• Tidak ada hasil yang ditemukan

materi pembinaan dan pengembangan bahasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "materi pembinaan dan pengembangan bahasa"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

1. PENGERTIAN, LATAR BELAKANG, DAN TUJUAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA

Anda mungkin sering mendengar bahkan juga menggunakan istilah pembinaan dan istilah pengembangan dalam kehidupan berbahasa sehari-hari. Kata pembinaan tentu saja berhubungan erat dengan kegiatan membina, sedangkan kata pengembangan sangat berhubungan dengan kegiatan mengembangkan bahasa. Oleh sebab itu, ada dua hal yang harus dibedakan, yaitu usaha pembinaan bahasa dan usaha pengembangan bahasa.

Usaha pembinaan bahasa berkenaan dengan pelaksanaan kegiatan penyebaran bahasa Indonesia ke khalayak sasaran dengan berbagai cara seperti usaha penyuluhan, penataran, dan pendemonstrasian. Jika dipandang dari segi khalayak sebagai sasaran pembinaan tersebut, khalayak tersebut dapat terdiri atas berbagai golongan, baik golongan penutur asli, maupun golongan bukan penutur asli, orang yang masih bersekolah, ataupun orang yang sudah tidak bersekolah lagi, khalayak guru pada semua jenis dan semua jenjang pendidikan, khalayak orang yang berada di komunikasi media massa, seperti majalah, surat kabar, radio, dan televisi, serta khalayak di bidang industri, perniagaan, penerbit, perpustakaan, dan pada lingkungan sastrawan. Dengan sasaran yang ditentukan di atas, kegiatan pembinaan itu mempunyai target tertentu. Target kegiatan pembinaan bahasa adalah sebagai berikut.

A. Penumbuhan Sikap

(2)

suka terhadap sesuatu atau keadaan, orang tersebut dikatakan memiliki sikap positif. Sebaliknya, apabila orang itu memperlihatkan ketidaksukaannya, orang tersebut dikatakan memiliki sikap negatif. Target yang hendak dicapai dalam kegiatan “pembinaan” bahasa yang amat penting adalah menumbuhkan sikap yang positif terhadap bahasa Indonesia. Sikap positif tersebut tidak dapat diukur dengan angka-angka, tetapi dapat dilihat dalam komponen perilaku. Komponen perilaku berhubungan erat dengan kecenderungan berbuat atau beraksi dengan cara tertentu. Dalam hubungan ini ada nilai moral yang muncul di dalam masalah ini. Dalam mengukur keberadaan sikap positif ada beberapa pertanyaan yang dapat dipakai, yaitu seberapa jauh kita telah mencintai bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa persatuan? Seberapa jauh kita merasa memiliki bahasa kita itu sebagai kekayaan yang tiada ternilai harganya? Seberapa jauh kita merasa bertanggung jawab untuk mempertahankan keberadaan bahasa kita di di bumi Ibu Pertiwai? Jika Anda telah dapat menumbuhkan rasa cinta, rasa memiliki, rasa berkewajiban untuk mempertahankan, dan rasa bangga terhadap bahasa Indonesia, berarti Anda sudah berhasil melakukan pembinaan bahasa Indonesia terhadap khalayak yang Anda hadapi.

B. Meningkatkan Kegairahan

Kegiatan pembinaan juga mempunyai target dalam meningkatkan kegairahan berbahasa Indonesia. Target ini dapat diukur dengan pertanyaan, seberapa banyak seseorang itu secara konsisten bergairah memakai bahasa Indonesia? Jika seseorang telah bergairah memakai bahasa Indonesia dalam berkomunikaasi dengan orang lain, orang itu harus meningkatkan lagi kegairahannya itu dalam mempergunakan bahasa Indonesia.

Contoh

Dalam suatu rapat resmi seorang pejabat menyampaikan pidatonya sebagai sambutan resmi sebagai berikut.

Saudara-saudara,

(3)

Kutipan pidato di atas, memperlihatkan bahwa pejabat yang berbicara itu tidak bergairah memakai bahasa Indonesia. Pejabat tersebut harus dibina pemakaian bahasanya sehingga dia tidak menggunakan kata-kata asing yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Jika Anda berhasil meyakinkan pejabat itu bahwa semua kata asing tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia, berarti Anda telah berhasil melakukan pembinaan bahasa dengan baik. Dengan jelas sekali Anda melihat beberapa kata asing dipakai dalam teks. Kata-kata yang dimaksudkan adalah mendrop, spare part, air port, upgrading, policy, feedback, off the record. Bukankah kata-kata tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia? Kata mendrop sama dengan menurunkan, mengantarkan; kata spare part berpadanan dengan kata suku cadang; kata air port berpadanan dengan kata bandar udara; kata upgrading berpadanan dengan kata penataran; kata policy berpadanan dengan kata kebijaksanaan; kata feedback berpadanan dengan kata umpan balik; dan kata off the record berpadanan dengan kata cegah siar. Kegairahan berbahasa merupakan target kegiatan pembinaan bahasa.

C. Meningkatkan Keikutsertaan

Kegiatan pembinaan harus pula terlihat dalam kegiatan meningkatkan keikutsertaan khalayak sasaran di dalam menjaga mutu bahasa Indonesia. Apa yang disebut dengan “mutu” bahasa itu harus dihubungkan dengan bermacam-macam persoalan, seperti persoalan hubungan kata tabu, persoalan kependengaran yang tidak menyinggung perasaan, dan ketidaklaziman yang agak mencolok. Kalau Anda telah menyangsikan suatu bentuk bahasa, baik kata dan farse, maupun kalimat berarti Anda telah ikut serta menjaga mutu bahasa. Jika Anda bertanya, “Apakah bentuk frase mengejar ketinggalan sudah benar dalam bahasa Indonesia,” maka Anda sudah mebina bahasa, Anda sudah melibatkan diri dalam kegiatan pembinaan bahasa. Dengan demikian, target mudah diukur, seberapa jauh orang bertanya tentang kebenaran kata, farse, dan kalimat. Jadi, jika orang telah meragukan tentang bentuk-bentuk bahasa dan ingin tahu bentuk yang benar dari suatu untaian kata, frase, atau kalimat berarti sudah terbina bahasanya dengan baik.

(4)

kepantasan penempatan suatu unsur bahasa dan persoalan ketepatan kaidah yang diterapkan pada kata, frase, dan kalimat.

Kegiatan yang sejajar dengan kegiatan pembinaan adalah kegiatan atau usaha pengembangan bahasa. Yang dimaksud dengan pengembangan bahasa adalah keseluruhan usaha dan kegiatan yang dengan secara sadar ditujukan kepada penyesuaian struktur dan fungsi bahasa dengan kebutuhan kemasyarakatan dan pembangunan kita, baik yang nyata maupun yang mungkin ada (potensial) dalam hubungannya dengan perkembangan keilmuan dan teknologi dunia sekarang ini serta dengan kemungkinan–kemungkina bagi masa depan. Dengan demikian, pengembangan bahasa bersifat dinamis. Uraian di atas menunjukkan bahwa usaha pengembangan bahasa diarahkan kepada usaha peningkatan kelengkapan bahasa. Jadi, sasaran yang dimaksudkan dalam usaha pengembangan bukanlah manusia pendukung bahasa, tetapi bahasa itu sendiri. Kelengkapan bahasa tersebut sangat diperlukan. Di dalam berbagai disiplin ilmu seperti politik, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan organisasi kemasyarakatan memerlukan suatu komunikasi dengan “mengujarkan” dan “menuliskan” tentang apa saja yang mungkin dipikirkan dalam konstelasi yang baru. Dengan demikian, jelaslah bahwa kegiatan pengembangan mempunyai sasaran bahasa itu sendiri, yang target pencapaiannya adalah meningkatkan kelengkapan bahasa agar segala konsep, ide dapat dikatakan dengan bahasa Indonesia. Kata take-off, misalnya, sudah mempunyai padanan dalam bahasa Indonesia, yaitu lepas landas. Dengan usaha pengembangan bahasa itu kita akhirnya mempunyai kata-kata untuk menyatakan suatu konsep yang yang hampir semuanya dapat dikatakan dengan bahasa Indonesia.

Mengapa usaha pengembangan bahasa harus dilakukan? Hal apa yang melatarbelakangi adanya pengembangan usaha pengembangan bahasa itu?

(5)

dipakai dan dipelihara oleh pendukungnya dan dilindungi serta dipelihara oleh negara. Bahasa– bahasa itu pun merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia.

Tidak dapat pula dimungkiri bahwa di Indonesia sekarang ini hidup pula bahasa asing sebagai bahasa ketiga. Salah satu bahasa asing itu adalah bahasa Inggris yang dipakai sebagai alat komunikasi pada tingkat internasional. Jelaslah, bahwa kehadiran bahasa asing dan bahasa daerah, merupakan persoalan yang amat rumit untuk dipecahkan.

Dalam penggunaannya di masyarakat Indonesia, ketiga bahasa itu, yakni bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing tidak dapat melepaskan diri dari saling mempengaruhi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan terjadinya kontak budaya dan bahasa. Kenyataan bahwa begitu kuatnya bahasa daerah sebagai bahasa ibu bagi sebagian besar rakyat Indonesia merupakan hal yang sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan berbangsa. Hal ini sangat besar pula pengaruhnya pada keberadaan bahasa Indonesia.

