• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kompensasi Langsung dan Tidak Langsung terhadap Kinerja Dokter di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kompensasi Langsung dan Tidak Langsung terhadap Kinerja Dokter di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan suatu unit usaha jasa yang memberikan jasa

pelayanan sosial di bidang medis klinis. Pengelolaan unit usaha rumah sakit memiliki

keunikan tersendiri karena selain sebagai unit bisnis, usaha rumah sakit juga nemiliki

misi sosial, disamping pengelolaan rumah sakit juga sangat tergantung pada status

kepemilikan rumah sakit. Misi rumah sakit tidak terlepas dari misi layanan sosial,

namun tidak dipungkiri bahwa dalam pengelolaan rumah sakit kinerja tenaga sumber

daya manusia sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi rumah sakit.

Kualitas jasa layanan beberapa rumah sakit di Indonesia masih sangat

memprihatinkan. Hal ini antara lain disebabkan karena keterbatasan sumber daya baik

sumber daya finansial maupun sumber daya non finansial. Tuntutan peningkatan

kualitas jasa layanan membutuhkan berbagai dana investasi yang tidak sedikit.

Kenaikan tuntutan kualitas jasa layanan rumah sakit dalam pengelolaannya harus

dibarengi dengan profesionalisme kinerja tenaga sumber daya manusia, yaitu tenaga

dokter.

Kinerja dokter di rumah sakit merupakan suatu hal yang sangat penting dalam

upaya organisasi untuk mencapai tujuannya. Tenaga dokter merupakan salah satu

sumber daya yang paling menentukan sukses tidaknya pencapaian kinerja rumah

sakit. Oleh karena itu, organisasi dituntut untuk mengelola tenaga dokter sebagai

(2)

sakit, sehingga perlu adanya balas jasa terhadap tenaga dokter sesuai dengan sifat dan

keadaannya.

Pimpinan organisasi dituntut untuk memperlakukan tenaga dokter dengan

baik dan memandang mereka sebagai manusia yang mempunyai kebutuhan baik

materi maupun non materi. Pimpinan organisasi juga perlu mengetahui, menyadari

dan berusaha memenuhi kebutuhan tenaga dokter dalam memberikan pelayanan

kepada pasien, sehingga mereka dapat bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.

Menurut Hasibuan (2005) organisasi bukan saja mengharapkan karyawan

yang mampu, cakap, dan terampil, namun yang lebih penting adalah mereka bersedia

bekerja dengan giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal.

Kemampuan, kecakapan, dan keterampilan karyawan tidak ada artinya bagi organsasi

jika mereka tidak mau bekerja keras dengan menggunakan kemampuan, kecakapan,

dan keterampilan yang dimilikinya. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa berusaha

memenuhi kebutuhan karyawan melalui kompensasi dengan baik sangat penting

dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi.

Meski demikian, pengaruh kompensasi terhadap pencapaian tujuan organisasi

terjadi secara tidak langsung. Variabel kinerja merupakan variabel antara keduanya.

Pengukuran tingkat prestasi kerja dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengukur

pencapaian kinerja. Bila tenaga dokter memiliki kinerja rendah, maka tingkat prestasi

kerjanya pun akan rendah. Namun sebaliknya meningkatnya kinerja diikuti dengan

kompensasi yang baik akan menambah kesetiaan tenaga dokter untuk tetap

(3)

Menurut Handoko (2001) bahwa kompensasi adalah segala sesuatu yang

diterima karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Program kompensasi

mencerminkan upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusia yang

dimiliki. Pemberian kompensasi yang makin baik akan mendorong karyawan untuk

bekerja dengan makin baik dan produktif. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa

keberadaan tenaga kesehatan di dalam organisasi rumah sakit tidak dapat diabaikan

begitu saja. Sebab, akan terkait langsung dengan pencapaian kinerja rumah sakit.

Sistem kompensasi berpotensi sebagai salah satu sarana terpenting dalam

membentuk perilaku dan mempengaruhi kinerja. Namun demikian banyak organisasi

mengabaikan potensi tersebut dengan suatu persepsi bahwa kompensasi tidak lebih

dari a cost yang harus diminimalisasi. Tanpa disadari beberapa organisasi yang mengabaikan potensi penting dan berpersepsi keliru telah menempatkan sistem

tersebut sebagai sarana meningkatkan perilaku yang tidak produktif atau counter productive. Akibatnya muncul sejumlah persoalan personal, misalnya low employee motivation, poor job performance, high turn over, irresponsible behavior, dan bahkan

employee dishonesty yang diyakini berakar dari sistem kompensasi yang tidak proporsional.

