• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Feminisme Pada Novel Impian Di Bilik Merah 1 Karya Cao Xueqin 小说 《红楼梦》女性主义的分析 Xiaoshuo (Hónglóumèng) Nǚxìng Zhǔyì De Fēnxī

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Feminisme Pada Novel Impian Di Bilik Merah 1 Karya Cao Xueqin 小说 《红楼梦》女性主义的分析 Xiaoshuo (Hónglóumèng) Nǚxìng Zhǔyì De Fēnxī"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, melihat-lihat, memeriksa, mengamati, dan

sebagainya (KBBI, 2005:574). Sedangkan pustaka adalah buku, kitab, kumpulan

buku bacaan, dan sebagainya (KBBI, 2005:397). Tinjauan pustaka berfungsi

untuk mengetahui keaslian karya ilmiah. Oleh karena itu, ada beberapa tinjauan

pustaka yang menginspirasi penulis dari beberapa skripsi terdahulu di antaranya:

Tety Warliani (2005) dari Universitas Sumatera Utara dengan judul

skripsinya “Novel Memburu Matahari Karya Wadjib Kartapati: Analisis

Feminisme”. Penelitian ini mengenai peranan tokoh utama dalam keluarga dan

peranan tokoh utama dalam lingkungan masyarakat.

Ade Sri Handayani (2010) dari Universitas Sumatera Utara dengan judul

skripsinya “Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy: Ketidakadilan Gender”. Penelitian ini mengenai perjuangan tokoh utama dalam

novel Peremupan Berkalung Sorban yang menggambarkan tentang semangat

feminisme, yaitu keinginan perempuan untuk mendapatkan hak yang sama dengan

laki-laki.

Rany Mandrastuty (2010) dari Universitas Sebelas Maret Surakarta

dengan judul skripsinya “Novel Tarian Bumi Karya Oka Rusmini: Kajian

Feminisme”. Penelitian ini mengenai perjuangan tokoh perempuan dalam

(2)

Tri Ayu Nutrisia Syam (2013) dari Universitas Hasanuddin Makassar

dengan judul skripsinya “Representasi Nilai Feminisme Tokoh Nyai Ontosoroh

dalam Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer”. Penelitian ini mengenai ketidakadilan yang dialami orang-orang tertentu dalam novel Bumi

Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer.

Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Tety, Ade, Rany, dan Tri

memiliki objek penelitian yang berbeda dengan penelitian ini.

Penelitian-penelitian tersebut juga membahas masalah feminisme, sama dengan masalah

yang dibahas pada penelitian ini. Namun penelitian ini mencoba untuk

menggambarkan tentang kedudukan perempuan pada masyarakat Cina tradisional

pada masa pemerintahan Dinasti Qing.

2.2 Konsep

Konsep adalah unsur penelitian yang amat mendasar dan menentukan arah

pemikiran si peneliti, karena menentukan penetapan variabel. Di dalam konsep ini

akan dipaparkan variabel-variabel yang terdapat dalam judul penelitian.

2.2.1 Novel dan Unsur-Unsur Novel

Novel merupakan sebuah karya yang diciptakan dengan melibatkan

segenap daya imajinasi pengarang. Dengan demikian, novel merupakan hasil

perenungan “di balik meja”, di mana si pengarang bisa “melanglang” ke tempat

manapun dan ke masa apapun. Sekalipun demikian, novel juga mengandung

banyak pesan-pesan apa saja yang ingin disampaikan pengarang kepada khalayak

(3)

Pengertian Novel dalam The American College Dictionary yang dikutip

oleh Tarigan (2003:164) menjelaskan bahwa novel adalah suatu cerita fiktif dalam

panjang yang tertentu, melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata

yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaaan yang agak kacau atau

kusut. Di dalam novel memang mempunyai panjang yang tertentu dan merupakan

suatu cerita prosa yang fiktif. Hal itu sejalan dengan pendapat Nurgiyantoro

(2005:9) yang memberikan pengertian bahwa “Novel adalah sebuah prosa fiksi

yang panjangnya cukup, artinya tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu

pendek”.