Uaraian yang singkat di atas sudah dapat memperlihatkan kepada kita latar belakang pengembangan bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, masalah pengembangan bahasa Indonesia adalah masalah nasional yang jalinannya sangat kompleks yang harus ditangani sedemikan rupa, sehingga pengembangan tersebut dapat memanfaatkan kemultilingualan itu menjadi sesuatu yang menguntungkan perkembangan bahasa itu sendiri. Peningkatan pengembangan bahasa harus dilakukan sedemikian rupa sehingga bahasa kita itu cukup memenuhi syarat sebagai bahasa kebudayaan, keilmuan, dan teknologi atas dasar standardisasi atau pembakuan bahasa. Standardisasi bahasa dilakukan dengan mempertimbangkan data kebahasaan di Indonesia melalui evaluasi dan seleksi. Hasil akhir dari kegiatan pengembangan bahasa tersebut merupakan bahasa baku. Jadi, tujuan akhir pengembangan bahasa adalah standardisasi bahasa, yaitu terciptanya suatu bahasa baku. Untuk pekerjaan pengembangan bahasa itu diperlukan suatu kebijaksanaan bahasa sebagai suatu garis haluan yang meletakkan ciri-ciri pembakuan bahasa itu. Pembakuan bahasa tersebut mencakup berbagai unsur dan aspek, seperti aspek ejaan, aspek struktur, dan aspek diksi.

2. KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

(6)

Bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan, yaitu (1) sebagai bahasa nasional dan (2) sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia berfungsi (1) sebagai lambang kebanggaan nasional, (2) sebagai lambang identitas nasional, (3) sebagai alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang budaya dan bahasanya, dan (4) sebagai alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah.

Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi (1) sebagai bahasa resmi negara, (2) sebagai bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, (3) sebagai bahasa resmi di dalam perhubungan tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan, dan (4) sebagai bahasa resmi di dalam pembangunan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern (Halim, 1976:145).

Sesuai dengan berbagai fungsi di atas, tidak mengherankan bila bahasa Indonesia memiliki berbagai ragam. Berdasarkan tempat atau daerahnya, bahasa Indonesia terdiri atas berbagai dialek, antara lain dialek Jakarta, dialek Jawa, dialek Menado, dialek Bali, dan lain-lain; berdasarkan penuturnya terdapat ragam bahasa golongan cendekiawan dan ragam bahasa golongan bukan cendekiawan; berdasarkan sarananya terdapat ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis; berdasarkan bidang penggunaannya terdapat ragam bahasa ilmu, ragam bahasa sastra, ragam bahasa surat kabar, ragam bahasa undang-undang, dan lain-lain; berdasarkan suasana penggunaannya bahasa Indonesia dapat digolongkan menjadi dua ragam bahasa, yaitu ragam bahasa resmi dan ragam bahasa santai.

Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional

Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dengan fungsi-fungsinya dipaparkan sebagai berikut.

A. Lambangan Kebanggaan Nasional

(7)

semua hal lain yang menjadi milik bangsa sendiri”. Dengan memperhatikan makna yang termaktub dalam KBBI, Anda dapat mengembangkan lebih jauh pengertian “lambang kebanggaan nasional” .

Coba jawab sendiri pertanyaan yang berikut!

1) Sudahkah Anda merasa memiliki kebesaran hati ketika berbicara dalam bahasa Indonesia di tengah khalayak yang begitu terampil berbahasa Inggris, misalnya?

2) Bagaimana komentar Anda atas masuknya berbagai kata baru yang marak pada masa reformasi seperti opsi, kolusi, dan klarifikasi?

Sebagai lambang kebanggaan nasional bahasa Indonesia tentulah akan mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang dapat mendasari rasa kebanggaan kita. Rasa kebanggaan tidak mudah dibina di dalam masyarakat yang sudah tercemar oleh pengaruh budaya asing. Namun, ada rasa kebanggaan tersendiri karena dapat melestarikan bahasa Indonesia. Dengan rasa kebanggaan ini pula, bahasa Indonesia akan tetap dipakai dalam semangat kebangsaan.

B. Lambangan Identitas Nasional

Fungsi kedua dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional adalah bahwa bahasa Indonesia menjadi lambang identitas nasional. Sebagai lambang identitas nasional, mungkin Anda ingat akan lambang identitas nasional kita lainnya, yakni bendera merah putih. Dalam setiap upacara kenegaraan, baik di pusat maupun di daerah, bendera merah putih selalu menjadi bagian yang amat penting. Pemimpin upacara tentulah akan mengajak peserta upacara untuk menghomati lambang identitas nasional itu. Anda tentu ingat apa yang dicapkan atau diserukan oleh pemimpin upacara itu kepada kita sebagai peserta upacara? Tentu Anda dapat membayangkan bagaimana kalau bendera pusaka Sang Dwiwarna dibakar di negeri orang? Kita amat tersinggung. Rasa kebangsaan kita akan tertantang untuk berbuat sesuatu.

(8)

menjadi keprihatinan, kadar sikap positif terhadap bahasa nasional kita itu makin bertambah, berkembang lebih jauh menjadi tindakan dalam bentuk keterlibatan langsung dalam upaya nyata penertiban pemakaian bahasa asing, kadar sikap positif makin bertambah lagi. Begitulah seterusnya.

Sikap positif yang dijabarkan tersebut pada dasarnya merupakan perwujudan dari sikap menjunjung bahasa nasional itu. Kita menjunjung bahasa nasional kita karena kita menyadari akan fungsi bahasa nasional sebagai lambang jatidiri bangsa. Sebagai lambang jatidiri bangsa, tentulah bahasa Indonesia memiliki jatidirinya sendiri pula sehingga serasi dengan lambang jatidiri bangsa kita yang lainnya. Bahasa Indonesia akan memiliki identitasnya sendiri kalau kita sebagai pemakai membina dan mengembangkan bahasa Indonesia sedemikian rupa sehingga bahasa Indonesia itu bersih dari unsur-unsur bahasa lain. Namun, kalau unsur asing itu diperlukan, tentulah kita dapat menerimanya sepanjang bermanfaat bagi pengembangan bahasa Indonesia itu sendiri.

C. Alat Penyatuan

Fungsi ketiga dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional adalah menjadi alat yang memungkinkan terwujudnya penyatuan berbagai suku bangsa yang memiliki latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat. Dalam kata-kata Sumpah Pemuda 1928 bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa persatuan. Dengan bahasa Indonesia, orang Jawa dapat berkomunikasi dengan orang Batak, misalnya. Demikan juga dengan orang Bali dapat berkomunikasi dengan orang dari daerah lainnya, dan seterusnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bahasa Indonesia menjadi alat yang memungkinkan berbagai suku bangsa mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu tanpa perlu menanggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan.

D. Alat Penghubung

(9)

keberagaman bahasa ibu. Di sini dapatlah kita katakan bahwa bahasa Indonesia itu menjadi jembatan budaya di antara suku-suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan latar belakang kebahasaan yang berbeda-beda.

Sebagai jembatan budaya, bahasa Indonesia dapat meperkenalkan kita berbagai kreasi budaya dari berbagai suku bangsa. Dengan bahasa Indonesia, seni pertunjukan wayang yang biasanya menggunakan bahasa daerah, bahasa Jawa, Sunda atau Bali misalnya, dapat dinikmati oleh kelompok suku bangsa di luar suku-suku bangsa itu. Jadi, fungsi penghubung antarbudaya yang diemban pada gilirannya akan memperkaya bahasa Indonesia itu dengan kekayaan budaya yang terkandung dalam bahasa daerah. Makin berperan fungsi itu, maka kayalah bahasa Indonesia itu dan sekaligus makin berkembanglah bahasa Indonesia . Dalam hubungannya dengan kreasi budaya asing, bahasa Indonesia juga dapat berperan memperkenalkan kita dengan nilai budaya asing. Dalam konteks ini bahasa Indonesia makin diperkaya lagi. Chairil Anwar yang kita kenal sebagai penyair utama kita telah mencoba menjadi penerjemah pikiran konsep Barat dengan kerja keras menyadur beberapa sajak dari sastra Belanda dan Inggris. Hasilnya adalah bahasa Indonesia menjadi lebih berkembang lagi, bahasa Indonesia yang modern. Demikian pula halnya dengan beberapa upaya yang telah dilakukan oleh para pengarang yang mengindonesiakan karya asing.

Dari pembicaraan tentang fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional dapat diringkas bahwa bahasa Indonesia itu mempunyai fungsi sebagai:

1.lambang kebanggaan nasional 2. lambang identitas nasional

3. alat pemersatu berbagai suku bangsa, dan

4. alat perhubungan anatarbudaya dan antar daerah.

Berfungsinya bahasa Indonesia sebagai lambang dan sebagai alat tersebut amat bergantung kepada sikap positif kita terhadap bahasa Indonesia itu.

Kedudukan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara

(10)

Keempat fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa negara dipaparkan sebagai berikut.

A. Bahasa Resmi Kenegaraan

Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan memiliki kedudukan yang amat istimewa. Kedudukan ini memberikan peluang kepada bahasa Indonesia untuk berkembang lebih cepat dibandingkan dengan bahasa lainnya dalam lingkungannya. Sebagai bahasa resmi kenegaraan bahasa Indonesia dipakai dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik lisan maupun tulis. Fungsi ini seperti dikatakan tadi, memberikan peluang bagi berkembangnya bahasa Indonesia.

Dalam bahasa Indonesialah ditulis dokumen dan keputusan serta surat menyurat yang dikeluarkan oleh penyelenggara negara dan badan-badan kenegaraan lainnya seperti DPR, MPR. Dalam bahasa Indonesia pula ditulis dan disampaikan pidato resmi pemimpin negara dan pejabat pemerintah lainnya. Fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara seperti yang dikemukakan di atas berlaku dalam semua tataran pemerintahan dari pusat hingga daerah.