Sistem kompensasi merupakan salah satu implementasi atau penerapan hasil

dari manajemen kinerja. Secara umum kompensasi merupakan sebagian dari kunci

pemecahan bagaimana membuat anggota bekerja sesuai dengan keinginan organisasi.

Namun demikian kompensasi yang diberikan juga mempertimbangkan kemampuan

perusahaan untuk memberikan kompensasi yang wajar sesuai dengan kontribusi atas

(4)

sendiri tidak dapat dicapai secara optimal apabila kompensasi yang diberikan tidak

secara proporsional (Gibson et al., 1996)

Menurut Nawawi (2001) kompensasi adalah penghargaan atau ganjaran pada

para pekerja yang telah memberikan kontribusi dalam mewujudkan tujuannya,

melalui kegiatan yang disebut bekerja. Kompensasi juga merupakan penghargaan

yang diberikan kepada karyawan baik langsung maupun tidak langsung, finansial

maupun non finansial yang adil atas sumbangan mereka dalam mencapai tujuan

organisasi, sehingga pemberian kompensasi sangat dibutuhkan oleh organisasi guna

meningkatkan kinerja karyawannya.

Menurut Long (1998) sistem kompensasi adalah bagian (parsial) dari sistem

reward yang hanya berkaitan dengan bagian ekonomi/monetary, namun demikian sejak adanya keyakinan bahwa perilaku individual dipengaruhi oleh sistem dalam

spektrum yang lebih luas maka sistem kompensasi tidak dapat terpisah (integral) dari

keseluruhan sistem reward yang disediakan oleh organisasi. Sedangkan reward

sendiri adalah semua hal yang disediakan organisasi untuk memenuhi satu atau lebih

kebutuhan.

Terpenuhinya kompensasi dengan baik tentu saja akan meningkatkan kinerja

para karyawan. Menurut Prawirosentono (2000) arti kinerja atau performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu

organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam

rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar

(5)

Salah satu rumah sakit Polri yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara adalah

Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan. Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II

Medan adalah salah satu rumah sakit Tingkat II yang dimiliki Polri disamping

Bandung, Surabaya dan Makasar. Ditinjau dari kategori organisasi rumah sakit

Depkes, tingkatan rumah sakit ini sebenarnya adalah setara klas B, yaitu rumah sakit

yang mempunyai pelayanan dengan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik

terdaftar. Namun secara operasionalnya saat ini Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II

Medan adalah rumah sakit klas C plus, artinya telah memiliki minimal pelayanan

spesialistik empat dasar (Penyakit Dalam, Bedah, Kebidanan dan Anak) ditambah

pelayanan spesialistik dan subspesialistik lain yang merupakan konsulen/konsultan

dari luar. Dilihat dari segi disain fisik tentunya rumah sakit ini lebih mirip rumah

sakit setingkat Distrik (Urmin Rumah Sakit Bhayangkara Medan, 2012).

Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan, mengupayakan tenaga

kesehatan untuk melayani masyarakat umum dan anggota Polri/PNS serta

keluarganya, yaitu tenaga medis, dan non medis baik berstatus polisi dari dalam

organisasi dan dokter status non polisi dari luar organisasi. Secara organisasi tenaga

medis, dan non medis menjalankan tugas pelayanan kesehatan sesuai dengan aturan

organisasi Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan (Urmin Rumah Sakit

Bhayangkara Medan, 2012).

Berdasarkan survei pendahuluan pada 16 September 2011 di Rumah Sakit

Bhayangkara Tingkat II Medan, rumah sakit ini memiliki permasalahan dalam sistem

kompensasi, hal ini diketahui setelah mewawancarai beberapa orang dokter dan

(6)

kurang memenuhi harapan mereka, seperti pemberian insentif atau tunjangan yang

belum proporsional, dan beban kerja yang tinggi.

Sistem kompensasi yang diterapkan rumah sakit adalah berbasis pada pangkat

dan jabatan struktural bagi tenaga kesehatan status Polisi dan non Polisi. Meskipun

faktor kinerja dilibatkan dalam penentuan kenaikan tunjangan, namun bobotnya

sangat kecil. Sistem kompensasi yang diterapkan ini untuk sebagian tenaga dokter

dianggap objektif, sebab faktor pangkat dan jabatan struktural tidak bisa direkayasa.

Dampak sistem kompensasi demikian akan membuat tenaga kesehatan lemah dalam

persaingan, karena penghargaan terhadap kinerja kurang mendapat perhatian dan hal

ini akan berdampak terhadap kinerja rumah sakit secara keseluruhan.