Kata novel berasal dari bahasa Italia, novella yang berarti sebuah kisah,

sepotong berita. Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks

dari cerpen, dan tidak dibatasi keterbatasan strurktural dan metrikal sandiwara

atau sajak. Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan

mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan menitikberatkan pada sisi-sisi yang

aneh dari naratif tersebut (Aziez dan Hasim, 2010:8).

Waluyo (2002:37) mengemukakan ciri-ciri yang ada dalam sebuah novel,

bahwa dalam novel terdapat : a) Perubahan nasib dari tokoh cerita; b) Beberapa

episode dalam kehidupan tokoh utamanya; c) Biasanya tokoh utama tidak sampai

mati. Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005:11) menyatakan bahwa novel

mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak,

lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang

lebih kompleks. Hal itu mencakup berbagai unsur cerita yang membangun novel

(4)

Wellek Rene dan Austin Warren (1990:280) berpendapat bahwa kritikus

yang menganalisis novel pada umumnya membedakan tiga unsur pembentuk

novel, yaitu alur, penokohan, dan latar. Sedangkan yang terakhir ini bersifat

simbolis dan dalam teori modern disebut atmosphere (suasana) dan tone (nada).

Waluyo (2002:141) menyatakan bahwa ada lima unsur fundamental dalam

cerita rekaan yaitu tema, alur, penokohan dan perwatakan, sudut pandang, setting,

adegan dan latar belakang. Sedangkan unsur-unsur yang lain adalah unsur

sampingan (tidak fundamental) dalam cerita rekaan.

Dalam hal ini penulis hanya akan menerangkan sedikit mengenai

unsur-unsur struktural dalam novel, seperti tema, penokohan/perwatakan, dan alur.

Ketiga unsur tersebut akan dijelaskan dalam uraian berikut :

a. Tema

Tema adalah hasil pemikiran pengarang berdasarkan hati, perasaan, dan

jiwa. Tema yang baik akan menghasilkan cerita yang baik pula. Tema suatu cerita

dapat dinyatakan secara implisit maupun eksplisit. Tema sering disebut sebagai

dasar cerita, karena pengembangan cerita harus sesuai dengan dasar cerita,

sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Meskipun tema hanya salah satu dari

sejumlah unsur pembangun cerita lain, tetapi tetap menjadi unsur terpenting

dalam membentuk suatu karya fiksi.

Zulfahnur, dkk (1996:25) mengemukakan bahwa istilah tema berasal dari

bahasa Inggris, yaitu theme yang berarti ide yang menjadi pokok suatu

pembicaraan atau ide pokok suatu tulisan. Tema adalah ide sentral yang

(5)

pengarang dalam membuat cerita, sasaran tujuan penggarapan cerita, dan

mengikat peristiwa-peristiwa cerita dalam suatu alur.

Menurut Semi (1993:42), tema merupakan gagasan sentral yang menjadi

dasar dan tujuan atau amanat pengarang kepada pembaca. Menurut Burhan

Nurgiyantoro (2005:68) tema adalah ide pokok atau gagasan yang mendasari

karya sastra. Tema sebagai makna pokok suatu karya fiksi. Tema merupakan

makna keseluruhan yang didukung cerita, dengan sendirinya ia akan tersembunyi

di balik cerita yang mendukungnya.

b. Penokohan dan Perwatakan

Ada hubungan erat antara penokohan dan perwatakan. Penokohan

berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilih tokoh-tokohnya

serta memberi nama tokoh itu. Perwatakan berhubungan dengan karakteristik atau

bagaimana watak tokoh-tokoh itu. Istilah penokohan disini berarti cara pengarang

menampilkan tokoh-tokohnya, jenis-jenis tokoh, hubungan tokoh dengan cerita

yang lain, watak tokoh-tokoh, dan bagaimana pengarang menggambarkan watak

tokoh-tokoh itu.

Lebih lanjut Nurgiyantoro (2005:176-194) membedakan tokoh dalam

beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan.

Berdasarkan sudut pandang dari tinjauan, seorang tokoh dapat dikategorikan

dalam beberapa jenis penamaan sekaligus.

1) Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam

(6)

dipentingkan dalam cerita, dalam keseluruhan cerita pemunculan lebih

sedikit. Pembedaan tersebut berdasarkan segi peranan.

2) Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis

Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang disebut hero.

Tokoh penyebab terjadinya konflik disebut antagonis. Pembedaan ini

berdasarkan fungsi penampilan tokoh.

3) Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat

Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas sisi

kepribadian yang diungkapkan pengarang. Tokoh bulat adalah tokoh

yang memiliki dan diungkap berbagai sisi kehidupan dan jati dirinya.

4) Tokoh Statis dan Tokoh Dinamis

Tokoh statis adalah tokoh yang tidak mengalami pengembangan

perwatakan sebagai akibat terjadinya konflik. Sedangkan tokoh

dinamis mengalami pengembangan perwatakan.

c. Alur Cerita (Plot)

Alur merupakan unsur fiksi yang penting, karena kejelasan alur merupakan

kejelasan tentang kaitan antar peristiwa yang dikisahkan secara linier akan

mempermudah pemahaman pembaca tentang cerita yang ditampilkan. Atar Semi

(1993:43) mengatakan bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian

dalam cerita yang disusun sebagai interelasi fungsional yang sekaligus menandai

urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi.

Alur mengatur jalinan peristiwa yang dialami oleh tokoh dalam hubungan

(7)

Semi (1993:44) menyebutkan bahwa alur cerita rekaan berdasarkan urutan

kelompok kejadian terdiri dari:

1) Alur buka yaitu situasi awal akan dimulainya cerita yang kemudian

dilanjutkan dengan cerita berikutnya.

2) Alur tengah yaitu cerita mulai bergerak dengan adanya permasalahan

antar tokoh dan kondisi mulai memuncak.

3) Alur puncak yaitu kondisi mencapai titik puncak sebagai klimaks

peristiwa.

4) Alur tutup yaitu permasalahan yang terjadi sudah bisa diselesaikan.

Secara garis besar tahapan alur ada tiga yaitu tahap awal, tahap tengah, dan

tahap akhir (Nurgiyantoro, 2005:42). Tahap awal disebut juga tahap perkenalan.

Tahap tengah dimulai dengan pertikaian yang dialami tokoh, dalam tahap ini ada

dua unsur penting yaitu konflik dan klimaks. Tahap akhir dapat disebut juga

sebagai tahap penyelesaian.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa alur adalah suatu

bagian dari karya sastra yang sangat penting karena berisi tentang kronologis

peristiwa, usaha-usaha pemecahan konflik yang terjadi antar unsur karya sastra

yang dihadirkan oleh pelaku dalam suatu cerita sehingga menjadi bermakna. Jadi

alur merupakan kerangka dasar yang amat penting. Alur mengatur bagaimana

tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana satu peristiwa

mempunyai hubungan dengan peristiwa lain, bagaimana tokoh digambarkan dan

(8)

2.2.2 Kajian Struktural

Kajian struktural sangat penting dalam analisis karya sastra karena di

dalamnya suatu karya sastra dibangun oleh unsur-unsur yang membentuknya.

Tanpa analisis struktural tersebut kebulatan makna intrinsik yang dapat digali dari

karya tersebut tidak dapat diketahui. Makna unsur-unsur karya sastra hanya dapat

ditangkap, dipahami sepenuhnya atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur

itu di dalam keseluruhan karya sastra (Teeuw dalam Sugihastuti, 2002:44).

Analisis struktural adalah bagian prioritas pertama sebelum diterapkannya

analisis yang lain. Teeuw (1984:135), mengatakan analisis strukturalisme

bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, sedetail mungkin,

dengan keterkaitan dan keterjalinan semua analisis dan aspek karya sastra yang

bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh. Analisis struktural

bukanlah penjumlahan unsur-unsur yang membangun, yang penting justru

sumbangan yang diberikan unsur-unsur tersebut pada keseluruhan makna (makna

totalitas) dalam keterkaitan dan keterjalinan.

