POLITIK BAHASA NASIONAL MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia untuk penulisan
karya ilmiah
Dr. H. Agus Nero Sofyan, Drs., M.Hum.
Oleh:
Nina Fitriyana A141043
Gina Tazkya A141050
Hilda Amalia A141053
Ira Monica A141060
Arida Siti Agustin A141076
Retno Anjarwati A141085
Program Studi S-1 Farmasi
KATA PENGANTAR
Alhamduillah puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah kami yang berjudul “Bahasa Politik Nasional” ini.
Dalam penyusunan makalah ini, dengan kerja keras dan dukungan dari
berbagai pihak, kami telah berusaha untuk dapat memberikan hasil yang
terbaik dan sesuai dengan harapan. Walaupun dalam pembuatannya kami
mendapatkan beberapa kesulitan karena faktor keterbatasan ilmu pengetahuan
dan keterampilan yang kami miliki.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Dr. H. Agus Nero Sofyan, Drs., M.Hum. selaku dosen
pembina mata kuliah bahasa Indonesia. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada rekan-rekan semua yang telah memberikan dukungan dan dorongan
kepada kami dalam penyelesaian makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun sangat kami harapkan untuk memperbaiki dan
menyempurnakan tugas yang akan datang. Semoga makalah ini dapat berguna
bagi rekan-rekan dan semua pihak yang berkepentingan.
Bandung, September 2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI... ii
BAB I... 1
PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Tujuan... 2
C. Rumusan Masalah...2
BAB II... 3
KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA...3
A. Bahasa Nasional...3
B. Bahasa Negara...4
BAB III... 7
PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA...7
A. Perkembangan Bahasa Indonesia...7
BAB IV... 13
SIKAP DAN KESADARAN DALAM BERBAHASA...13
BAB V... 17
PENUTUP... 17
A. Kesimpulan... 17
B. Saran... 17
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dalam perkembangannya, Indonesia diperkaya
dengan bahasa daerah yang tersebar diseluruh nusantara. Sehingga
terdapat hubungan saling mengisi dengan bahasa daerah. Awal
penciptaan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa Indonesia yaitu
pada tanggal 28 Oktober 1928 yang bermula dari Sumpah Pemuda,
yang salah satu dari ketiga butir Sumpah Pemuda tersebut menyatakan
“Kami poetra poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean,
bahasa Indonesia”. Sejak saat itu, bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan yang memperlihatkan ciri-cirinya sebagai alat komunikasi
yang mutlak diperlukan oleh bangsa Indonesia.
Akan tetapi, di era globalisasi ini, banyak sekali budaya asing
yang masuk ke Indonesia, termasuk bahasa asing. Sehingga, sudah
bukan hal yang langka ketika Bahasa Indonesia digabung dengan
bahasa asing. Terutama dikalangan remaja, banyak kata-kata baru yang
sering disebut dengan ‘bahasa gaul’. Hal ini dapat berpengaruh buruk
B. Tujuan
Makalah ini selain untuk memenuhi tugas dari mata kuliah bahasa
Indonesia, juga memiliki tujuan lain yang ditujukan kepada pembaca
khususnya bangsa Indonesia, yaitu:
1. Menjelaskan sejarah lahirnya bahasa Indonesia.
2. Menjelaskan mengenai perkembangan bahasa Indonesia. 3. Menjelaskan kedudukan bahasa Indonesia beserta fungsinya. 4. Mengajak bangsa Indonesia untuk lebih peduli dan cinta
terhadap bahasa Indonesia.
C. Rumusan Masalah
1. Mengapa kita harus mempelajari bahasa Indonesia?
2. Bagaimana kedudukan bahasa Indonesiasebagai bahasa
nasional dan bahasa negara?
3. Bagaimana proses perkembangan bahasa Indonesia?
4. Bagaimana cara menyikapi dan menyadari pentingnya
BAB II
KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia merupakan ilmu pengetahuan umum yang
harus dipelajari di Indonesia dari mulai pendidikan terendah, hingga di
perguruan tinggi. Landasan utama diadakannya mata kuliah bahasa
Indonesia sampai di perguruan tinggi, yaitu karena bahasa Indonesia
memiliki dua kedudukan dengan fungsi kedudukan masing-masing yang
berbeda-beda.
A. Bahasa Nasional
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa nasional.
Fungsi dari kedudukan sebagai bahasa nasional tersebut adalah: (1)
lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat
perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya, dan (4) alat
yang memungkinkan penyatuan dari berbagai suku bangsa dengan latar
belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing.