Berdasarkan hasil pengamatan di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II

Medan beberapa dampak dari sistem kompensasi yang sedemikian rupa, seperti

pelayanan yang kurang baik pada pasien, pasien merasa kurang nyaman, dokter

jarang ditempat, dokter jarang visite, dokter kurang ramah, kurang disiplin terhadap jam kerja seperti terlambat masuk kantor, pulang lebih awal, sebagian dokter tidak

berada di ruang kerjanya pada saat jam kerja berlangsung, adanya sebagian dokter

dengan sikap kurang bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas yang seharusnya

diselesaikan segera. Selain itu tenaga dokter merasa bahwa semua kebijakan

kompensasi langsung dan tidak langsung yang ada, seolah-olah selalu tergantung

pada baik tidaknya hubungan secara individu dengan atasannya.

Kebijakan tentang pemberian kompensasi suatu organisasi terhadap karyawan

bukan sesuatu yang statis, melainkan bersifat dinamis. Hal ini berarti ketentuan

(7)

Kompensasi pada dasarnya dibagi menjadi dua, yakni direct compensation atau kompensasi langsung meliputi; upah, premi, dan insentif, kemudian indirect compensation atau kompensasi tidak langsung meliputi; tunjangan kesempatan, tunjangan fasilitas, dan program perlindungan.

Fenomena kinerja dokter yang belum optimal tercermin dari indikator kinerja

rumah sakit. Sebagai gambaran pasien umum yang memanfaatkan Rumah Sakit

Bhayangkara pada tahun 2011, hanya 405 orang atau sekitar 19,5% dari total pasien

rawat inap, yaitu 2.075 orang, sedangkan pasien anggota Polri dan keluarganya

mencapai 1.204 orang atau sekitar 58,0%, sisanya 466 orang atau sekitar 22,5%

adalah pasien pensiunan dan veteran (Urmin Rumah Sakit Bhayangkara Medan,

2012).

Jumlah tempat tidur yang dimiliki adalah 120 unit, terdiri dari berbagai jenis,

baik yang sistem elektrik maupun manual. Jika dilihat dari angka pemanfaatan tempat

tidurnya, rumah sakit ini memiliki jumlah BOR (Bed Occupancy Rate) relatif rendah. Tahun 2009, sebesar 31,1%, tahun 2010, sebesar 33,3 %, tahun 2011, sebesar 51,0%

sementara standar nasional 60-85%. Jumlah pasien umum yang memanfaatkan

Rumah Sakit Bhayangkara untuk pelayanan kesehatan juga tergolong relatif rendah.

Rumah sakit ini masih dominan dimanfaatkan oleh anggota Polri dan keluarganya.

Manajemen Rumah Sakit Bhayangkara Medan juga berusaha untuk

mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dari pasien tentang keluhan, pendapat

dan saran yang disampaikan lewat kotak saran atau buku saran. Dari data tentang

(8)

bulan Juni sampai dengan Desember 2011 didapatkan sejumlah 17 surat saran atau

keluhan. Isi dari keluhan dikelompokkan berdasarkan permasalahan seperti berikut :

a.Keluhan terhadap pelayanan perawat antara lain : pelayanan petugas perawat yang

kurang ramah, tidak empati, pelayanan lambat, dan selalu marah tanpa alasan.

b.Keluhan terhadap pelayanan dokter, antara lain : jadwal kunjungan berubah-ubah ,

waktu visite yang terlalu singkat sehingga tidak ada kesempatan untuk bertanya atau menjelaskan penyakit pasien, dokter kurang ramah, dokter terkesan cara

memeriksa yang buru-buru.

c.Keluhan terhadap lingkungan rumah sakit, antara lain : lingkungan bangsal yang

terkesan kurang bersih terutama di kamar kecil, lantai kurang bersih dan sampah

lama tidak diambil.

d.Keluhan terhadap sarana dan prasarana pelayanan, antara lain : tempat tidur yang

kurang nyaman, kasur yang rusak, alat kesehatan banyak yang kurang berfungsi.

(Urmin Rumah Sakit Bhayangkara Medan, 2012).

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak manajemen Rumah Sakit

Bhayangkara Tingkat II Medan, seperti peningkatan jumlah kompensasi tenaga

kesehatan, penambahan jumlah tenaga, pengiriman tenaga dokter untuk dilakukan

pendidikan dan pelatihan, melakukan studi banding ke luar rumah sakit, dan supervisi

serta pembinaan yang ketat oleh manajemen rumah sakit. Upaya ini ternyata masih

belum mampu meningkatkan kinerja dokter dalam organisasi.