Upaya pembinaan dan pengembangan bahasa sebagai rekayasa yang dilakukan oleh pemilik bahasa negara itu mutlak diperlukan. Ada kaitan erat antara upaya pembinaan dan pengembangan bahasa dengan laju perkembangan bahasa itu. Oleh karena itu, pembinaan dan pengembangan bahasa adalah upaya yang terus menerus dilakukan agar fungsi yang diemban oleh bahasa Indonesia itu dapat terlaksana dengan baik. Dengan demikian, kita akan memiliki sebuah bahasa negara yang dapat diandalkan.

(11)

Dapat dikatakan bahwa perwujudan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan memerlukan kerja sama yang baik antarinstansi pemerintah. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar memerlukan perhatian semua pihak yang peduli akan bahasa negara itu.

B. Bahasa Pengantar di dalam Dunia Pendidikan

Fungsi lainnya yang berkaitan dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara adalah bahwa bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar dalam lingkunagn lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Fungsi menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang terus menerus dipakai dalam setiap kesempatan belajar mengajar. Dalam fungsinya sebagai bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, bahasa Indonesia hidup dan berkembang seiring dengan perkembangan pendidikan yang dialami oleh manusia Indonesia. Dengan demikian, bahasa Indonesia akan makin luas pemakaiannya, memasuki berbagai lingkungan suku bangsa. Dalam fungsinya itu pula, bahasa Indonesia mendapat masukan dari berbagai bahasa yang ada.

Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam fungsinya sebagai bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan boleh dikatakan amat kompleks. Anda mungkin dapat membayangkan bahwa yang terlibat dalam dunia pendidikan itu bukan hanya peserta didik, melainkan guru, perencana dan pengelola pendidikan, penulis buku, serta penerbit. Dengan demikian, upaya pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia dalam fungsinya sebagai bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan menuntut pemikiran dan perencanaan yang matang. Dapat dikatakan bahwa fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan turut menentukan keberhasilan fungsi bahasa yang lainnya. Di dunia pendidikanlah pengajaran bahasa Indonesia berlangsung. Hal ini berarti bahwa dalam fungsinya sebagai bahasa pengantar di dalam dunia pendidikanlah pengembangan bahasa dan pembinaan bahasa terpadu. Persoalan pengajaran bahasa menjadi bagian penting dalam dunia pendidikan. Selain itu, pendidik yang bergerak dalam dunia pendidikan juga akan menentukan, baik kualitas pemakaian maupun kualitas sikap pemakai bahasa.

(12)

bahasa bersama guru. Sementara itu, baik penulis, penerbit, maupun guru hakikinya merupakan hasil pendidikan sebagai proses yang panjang. Dalam proses yang panjang itu bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pengantar.

C. Bahasa Perhubungan Tingkat Nasional untuk Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Nasional dan Kepentingan Pemerintahan

Fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan bertaut dengan fungsinya sebagai alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan program-program pemerintah dan penyelengaraan pemerintahan. Fungsi ini bukan saja menyangkut kegiatan komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat luas, melainkan juga menyangkut kegiatan komunikasi antarderah dan antarsuku. Dengan demikian, bahasa Indonesia dalam fungsinya sebagai alat perhubungan pada tingkat nasional akan mengatasi kesenjangan komunikasi antardaerah dan antarsuku sehingga pada gilrannya bahasa Indonesia akan makin meluas pemakaiannya.

Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk menyelenggarakan pemerintahan membawa akibat yang mengharuskan penyelenggara pemerintahan menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah bahasa yang dibakukan. Hal ini berarti penyelenggara pemerintahan haruslah memiliki kesadaran untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Untuk itu, diperlukan upaya pembinaan sikap kebahasaan terhadap penyelenggara pemerintahan. Selama penyelenggara negara atau pemerintah belum memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia selama itu pula bahasa Indonesia belum berfungsi dengan baik. Selama bahasa Indonesia belum berfungsi dengan baik selama itu pula kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara terancam kegoyahan. Untuk mengatasi semua itu, diperlukan kebijaksanaan yang mengharuskan semua pejabat negara dari yang tertinggi hingga yang terendah mengikuti tes/uji kemahiran berbahasa Indonesia (UKBI).

D. Bahasa Pengembang Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi

(13)

dan jatidirinya sendiri yang membedakannya dari kebudayaan daerah. Bahasa Indonesia menjadi pilar utama kebudayaan nasional yang paling nyata. Dengan bahasa Indonesia, kita menyatakan nilai-nilai sosial budaya nasional kita.

(14)

3. KEGIATAN KEBIJAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA INDONESIA

Ada beberapa kegiatan yang perlu diketahui dalam pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah sebagai berikut.

1) Pemantapan Kedudukan Dan Fungsi Bahasa Indonesia

Kegiatan pemantapan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia telah dikumandangkan pada berbagai kesempatan dan telah dilaksanakan dengan baik. Pemantapan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia itu disertai pula dengan pembenahan aksara bahasa Indonesia yang dalam kegiatan-kegiatan tertentu harus dubina dengan menularkannya kepada orang-orang atau kelompok-kelompok masyarakat yang belum tahu membaca dan metulis yang disebut dengan buta aksara.

2) Kegiatan Pembakuan bahasa Indonesia

Kegiatan pembakuan bahasa merupakan kegiatan pengembangan bahasa, yaitu meningkatkan kelengkapan dan mutu bahasa. Kegiatan pembakuan telah dilakukan dengan berbagai sarana, seperti penerbitan dan penyebaran Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Di dalam tata bahasa tersebut termuat berbagai kaidah kebahasaan yang harus diketahui dan dipelajari oleh masyarakat. Selain itu, diterbitkan pula beberapa buku yang yang berfungsi sebagai pendukung pembakuan bahasa, seperti Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan berbagai kamus ilmu dasar, seperti Kamus Kimia, Kamus Matematika, Kamus Biologi, Kamus Sastra, dan Kamus Teknik.

3) Kegiatan Penumbuhan Sikap Positif terhadap Bahasa

(15)

tahun 1989 berubah menjadi Bulan Bahasa dan Sastra. Dalam kegiatan itu, semua kegiatan penyuluhan diterapkan.

Kegiatan Bulan bahasa dan Sastra merupakan rangkaian acara kebahasaan dan kesastraan, berlangsung selama satu bulan, bertujuan meningkatkan pemasyarakatan bahasa dan apresiasi sastra di Indonesia, yaitu menumbuhkan sikap yang positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Oleh sebab itu, sasaran kegiatan Bulan Bahasa dan Sastra adalah para peminat bahasa dan sastra, para guru,mahasiswa, siswa, dan masyarakat umum. Kegiatan yang dilaksanakan dalam Bulan Bahasa dan Sastra meliputi kegiatan kebahasaan dan kegiatan kesastraan. Kegiatan kebahasaan meliputi (1) Pertemuan Kebahasaan, (2) Lomba Kebahasaan, (3) Penyuluhan, (4) Pintu Terbuka, (5) Cerdas Cermat Kebahasaan. Kegiatan Kesastraan meliputi (1) Diskusi Sastra di kalangan siswa, (2) Cepat Tepat Sastra Tingkat SMA, (3) Pertemuan Sastrawan dengan Siswa, (4) Festival Pementasan Sastra, (5) Pameran Sastra, (6) Apresiasi Sastra melalui Radio dan Televisi.

Kegiatan Bulan Bahasa dan Sastra juga diselenggarakan di daerah, di kota-kota provinsi yang melibatkan berbagai unsur, seperti Kantor Wilayah Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Dewan Kesenian Daerah serta Kantor Pemerintah Daerah. Semua kegiatan yang dilakukan pada Bulan Bahasa dan Sastra merupakan kegiatan pembinaan bahasa.

4) Kegiatan Kongres Bahasa

Kongres bahasa Indonesia sebagai wahana pembinaan dan pengembangan bahasa telah dilakukan dari Kongres Bahasa Indonesia I sampai dengan Kongres Bahasa Indonesia VII. Kongres Bahasa Indonesia I diselenggarakan di Solo pada tanggal 25-27 Juni 1938 dengan tujuan untuk mencari pedoman bagi para pemakai bahasa, mengatur bahasa, dan mengusahakan agar bahasa Indonesia dapat tersebar lebih luas karena anggapan segelintir orang menganggap bahwa bahasa Indonesia belum teratur. Kongres tersebut menghasilkan menghasilkan tentang kedudukan bahasa, pengembangan bahasa,dan pembinaan bahasa. Pencetus gagasan penyelenggaraan ini adalah wartawan harian Soeara Oemoem, Surabaya.

(16)

dalam kuliah, bahasa Indonsia dalam film, dan bahasa Indonesia dalam pers. Kongres tersebut menghasilkan keputusan tentang kedudukan bahasa, pengembangan bahasa, dan pembinaan bahasa Indonesia. Kongres bahasa Indonesia II diprakarsai oleh jawatan Kebudayaan, Kementrian Pendidikan Pengajaran dan kebudayaan.

