• Tidak ada hasil yang ditemukan

PLACE BRAND EXPERIENCE WISATAWAN KAWAH I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PLACE BRAND EXPERIENCE WISATAWAN KAWAH I"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PLACE BRAND EXPERIENCE WISATAWAN KAWAH IJEN TERKAIT CITY

BRANDING

“THE SUNRISE OF JAVA”

KABUPATEN BANYUWANGI

(Studi Kualitatif Deskriptif pada Wisatawan yang Berkunjung ke Kawah Ijen Kabupaten

Banyuwangi)

Ira Yustira Ichsani

Jl. Veteran Malang 65145, Indonesia, Telp. (0341) 551611, Fax: (0341) 575755 Ilmu Komunikasi-Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Abstrak- Kabupaten Banyuwangi membangun city brand sebagai “The Sunrise of Java” melalui sektor pariwisata sejak tahun 2010, dan secara signifikan terus mengalami peningkatan kunjungan wisatawan (Disbudpar, 2013). Place brand experience dapat digunakan sebagai aspek untuk mengevaluasi city branding secara lebih instan karena pengalaman mengunjungi tempat tertentu adalah produk utama dari city branding, dan pengalaman menarik akan menghasilkan brand image positif (Hanna dan Rowley, 2013, h.84). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif karena bertujuan untuk melihat tentang bagaimana nilai-nilai place brand experience secara interpretatif yang dirasakan wisatawan Kawah Ijen. Informan penelitian diperoleh secara purposive (ditetapkan) berdasarkan kriteria sesuai dengan tujuan penelitian. Peneliti menggunakan teknik wawancara semistruktur melalui Focus Group Discussion (FGD) dan in-depth interviews untuk menguatkan hasil FGD. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa place brand experience yang dirasakan oleh wisatawan diinterpretasikan dan berimplikasi positif, dibuktikan dengan adanya indikasi kekuatan word of mouth sebagai kekuatan promosi Kabupaten Banyuwangi untuk tujuan wisata. Hal tersebut merupakan implikasi dari hasil positif place brand experience yang dialami wisatawan. Tetapi, nilai utama dari city branding Kabupaten Banyuwangi sebagai “The Sunrise of Java” belum maksimal karena tidak banyak yang mengetahui meskipun wisatawan menyatakan bahwa brand tersebut cocok merepresentasikan Kabupaten Banyuwangi. Hal ini terjadi karena wisatawan memahami brand berdasarkan asosiasi nilai yang ada dalam memorinya sebagaimana konsep brand experience menyentuh aspek psikologis konsumen. Hasil ini menunjukkan kurangnya integrasi antara brand yang disampaikan pemerintah dengan nilai yang ditangkap wisatawan sebagai konsumen, sehingga menunjukkan bahwa kesesuaian“The Sunrise of Java” dalam city branding Kabupaten Banyuwangi dengan place brand experience yang dirasakan wisaawan belum maksimal.

Kata Kunci: Place Brand Experience, City Brand Evaluation, City Branding

Abstract-Banyuwangi buids its city brand as “The Sunrise of java” through tourism sector since 2010 and the rate of tourist visit rising significantly since then (Disbudpar, 2013). Place brand experience can be used as one of the aspects to evaluate city branding quickly because experience of visiting particular place is the main product of city branding and a remarkable experience will result a positive brand image (Hanna dan Rowley, 2013, h.84). This study used qualitative research method because it aims to investigate the value of place brand experience perceived by the tourists of Ijen Crater. The source of the research was obtained purposively (assigned) based on criteria in accordance with the objective of the research. The researcher used a semi- structured interview technique through Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews to strengthen FGD. The result of the research indicate that the place brand perceived by the tourists was interpreted and has a positive impact, it was proven with the indication of word of mouth as promotional force of Banyuwangi as a tourist destination. However, the main value of Banyuwangi city Branding as “The Sunrise of Java” is not maximized because only a little of tourist know about it though they stated that this brand is an appropriate term to represent banyuwangi. It happens because tourist comprehend based the association of values in memory as the concept of brand experience touching the psychological aspect of consumers. These results indicate a lack of integration between the brand presented by government with a value that is captured by tourists as consumers, thus indicating that the suitability of "The Sunrise of Java" in Banyuwangi city branding to place brand experience that is felt by the tourist is not maximized.