2.2.3 Hakikat Feminisme dalam Sastra

Lahirnya karya sastra yang mengangkat persoalan tentang kaum

perempuan, menjadi tanda bahwa gerakan feminisme telah mengalami banyak

perkembangan, tidak hanya dalam bidang hukum dan politik saja. Gerakan

feminisme telah masuk ke dalam dunia fiksi, seperti karya sastra, baik itu prosa,

puisi, maupun novel. Bahkan tidak hanya kaum perempuan saja yang menuliskan

tentang persoalan perempuan dalam karya sastra, namun ada juga kaum laki-laki

(9)

Dengan adanya gerakan feminisme dalam karya sastra, juga menjadikan

dunia sastra khususnya dalam ilmu sastra mengalami perkembangan. Hadirnya

karya sastra yang memuat tentang persoalan-persoalan perempuan menjadikan

karya sastra dapat dianalisis berdasarkan gerakan feminis.

2.2.3.1 Pengertian Feminisme

Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman), berarti

perempuan (tunggal) yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum

perempuan (jamak), sebagai kelas sosial (Ratna, 2004:184). Tujuan feminis

adalah keseimbangan, interelasi gender. Dalam pengertian yang paling luas,

feminis adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang

dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan,

baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial umumnya.

Dalam pengertian yang lebih sempit, yaitu dalam sastra, feminis dikaitkan dengan

cara-cara memahami karya sastra baik dalam kaitannya dengan proses produksi

maupun resepsi.

Feminisme merupakan suatu gerakan yang berangkat dari kesadaran

bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan didiskriminasi. Namun

feminisme masa kini juga dimaknai dengan suatu perjuangan untuk mencapai

kesederajatan / kesetaraan / harkat, dan kebebasan perempuan untuk memilih

dalam mengelola kehidupan dan tubuhnya, baik di dalam maupun di luar rumah

tangga. Oleh karena itu, kaum perempuan tidak hanya menuntut dan berjuang

demi “persamaan” bagi perempuan, tetapi demi suatu masyarakat yang adil serta

(10)

kritik sastra feminisme dapat dipahami keberadaannya sebagai suatu bentuk

dengan cara yang tersendiri, mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan,

terutama dengan metode yang khas ketika sistem kekuasaan memperlakukan

“perempuan” secara tidak pada tempatnya (menindas, melecehkan, tidak mau

menghargai).

Dalam arti leksikal, feminisme ialah gerakan wanita yang berusaha dan

menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria (KBBI,

2005:139). Feminisme menurut Goefe (dalam Sugihastuti, 2002:140) ialah teori

tentang persamaan antara laki-laki dan wanita di bidang politik, ekonomi, dan

sosial; atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta

kepentingan wanita.

2.2.3.2 Aliran-Aliran dalam Feminisme

Gender merupakan fenomena sosial yang memiliki kategori analisis yang

berbeda-beda. Pada dasarnya komitmen dasar kaum feminis adalah terwujudnya

kesetaraan dan menolak ketidakadilan terhadap perempuan. Sehingga muncul

perbedaan pandangan antarfeminis terhadap persoalan gender yang akan dibangun.

Dari perbedaan pandangan tersebut melahirkan aliran-aliran feminisme. Aliran

feminisme merupakan gambaran dinamika wacana feminisme. Berikut ini

dasar-dasar aliran feminisme yang telah mempengaruhi perkembangan feminisme

sebagai pemikiran akademis maupun gerakan sosial menurut Kadarusman

(2005:27).

Feminisme Liberal menyatakan bahwa akar penindasan perempuan

(11)

pembudayaan yang sama. Perempuan mendapat diskriminasi hak, kesempatan,

dan kebebasannya hanya karena ia perempuan. Untuk melawannya ia mengajukan

kesetaraan antara pria dan perempuan. Para feminis liberal menolak otoritas

patriarkal yang dijustifikasi dogma agama, menolak perlakuan khusus yang

diberikan pada perempuan. Tetapi masih mengakui perbedaan fungsi reproduksi,

bagaimanapun fungsi reproduksi bagi perempuan akan mempengaruhi kehidupan

bermasyarakat.