Kongres Bahasa Indonesia III diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober-3 November 1978. Tujuan kongres itu adalah memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa nasional, maupun sebagai bahasa negara. Hasil yang dicapai adalah simpulan dan tindak lanjut pembinaan dan pengembangan bahasa dalam (1) bidang kebudayaan, agama,sosial, politik, dan ketahanan nasional, (2) bidang pendidikan, (3) komunikasi, (3) bidang kesenian, (5) bidang linguistik, (6) ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kongres Bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 21—26 November 1983. Kongres itu bertujuan memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi pemerintahan, sarana pengembangan kebudayaan, sarana pendidikan dan pengajaran, serta sarana pengembangan ilmu dan teknologi modern. Keputusan yang dicapai adalah berbagai konsep pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia dalam hubungannya dengan pelaksanaan pembangunan nasional.

Kongres Bahasa Indonesia V diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober-3 November 1988. Pada kongres ini dilincurkan dua buah buku, yaitu Kamus Besar Bhasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku. Kongres Bahasa Indonesia V diselenggarakan bertepatan dengan peringatan 60 tahun Sumpah Pemuda. Kongres itu bertujuan memantapkan bahasa Indonesia sehubungan dengan perannya untuk memperlancar usaha pencerdasan bangsa, sebagai jembatan tercapainya kesejahteraan sosial yang adil dan merata. Kongres ini menghasilkan putusan berupa putusan umum dan tindak lanjut, yang meliputi bidang kebahasaan, bidang kesastraan, bidang pengajaran, dan bidang pengajaran sastra.

(17)

sastra, pengajaran bahasa dan sastra, serta perkembangan bahasa dan sastra di luar negeri. Kongres itu mengambil dua bagian keputusan, yaitu bagian umum dan bagian khusus.

Kongres bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 26—31 Oktober 1998. Kongres itu diikuti oleh pemakalah luar negeri yang membicarakan pelaksanaan pengajaran bahasa Indonesia di luar negeri yang membicarakan pelaksanaan pengajaran bahasa Indonesia di negaranya masing-masing.

5. Kegiatan Peningkatan Mutu Sumber Daya Para Pakar

Kegiatan ini dilakukan dengan berbagai jalur. Pertama, para pelaksana pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra disekolahkan pada jalur pendidikan yang lebih tinggi dari sebelumnya. Dari kegiatan tersebut telah dihasilkan beberapa doktor dan magister yang mengkhususkan diri pada bidangnya masing-masing. Kegiatan ini terus dilaksanakan. Kedua, para tenaga teknis Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa mengikuti penataran bahasa dan sastra dalam beberapa tahap. Ketiga, para pengajar bahasa dan nonbahasa ditatar dengan beberapa pola penataran tentang bahasa Indonesia, sehingga diharapkan para pengajar SD, SLTP, dan SLTA dapat menjadi tenaga pelaksana kegiatan bahasa yang andal. Keempat, para pejabat dan aparat yang mempunyai wewenang dalam berbagai kegiatan, termasuk kegiatan kebahasaan, diberi pengetahuan dan pengertian tentang pentingnya pembinaan dan pengembangan bahasa. Kelima, para pemimpin redaksi mendapat penataran pula agar dapat memakai bahasa Indonesia. Keenam, berbagai jalur lain yang memungkinkan bahasa dapat terbina dan berkembang pada beberapa tokoh masyarakat juga ditangani dengan baik.

6. Kegiatan Penyuluhan Bahasa di Luar Bulan Bahasa dan Sastra

(18)

Jika dilihat jenis kelompok sasaran pembinaan dan pengembangan bahasa, penyuluhan bahasa dapat ditujukan kepada tiga khalayak. Ketiga khalayak itu menurut Moeliono (1981:148) adalah khalayak umum, kelompok khusus, dan orang seorang.

a) Penyuluhan Khalayak Umum

Penyuluhan bahasa yang ditujukan kepada khalayak umum biasanya dilakukan dengan bantuan media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Penyuluhan bahasa melalui surat kabar dan majalah biasanya dilakukan dengan suatu rubrik khusus yang memuat masalah bahasa. Tentu saja, pemuatan permasalahan bahasa yang ada di dalam rubrik itu haruslah mempersoalkan tema yang sesuai dengan misi majalah atau surat kabar yang bersangkutan. Biasanya pemunculan penyuluhan bahasa Indonesia di surat kabar dan majalah dilakukan secara berakala. Surat kabar Republika, misalnya, akan memuat rubrik kebahasaan pada hari Sabtu secara terus menerus.

Kegiatan penyuluhan untuk khalayak umum melalui radio dan televisi biasanya dilakukan suatu acara khusus. Kegiatan tersebut pada saat ini telah dilakukan di Radio Republik Indonesia (RRI) secara berkala. Penyuluhan tersebut diikuti oleh radio-radio swasta di seluruh tanah air. Penyuluhan melalui radio dan televisi ini merupakan suatu penyuluhan yang disampaikan secara lisan. Oleh sebab itu, dalam kegiatan penyuluhan ini tidak dilakukan serupa dengan proses belajar di sekolah. Kegiatan ini lebih banyak bersifat menggugah masyarakat untuk bersikap positif terhadap bahasa Indonesia. Dengan penggugahan itu pemakaian bahasa Indonesia di kalangan masyarakat dapat meningkat.

b) Penyuluhan Kelompok Khusus

(19)

c) Penyuluhan Orang Seorang

Penyuluhan bahasa melalui orang seorang merupakan penyuluhan yang lebih khusus. Penyuluhan tersebut dapat terlihat pada saat seseorang datang kepada petugas menanyakan persoalan kebahasaan yang belum diketahuinya. Penyuluhan seperti itu berlaku pula bagi seseorang yang menayakan persoalan bahasa yang belum diketahuinya melalui telepon kepada petugas kebahaasaan. Para petugas harus menjawab pertanyaan yang diajukan orang itu dengan jawaban dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Di samping itu, ada pula anggota masyarakat yang bertanya dengan media surat. Para petugas menjawab pertanyaan tersebut dengan surat pula dengan menggunakan surat. Dengan demikian, persoalan bahasa yang dijelaskan di dalamnya dapat sampai pada pengirim surat itu. Kemudian, secara tidak langsung petugas telah pula menyuluhkan format surat kepada orang tersebut.

7. Kegiatan Penelitian Bahasa dan Sastra

(20)

4. BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR

1. Bahasa Indonesia yang Baik

Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti di warung kopi, di pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang santai dan akrab yang tidak terlalu terikat oleh patokan. Dalam situasi resmi, seperti dalam kuliah, dalam seminar, dalam sidang DPR, dan dalam pidato kenegaraan hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang resmi, yang selalu memperhatikan norma bahasa.

2. Bahasa Indonesia yang Benar

Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan kaidah atau aturan bahasa Indonesia yang berlaku. Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf, dan kaidah penataan penalaran. Jika ejaan digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan kata diperhatikan dengan saksama, dan penataan penalaran ditaati dengan konsisten, pemakaian bahasa Indonesia dikatakan benar. Sebaliknya, jika kaidah-kaidah bahasa itu kurang ditaati, pemakaian bahasa tersebut dianggap tidak benar.

3. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar

Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku.

Pemakaian lafal daerah, seperti lafal bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan Batak dalam berbahasa Indonesia pada situasi resmi sebaiknya dikurangi. Kata memuaskan yang diucapkan memuasken bukanlah lafal bahasa Indonesia.

(21)

4. Pokok-Pokok Bahasa Yang Benar

(22)

5. YANG PATUT MENJADI ANUTAN DALAM

BERBAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR

Bahasa Indonesia sudah ditetapkan sebagai bahasa negara, seperti tercantum dalam pasal 36, Undang-unndang Dasar 1945. Oleh karena itu, semua warga negara Indonesia wajib menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar juga merupakan hasrat seluruh rakyat Indonesia. Hasrat itu tertuang dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1988 tentahg Garis-garis Besar Haluan negara Sektor kebudayaan butir f, yang menyatakan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia perlu terus ditingkatkan, serta penggunannya secara baik dan benar, dan penuh kebanggan perlu dimasyarakatkan sehingga bahasa Indonsia menjadi wahana komunikasi yang mampu memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mendukung pembangunan bangsa.

Semua warga negara Indonesia wajib membina dirinya masing-masing dalam pemakaian bahasa Indonesia agar bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang sesuai dengan kaidah yang berlaku. Kita tidak sepatutnya mengatakan, “Ah, masa bodoh soal kaidah bahasa. Itu urusan ahli bahasa, atau “Ah, salah tentang ejaan tidak apa-apalah. Yang penting bagi kita, bahasa dapat dimenerti dan komunikatif.” Pemakai bahasa Indonesia tidak dibenarkan, misalnya, menggunakan lafal bahasa daerah atau lafal bahasa asing dalam berbahasa Indonesia. Demikian pula, kurang terpijilah orang yang menggunakan bahasa Indonesia yang kosa katanya bercampur dengan kata bahasa asing hanya karena ingin tampak “gagah” atau karena ingin memperlihatkan tingkat keintelektualannya.

(23)

berbahasa dengan benar, baik dilakukannya melalui televisi, radio, maupun surat kabar, tidak ada artinya jika kaidah-kaidah kebahasaan tidak diindahkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Lebih tragis lagi, usaha Pusat Bahasa akan sia-sia jika mereka yang patut menjadi anutan dalam berbahasa tidak berusaha menerapkan kaidah-kaidah bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan masyarakat. Itulah sebabnya, salah satu putusan Kongres V Bahasa Indonesia tahun 1988 menyatakan bahwa dalam konteks budaya yang memberi penekanan pada prinsip anutan, kongres mengimbau agar para pejabat lebih berhati-hati dalam memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar. Putusan kongres itu beralasan sebab dalam masyarakat kita terdapat nilai budaya yang banyak berorientasi vertikal ke arah tokoh, pembesar, yang berpangkat tinggi, atasan senior (Koentjaraningrat, 1974:69). Pengaruh pemakaian bahasa para anutan itu sangat besar bagi masyarakat yang diajaknya berkomunikasi. Lalu, siapakah yang patut menjadi anutan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar? Jawabnya, yang patut menjadi anutan dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar, antara lain, sebagai berikut.