Keywords: Place Brand Experience, City Brand Evaluation, City Branding

PENDAHULUAN

Kabupaten Banyuwangi adalah

kabupaten terluas di Jawa Timur yang berdasarkan lokasi geografisnya, memiliki

(2)

untuk melakukan promosi dengan mengembangkan sektor pariwisata yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi lokal sebagaimana kebijakan pemerintah pasca-reformasi yaitu Otonomi daerah (UU. Otoda No. 32/2004). Implementasi yang diwujudkan dalam upaya membentuk daerah mandiri adalah mengedepankan aspek penting melalui sumber daya yang dimiliki daerah. Hal tersebut menuntut setiap daerah untuk mampu bersaing dan berkembang dalam upaya meningkatkan ekonomi lokal melalui sumber daya daerah. Dalam mewujudkan tujuan tersebut salah satunya dengan mempromosikan keunggulan kompetitif dan potensi yang dimiliki oleh sebuah kota, dan hal tersebut dapat diwujudkan melalui city branding.

Berkaitan dengan hal tersebut, city branding yang dilakukan Kabupaten Banyuwangi telah diklaim berhasil oleh pihak Pemerintah Daerah berdasarkan data-data objektif seperti laporan peningkatan pertumbuhan ekonomi, data kunjungan wisatawan, penurunan angka kemiskinan, serta perputaran uang ketika berlangsungnya event tertentu. Tetapi disamping itu, sebagaimana yang diungkapkan Braun (2011, h.258) bahwa branding adalah sebuah gagasan dimana produk dibuat lebih bernilai dan memiliki ekuitas, city branding mengidentifikasi perubahan fokus dari karakter rasional intervensi konsep pemasaran untuk menciptakan dan mengasosiasikan emosi, mental, psikologis, dengan menjadikan kota sebagai sebuah produk yang bertujuan untuk berkompetisi dengan kota-kota lain agar menarik bagi wisatawan, bisnis, warga, dan kelompok sasaran lainnya. Hal ini berarti bahwa branding berkaitan dengan komunikasi yaitu pesan menarik yang bertujuan untuk membuat produk lebih bernilai. Hal ini mengindikasikan bahwa city branding adalah kombinasi antara branding yang berimplikasi memunculkan asosiasi dari konsumen dengan aspek emosi, mental, dan psikologis yang kemudian memunculkan perilaku tertentu dari konsumen sehingga keberhasilan city branding tidak cukup hanya ditinjau berdasarkan data-data objektif.

Hal ini yang kemudian mendasari ketertarikan peneliti sebagai warga Kabupaten

Banyuwangi untuk melakukan evaluasi terhadap city branding yang diklaim telah berhasil oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi berdasarkan data-data objektif. Penelitian ini melakukan evaluasi dengan melihat perspektif interpretasi wisatawan sebagai konsumen yakni dengan menganalisis place brand experience atau pengalaman yang dialami wisatawan ketika

mengunjungi Kawah Ijen Kabupaten

Banyuwangi sebagai salah satu destinasi wisata unggulan dengan kunjungan wisatawan terbanyak sehingga wisatawan Kawah Ijen cukup mewakili wisatawan Kabupaten Banyuwangi. Penelitian ini penting dilakukan karena evaluasi city branding tidak hanya berkaitan dengan data-data objektif sebagaimana yang telah dilakukan pemerintah. Disamping itu, yakni berkaitan dengan substansi city branding yaitu upaya untuk mengkomunikasikan city brand, dan branding adalah sebuah gagasan dimana produk dibuat lebih bernilai dan memiliki ekuitas untuk menciptakan dan mengasosiasikan emosi, mental, psikologis (Braun, 2011, h.258).