Fungsi pertama mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang
mendasari rasa kebanggaan kita. Bermula dari kebanggaan itulah, kita
akan mencintai bahasa Indonesia dengan cara memelihara dan
mengembangkannya. Selain itu, rasa bangga dalam menggunakan
bahasa Indonesia harus kita tingkatkan.
Fungsi kedua mengindikasikan bahwa bahasa Indonesia harus
jadi, seandainya ada orang yang tidak menghargai lambang bangsa
Indonesia ini, sedikitnya kita akan tersinggung dan rasa hormat terhadap
orang tersebut akan hilang. Karena itu, bahasa Indonesia dapat
menunjukkan identitasnya apabila kita sebagai masyarakat Indonesia
membina dan mengembangkan bahasa Indonesia di bidang-bidang yang
sesuai dengan keahlian kita masing-masing.
Fungsi ketiga memberikan kewenangan kepada kita untuk
berkomunikasi dengan warga Indonesia lainnya, dari berbagai daerah,
menggunakan bahasa Indonesia. Karena, jika antara komunikator dan
komunikan mengerti dengan bahasa yang digunakan, akan menghindari
terjadinya kesalahpahaman dalam berkomunikasi.
Fungsi keempat mengajak kita bersyukur kepada Tuhan karena
kita telah memiliki bahasa nasional yang lahir dari bumi kita sendiri
sehingga kita dapat saling mengenal dan bersatu antarwarga,
antardaerah, dan antarbudaya.
B. Bahasa Negara
Bahasa Indonesia memiliki empat fungsi dalam kedudukannya
sebagai bahasa negara. Keempat fungsi bahasa negara adalah: (1)
bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengatur di dunia pendidikan, (3)
alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan, dan (4) alat pengembangan
Fungsi pertama, bahasa Indonesia wajib digunakan di dalam
upacara dan kegiatan kenegaraan, baik lisan maupun tulisan. Begitu
juga dalam penulisan dokumen-dokumen negara. Hal itu juga berlaku
pada pidato kenegaraan.
Fungsi kedua mengharuskan lembaga-lembaga pendidikan di
Indonesia menggunakan pengantar bahasa Indonesia dan dari mulai
pendidikan di Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah
Pertama, Sekolah Menengah Atas, bahkan sampai perguruan tinggi pun,
mau tak mau pengantarnya menggunakan bahasa Indonesia. Sesuai
dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan
Nasional, Pasal 37 Ayat 2 mewajibkan perguruan tinggi
menyelenggarakan beberapa mata kuliah pengembangan kepribadian.
Dan salah satu dari mata kuliah tersebut adalah Bahasa Indonesia.
Fungsi ketiga mengajak kita menggunakan bahasa Indonesia
untuk membantu kelancaran pelaksanaan pembangunan dalam berbagai
bidang. Dalam hal ini kita berusaha menjelaskan sesuatu, baik secara
lisan maupun tulisan, menggunakan bahasa Indonesia, agar dapat
dengan mudah memahami dan melaksanakan kegiatan pembangunan.
Fungsi keempat mengingatkan kita untuk bergelut dalam dunia
ilmu. Ilmu yang kita miliki akan jauh lebih berguna apabila kita dapat
menyebarkannya pada orang lain di sekitar kita. Ilmu yang disampaikan
akan lebih efektif dan efisien dalam penerimaannya jika menggunakan
Variasi pemakaian bahasa Indonesia pun merupakan landasan
pemikiran diadakannya mata kuliah bahasa Indonesia sampai di
perguruan tinggi. Kita dapat mengetahui perbedaan pemakaian bahasa
Indonesia tatkala kita membaca koran nasional dan koran daerah,
misalnya. Perbedaan itu juga dapat dibuktikan ketika kita pergi ke daerah
lain, baik pilihan kata maupun intonasi, atau bahkan kalimatnya. Begitu
pula dengan kita pergi ke pasar lalu ke kantor atau ke kampus, kita akan
segera tahu adanya perbedaan pemakaian bahasa Indonesia. Contoh
yang paling mudah untuk melihat perbedaan pemakaian itu adalah
bahasa dalam SMS atau chatting dan bahasa dalam makalah. Bahasa
SMS takketat, bahkan bisa menggunakan kata-kata sesuai dengan
keinginan kita. Sedangkan, makalah penuh dengan aturan yang harus
BAB III
PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
A. Perkembangan Bahasa Indonesia
Bila dibandingkan dengan bahasa Inggris, Perancis, Arab,
Belanda, Mandarin, Jepang, atau bahasa asing lainnya, atau juga
bahasa daerah lainnya, bahsa Indonesia tergolong bahasa yang relatif
masih muda. Bahasa Indonesia baru lahir pada tanggal 28 Oktober
1928, yaitu melalui Sumpah Pemuda. Namun, perkembangannya begitu
pesat. Hingga tahun 1988—berarti enam puluh tahun—bahasa
Indonesia sudah memiliki lebih dari 60.000 kata. Tahun 2008 bahasa
Indonesia sudah memiliki 100 ribu lebih kosakata.