1. Presiden dan Wakil Presiden

Di negara mana pun di dunia ini seorang kepala negara, baik presiden, perdana menteri, sultan, maupun raja, memiliki wibawa yang tinggi dan mempunyai pengaruh yang sangat kuat di mata masyarakatnya. Setiap putusan dan petunjuknya selelu diperhatikan rakyatnya. Setiap wejangan dan arahannya selalu dijadikan landasan berpijak oleh aparat bawahannya, yang pada gilirannya dijadikan pedoman oleh seluruh warga negaranya. Demikian jua, pemakaian bahasa presiden atau wakil presiden akan berpengaruh bagi pemakai yang lain.

Kata dan ungkapan yang diucapkan presiden dan wakil presiden akan dijadikan pola dan ditiru oleh para pejabat yang lain dan oleh masyarakat luas. Tidaklah mengherankan jika setelah presiden atau wail presiden menggunakan suatu ungkapan tertentu ketika mencanangkan sesuatu, misalnya, dan ungkapan itu sangat berkesan di hati pendengarnya, akan muncullah di dalam masyarakat beberapa ungkapan lain dengan menggunakan pola yang sama seperti yang diucapkan presiden atau wakil presiden.

2. Menko dan Menteri

(24)

kebijakan dalam bidangnya masing-masing. Ketika menyampaikan kebijakannya itulah, seperti ketika memimpin rapat kerja departemen, ketika melangsungkan dengar pedapat di DPR, atau ketika memberikan keterangan melalui TVRI, para menko dan menteri sepatutnya menggunakan bahasa yang baik dan benar. Ucapan mereka akan berpengaruh bagi aparat bawahannya dan tidak mustahil dalam waktu singkat ucapan itu akan tersebar luas ke seluruh pelosok tanah air.

3. Pemimpin Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara

Ketua dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketua Dewan Pertimbangan Agung, Gubernur Bank Indonesia, dan Jaksa Agung merupakan pejabat yang ucapan-ucapan mereka akan terasa membekas di hati pendengarnya. Demikian juga, pemimpin instansi nondepartemen, seperti Ketua LIPI, Kepala BP-7, Ketua LAN, dan Ketua BKKBN, adalah pejabat yang kata-katanya menjadi menjadi perhatian seluruh masyarakat. Para pendengar akan terkesan dengan contoh dan ilustrasi yang dikemukakan oleh para ketua lembaga tertinggi/tinggi negara dan pemimpin instansi nondepartemen tersebut, selanjutnya, pemakaian bahasa mereka turut mewarnai pemakaian bahasa para pejabat yang lain, baik di pusat maupun di daerah.

4. Pemimpin ABRI

Instruksi yang disampaikan oleh pemimpin ABRI, baik secara lisan maupun secara tertulis, hendaklah jelas dan lugas aga instruksi tersebut tidak menimbulkan salah paham bagi penerima instruksi. Kesalahpahaman akan menghasilkan salah arah dan salah langkah bagi kesatuan-kesatuan yang lebih kecil. Agar terasa jelas dan lugas, hendaklah instruksi itu disusun dalam kalimat yang efektif dengan penataan penalaran yang baik.

5. Guru dan Dosen

(25)

hubungan itu, yang diinginkan oleh Badudu agar guru dan dosen bahasa Indonesia menguasai lebih dahulu kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Bahkan, agar para siswa dan mahasisiwa terbiasa berbahasa yang benar. Guru dan dosen bidang studi lain pun diharapkan dapat membantu tugas guru bahasa Indonesia. Dengan begitu. Para siswa dan mahasiswa tidak akan dipusingkan oleh anjuran yang berbeda, yaitu guru bahasa Indonesia menganjurkan “begini”, sedangkan guru bidang studi lain menganjurkan “begitu” dalam pemakaian bahasa.

6. Wartawan dan Penerbit

Para wartawan TVRI/RRI serta wartawan berbagai surat kabar dan majalah redaksi penerbit sangat besar peranannya dalam pembinaan bahasa Indonesia. Berita pada TVRI, RRI, surat kabar, dan majalah, serta tulisan dalam buku-buku yang merupakan produk wartawan dan redaksi penerbit sangat mewarnai pemakaian bahasa dalam masyarakat. Oleh karena itu, suatu hal yang sangat masuk akal jika para wartawan dan redaksi penerbit perlu meningkatkan kemahirannya dalam memperagakan bahasa yang baik dan benar dalam tulisan-tulisan mereka.

Berkenaan dengan pemakaian bahasa Indonesia khususnya di radio siaran, Menteri Penerangan, dalam suatu kesempatan mengatakan bahwa masih banyak radio siaran yang mengabaikan ajakan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, bahkan tidak jarang pula yang ikut-ikutan menggunakan “bahasa rusak”. Untuk itu, diharapkan agar bahasa Indonesia yang digunakan di radio siaran dapat dijadikan anutan dalam penggunaan bahasa baku. Di samping iu, fasilitas ini harus bersifat mendidik memenuhi selera yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat pendengar.

(26)

Karena bahasa dalam setiap acara televisi, radio, dan bahasa surat kabar, majalah, serta buku merupakan guru yang paling berpengaruh dan jangkauannya paling luas, hendaknya semua pihak yang menangani media massa elektronika/cetak tersebut menuangkan pikirannya dengan tertib dan cermat. Untuk itu, langkah-langkah yang berikut agaknya patut dipertimbangkan.

1) Pihak redaksi mengadakan kursus bahasa Indonesia seacara intensif dan terus menerus bagi karyawannya, dari pegawai yang satu ke pegawai yang lain, seperti pemimpin redaksi, wartawan, pengetik, penyunting, pemeriksa, penegeset (tukang set).

2) Pegawai baru yang akan bekerja di media massa elektronika/cetak hendaknya betul-betul memiliki kemahiran berbahasa yang memadai (dibuktikan dari hasil tes bahasa).

3) Pihak TVRI dan RRI hendaknya selalu mengingatkan setiap orang/pejabat yang akan tampil di TVRI atau RRI untuk berbahasa dengan cermat dan tertib.

4) Setiap penerbit buku selayaknya mempunyai tenaga penyunting bahasa yang betul-betul menguasai aturan bahasa.

7. Sekretaris dan Pengonsep Pidato

Bahwa peranan sekretaris dan para pengonsep pidato sangat besar dalam pembinaan bahasa Indonesia masyarakattidak dapat dimungkiri. Para sekretaris yang tugas sehari-harinya menulis ide dan gagasan pemimpin instansinya wajib menguasai kaidah-kaidah bahasa. Surat-surat yang ditulisnya seharusnya terhindar dari kesalahan penerapan ejaan, penyusunan kalimat, dan penataan penalaran agar surat yang dihasilkannya membawa pengaruh bahasa yang baik bagi pembacanya. Demikian juga, pengaruh pengonsep pidato. Tulisannya yang kemudian diucapkan oleh pemimpin instansinya akan didengarkan oleh ratusan atau ribuan karyawan. Lebih-lebih lagi jika pidato yang ditulis oleh sekretaris itu disampaikan oleh kepala negara. Pidato itu akan disimak oleh berjuta-juta orang di seluruh wilayah negara. Susunan kalimat yang baik dengan disertai nalar yang jernih dalam pidato juga akan melahirkan pengalaman berbahasa yang baik bagi berjuta-juta pendengarnya.

8. Pemuka Agama

(27)

Demikian juga, pemimpin agama yang lain akan berkhotbah di tempat ibadat bagi agamanya. Fatwa mereka akan menyentuh lubuk hati yang paling dalam bagi umatnya. Petuah dan nasihatnya selalu direnungkan oleh jemaatnya. Kemudian, para jemaat akan berusaha sedapat-dapatnya melaksanakan fatwa dan nasihat pemimpin agamanya. Dalam kaitan inilah, pemakaian bahasa yang tertib dan cermat oleh para pemuka agama akan menjadi teladan bagi umatnya.

Jika seorang pemuka agama, misalnya dalam suatu khotbahnya menggunakan ungkapan Tuhan Yang Kekasih, ungkapan tersebut akan digunakan pula oleh, sekurang-kurangnya, umat yang mendengarkan khotbah tersebut. Padahal, ungkapan itu tidak tepat karena kata Tuhan termasuk nomina atau kata benda yang diterangkan oleh yang kekasih yang juga nomina. Seharusnya kata Tuhan diterangkan oleh verba (kata kerja) atau kata sifat, seperti Tuhan Yang Maha Mengasihi atau Tuhan Yang Maha Pengasih, atau TuhanYang Mahakasih.

(28)

7. BENTUK BAKU DAN TIDAK BAKU

1. Manakah pelafalan ABRI yang benar [abri] atau [a-be-er-i]?

Singkatan dan akronim dalam bahasa Indonesia dilafalkan dengan cara yang berbeda. Singkatan selain dilafalkan huruf demi huruf, juga dilafalkan sesuai dengan bentuk lengkapnya, seangkan akronim lazimnya dilafalkan sebagaimana kata biasa. Sejalan dengan itu, SMAN, misalnya seperti halnya BRI, BNI, dan DPR tergolong singkatanyang dilafalkan huruf demi huruf . Oleh karena itu singkatan tersebut dilafalkan dengan [es-em-a- en]. [be-er-i], [be-en-i], dan [de-pe-er].