(3)

Dalam memilih tujuan wisata, wisatawan mempertimbangkan dan dipengaruhi oleh aspek pengalaman sebelum dan sesudah mengunjungi tempat tersebut, berdasarkan hal ini mengindikasikan pentingnya brand experience karena wisatawan juga mengevaluasi tempat yang dkunjunginya untuk menentukan kunjungan berikutnya (Hanna dan Rowley, 2013, h.476). Berdasarkan efek jangka panjang yang dimaninkan oleh brand experience dalam asosiasi makna pada memori konsumen sehingga berkaitan dengan keberhasilan city branding maka sangat penting untuk melakukan evaluasi melalui place brand experience yang dialami konsumen ketika mengunjungi tempat-tempat dalam sebuah kota sebagai adaptasi dari city brand evaluations untuk melihat nilai-nilai yang lebih mendalam berdasarkan interpretasi wisatawan. Berdasarkan hal tersebut, dalam city branding, pengalaman wisatawan saat berkunjung ke tempat-tempat di sebuah kota berpengaruh terhadap citra kota tersebut. Persepsi dan pengalaman potensial serta aktual selain dapat dicapai secara tidak langsung melalui komunikasi dan promosi juga dapat dicapai secara langsung melalui experience atau pengalaman langsung (Hanna dan Rowley, 2013, h.475).

Image atau citra terdiri dari kesan dan keyakinan yang dimiliki seseorang tentang suatu tempat sehingga penting untuk melihat apa yang dirasakan oleh konsumen dalam hal ini adalah wisatawan serta bagaimana persepsi meraka terhadap tempat tersebut (Hanna dan Rowley, 2013, h.475). Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa dalam city branding khususnya yang menjadikan pariwisata sebagai dimensi keunggulan kompetitifnya, pengalaman atau experience adalah sebuah produk yang sebenarnya karena tempat tertentu akan memberikan pengalaman tertentu bagi wisatawan, dan pengalaman menarik akan membentuk reputasi positif bagi sebuah kota.

Identifikasi place brand experience dilakukan dengan mengacu pada dimensi brand experience meurut Schmitt terdiri dari sense, feel, think, act, dan relate yang kemudian diadopsi oleh Yao, Wang, dan Liu (2013) dalam bentuk model yakni Brand Experience

Identification System (BEIs). Sensory experience yang mendorong emotional experience dan think experience bagi pengalaman yang dirasakan oleh individu, sedangkan act experience berkaitan dengan interaksi individu dalam proses berbagi pengalaman dan selanjutnya related experience berkaitan dengan proses mempengaruhi individu lain melalui hubungan dan interaksi yang terjalin. Hal ini terjadi dengan siklus berulang-ulang (Yao, Wang, dan Liu, 2013, h. 4478).

Penelitian ini berjudul “Place Brand Experience Wisatawan Kawah Ijen Terkait City Branding „The Sunrise of Java‟ Kabupaten Banyuwangi” penting dilakukan sebagai salah satu bentuk evaluasi terhadap city branding yang telah dinilai berhasil berdasarkan data-data objektif. Selain itu, penelitian ini penting dan menarik dilakukan karena penelitian ini sebagai under developed research atau penelitian eksploratif dimana penelitian ini mengadaptasi penelitian city brand evaluations yang berada pada ranah positivistik dan biasanya dilakukan secara kuantitatif, tetapi pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif berdasarkan place brand experience. Pada penelitian-penelitian sebelumnya, brand experience diukur melalui metode kuantitatif, dan pada penelitian ini melalui metode kualitatif karena bertujuan untuk memperoleh data yang lebih mendalam untuk memahami nilai-nilai berkaitan dengan evaluasi city branding secara lebih mendalam karena brand experience bersifat subjektif dan interpretatif. Penelitian ini dilakukan dengan membentuk Focus Group Discussion dengan para informan yakni wisatawan Kawah Ijen dan menggunakan in-depth interview sebagai teknik analisis data penguat.