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap kosakata
dari berbagai bahasa, baik bahasa daerah maupun bahasa asing.
Banyak kosakata daerah, terutama Jawa dan Sunda, masuk ke dalam
bahasa Indonesia. Bahasa asing yang banyak diserap pada awalnya
adalah bahasa Arab, lalu bahasa Belanda, dan kini bahasa Inggris.
Hingga 1972 bahasa Indonesia dalam hal menyerap lebih
berorientasi pada bahasa Belanda. Karena itu, banyak kosakata yang
berasal dari bahasa Belanda, misalnya, tradisionil, formil, sistim,.
Namun, sejak 1972—bersamaan dengan lahirnya Ejaan yang
Disempurnakan (EYD)—bahasa Indonesia dalam hal menyerap
kosakata yang berasal dari bahasa Belanda seperti ketiga contoh taklagi
dianggap baku. Kosakata yang dianggap baku untuk ketiga kata tersebut
adalah tradisional, formal, dan sistem.
Pada akhir tahun 1990-an—ketika yang memimpin Indonesia
adalah Abdurrahman Wahid—perkembangan kosakata bahasa
Indonesian memperlihatkan gejala lain. Pada waktu itu muincul lagi
kosakata yang berasal dari bahasa Arab yang sebelumnya hanya
digunakan di lingkungan pesantren. Contohnya adalah kata-kata
istigosah, akhwat, dan ikhwan.
Perkembangan bahasa Indonesia tidak hanya terjadi pada
kosakata, tetapi juga pada bidang lain seperti istilah atau ungkapan dan
peribahasa. Hal itu dapat kita temukan dengan membaca Sitti Nurbaya
karya Marah Roesli dan Saman karya Ayu Utami, misalnya. Contoh lain
dapat kita temukan dengan membaca koran tahun 1980-an dan koran
tahun 2000-an. Tahun 1980-an muncul ungkapan menurut petunjuk,
demi pembangunan, dan sebagainya. Tahun 2000-an lebih sering muncul kata-kata reformasi, keos (chaos), dan sebagainya.
Perkembangan bahasa Indonesia tidak hanya terjadi pada ragam
resmi. Dalam ragam takresmi pun terjadi perkembangan. Bahkan,
perkembangan dalam ragam takresmi lebih pesat, namun juga lebih
cepat menghilang. Misalnya pada tahun 1980-an muncul kata asoy yang
penegas seperti pada ungkapan PD lagi atau abis lagi. Padahal arti lagi yang sebenarnya adalah ‘kembali’ atau ‘sedang’. Tahun 2004-an muncul
gitu lo atau getho lho, dan semacamnya, akhir-akhir ini kata galau dan tepar juga semakin popular.
Bidang makna pun mengalami perkembangan. Ada lima
penyebab perkembangan makna, yaitu sebagai berikut.
1. Peristiwa Ketatabahasaan
Sebuah kata, misalnya tangan, memiliki makna berbeda
karena konteks kalimat berbeda.
Agus pulang dengan tangan hampa.
Dia sudah lama dikenal sebagai anak yang
panjang tangan.
Tangan Hani sakit karena jatuh.
2. Perubahan Waktu
Ternyata perubahan waktu mempengaruhi makna pada
beberapa kosakata. Misalnya:
Makna dahulu Makna sekarang
Bapak: orang tua laki-laki,
ayah
Sebutan terhadap semua
orang laki-laki yang umurnya
lebih tua atau kedudukannya
lebih tinggi
Canggih: cerewet, bawel Pintar dan rumit, modern
Saudara: orang yang lahir
dari ibu dan bapak yang
Sapaan bagi orang yang sama
sama dianggap lahir dari lingkungan
yang sama seperti sebangsa,
seagama, sedaerah
3. Perbedaan Bahasa Daerah
Setiap bahasa baerah memiliki kosakata yang
berbeda-beda. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan apabila ada
kosakata yang sama, tetapi memiliki makna yang berbeda.
Misanya, kata atos dalam bahasa Sunda berarti ‘sudah’, sedangkan dalam bahasa jawa berarti ‘keras’.