Feminisme Radikal perintisnya adalah Charlotte Perkins Gilman, Emma

Goldman dan Margarret Sanger. Mereka mengatakan bahwa perempuan harus

melakukan kontrol radikal terhadap tubuh dan kehidupan mereka. Feminisme

radikal kontemporer berkembang pesat pada tahun 1960-1970an di New York, AS.

Aliran ini melihat penindasan perempuan bukan sebagai produk kapitalisme

melainkan bersumber dari semua sistem penindasan. Aliran ini radikal karena

memfokuskan pada akar dominasi pria dan klaim bahwa semua bentuk

penindasan adalah perpanjangan dari supremasi pria.

Feminisme Marxis dapat dikatakan sebagai kritik terhadap feminisme

liberal. Karya Friedrich Engels, The Origins of the Family, Private Property and

The State, yang ditulis pada tahun 1884 merupakan awal mula pemikiran Marxis

tentang penyebab penindasan perempuan. Penindasan terhadap perempuan bukan

akibat tindakan individual yang disengaja melainkan hasil dari struktur politik,

sosial dan ekonomi yang dibangun dalam sistem kapitalisme. Argumentasi kaum

Marxis didasarkan kepada persoalan ketidakadilan dalam pembagian kerja dan

(12)

Feminisme Sosialis memahami penindasan terhadap perempuan melalui

sudut pandang teori epistimologi yang mendalilkan bahwa semua pengetahuan

mempresentasikan kepentingan dan nilai-nilai kelompok sosial tertentu.

Komitmen dasar feminisme sosialis adalah mengatasi penindasan kelas. Menurut

aliran sosialis, konsep the personal is political dalam aliran feminisme radikal

dapat memperluas konsep Marxis tentang dasar-dasar material suatu masyarakat,

untuk memasukkan reproduksi sama dengan produksi.

Asmaeny Azis (2007:93) menambahkan satu lagi macam aliran feminisme,

yaitu aliran feminisme postmodernis. Feminisme postmodernis adalah mereka

yang kecewa atas bangunan modernisme, karena perempuan tidak mendapat

kedudukan yang sama dalam rangka publik dan konstruksi sosial.

2.3 Landasan Teori

Landasan teori, yaitu landasan yang berupa hasil perenungan terdahulu

yang berhubungan dengan masalah dalam penelitian dan bertujuan mencari

jawaban secara ilmiah (Jabrohim, 2001:16). Dalam sebuah penelitian dibutuhkan

teori yang menjadi landasan teori. Teori yang digunakan dalam penelitian ini

adalah teori Karl Marx yang mana pada teori feminismenya berfokus pada

penindasan perempuan karena perbedaan jenis kelamin.

2.3.1 Teori Karl Marx

Karl Heinrich Marx (5 Mei 1818-14 Maret 1883) adalah seorang filsuf,

(13)

banyak hal semasa hidupnya. Dia paling terkenal atas analisisnya terhadap sejarah,

terutama mengenai pertentangan kelas (Wikipedia).

Karl Marx memandang bahwa sejatinya aktor utama yang berperan

penting dalam kelangsungan hidup suatu masyarakat adalah kelas-kelas sosial.

Keterasingan yang dialami manusia pun sesungguhnya adalah hasil penindasan

satu kelas oleh kelas lainnya. Kelas-kelas yang dimaksud adalah kelas atas dan

kelas bawah. Biasanya, yang termasuk dalam kelas atas adalah kaum Borjuis atau

kapitalis, seperti para bangsawan. Kedua, kelas bawah, yaitu kelas yang bekerja

untuk pemilik alat-alat produksi. Alat produksi yang dimaksudkan disini adalah

segala hal yang dapat menghasilkan sebuah komoditas yang merupakan barang

kebutuhan masyarakat. Kebanyakan yang termasuk dalam kelas bawah adalah

kaum Proletar atau pekerja, seperti budak yang bekerja di tempat bangsawan

(Abidin, 2011:120).