METODOLOGI PENELITIAN

(4)

bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis place brand experience yang dialami oleh wisatawan Kawah Ijen sebagai salah satu indikator keberhasilan city branding. Hal ini dilakukan dengan mengumpulkan data berdasarkan apa yang dirasakan oleh wisatawan, menginterpretasikannya secara subjektif melalui keterlibatan peneliti dan objek penelitian dengan interaksi yang dibangun antara peneliti dengan informan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh pemahaman dan pemaknaan atas aksi sosial tertentu berkaitan dengan place brand experience dalam city branding sebagai langkah menyusun deskripsi dan pemahaman terhadap objek penelitian dalam hal ini adalah wisatawan dengan place brand experience yang mereka alami. Lebih jauh, penelitian ini untuk mendapatkan sebuah konsensus nilai yang lebih matang melalui analisis mendalam.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Alasan peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian-penelitian yang telah sebelumnya dilakukan yaitu dengan metode kuantitatif karena penelitian kualitatif memiliki cakupan yang luas,

mendapatkan kealamiahan data secara utuh, dan penelitian kualitatif memiliki kepekaan untuk melihat setiap gejala yang ada pada objek penelitian. Berkaitan dengan penelitian ini yang bertujuan untuk menganalisis place brand experience wisatawan yang lebih bersifat interpretif sehingga penelitian kualitatif lebih cocok digunakan dalam analisis masalah yang berkaitan dengan penelitian ini. Dengan metode kualititatif, analisis terhadap place brand experiencewisatawan yang sifatnya interpretif tersebut dapat lebih dalam dipahami dibandingkan dengan menggunakan metode kuantitatif yang hanya mampu menganalisis secara objektif.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Focus Group Discussion (FGD) dan in-depth interview sebagai teknik pengumpulan data penunjang. Alasan memilih teknik pengumpulan data dengan melakukan Focus Group discussion (FGD) dalam penelitian ini karena dengan FGD akan dapat diperoleh data mendalam. Hal ini

berkaitan dengan ketertarikan orang lain untuk menyampaikan dan bertukar pengalaman dengan orang yang memiliki pengalaman yang sama dan berkumpul pada situasi yang sama dibandingkan hanya menyampaikan pengalamannya sendiri melalui wawancara mendalam dengan peneliti. Selain itu, wisatawan yang baru saja mengunjungidan baru saja turun dari puncak Kawah Ijen dalam kondisi lelah dan kurang tertarik untuk melakukan wawancara mendalam hanya bersama peneliti, dengan FGD akan tercipta suasana keakraban yang lebih hangat antara peneliti dan beberapa informan dengan pengalaman yang sama sehingga data yang terkumpul akan lebih mendalam.

Sedangkan in-depth interview atau wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi secara langsung bertatap muka dengan satu atau dua informan agar mendapatkan data yang lengkap dan mendalam (Kriyantono, 2006, 102). Wawancara mendalam dalam penelitian ini fungsinya adalah sebagai penunjang dari Focus Group Discussion yang sebelumnya telah dilakukan untuk mengantisipasi adanya kesamaan data. Kesamaan data tersebut adalah kecendenrungan yang mungkin terjadi ketika Focus Group Discussion (FGD) terutama pada informan yaitu wisatawan Indonesia (lokal). Penelitian ini dianalisis dengen teknik analisis data interactive model, yang terdiri dari data reduction, data display, dan verifikasi data, dan analisis data dilakukan secara interaktif selama proses penelitian (Miles and Huberman, 1994, h.21).

HASIL DAN PEMBAHASAN

(5)

Ijen berdasarkan pengalaman menarik yang dialami oleh orang lain dan siklus tersebut terjadi berulang dan interaktif. Berkaitan dengan konsep brand experience yang diungkapkan Schmitt yang terdiri dari sense, feel, think, act, dan relate dimana konsumen bukanlah entitas yang pasif, konsumen adalah kelompok aktif yang mengalami proses berpikir dan pertimbangan (Schmit dan Rogers, 2008, h.114). Proses tersebut berawal dari apa yang dilihat, dirasakan, dan dipikirkan, sebelum kemudian mereka memiliki keputusan dalam bentuk asosiasi yang melahirkan nilai-nilai tertentu. Hal ini berkaitan dengan proses pengalaman yang diadopsi dari Yao, Wang, dan Liu (2013, h.4480) berkaitan dengan dimensi pengalaman menurut Schmitt yang terdiri dari sense, feel, think, act, dan relate menjelaskan bahwa experience atau pengalaman adalah sebuah proses interaktif.