4. Perbedaan Bidang Khusus
Dalam bidang kedokteran, kata koma berarti ‘sekarat’. Sedangkan dalam bidang bahasa berarti ‘salah satu tanda
baca untuk jeda’. Kata operasi dalam bidang kedokteran adalah ‘bedah’ atau ‘bedel’, dalam bidang kemiliteran atau
yang lain berarti ‘tindakan’, dan dalam bidang pendidikan
berarti ‘pelaksanaan rencana proses belajar mengajar yang
telah dikembangkan secara rinci’.
5. Perubahan Konotasi
Kata penyesuaian berarti ‘penyamaan’, tetapi agar orang
lain tidak terkejut atau marah, kata itu dipakai untuk makna
Perkembangan lain dalam bahasa Indonesia adalah pergantian
ejaan. Sejak 1972, bahasa Indonesia memakai sistem ejaan yang
dinamakan Ejaan yang Disempurnakan (EYD), yang dalam
kenyataannya sampai sekarang belum diperhatikan penuh oleh
masyarakat pemakainya. Karena itu, kesalahan pemakaian masih
banyak terjadi. Misalnya, banyak orang masih kesulitan membedakan
pemakaian huruf kecil dengan huruf kapital; pemakaian singkatan nama
diri, nama gelar, dan nama lembaga. Padahal, jika diperhatikan,
pemakaian ejaan dapat juga membedakan makna.
Perhatikan contoh kedua kalimat matematis ini! Perbedaan ada pada
pemakaian tanda baca koma.
Diketahui A = 4, berapa nilai B, C, D, dan E pada pernyataan berikut?
1) A = B, C, D, dan E
2) A = B, C, D dan E
Contoh lain tentang pemakaian huruf kapital dan huruf kecil.
Kemarin ibu pergi dengan Ibu Neneng.
Orang Sumedang makan tahu sumedang.
Kesalahan lain yang sering ditemukan adalah pelafalan yang tidak
sesuai dengan kaidah ejaan, menurut EYD, setiap kata dilafalkan sesuai
dengan hurufnya, kecuali untuk nama diri. Untuk nama diri, penulisan
dan pengucapan merupakan hak pribadi. Misalnya, Deassy, Dessy, Desi.
dapat membedakan huruf c dan huruf k, dan huruf s, atau huruf t dengan
huruf c, dalam beberapa kata yang berbeda.
Karena kurang perhatian terhadap hal-hal kecil seperti itu, banyak
BAB IV
SIKAP DAN KESADARAN DALAM BERBAHASA
Kita memiliki politik bahasa nasional—kekuatan politis—untuk
menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Pada sisi lain,
justru banyak penyimpangan dari kekuatan pedoman itu sehingga timbul
pertanyaan apakah berlaku hukum “di situ ada aturan, di situ pula ada
pelanggaran.” Penelusuran dua variabel itu memungkinkan kita untuk
dapat mengantisipasi sikap kita terhadap kasus-kasus seperti itu secara
proporsional. Lebih-lebih lagi cendekiawan, kita memiliki peran strategis
untuk menegakkan kebenaran politis dalam menjunjung martabat
bahasa Indonesia, sekaligus mengangkat jatidiri bangsa.
Politik bahasa nasional memberikan bobot kekuatan terhadap
bahasa Indonesia dibandingkan dengan bahasa daerah atau bahasa
asing. Salah satu fungsi politik bahasa nasional yaitu memberikan dasar
dan pengarahan bagi perencanaan dan pengembangan bahasa nasional
sehingga dapat memberikan jawaban tentang fungsi dan kedudukan
bahasa (nasional) dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain. Selain itu,
kita tahu bahwa Sumpah Pemuda yang dibentuk tahun 1928 tidak hanya
mengakui, tetapi juga menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan. Dengan demikian, mendudukkan bahasa Indonesia
dalam status yang tinggi tidaklah berlebihan, bahkan sudah
Kita ketahui bahwa bahasa Indonesia memiliki posisi penting
dalam hubungannya dengan bahasa lain. Kita dituntut untuk memiliki
perencanaan matang dan terarah dalam menghadapi perubahan dan
perkembangan kebudayaan. Itulah yang dinamakan kemantapan
dinamis.
Pada pihak lain, banyak di antara kita yang kurang atau bahkan
tidak memerhatikan posisi bahasa Indonesia. dengan berbagai alasan,
mereka banyak menyelipkan kata—bahkan kalimat—berbahasa asing,
baik secara lisan maupun secara tertulis tanpa memerhatikan sasaran
yang dituju. Misalnya, kita lihat orang-orang di sekitar kita, atau saat kita
berjalan-jalan ke suatu toko, banyak di antara mereka menggunakan
bahasa asing (baca:Inggris!). padahal kita atau orang-orang yang
berkunjung ke toko tersebut tidak mengerti bahasa Inggris.