Berbeda dengan singkatan itu ABRI dapat dilafalkan dengan dua cara berdasarkan dua pertimbangan yang berbeda. Jika dipandang sebagai singkatan, ABRI dilafalkan huruf demi huruf menjadi [a-be-er-i]. Akan tetapi, jika dipandang sebagai akronim, ABRI dilafalkan dengan [abri].

Dua sudaut pandang itu timbul karena di satu pihak ABRI dapat dipandang sebagai singkatan dan di pihak lain dapat dipandang sebagai akronim. ABRI dapat dipandang sebagai sangkatan karena terbentuk dari gabungan huruf awal suatu kata, seperti halnya BRI,BNI,dan DPR. Di pihak lain, ABRI dapat dipandang sebagai akronim karena dapat dilafalkan sebagai kata biasa, seperti halnya SIM, Akmil, dan tilang. Dengan demikian, perbedaan sudut pandang itu pun pada akhirnya dapat menyebabkan perbedaan dalam pelafalannya.

Walaupun dapat dilafalkan dengan dua cara , pelafalan yang lazim untuk ABRI ialah [abri]. Sangat jarang pemakai bahasa yang melafalkan dengan [a-be-er-i]. Kenyataan ini menunjukkan bahwa ABRI lebih cenderung dipandang sebagai akronim.

2. Bagaimanakh melafalkan singkatan dan akronim asing?

(29)

namanya dalam abjad bahasa kita. Oleh karena itu, singkatan asing pun dilafalkan seperti halnya bahasa kita.

Misalnya:

Singkatan Lafal baku Lafal Tidak baku

FAO [ef-a-o] [ef-ey-ow]

IGGI [i-ge-ge-i] [ay-ji-ji-ay]

BBC [be-be-ce] [bi-bi-si], [be-be-se]

AC [a-ce] [ei-si], [a-se]

WC [we-ce] [dabiyu-si], [we-se]

TV [te-ve] [ti-vi]

TVRI [te-ve-er-i] [ti-vi-er-i]

Ketika bahasa Indonesia masih menggunakan ejaan lama, pelafalan [be-be-se], [a-se], dan [we-se] untuk singkatan asing BBC,AC, dan WC dapat dibenarkan sebab pelafalan itu sesuai dengan nama huruf c dalam ejaan lama, yaitu se. Akan tetapi, sejak EYD diresmikan dan nama huruf c mengalami perubahan dalam abjad kita, pelafalan BBC, AC, dan WC pun berubah sesuai dengan nama huruf yang berlaku sekarang. Dengan demikian, pelafalan BBC, AC, dan WC dengan [be-be-se, [a-se], dan [we-se] sekarang dipandang tidak baku. Pelafalannya yang baku ialah [be-be-ce], [a-ce], dan [we-ce] karena disesuaikan dengan nama huruf c, yaitu [ce].

Dalam hubungan itu, singkatan asing tidak dilafalkan sesuai dengan lafal asingnya karena hal itu dapat menyulitkan para pemakai bahasa kita. Jika singkatan dari bahasa Inggris harus dilafalkan menurut nama huruf dalam bahasa Inggris, misalnya , bagaimana kalau kita dihadapkan pada singkatan dari bahasa asing yang lain, seperti Prancis, Rusia, Jerman, dan Jepang? Berapa banyak masyarakat kita yang mengenal nama huruf di dalam bahasa-bahasa itu? Bagaimana pula melafalkan huruf dalam bahasa-bahasa itu, tentu tidak banyak yang tahu.

(30)

Berbeda dengan singkatan, akronim lazimnya dipandang seperti halnya kata biasa. Dalam hal ini, akronim asing pun dipandang identik dengan kata asing. Kalau kata asing dilafalkan mengikuti lafal aslinya, akronim asing pun dilafalkan sesuai dengan lafal akronim itu dalam bahasa aslinya. Dengan demkian, akronim asing yang digunakan dalam bahasa Indonesia, terutama yang pemakaiannya sudah bersifat internasional, dilafalkan sesuai dengan lafal bahasa aslinya.

Misalnya:

Akronim Lafal baku lafal Tidak Baku

Unesco [yunesko] [unesko]

Unicef [yunisyef] [unicef]

3. Bagaimana melafalkan huruf c pada kata pasca dan civitas academica?

Kata pasca dan civitas academica berasal dari bahasa yang berbeda. Kata pasca berasal dari bahasa Sanskerta, sedangkan civitas academica dari bahasa Latin. Oleh karena asalnya berbeda, cara melafalkannya pun tidak sama.

Huruf c pada kata pasca, sesuai dengan bahasa aslnya, dilafalkan dengan [c], dan bukan [k]. Sejalan dengan itu, kata pasca pun dalam bahasa kita dilafalkan dengan [pasca], bukan [paska], misalnya pada pascapanen [pascapanen] dan pascasarjana [pascasarjana]. Di dalam kamus pun tidak ada keterangan yang memberi petunjuk bahwa pasca harus dilafalkan [paska]. Oleh karena itu, pascapanen dan pascasarjana tidak dilafalkan dengan [paskapanen] dan [paskasarjana], tetapi dilafalkan dengan [pascapanen] dan [pascasarjana]. Bandingkan pelafalan pasca dengan panca, yang juga merupakan unsur serapan dari bahasa yang sama, yaitu bahasa Sanskerta. Dalam hal ini panca pun dilafalkan dengan [panca], bukan [panka], misalnya pada kata Pancasila dan pancakrida.

(31)

dilafalkan dengan [k]. Huruf c asing, sesuai dengan penyerapannya, dilafalkan dengan [s] jika huruf itu diikuti oleh huruf e, i, dan y.

Misalnya:

cent --- sen central --- sentral circulation --- sirkulasi cylinder --- silinder

Huruf c asing dilafalkan dengan [k] jika huruf itu diikuti oleh huruf a, u, o, dan konsonan. Misalnya:

corelation --- korelasi calculation --- kalkulasi cubic --- kubik construction --- konstruksi classification --- kalsifikasi

Sejalan dengan keterangan itu, huruf c pada civitas pun dilafalkan dengan [s] karena terletak di muka i, tetapi pada academica, huruf c dilafalkan dengan [k] karena terletak di muka a. Dengan demikian, civitas academica dilafalkan dengan [sivitas akademika], bukan [sivitas academica].

4. Bagaimanakah melafalkan angka tahun 1989 yang benar dan melafalkan angka 0?

Sampai saat ini pelafalan angka tahun dan angka memang masih cukup bervariasi. Tahun 1989, misalnya, ada yang melafalkannya dengan [satu-sembilan-delapan sembilan] atau angka demi angka, tetapi ada pula yang melafalkannya dengan [sembilan belas delapan- sembilan]. Di samping itu, tidak sedikit juga yang melafalkannya dengan [seribu sembilan ratus delapan puluh sembilan]. Dari berbagai variasi itu, pelafalan yang dipandang resmi adalah pelafalan yang terakhir, yaitu [seribu sembilan ratus delapan puluh sembilan]. Pelafalan itu pulalah yang sebaiknya digunakan, sedangkan dua pelafalan yang lain dipadang tidak baku,

(32)

dilafalkan dengan [tiga-nol-enam-nol-tiga-sembilan], bukan [tiga-kosong-enam-kosong-tiga-sembilan].

Pelafalan angka 0 dengan [kosong] kemungkinan dipengaruhi oleh bahasa Inggris zero , yang dalam bahasa kita memang sering diterjemahkan dengan kosong

5. Manakah pelafalan yang benar [energi], [enerkhi], atau [enerji]?

Kata energi dalam bahasa Indonesia diserap dari kata asing energy (Inggris). Sesusi dengan nama huruf di dalam abjad bahasa Indonesia, huruf g tetap dilafalkan dengan [g], bukan [kh] atau [j]. Oleh karena itu pelafalan yang baku untuk kata energi adalah [energi], bukan [enerkhi] atau [enerji].

Pelafalan g dengan [kh] diduga merupakan pengaruh dari lafal bahasa Belanda, sedangkan dengan [j] diduga pengaruh lafal bahasa Inggris. Dalam berbahasa Indonesia yang baik, pelafalan yang terpengaruh bahasa asing itu patut dihindari karena lafal bahasa Indonesia yang baik adalah lafal yang tidak menampakkan pengaruh dari bahasa lain, baik bahasa daerah maupun bahasa asing.

Beberapa contoh pelafalan kata yang serupa dapat dilihat di bawah ini. Kata Lafal Baku Lafal Tidak Baku biologi [biologi] [biolokhi], [bioloji] teknologi [teknologi] [teknolokhi], [teknoloji] filologi [filologi] [filolokhi], [filoloji] sosiologi [sosiologi] [sosiolokhi], [sosioloji]

fonologi [fonologi] [fonolokhi], [fonoloji] Seperti tampak pada contoh di atas, lafal yang baku adalah lafal yang sebaiknya digunakan, sedangkan yang tidak baku sebaiknya kita hindari.

6. Pusat Pendidikan dan Latihan atau Pusat Pendidikan dan Pelatihan?

(33)

melatih, ‘yang dilatihkan’. Sejalan dengan itu, yang benar adalah Pusat Pendidikan dan Pelatihan, bukan Pusat pendidikan dan Latihan.