Wisatawan memahami Kawah Ijen berdasarkan apa yang mereka lihat yaitu pemandangan indah, sunrise, dan hal-hal luar biasa yang lain dalam perspektifnya. Selanjutnya, wisatawan merasakan dampak tertentu yang timbul karena hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh para wisatawan tersebut yaitu bahagia, apresiatif, dan berkesan. Sebagaimana pernyataan informan bahwa mereka merasakan pengalaman yang luar biasa, tidak bisa dilukiskan, indah, dan menyenangkan ketika mengunjungi Kawah Ijen yang kemudian menstimulus adanya proses berpikir dari konsumen berkaitan dengan pengalamanyang dirasakan yaitu thinking experience. Pada tahap ini, konsumen mengolah dan secara aktif mempertimbangkan dan mengasosiasikan nilai dari sebuah brand yaitu Kawah Ijen.

Proses selanjutnya adalah actions experience yang berkaitan dengan keputusan konsumen dalam bertindak, termasuk keputusan untuk bertukar pengalaman dengan orang lain, serta pada level yang lebih tinggi, akan terjadi related experience berkaitan dengan keyakinan konsumen akan brand, pada tahap ini konsumen berada saling mempengaruhi satu sama lain, dan hal ini akan berdampak signifikan terhadap brand.Sebagaimana yang terjadi pada wisatawan

Kawah Ijen yang tertarik mengunjungi Kawah Ijen dan mengetahui informasi tentang Kawah Ijen dari pengalaman orang lain, lalu mereka datang berkunjung dan merasakan pengalaman menyenangkan, mengolah hal tersebut, mengasosiasikan nilai-nilai yang diperoleh, kemudian menceritakannya kembali pada orang lain.

Hal ini berkaitan dengan apa yang diungkapkan Hanna dan Rowley (2013, h.275) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi sebuah brand bahwa brand secara keseluruhan tidak hanya berkaitan dengan berbagai bentuk informasi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor stimulus yakni proses komunikasi dalam branding, tetapi faktor pengalaman yang dapat diperoleh melalui pengalaman pribadi, pengalaman orang lain, dan tempat itu sendiri. Pernyataan ini dibuktikan berdasarkan hasil penelitian ini bahwa aspek pengalaman sangat berpengaruh bukan hanya berdasarkan proses komunikasi dalam branding dimana aspek pengalaman orang lain merupakan stimulus awal yang membentuk ketertarikan di benak calon wisatawan yang ingin mengunjungi Kawah Ijen.

Selain itu, Kabupaten Banyuwangi melalui Kawah Ijen diproyeksikan sebagai tempat menarik bagi pecinta wisata alam. Proyeksi ini adalah hasil yang telah melalui proses pemikiran dan asosiasi makna dalam memori wisatawan. Asosiasi yang lahir berkaitan dengan Kabupaten Banyuwangi melalui Kawah Ijen yaitu sebagai daerah yang menarik untuk dikunjungi bagi para pencinta wisata alam salah satunya adalah pendaki gunung.

(6)

Banyuwangi adalah daerah tujuan wisata yang menarik pecinta wisata alam berkaitan dengan Kawah Ijen dan beberapa tempat lain yang telah dikunjungi oleh wisatawan yang menjadi informan dalam penelitian ini.

Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Lee, Lee, dan Wu (2011, h.1093) bahwa brand image adalah persepsi tentang brand yang tercermin berdasarkan asosiasi tentang brand yang ada dalam memori konsumen yang mengacu pada aspek-aspek dan dimensi brand dalam memori konsumen. Sebagaimana yang diuraikan dalam pembahasan sebelumnya, pada dasarnya brand image menggambarkan pikiran konsumen dalam hal ini adalah wisatawan, dan perasaan mereka terhadap brand, dapat dikatakan bahwa brand image adalah gambaran mental secara keseluruhan dan keunikannya tentang brand dalam benak konsumen serta perbedaannya dengan brand lain. Pikiran dan perasaan dalam memori konsumen tersebut dapat hadir melalui pengalaman yang merupakan hasil dari serangkaian asosiasi makna berdasarkan aspek rasional, emosional, sensorik, fisik, dan spiritual yang dikombinasikan dengan perilaku, pikiran, dan perasaan konsumen yaitu wisatawan (Shamim dan Butt, 2013, h.103).