Pada pembagian kelas ini, Karl Marx memberi perhatian lebih terhadap

ketidakadilan yang terjadi di antara kedua kelas tersebut. Pasalnya, kaum Borjuis

melaksanakan kegiatan yang eksploitatif terhadap kaum Proletar. Disebut

eksploitatif karena kaum borjuis membeli tenaga yang dimiliki kaum Proletar

dengan harga yang tidak sebanding dengan keuntungan yang didapatnya. Padahal

sejatinya yang menjual jasa adalah kaum Proletar, namun yang mendapat

keuntungan justru kaum Borjuis (Jackson dan Sorensen, 2009:239).

Marxisme merupakan paham yang berasal dari pandangan Karl Marx.

Marxisme adalah paham yang bertujuan untuk memperjuangkan kaum Proletar

(14)

Jika dilihat dari keadaan kaum Proletar yang tidak memiliki apa-apa demi

memperoleh alat produksi tersebut mereka harus bekerja pada kaum Borjuis dan

pada saat inilah kaum Borjuis memanfaatkan kebutuhan dan kelemahan dari kaum

Proletar untuk menindasnya. Dengan kata lain kaum Borjuis yang mempunyai

kekuasaan bisa menindas kaum Proletar sesuka hatinya. Disinilah peran dari teori

Marxisme sebagai paham yang diciptakan oleh Marx untuk membela dan

berpihak pada kaum Proletar. Teori ini ada karena adanya perlakuan tidak adil

yang dialami oleh kaum Proletar. Marx berusaha mengangkat kaum Proletar dari

penindasan sehingga kaum Proletar bisa menjadi pemilik alat produksi.

2.3.2 Feminisme Marxis

Feminisme Marxis merupakan aliran yang memandang masalah

perempuan dalam rangka kapitalisme (yang berhubungan dengan sistem

kekuasaan). Kapitalisme atau penindasan kelas merupakan penindasan yang

paling utama. Penindasan kelas khususnya dikaitkan dengan cara kapitalisme

menguasai perempuan dalam kedudukan-kedudukan yang direndahkan, bodoh

dan hanya dipandang sebelah mata bahkan disamakan dengan kaum Proletar.

Kaum perempuan dimnafaatkan sebagai daya tarik untuk kebutuhan pribadinya,

karena laki-laki memiliki sifat yang keras, egois, dan keras kepala berdasarkan

budaya patriarki yang selalu menganggap bahwa perempuan itu lebih rendah

(Ollenburger, 2002:25).

Feminisme Marxis menyatakan bahwa kalau mustahil bagi siapapun,

terutama perempuan untuk mencapai kebebasan yang sesungguhnya di tengah

(15)

orang yang tidak punya kekuatan yang dikendalikan oleh sedikit orang yang

Referensi

Dokumen terkait

Kualitas produk jasa tersebut terbagi menjadi 5 dimensi, yaitu keandalan (Reliability) dapat dilihat dari kemampuan pihak perusahaan untuk memberikan pelayanan dengan segera

Akuntansi sektor publik menurut Abdul Halim (2011) adalah akuntansi yang bertujuan untuk menghasilkan suatu laporan keuangan sektor publik sehingga pihak-pihak yang

Hal ini sangat memprihatinkan karena mengimplikasikan bahwa beberapa responden dari kontraktor memiliki pemahaman yang terbatas mengenai konsep biaya kontinjensi proyek,

Bagi SMA Muhammadiyah 1 Taman Sidoarjo 1 Staff bimbingan konseling dapat melakukan rekam aktivitas yang terjadi selama kegiatan sekolah berlangsung seperti mencatat, menyimpan,

kawasan wisata bahari Pantai Iboih, Sabang yang berbasis

Berdasarkan hasil penelitian eksperimen yang telah dilaksanakan dan pembahasan pada pembelajaran IPA materi Perubahan Kenampakan Bumi dengan menggunakan model pembelajaran

Atraksi budaya dan pemandangan menarik merupakan daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke suatu tempat, aksesibilitas yang optimal seperti tersedianya

(1) Penduduk warga negara Republik Indonesia yang akan mencalonkan diri menjadi Danarta, Dukuh Gude II, Dukuh Pakwungu atau Dukuh Karangtengah I mengajukan surat