Sebagai bahan perbandingan dalam penelitian pengembangan sumber daya

manusia, diantaranya Bagi PNS di Departemen Keuangan Direktorat Anggaran II,

(9)

kesejahteraan PNS dalam melaksanakan pekerjaannya dan berpengaruh terhadap

kinerjanya. Dalam pemberian kompensasi di Departemen Keuangan, Direktorat

Anggaran II menggunakan tahap-tahapan sebagai berikut: (a) pemberian grade bagi

PNS, (b) grade terendah adalah 7 dan tertinggi 27 dan (c) peninjauan ulang grade

setiap 6 bulan. Direktorat Anggaran II mengusulkan kepada Setditjen, untuk

memperbaharui grade PNS, karena adanya peningkatan grade atau penurunan grade

atau tidak ada perubahan grade setiap PNS, karena hal ini mempengaruhi pendapatan

setiap PNS.

Berbeda dengan sistem kompensasi karyawan di Pertamina Unit pemasaran

IV Cilacap, Sebelum tiga tahun terakhir ini sistim kompensasi di Pertamina berbasis

pada senioritas. Lamanya waktu seseorang bekerja di suatu perusahaan disebut

senioritas. Apabila kompensasi didasarkan pada senioritas, maka kenaikan-kenaikan

kompensasi semata-mata tergantung pada lamanya dinas pada perusahaan tersebut.

Meskipun faktor kinerja juga dilibatkan dalam penentuan kenaikan kompensasi,

namun bobotnya sangat kecil.

Sistem kompensasi di RSUP. H.Adam Malik juga belum ada yang baku,

khusus dokter jaga di IGD yang bekerja shift malam mendapat honor tetap. Sistem

kompensasi yang berlaku saat ini adalah berdasarkan golongan dan kinerja individu.

Apabila dibandingkan dengan beberapa sistem kompensasi yang diuraikan di atas di

Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan juga mengalami perbedaan, sistem

kompensasi yang berlaku adalah berdasarkan pangkat dan jabatan struktural.

Hasil penelitian Muchsin (2003), menyimpulkan bahwa secara organisasi

(10)

variabel yang diteliti terhadap kinerja dokter di Puskesmas Banda Aceh. Penelitian

Firmawan (2010), yang menyimpulkan sistem kompensasi berpengaruh secara

simultan dari variabel gaji dan tunjangan terhadap kinerja. Variabel tunjangan

memiliki pengaruh yang dominan dan menyarankan pola pemberian tunjangan

dipertahankan, pola pemberian gaji pokok juga diarahkan pada peningkatan kinerja,

dan keadilan dalam memberikan kompensasi.

Penelitian Sambas (2008) menyimpulkan variabel kompensasi, kerjasama tim,

kesesuaian kerja, pembagian tugas dan kebijakan organisasi berpengaruh signifikan

terhadap kinerja responden. Variabel kompensasi mempunyai pengaruh yang paling

kuat dibandingkan dengan variabel lainnya di RSUP H.Adam Malik Medan.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti ingin mengetahui ”Pengaruh

Kompensasi Langsung dan tidak Langsung terhadap Kinerja Dokter di Rumah Sakit

Bhayangkara Tingkat II Medan.”

1.2Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam

penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh kompensasi langsung dan tidak langsung

terhadap kinerja Dokter di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh kompensasi langsung dan tidak langsung terhadap

(11)

1.4 Hipotesis

Kompensasi langsung dan tidak langsung berpengaruh terhadap kinerja dokter

di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

1) Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi manajemen Rumah Sakit Bhayangkara

Tingkat II Medan tentang kompensasi langsung dan tidak langsung dengan

kinerja dokter.

2) Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan administrasi rumah sakit terutama yang

Referensi

Dokumen terkait

peserta BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan.. JKM diperlukan untuk membantu meringankan beban keluarga dalam. bentuk biaya pemakaman dan uang sntunan.

The results of the survey from the respondents of Business English study program of Politeknik Ubsya Surabaya concerning on the needs of BCC learning materials are as

Dalam menggunakan diagram aliran data memerlukan beberapa simbol, diantaranya: e ntitas, merupakan objek aktif yang mengendalikan aliran data dengan memproduksi

Berdasarkan uji KKK, Po/PRI dan TGA dapat disimpulkan, bahwa koagulasi lateks menggunakan sari buah mengkudu dan sari kulit buah nenas dapat digunakan sebagai alternatif

[r]

167 Kota Banjarmasin 17156067310099 1993 HENDRA EKA KURNIAWAN Teknik Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik SMKN 5 BANJARMASIN MP. 168 Kota Banjarmasin 17156081010209 1998

Dengan adanya web untuk sebuah dealer sepeda motor suzuki maka semua proses pemesanan kendaraan yang terjadi didalam sebuah dealer sepeda motor akan menjadi lebih efisien dan

Dengan adanya web untuk sebuah dealer sepeda motor suzuki maka semua proses pemesanan kendaraan yang terjadi didalam sebuah dealer sepeda motor akan menjadi lebih efisien dan