7. Bebas parkir atau parkir gratis?

Kata free parking berarti ’dibebaskan dari pembayaran parkir, parkir gratis atau parkir cuma-cuma. Kata no parking berarti ‘dilarang parkir’atau ‘bebas parkir’ atau ‘bebas dari parkir’. Kawasan bebas becak berarti ‘tempat yang bebas dari becak’, bebas banjir ‘bebas dari banjir’, bebas pajak ‘ bebas dari pajak.

Tidak tepat jika free parking dipadankan dengan bebas parkir. Yang benar untuk kata free parking adalah ‘parkir gratis’, ‘parkir tanpa bayar’.

8. Sudah benarkah penulisan (1) mengolahragakan masyarakat, (2) ulang tahun Korpri ke-14, (3) Digahayu HUT RI ke XXX?

(1) Untuk mengimbau masyarakat agar gemar berolahraga dipakai orang ungkapan mengolahragakan masyarakat.Ungkapan itu kurang tepat. Imbuhan me-....-kan pada bentuk mengolahragakan masyarakat, menurut kaidah bahasa Indonesia berarti ‘membuat ... jadi ....’ , yakni’ membuat masyarakat menjadi olah raga’. Untuk mengungkapkan arti ‘membuat masyarakat berolah raga’ hendaklah digunakan imbuhan memper- ... –kan. Jadi bentuk yang benar adalah memperolahragakan masyarakat, bukan mengolahragakan masyarakat.

(2) Bentuk Ulang Tahun Korpri ke-14 dianggap kurang cermat karena dapat ditafsirkan bahwa di negara kita sekurang-kurangnya ada 14 macam Korpri. Yang berulang tahun pada saat itu adalah Kopri ke -14. Dalam penyusunan kata yang cermat, sebaiknya ke -14 itu didekatkan pada ulang tahun karena memang yang dirayakan itu adalah ulang tahun ke -14 Korpri. Jadi, penulisan yang benar adalah Ulang Tahun Ke 14 Korpri.

(34)

dalam pemakaiannya sangat bervariasi. Dari berbagai variasi itu ada beberapa di antaranya yang penulisannya kurang tepat. Hal itu dapat diperlihatkan pada contoh di bawah ini.

(1) DIRGAHAYU HUT RI Ke-64 (2) DIRGAHAYU RI KE-64

Penulisan dan penyusunan contoh (1) itu dilakukan secara tidak cermat sehingga dapat menimbulkan salah tafsir. Penggunaan kata dirgahayu pada kalimat di atas jelas tidak tepat karena dirgayu ditempatkan di depan kata hari ulang tahun (HUT). Kata dirgahayu merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta yang berarti’ ‘panjang umur’ atau ‘(mudah-mudahan) berumur panjang’.

Kalau kalimat di atas dialihkan, maka kalimat itu menjadi: MUDAH-MUDAHAN PANJANG UMUR HUT RI KE-64 MUDAH-MUDAHAN PANJANG UMUR RI KE- 64

Yang didoakan panjang umurnya bukan negara republik Indonesia, melainkan hari ulang tahunnya. Hari ulang tahun itu hanya berumur sehari. Yang diserukan agar panjang umurnya bukan negara Republik Indonesia, melainkan hari ulang tahun yang ke-30. Jelas, penggunaan kata dirgahayu seperti di atas tidak tepat. Kalimat yang dapat digunakan sebagai berikut.

DIRGAHAYU RI BER- HUT KE- 64

Jadi, yang didoakan agar panjang umurnya itu ialah negara Republik Indonesia yang berhari ulang tahun ke 64.

Ketidak tepatan contoh (2), yaitu dirgahayu RI ke-64, terletakpada penempatan kata bilangan tingkat. Dalam hal ini kata bilangan tingkat yang diletakkan sesudah RI (RI Ke-30) dapat menimbulkan kesan bahwa RI seolah-olah berjumlah 64 atau mungkin lebih. Kesan itu dapat menimbulkan pengertian bahwa yang sedang berulang tahun adalah RI yang ke-64 bukan Ri yang ke-10, ke15, atau yang lain. Padahal kita mengetahui bahwa di dunia ini hanya ada sari RI, yaitu Republik Indonesia yang sedang berulang tahun ke 64. Untuk mrnghindari kemungkinan terjadinya salah tafsir semacam itu, susunan RI ke-64 harus kita ubah. Pengubahan itu dilakukan dengan memindahkan kata bilangan tingkat ke-64 ke posisi sebelum RI dan menggantikan kata dirgahayu dengan sehingga susunannya menjadi HUT ke-64 RI.

(35)

HUT KE-64 RI

DIRGAHAYU KEMERDEKAAN KITA

9. Menyolok atau Mencolok?

Kata menyolok dan mencolok sama-sama sering digunakan oleh pemakai bahasa Indonesia. Meskipun demkian, di antara keduanya hanya satu bnebtukanyang sesuai dengan kaidah pembentukan kata bahasa Indonesia.

Untuk mengetahui bentukan kata yang benar, kita perlu mengetahui dasar dari bentukan itu. Untuk itu, kita dapat memeriksanya di dalam kamus. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ternyata hanya ada kata dasar colok

Kalimat Tidak Logis atau Tidak Bernalar

Penalaran adalah suatu proses berpikir untuk menghubung-hubungkan fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Dengan perkataan lain, penalaran ialah proses mengambil simpulan dari bahan bukti atau petunjuk ataupun yang dianggap bahan bukti atau petunjuk.

Kalimat yang diucapkan atau dituliskan haruslah kalimat yang benar. Artinya, kalimat tersebut harus dilandasi suatu pemikiran yang jernih, harus ditunjang oleh bahan bukti atau data yang benar. Sebaliknya, jika kalimat ditulis berawal dari pemikiran yang kusut atau alasan yang sesat, kalimat yang lahir adalah kalimat yang salah nalar, yakni kalimat yang disebabkan oleh ketidaktepatan orang mengikuti tata cara pikirannya. Berikut ini beberapa contoh kalimat yang salah nalar.

(36)

Kalimat di atas merupakan kalimat yang salah nalar. Tidak mungkin penyusunan skripsi akan selesai hanya dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan. Makalah harus dikerjakan dengan tekun, teliti, dan sabar. Penyusun skripsi harus berani mengatasi segala rintangan dan hambatan yang dihadapinya dalam penyusunan itu. Jika hal-hal itu dapat dilalui, mudah-mudahan penyusunan skripsi itu selesai.

Tentu kita percaya betul bahwa Tuhan selalu melimpahkan karunia-Nya kepada hamba-Nya, termasuk kepada penyusun skripsi. Dengan karunia Tuhan yang diterimanya, penyusun skripsi dapat bekerja dengan tekun dan sabar, dapat mengatasi segala hambatan yang dihadapinya. Untuk itulah, ia memanjatkan puji syukur kepada Tuhan atas keberhasilannya. Berdasarkan uraian di atas, kita dapat menggunakan kalimat berikut agar penalaran kita tidak sesat. Kalimat di atas dibetulkan sebagai berikut.

3a. Penyusun memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan kepada penyusun sehingga skripsi dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

3b. Penyusun memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kekuatan yang diberikan-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

2. Waktu dan tenpat kami persilakan

Hampir dalam setiap upacara yang diselenggarakan oleh berbagai instansi atau organisasi, pembawa acara mengucapkan kalimat, misalnya Acara berukutnya adalah sambutan Gubernur Bali, waktu dan tempat kami persilakan.

Kalimat (1) Waktu dan tempat kami persilakan termasuk kalimat yang tidak logos karena ide kalimat itu tidak dapat diterima akal sehat. Jalan pikiran pembawa acara itu kacau karena sebenarnya yang harus dipersilakan adalah Gebernur Bali. Gubernur Bali yang harus memberikan sambutan, tetapi yang dipersilakan waktu dan tempat. Betulkah waktu dan tempat dapat memberikan sambutan? Dalam kalimat sebelumnya, jelas bahwa yang akan memberikan sambutan adalah Gubernur Bali, bukan waktu dan bukan juga tempat. Akan tetapi, dalam kalimat selanjutnya jalan pikiran pembawa cara tergelincir, yakni dengan mempersilakan waktu dan tempat, seolah-olah yang diundang untuk datang ke mimbar pertemuan penting itu adalah waktu dan tempat.

(37)

1a. Acara selanjutnya adalah sambutan Gubernur Bali. Bapak Gubernur, kami persilakan. 1b. Acara selanjutnya ialah sambutan Gubernur Bali. Bapak Dewa Berata, kami persilakan.

3. Sekarang kita tiba pada acara berikut, yaitu sambutan dari bapak X. Waktu dan tempat kami persilakan.

Seorang teman sejawat saya hadir dalam sebuah pertemuan karena beliau memang diminta berbicara pada kesempatan itu. Setelah tiba saatnya, pembawa acara berkata, “Sekarang kita tiba pada acara berikut, yaitu sambutan dari Bapak X. Waktu dan tempat kami persilakan” Ketika itu, bapak X itu tetap duduk di kursinya, tidak juga memperlihatkan sikap akan meninggalkan tempat duduknya. Pembawa acara mengulang kembali permintaannya, “Bapak X, kami persilakan tampil ”. Barulah teman saya itu meninggalkan tempat duduknya, berjalan ke arah podium, berdiri di sana, dan sejenak kemudian memulai pembicaraannya.