Alasan mereka berkisar pada hal-hal yang sebenarnya tidak tepat
dijadikan alasan. Misalnya, bahasa Indonesia kaku, di dalam bahasa
Indonesia kata asing itu tidak ada, atau bahasa Indonesia tidak menarik
minat calon pembeli. Singkatnya, bahasa Indonesia tidak bergengsi
tinggi.
Jika kita telusuri, yang kaku bukan bahasa Indonesia, melainkan
kita sebagai pemakainya. Bahasa Indonesia memiliki imbuhan untuk
pengaya kata. Jadi, jika belum ada kata yang tepat, kita cari di kamus,
Indonesia kurang bergengsi, kitalah yang bertanggung jawab menaikkan
gengsinya karena kita pemilik sekaligus pemakainya.
Sebenarnya, kalau kita sadari, banyak dukungan politis bagi bagi
pengindonesiaan kata dan istilah asing, antara lain, sebagai berikut:
1. Sumpah Pemuda 1928;
2. UUD 1945, Bab XV Pasal 36 tentang bahasa negara;
3. Keputusan Presiden RI Nomor 57 tahun 1972 tentang
penggunaan Ejaan yang Disempurnakan;
4. Instruksi Menteri Dalam Negeri RI Nomor 20 tanggal 28
Oktober 1991 tentang pemasyarakatan bahasa Indonesia
dalam rangka pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa;
5. Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Ri Nomor
1/U/1992 tanggal 10 April 1992 tentang peningkatan usaha
pemasyarakatan bahasa Indonesia dalam memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa; dan
6. Surat Menteri Dalam Negeri Ri kepada Gubernur, Walikota,
dan Bupati Nomor 434/1021/SJ tanggal 16 Maret 1995 tentang
penertiban pengguanaan istilah asing.
Akan tetapi, keenam butir tersebut hanya dilirik dan ditaati selama
empat tahun. Setelah pergantian menteri, keenam butir itu tidak
diperhatikan lagi, baik oleh perseorangan, lembaga swasta, maupun
lembaga pemerintah. Contoh kecil, hampir di berbagai perguruan tinggi
Student Center. Mengapa tidak memakai Gedung Mahasiswa atau Pusat Mahasiswa atau yang lainnya karena penghuninya merupakan bangsa
Indonesia? mengapa juga di jalan yang dilalui oleh angkutan kita
terdapat rambu yang bertuliskan Slow Down? Apakah semua sopir angkutan kota mengerti bahasa Inggris? Contoh lain di pertokoan sangat
marak pemakaian kata-kata asing, padahal pengunjungnya sangat
sedikit yang mengerti abhasa asing secara baik.
Pemakaian kata atau istilah asing tampaknya dipandang sebagai
peningkat gengsi sosial. Padahal kalau kita sadari bersama secara
kompak, bahasa Indonesia pun bisa dipakai untuk menaikkan gengsi
sosial. Misalnya, ketika kita masuk ke sebuah pusat perbelanjaan yang
megah dan di sana kita lihat label-label barang dan nama-nama sudut
toko memakai bahasa Indonesia, secara psikologis gengsi kita tetap
sebagai orang “kotaan”, orang “modern”. Yang menurunkan atau
menaikkan gengsi sosial kita dalam hal ini mungkin saja pakaian dan
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa Indonesia masih harus dipelajari di perguruan tinggi
disebabkan oleh empat faktor yang harus kita perhatikan. Keempat
faktor tersebut adalah (1) kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, (2) variasi pemakaian
bahasa Indonesia, (3) perkembangan bahasa Indonesia, dan (4) sikap
dan kesadaran berbahasa Indonesia.
B. Saran
Menurut kami, dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar
perlu dipelajari dan dipahami kembali. Karena, di era globalisasi ini, kita
sering mengucapkan dan menulis bahasa Indonesia yang salah. Maka
dari itu, mempelajari dan memahami bahasa Indonesia penting bagi kita
selaku bangsa Indonesia. Selain di pusat pendidikan, banyak sumber
dan referensi lain yang dapat kita baca untuk memperoleh ilmu
DAFTAR PUSTAKA
Suganda, Dadang dkk. 2014. Bahasa Indonesia untuk Penulisan Karya Ilmiah.
Bandung: Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya