitis yang berkembang cepat misalnya periodontitis agresif, mikrokoloni bakteri atau sel bakteri tunggal mungkin ditemukan diantara serat kolagen dan sepanjang permukaan tulang.

36

Ada beberapa faktor host yang melepaskan sel inflamasi yang dapat menginduksi resorpsi tulang secara in vitro dan memainkan peran penting pada

(9)

penyakit periodontal. Faktor tersebut meliputi host yang melepaskan prostaglandin dan prekursornya, interleukin-1α (IL-1α) dan IL-β serta TNF-α. Saat diinjeksikan secara intradermal, prostaglandin E2 (PGE2) menginduksi perubahan vaskuler pada proses inflamasi; saat diinjeksikan pada permukaan tulang, PGE2 menginduksi resorpsi tulang dengan ketiadaan sel inflamasi dan dengan beberapa osteoklas multinukleat.

2.3.2 Laju Kehilangan Tulang Alveolar 36

Laju kehilangan tulang tiap bagian permukaan dan tiap individu berbeda-beda. Laju kehilangan tulang pada permukaan vestibular berkisar 0,2 mm per tahun sedangkan pada permukaan interproksimal berkisar 0,3 mm per tahun.36

a. Individu dengan perkembangan penyakit periodontal yang cepat, ditandai Berdasarkan laju kehilangan tulang, individu dapat dibedakan atas tiga golongan yaitu:

dengan kehilangan perlekatan sebesar 0,1-1,0 mm per tahun.

b. Individu dengan perkembangan penyakit periodontal yang sedang, ditandai dengan kehilangan perlekatan sebesar 0,05-0,5 mm per tahun.

c. Individu dengan perkembangan penyakit periodontal yang lambat, ditandai dengan kehilangan perlekatan sebesar 0,05-0,09 mm per tahun.

2.3.3 Pola Kerusakan Tulang Alveolar

2.3.3.1 Resorpsi Tulang Horizontal

Resorpsi tulang horizontal merupakan pola kehilangan tulang yang paling sering ditemukan pada penyakit periodontal. Crest alveolar mengalami penurunan, tetapi margin tulang yang tersisa tegak lurus terhadap permukaan gigi. Septum interdental serta bagian fasial dan lingual juga mengalami kerusakan, tetapi

(10)

2.3.3.2 Resorpsi Tulang Vertikal

Resorpsi tulang vertikal atau yang dikenal juga dengan defek angular terjadi dalam arah oblique, membuat lubang yang menembus ke dalam tulang di sepanjang akar; dasar defek terletak ke arah apikal di sekitar tulang. Defek angular disertai poket infrabony yang mendasari defek angular.

Defek angular di klasifikasikan berdasarkan jumlah dinding osseus. Defek angular dapat memiliki satu, dua, atau tiga dinding. Jumlah dinding pada bagian apikal defek lebih besar daripada bagian oklusal yang disebut dengan combined osseus defect. Defek angular terjadi pada interdental yang dapat terlihat secara jelas pada gambaran radiografis, walaupun kadang tertutup oleh kepingan tulang yang tebal. Defek angular juga terdapat pada permukaan facial dan lingual atau palatal, tetapi defek ini tidak terlihat pada gambaran radiografis. Pembedahan merupakan cara yang pasti untuk rnengetahui adanya bentuk defek angular.

36

Defek angular di klasifikasikan menjadi 4 yakni defek tulang 3 dinding yang dibatasi oleh 1 permukaan gigi dan 3 permukaan tulang, defek tulang 2 dinding

(crater interdental) yang dibatasi oleh 2 permukaan gigi dan 2 permukaan tulang, defek tulang 1 dinding dibatasi oleh 2 permukaan gigi dan 1 permukaan tulang serta jaringan lunak, dan defek tulang kombinasi (Cup-shaped defect) dibatasi oleh beberapa permukaan gigi dan beberapa permukaan tulang.

36

Defek angular meningkat sesuai dengan usia. Hampir 60% orang dengan defek angular interdental hanya mempunyai satu defek. Defek angular dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografi yang telah dilaporkan bahwa banyak terlihat pada permukaan distal dan mesial, akan tetapi defak dengan tiga dinding lebih sering ditemukan pada permukaan mesial molar atas dan bawah.

37

Defek angular dengan tiga dinding biasa disebut dengan defek infrabony. Defek ini paling sering terdapat pada bagian mesial dari molar kedua dan ketiga rahang atas dan bawah. Defek vertikal dengan satu dinding disebut juga

henniseptum.

36

(11)

2.3.3.3 Lesi Furkasi

Lesi furkasi adalah tahap penyakit periodontal yang progresif etiologi yang sama dan mempunyai etiologi yang sama. Kesulitan dalam mengontrol plak pada daerah furkasi berperan terhadap perluasan lesi di daerah ini.36

Lesi furkasi dapat dilihat secara klinis atau tertutup oleh dinding poket. Perluasan lesi dapat diketahui dengan cara mengeksplorasi menggunakan probe yang tumpul disertai semprotan udara hangat untuk memudahkan visualisasi.

Lesi furkasi diklasifikasikan menjadi grade I, II, III dan IV berdasarkan jumlah kerusakan jaringan. Grade I kehilangan tulang insipient, grade II kehilangan tulang sebagian (cul-de-sac), grade III kehilangan tulang total dengan terbukanya furkasi through-to-through, dan grade IV sama dengan grade III tetapi disertai

36

dengan resesi gingiva sehingga furkasi terlihat secara klinis.

2.3.3.4 Krater Tulang (Osseous Crater)

36

Krater tulang yang sering terjadi adalah krater tulang interdental. Krater tulang interdental merupakan cekungan pada krista tulang interdental yang diapit oleh dinding vestibular dan dinding oral. Krater tulang ini lebih sering terjadi pada regio posterior dan kebanyakan tinggi krista bagian vestibular dan oral sama tingginya.

Terdapat beberapa alasan mengapa krater tulang lebih sering terjadi pada bagian interdental adalah karena daerah interdental merupakan tempat penumpukan plak yang sulit dibersihkan, bentuk septum interdental dalam arah vestibular-oral bagian posterior yang normalnya datar atau cekung mempermudah pembentukan krater dan pembuluh darah dari gingiva yang berjalan menuju ke bagian tengah krista

36

memberikan kemungkinan bagi penjalaran inflamasi.

2.3.3.5 Arsitektur Terbalik (Reverseal Architecture) 36

(12)

koronal dibandingkan dengan tepi tulang interdental.

2.4Penyakit Periodontal dan Faktor Risiko 36

Faktor risiko adalah karakteristik, tanda dan gejala pada individu yang secara statistik berhubungan dengan peningkatan insiden penyakit. Faktor risiko merupakan faktor yang ada sebelum terjadinya penyakit. Terdapat dua jenis faktor risiko yakni dapat diubah dan tidak dapat diubah.38

Faktor risiko memegang peranan penting dalam penyakit periodontal, seperti menentukan penyebab perkembangan penyakit, keparahan penyakit yang sedang berkembang, lokasi gigi geligi yang terkena, laju perkembangan penyakit, respon

Jenis kelamin dan usia merupakan faktor risiko yang tidak dapat diubah. Sedangkan kebiasaan merokok merupakan faktor yang dapat diubah.

terapi dan laju kambuhnya.

2.4.1 Penyakit Periodontal dan Usia 39

Banyak penelitian yang menyatakan bahwa keparahan penyakit periodontal akan meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Penyakit periodontal lebih banyak dijumpai pada orang tua daripada kelompok yang muda, walaupun keadaan ini lebih sering dikaitkan sebagai akibat kerusakan jaringan yang kumulatif selama hidup (proses aging).

Perubahan jaringan periodontal yang berhubungan dengan penuaan antara lain pada gingiva terjadi penipisan epitelium, hilangnya keratinisasi, hilangnya stipling, bertambah lebar gingiva cekat, berkurangnya seluler jaringan ikat, berkurangnya konsumsi oksigendan aktivitas metabolisme. Pada ligament periodontal terjadi perubahan berupa bertambahnya jumlah serabut elastik, berkurangnya vaskularisasi dan terdapat aktivitas mitotik. Pada sementum akan terjadi penebalan sementum. Sedangkan perubahan pada tulang alveolar akibaat proses penuaan dapat berupa osteoporosis, berkurangnya vaskularisasi, berkurangnya aktivitas metabolisme dan kemampuan penyembuhan resorpsi tulang bisa meningkat atau berkurang begitu pula kepadatan tulang bisa meningkat atau berkurang tergantung dari lokasinya.

(13)

Perubahan jaringan periodontal tersebut diduga kuat menambah kerentanan terjadinya penyakit periodontal pada orang usia lanjut.36

Kehilangan perlekatan periodontal dan tulang alveolar sering diteliti pada populasi lansia, namun usia sendiri pada dewasa sehat tidak mengawali hilangnya

jaringan periodontal.42

2.4.2 Penyakit Periodontal dan Jenis Kelamin

Faktor jenis kelamin juga masih diragukan, ada yang mengatakan bahwa kondisi periodontal wanita lebih baik daripada pria dan sebaliknya. Namun ada penelitian yang mengatakan frekuensi periodontitis lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita, rasionya ialah L:P = 1,6:1.19

perdarahan gingiva dibandingkan laki-laki.

Ericsson dkk melaporkan bahwa wanita menunjukkan kebersihan mulut yang lebih baik, sementara di Tehran, Iran, Yazdani dkk melaporkan wanita lebih sedikit memiliki plak dental dan

2.4.3 Penyakit Periodontal dan Kebiasaan Merokok 43

Merokok merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya penyakit periodontal.20 Perokok memiliki peluang lebih besar menderita penyakit periodontal seperti kehilangan tulang alveolar, peningkatan kedalaman saku gigi serta kehilangan gigi, dibandingkan dengan yang bukan perokok. Skor plak juga terbukti lebih tinggi pada perokok, dibanding bukan perokok.41-45 Prevalensi hilangnya tulang vertikal adalah 5,3 kali lebih besar pada perokok dibandingkan bukan perokok.

Pada perokok dijumpai ambang inflamasi gingiva yang lebih rendah (sampai batas ambang plak tertentu) dibanding bukan perokok. Selain itu hasil observasi ternyata komposisi plak kurang begitu berbeda pada perokok dan bukan perokok.

20

Efek merokok yang berkepanjangan dan prevalensi kerusakan jaringan periodontal jugamenunjukkan saling bergantung satu denganlainnya yaitu dengan estimasi pada ukuran berat/ringannya dalam mengisap rokok.

Kerusakan jaringan periodontal akibat merokok, diawali dengan terjadinya akumulasi plak pada gigi dan gingiva. Tar yang mengendap pada gigi, selain

(14)

menimbulkan masalah secara estetik, juga menyebabkan permukaan gigi menjadi kasar, sehingga mudah dilekati plak. Akumulasi plak pada margin gingiva, diperparah dengan kondisi kebersihan mulut yang kurang baik, menyebabkan terjadinya gingivitis.

Perubahan vaskularisasi gingiva akibat merokok, menyebabkan terjadinya inflamasi gingiva. Dilatasi pembuluh darah kapiler, diikuti dengan peningkatan aliran darah pada gingiva dan infiltrasi agen-agen inflamasi, menimbulkan terjadinya pembesaran gingiva. Kondisi ini diikuti dengan perubahan populasi sel, yaitu dengan

47

bertambahnya jumlah limfosit dan makrofag.

Gingivitis yang tidak dirawat, dapat berlanjut menjadi periodontitis akibat dari invasi kronis plak bakteri dibawah margin gingiva. Peningkatan vaskularisasi, diikuti dengan akumulasi sel-sel inflamasi kronis, menyebabkan hilangnya kolagen pada jaringan ikat gingiva yang terpapar. Hilangnya perlekatan gingiva dengan gigi, menyebabkan terjadinya resesi gingiva, yang berakibat pada risiko karies akar. Kehilangan tulang alveolar serta kehilangan gigi merupakan kondisi paling parah dari

47

periodontitis.

2.5 Penilaian Status Periodontal 21,47

Pengukuran indeks status periodontal yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kriteria Russell. Indeks ini dimaksudkan untuk memperkirakan kedalaman penyakit periodontal dengan cara mengukur ada atau tidaknya inflamasi gingiva dan keparahannya, pembentukan saku, dan gangguan fungsi pengunyahan. Pengukuran dilakukan pada semua gigi yang ada. Semua jaringan gingiva yang mengelilingi tiap-tiap gigi dinilai untuk melihat inflamasi gingiva dan keterlibatan periodontal. Russell memilih skor nilai (0,1,2,6,8) untuk menghubungan level penyakit dalam suatu penelitian epidemologi untuk mengamati kondisi klinis.48

(15)

Tabel 1. Kriteria skor periodontal49

Skor Kriteria dan Penilaian Dalam Studi Lapangan

Penambahan Dalam Kriteria X-ray Diikuti Dalam Uji Klinis

0

Negatif : tidak ada inflamasi pada jaringan yang dilihat ataupun kehilangan fungsi akibat kerusakan jaringan pendukung

Penampilan radiografis normal

1

Mild Gingivitis : ada area inflamasi pada gingiva bebas, tetapi area tersebut tidak membatasi gigi

2

Gingivitis : inflamasi telah membatasi gigi sepenuhnya, tetapi tidak tampak kerusakan perlekatan pada epitel

4 Digunakan bila terdapat alat radiografi

Ada seperti cekukan awal resorpsi tulang alveolar

6

Gingivitis dengan pembentukan saku: ada kerusakan pada perlekatan epitel dan terdapat saku. Tidak ada gangguan fungsi pengunyahan. Gigi masih melekat erat dan tidak melayang. Adanya kehilangan tulang horizontal meliputi seluruh tulang alveolar sampai setengah dari panjang akar gigi.

Kehilangan tulang horizontal meliputi seluruh tulang alveolar sampai setengah dari panjang akar gigi

8

Kerusakan lanjutan dengan hilangnya fungsi penguyahan. Gigi mungkin tanggal ataupun melayang. Gigi tampak pudar saat diperkusi, dan mungkin tertekan dalam soket.

(16)

Tabel 2. Kondisi klinis dan skor periodontal

Kondisi Klinis

49

Grup-Skor

Periodontal Indeks Level penyakit Jaringan pendukung normal secara

klinis 0-0,2

Simple Gingivitis 0,3-0,9 Reversible

Permulaan penyakit periodontal

destruktif 0,7-1,9 Reversible

Penyakit periodontal destruktif 1,6–5,0 Irreversible

Penyakit Tahap Akhir 3,8-8,0 Irreversible

2.6 Kerangka Konsep

Penyakit Periodontal

Foto Panoramik

Umur

Jenis Kelamin

Kebiasaan Merokok

Evaluasi Kehilangan Tulang

Gambar

Gambar 1. Radiografi panoramik kehilangan tulang secara menyeluruh28
Tabel 1. Kriteria skor periodontal49
Tabel 2. Kondisi klinis dan skor periodontal49

Referensi

Dokumen terkait

Sumber Dana : APBN/DIPA Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kanwil Kemenag Provinsi Sulawesi Utara.

Maka dari itu penulis mendapat ide untuk membuat aplikasi yang bergerak pada bidang jasa yaitu sebuah Sistem Informasi Pemesanan Tiket Bioskop Online Berbasis Websiete dengan

Dari analisa dengan menggunakan software ANSYS, ternyata untuk kasus retak permukaan didapatkan hasil yang cukup dekat dengan hasil dari eksperimen yang dilakukan oleh Siyi Chen

Untuk mengefisienkan gerakan pengeboran dari mesin bor, pada sistem yang telah ddisain, diterapkan algoritma genetika. Tujuan algoritma genetika adalah mencari rute urutan

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpah karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini dengan Judul

[r]

Untuk membuat aplikasi pemesanan tiket kereta ini penulis menggunakan bahasa pemrograman WML dan PHP yang digunakan bersama dengan tag tag HTML serta menggunakan MySQL

[r]