Selain pemandangan dan sunrise yang indah, blue fire dan penambang belerang adalah daya tarik dari Kawah Ijen Kabupaten Banyuwangi. Aktivitas blue fire di Kawah Ijen adalah salah satu dari dua blue fire terbaik di dunia, dan ini berarti bahwa bluefire Kawah Ijen adalah satu-satunya blue fire di Indonesia. Blue fire Kawah Ijen diidentifikasi sebagai daya tarik bagi wisatawan Kawah Ijen karena mereka tidak akan

menemukannya dimanapun selain di

Banyuwangi dan di Alaska. Selain blue fire sebagai nilai estetis dari Kawah Ijen, nilai etis yang menyentuh perasaan yang dimiliki Kawah Ijen adalah para penambang belerang yang naik turun kawah dengan membawa lebih dari dua puluh kilo belerang setiap harinya.

Hal ini relevan dengan apa yang disampaikan dalam Macmillan (2009, h.417) bahwa konsumen mencari daya tarik dari sebuah brand bagi mereka, konsumen mencari

sesuatu yang berbeda, yang melibatkan indera dan menyentuh pikiran, perasaan, yang menggairahkan dimana hal ini dapat diperoleh dengan brand experience karena konsumen menginginkan sesuatu yang nyata dan otentik. Hal ini koheren dengan apa yang terjadi pada wisatawan Kawah Ijen yang berdasarkan pengalamannya dengan melibatkan indera penglihatan dan menyentuh pikiran mengidentifikasi bahwa blue fire adalah daya tarik bagi Kawah Ijen karena termasuk sebagai salah satu faktor pembeda dibanding dengan tempat lain atau bisa disebut sebagai diferensiasi brand. .

Wisatawan Kawah Ijen tidak

menemukan hal serupa ditempat lain. Wisatawan menemukan daya tarik tersebut dengan melibatkan indera dan menyentuh pikiran, perasaan yang menggairahkan bagi

mereka melalui pengalaman mereka

mengunjungi Kawah Ijen. Wisatawan menyatakan bahwa di Kawah Ijen tidak hanya

merasakan pemandangan indah dan

menyenangkan tetapi juga menyentuh perasaan kagum dan haru melihat nilai etis dari para penambang belerang dan estetis dari blue fire. Hal ini merupakan nilai dan daya tarik yang nyata serta otentik dari Kawah Ijen.Konsumen dalam memahami brand sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai pada suatu produk dari sebuah brand. Konsumen berdasarkan karakteristiknya adalah entitas yang aktif mencari nilai dan menginterpretasikannya.

(7)

mengidentifikasi nilai tersebut sebagai daya tarik dari Kawah Ijen yaitu blue firedan penambang belerang. Hal ini mengindikasikan bahwa wisatawan Kawah Ijen yang menjadi informan dalam penelitian ini secara tersirat menyatakan bahwa Kawah Ijen dan Kabupaten Banyuwangi memiliki keunggulan kompetitif tidak ditemukan di tempat lain. Keunggulan tersebut diantaranya adalah pemandangan indah, termasuk blue fire dan penambang belerang sebagaimana yang dibahas sebelumnya.

Hal ini yang kemudian berkaitan dengan apa yang disampaikan oleh Lee, Lee, dan Wu (2011,h.103) bahwa persepsi tentang brand tercermin berdasarkan asosiasi tentang brand yang ada dalam memori konsumen yang mengacu pada aspek-aspek dan dimensi brand dalam memori konsumen. Pada dasarnya brand image menggambarkan pikiran konsumen dan perasaan terhadap brand, dapat dikatakan bahwa brand image adalah gambaran mental secara keseluruhan dan keunikannya tentang brand dalam benak konsumen serta perbedaannya dengan brand lain. Wisatawan Kawah Ijen sebagai konsumen merasakan nilai-nilai positif yang berdampak positif pada city branding Kabupaten Banyuwangi. Hal ini peneliti simpulkan berdasarkan berbagai aspek melalui analisis pada pernyataan-pernyataan serta

antusiasme wisatawan dalam

menginterpretasikan Kawah Ijen sebagai tempat yang patut untuk dikunjungi.

Interpretasi experiental yang dirasakan konsumen didasarkan pada interaksi langsung antara konsumen dan brand dengan melihat nilai apa yang ditangkap oleh konsumen (Keng, Tran, dan Thi, 2013, h.251). Nilai-nilai yang ditangkap oleh konsumen merupakan hasil dari keterlibatan konsumen dengan brand yaitu Kawah Ijen. Analisis place brand experience pada wisatawan Kawah Ijen dimulai dengan adanya pengalaman indrawi yaitu sensory experience, yang dilanjutkan dengan emotional experience, think experience sebagai proses berpikir yang kemudian merangsang adanya tindakan tertentu yaitu act experience dan related experience.

Disamping place brand experience positif yang dirasakan wisatawan, hasil penting lain yang ditemukan peneliti adalah bahwa tidak semua wisatawan yang menjadi informan mengetahui tentang brand Kabupaten Banyuwangi sebagai “The sunrise of Java”. Meskipun wisatawan mengartikan dan menginterpretasikan Kabupaten Banyuwangi dengan positif, tetapi hal ini mengindikasikan kuranganya relevansi antara branding yang disampaikan pemerintah dengan pengetahuan wisatawan. Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya bahwa wisatawan mengartikan Kabupaten Banyuwangi menurut penilaian dan asosiasinya sendiri seperti kata amazing place, eksotis, dan heaven. Kalimat“The Sunrise of Javasebagai city branding Kabupaten Banyuwangibukan kata pertama yang muncul dalam benak konsumen ketika diminta untuk menginterpretasikan Kabupaten Banyuwangi berdasarkan representasinya.

Keseluruhan informan yaitu wisatawan Kawah Ijen sebenarnya menyatakan bahwa “The Sunrise of Javarelevan jika ditempatkan sebagai city branding Kabupaten Banyuwangi. Hal ini mereka nyatakan setelah mereka mendapat penjelasan dari peneliti tentang arti filosofis dari kalimat tersebut.The sunrise of Javadianggap sesuai merepresentasikan Kabupaten Banyuwangi berkaitan dengan arti filosofis dan interaksi wisatawan dengan brand melalui pengalaman mereka. Tetapi, kembali lagi bahwa city brand Kabupaten Banyuwangi adalah “The Sunrise of Java” sehingga pesan yang ingin disampaikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi sebagai komunikator city branding harus dipahami oleh konsumen yakni wisatawan.City branding ini harus dioptimalkan relevan hasilnya antara pesan yang disampaikan pemerintah dengan apa yang ditangkap oleh wisatawan sebagai konsumen.

CONCLUSION

Place brand experience yang dirasakan oleh wisatawan Kawah Ijen positif dan memiliki kecenderungan untuk mendatangkan wisatawan lain dengan berita dari wisatawan yang telah berkunjung sebelumnya. Hal ini ditunjukkan melalui pengalaman-pengalaman

(8)

interpretasikan pada penelitian ini. Wisatawan merasakan pengalaman menarik, berkesan, menyenangkan sehingga menstimulus adanya perilaku-perilaku yang berpengaruh positif bagi city branding Kabupaten Banyuwangi sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Tetapi meski demikian, wisatawan sebagai konsumen tidak mengetahui tentang “The sunrise of Java” sebagai brand yang dibangun pemerintah. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun city branding Kabupaten Banyuwangi yang sudah dinilai berhasil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan pemerintah berupa data-data objektif, namun belum maksimal jika ditinjau pada perspektif interpretatif pada wisatawan sebagai konsumen. Berdasarkan hal tersebut, city branding Kabupaten Banyuwangi belum bisa dikatakan optimal. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya-upaya lanjutan yang berkaitan dengan promosi dalam upaya city branding Kabupaten Banyuwangi perlu ditingkatkan secara lebih praktis dan aplikatif, tidak hanya berbentuk promosi dalam iklan yang tidak mendapatkan feedback langsung dan melibatkan konsumen secara aktif karena cenderung pasif.

Selain itu, berdasarkan hasil penelitian ini juga mneunjukkan adanya keluhan tentang fasilitas, sarana dan prasarana, termasuk infrastruktur. Meskipun hal ini tidak terlihat berdampak secara signifikan bagi kunjungan wisatawan, tetapi hal tersebut bisa menjadi kelemahan jika wisatawan sebagai konsumen meninjaunya berdasarkan kompetitor yang memiliki fasilitas lebih baik. Pemenuhan dalam aspek ini juga berfungsi untuk menunjang competitive advantage sehingga keunggulan kompetitif Kawah Ijen lebih bernilai.

Untuk menunjang kekurangan tersebut, pemerintah perlu melakukan beberapa langkah yakni:

1. Menghimpun seluruh tourist guide di

Kabupaten Banyuwangi dan

memberikannya sosialisasi berkaitan dengan“The Sunrise of Java”.

2. Mengembangkan program masyarakat berbasis pariwisata.

3. Mengembangkan infrastruktur dan fasilitas untuk menunjang competitive advantage

DAFTAR PUSTAKA

Braun, E. (2011). Putting City Branding into Practice. Journal of Brand Management, (19) 4, 257-267.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi. (2013, Januari 06).

Banyuwangi Tourism Informations. Dipetik Februari 08, 2014, dari Banyuwangi Tourism:

http://www.banyuwangitourism.com Hanna, S., & Rowley, J. (2013). Place Brand

Practitioner’s Perspectives on the

Management and Evaluation of the Brand Experience. Journal of Place Branding and Public Diplomacy, (84) 4, 473-493. Hu, J., Liu, X., Wang, S., & Yang, Z. (2012). The

Role of Brand Image Congruity in Chinese Consumers' Brand Preference. Journal of Product & Brand Management, (16) 1, 26-34.

Keng, C.-J., Tran, V. D., & Thi, T. M. (2013). Relationships among Brand Experience, Brand Personality, and Customer Experiential Value. Contemporary Management Research, (9) 3, 247-262. Lee, H. M., Lee, C. C., & Wu, C. C. (2011). Brand

Image Strategy Affects Brand Equity After M&A. Europan Journal of Marketing, (45) 7/8, 1091-1111.

Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1994). Qualitative Data Analysis: An Expanded Sourcebook. London: SAGE Publications Palgrave Macmillan. (2009). The Concept of Brand

Experience. Journal of Brand Management, (16) 7, 417 – 419.

Pustaka Pelajar (Firm). (2004). Undang-Undang Otonomi Daerah. Jakarta: Pustaka Pelajar. Schmitt, B. H. & Rogers, D. L. (2008). Handbook on

Brand and Experience Management. Cheltenham: Edward Elgar Publishing Limited.

Shamim, A. & Butt, M. M. (2013). A critical model of brand experience consequences. Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics, (25) 1, 102-117.

Usman, H., & Akbar, P. S. (2008). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Yao, J., Wang, X., & Liu, Z. (2013). Brand

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Prav v izrednem porastu odkupovanja delnic s strani ameriških korporacij in z isto ˇcasnim velikim porastom prejemkov izvršnih di- rektorjev v obliki opcij – v letu 2008 so

Cotaton otas loporan keuongon merupokon bogian yang tidok terpisohkan dari loporan keuongon

Itu berarti, bahwa pemahaman tentang Mesias (Kristus) telah mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, tergantung pada situasi atau kondisi dan tempat di mana

Intervensi (perencanaan) keperawatan adalah bagian dari tahap proses keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, penetapan kriteria hasil, penetapan rencana tindakan

Penilaian merupakan tahap akhir dari proses humas dimana berfungsi mengkaji pelaksanaan kerja humas yang teridri atas program yang dalam penyususnannya ditunjang oleh hasil

Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, variabel nilai pelanggan, brand experience, dan user experience secara simultan berpengaruh positif

Lebih dari 50 persen Tax Expenditure PPh OP atas Penghasilan Dalam Bentuk Natura yang diberikan dinikmati oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang menggunakan lapisan tarif pajak

Dengan mendefinisikan jenis pesan, sasaran yang dituju, maka akan mempengaruhi jenis media massa yang digunakan serta pertimbangan pilihan media massa jika ditinjau dari cakupan