Kata bapak itu, “ Saya tadi tidak berdiri dan melakukan apa yang diminta oleh Saudara pembawa acara karena tadi saya dengar bukan saya yang dipersilakan. Tetapi, yang dipersilakan itu adalah waktu dan tempat. Hadirin tertawa, Gerrr,,,

Ini bukan sebuah lelucon, tetapi benar-benar terjadi. Nah, Anda melihat bahwa apa yang dikatakan oleh pembawa acara itu juga diucapkan oleh sebagian besar orang yang ditugasi menjadi pembawa acara dalam pertemuan-pertemuan. Mereka tidak lagi berpikir bahwa kalimat itu salah, tidak logis. Di mana ada waktu dan tempat yang dapat dipersilakan.

3. Untuk mempersingkat waktu, kita lanjutkan pada acara keempat.

(38)

acara-acara pertemuan pun dipercepat. Akibatnya, tentu saja waktunya dihemat sehingga tidak sampai 1 jam, tetapi cukup 45 menit, misalnya. Jadi, perbaikan kalimat di atas sebagai berikut.

Untuk menghemat waktu, kita lanjutkan acara ini dengan acara keempat.

4. Saudara-saudara hadirin kami persilakan berdiri karena Bapak Gubernur berkenan meninggalkan pertemuan ini karena tugas yang menanti beliau di tempat lain.

Contoh lain penggunaan kata yang tidak tepat dan salah kaprah pula. Dalam sebuah perayaan hari raya tertentu. Bapak gubernur di wilayah itu diundang untuk memberikan sambutan. Setelah selesai memberikan kata sambutannya, beliau mohon diri kepada panitia agar dapat meninggalkan perayaan yang masih berlangsung itu. Gubernur itu meminta izin kepada panitia untuk meninggalkan perayaan itu. Tetapi, apa yang kita dengar dari pembawa acara melalui pengeras suara?

“Saudara-saudara hadirin kami persilakan berdiri karena Bapak Gubernur berkenan meninggalkan pertemuan ini karena tugas yang menanti beliau di tempat lain.”

Penggunaan kata berkenan dalam kalimat pembawa acara itu benar-benar salah kaprah . Bekenan artinya ‘setuju, mau, bersedia dengan hati yang tulus tidak berkeberatan’, dalam hal yang baru saja dibicarakan itu, bapak gubernur yang bersangkutan tidak dimintai persetujuannya. Beliau sendiri malah yang meminta izin atau pekenan panitia untuk meninggalkan tempat itu karena tugas lain menanti beliau di tempat lain. Terlihat ada keinginan pada pembawa acara untuk memperhalus bahasanya tetapi ia salah dalam memilih kata. Kata berkenan pada kalimat di atas tidak tepat penggunaannya. Upaya memperhalus bahasa di sini tidak mengena. Kata akan yang seharusnya dipakai, dan kata ini tidak mengungkapkan ketidaksopanan.

5. Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dan perhatiannya.

(39)

Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Bapak. Kami ucapkan terima kasih atas perhatian Ibu.

Atas perhatian Saudara, saya ucapkan terima kasih.

Orang yang disurati ialah Bapak, Ibu, Saudara atau Anda (orang ke dua) bukan –nya = ia atau dia (orang ke tiga). Oleh karena itu, dalam konteks itu bukan –nya yang dipakai.

6. Kita harus memasyarakatkan olah raga dan mengolahragakan masyarakat.

Kalimat ini diragukan kebenarannya. Sepintas lalu tampaknya bentuk itu tapat dan sedap didengar karena ada unsur rima yang harmonis, memasyarakatkan olah raga dan mengolahragakan masyarakat. Untuk menguji benar atau tidaknya bentuk itu, kita dapat membuat bentuk lain sebagai bandingan. Misalnya, merumahkan karyawan dan mengaryakan rumah, mengandangkan mobil dan memobilkan kandang.

Unsur pembentuk memasyarakatkan adalah awalam me- dan akhiran –kan, secara bertahap dilekatkan pada kata masyarakat; unsur mengolahragakan adalah awalam me- dan akhiran –kan dilekatkan pada kata olah raga.

Jika imbauan itu menghendaki agar masyarakat berolahraga, bentuk yang benar memperolahragakan masyarakat. Cara ini dipilih jika ingin membolakbalikkan dua kata atau lebih demi mencapai maksud tertentu. Akan tetapi, itu bukanlah satu-satunya cara yang dapat dipakai karena masih ada pengungkapan yang lain yang lebih baik. Jika memperolahragakan masyarakat dianggap kurang sedap didengar, kita dapat membuat ungkapan lain, seperti mengajak masyarakat agar senang berolah raga.

Selain kalimat di atas, beberapa kalimat yang salah kaprah disajikan di bawah ini.

7. Saya memenangkan dia dalam pertandingan itu.

Kata memenangkan dalam pemakaian bahasa dewasa ini perlu mendapat perhatian kita karena yang menarik dari penggunaan kata ini ditinjau dari bentuk dan artinya. Mari kita bahas bentuk itu dengan makna yang dikandung oleh imbuhan yang melekat pada kata itu, yaitu me-kan.

(40)

Saya memenangkan dia dalam pertandingan itu.

Kalimat di atas mempunyai arti bahwa saya telah membuat dia, menjadikan dia, atau menyebabkan dia menang dalam pertandingan itu, misalnya, dengan sengaja mengalah karena tujuan tertentu yang ingin dicapai.

8. Ia lebih suka makan daging ayam daripada kambing.

Kalimat ini mengandung makna , ia senang makan daging ayam dan kambing pun suka makin daging ayam’ sebab yang dibandingkan adalah subjek kalimat. Kalimat itu dapat dilengkapkan menjadi Ia lebih senang makan daging ayanm daripada kambing makan daging ayam. Kita yakin bahwa maksud penyusun kalimat bukanlah seperti itu, tetapi ia menyenangi daging ayam dan kurang menyenangi daging kambing. Kalimat trsebut dibetulkan menjadi kalimat di bawah ini.

4a. Ia lebih suka makan daging ayam daripada makan daging kambing.

9. Ia tidak paham dan mengerti keadaan politik dewasa ini.

Kesalahan kalimat ini terletak apada kekurangcermatan penyusun kalimat dalam menggunakan rincian, yakni tidak paham dan mengerti. Tiidak mungkin seseorang yang tidak paham politik dewasa ini sekaligus ia mengerti politik dewasa ini.

Memang kesalahannya hanyalah pada ketidaksejajaran kata tidak paham dan mengerti. Akan tetapi, jika ingin berbicara tertib, cermat, dan bernalar, harus kita lebih berhati-hati dalam mengungkapkan sesuatu. Kita pun tidak mungkin mengatakan, “Saya tidak senang dan rela pacar diambil orang,” buka? Oleh karena itu, kalimat di atas dibetulkan menjadi kalimat di bawah ini.

5a. Ia tidak paham dan tidak mengerti keadaan politik dewasa ini.

10. Dalam kunjungan kerja tersebut, Kepala P&K jawa Barat menyempatkan waktu untuk melihat pelaksanaan ebtanas.

(41)

mengadakan kesempatan; di sini maksudnya tentu waktu, untuk diri sendiri. Dapat juga dikatakan menyediakan waktu. Jadi, kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut.

2a. Dalam kunjungan kerja tersebut, Kepala P&K Jawa Barat menyempatkan diri untuk...

2b. Dalam kunjungan kerja tersebut, Kepala P&K Jawa Barat menyediakan waktu untuk..

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, E. Zainal. 1993. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa. Jakarta: Akademika Pressindo.

Arikunto, Suharsini. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Bandung:Bina Aksara.

Badudu, J.S. 1979. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung: Pustaka Prima.

Badudu, J.S. 1981. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung : Pustaka Prima.

Badudu, J.S. 1988. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: PT Gramedia.

Hadi, Sutrisno. 1980. Metodologi Research. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Keraf,Gorys.1980. Komposisi Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores: Nusa Indah.

Poerwadarminta, W.J.S. 1983. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Pusat Bahasa Depatemen Pendidikan Nasional. 2003. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.

Ramlan, M,dkk. 1990. Bahasa Indonesia Yang Benar dan Salah. Yogyakarta : Balai Pustaka.

Slamet, dan Sutono, Syahban. 1996. Surat Menyurat. Surakarta: Setiaji.

Sudaryanto.1996. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta wacana University Press.

Sujana. 1992. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Suparni. 1994. Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Aditya.

Surakhmad, Winarno. 1982. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito.

Suryawan,Ukun. 1998. Dasar – Dasar Bahasa Indonesia Baku. Bandung : Tarsito.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi dari kedudukan sebagai bahasa nasional tersebut adalah: (1).. lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional,

Sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, lambang identitas nasional, alat pemersatu, dan alat komunikasi antar

Berdasarkan hasil perumusan seminar politik bahasa nasional dikemukakan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia memiliki fungsi, yakni (1) bahasa

A.. Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Dimana kedudukannya sebagai lambang kebanggan

Dalam kedudukannya sebagai Bahasa Nasional yang sumber hukumnya adalah Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai (1) lambang kebanggaan

2, Juli 2023 e-ISSN 2549-2594 Selain sebagai jati diri atau identitas bangsa, fungsi bahasa Indonesia yaitu merupakan lambang kebangsaan nasional dan pemersatu berbagai lapisan

Fungsi: a Sebagai lambang kebanggaan dan identitas daerah b Alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah c Sarana pendukung budaya daerah dan bahasa Indonesia d Bahasa

Kedudukan ini dimungkinkan oleh kenyataan bahwa bahasa melayu yang mendasari bahasa Indonesia Di dalam kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai  Lambang