BAB II
PERLINDUNGAN TERHADAP KONSUMEN ATAS PEMAKAIAN JASA DARI PELAKU USAHA
A.Pengaturan Perlindungan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
menjelaskan tentang perlindungan konsumen, hak atas kenyamanan, keamanan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa, hak atas informasi benar,
jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/jasa. Dalam undang-undang
ini juga terdapat kewajiban konsumen untuk mengikuti petunjuk informasi dan
prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan
keselamatan, hak dan kewajiban pelaku usaha, tanggung jawab pelaku usaha,
pembinaan dan pengawasan terhadap undang-undang, badan perlindungan konsumen
nasional, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, serta badan
penyelesaian sengketa konsumen. Untuk lebih jelasnya, berikut pengaturan
perlindungan konsumen yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
1. Tujuan perlindungan konsumen
Setiap perundang-undangan haruslah memiliki tujuan yang jelas, sama halnya
juga dengan perlindungan konsumen harus memiliki tujuan untuk apa undang-undang
khususnya di Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen menjelaskan tujuan dari perlindungan konsumen itu sendiri, yaitu:
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam
berusaha;
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.
Tujuan perlindungan konsumen merupakan sasaran akhir yang harus dicapai
dalam pelaksanaan pembangunan di bidang hukum perlindungan konsumen,19 karena
undang-undang pada prinsipnya harus memiliki tujuan khusus.20
19
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011), hal. 95
20
Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, (Jakarta: Yarsif Watampone, 1998), hal. 95
Tujuan khusus yang
terlihat dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen telah jelas serta terang dan terdapat perbedaannya dengan Pasal 2
2. Hak dan kewajiban
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
menjelaskan mengenai hak dan kewajiban. Pada Bab III Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini membagi 2 (dua) hak dan kewajiban
bagi konsumen dan pelaku usaha. Sebelum mengetahui hak dan kewajiban konsumen
pelaku usaha, ada baiknya memahami pengertian hak dan kewajiban itu sendiri.
Hak adalah sesuatu yang benar; kepunyaan; milik; kewenangan; kekuasaan
untuk melakukan sesuatu karena telah ditentukan oleh undang-undang atau peraturan
lain; kekuasaan yang benar untuk menuntut sesuatu atau kekuasaan yang benar atas
sesuatu.21
1. Hak manusia karena kodratnya, yakni hak yang kita peroleh begitu kita lahir,
seperti hak untuk hidup dan hak untuk bernapas. Hak ini tidak boleh diganggu
gugat oleh negara, dan bahkan negara wajib menjamin pemenuhannya.
Janus Sidabalok dalam bukunya Hukum Perlindungan Konsumen di
Indonesia menyebutkan ada tiga macam hak berdasarkan sumber pemenuhannya,
yakni:
2. Hak yang lahir dari hukum, Yaitu hak yang diberikan oleh negara kepada warga
negaranya. Hak ini juga disebut sebagai hak hukum. Contohnya hak untuk
memberi suara dalam Pemilu.
3. Hak yang lahir dari hubungan kontraktual. Hak ini didasarkan pada
perjanjian/kontrak antara orang yang satu dengan orang yang lain. Contohnya pada
peristiwa jual beli. Hak pembeli adalah
Berikut hak konsumen :
a. Hak konsumen
1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
21
barang dan/atau jasa;
2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai konsidi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
b. Kewajiban konsumen
1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
Masih pada bagian Bab III Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen khususnya bagian kedua Bab III Pasal 6, menjelaskan
mengenai hak dan kewajiban pelaku usaha, yang diantaranya:
a. Hak pelaku usaha
1) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik;
3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen;
4) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen menjelaskan terkait kewajiban pelaku usaha, yaitu:
b. Kewajiban pelaku usaha
1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan
dan pemeliharaan;
3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas
barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
7) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau
jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak.
3. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
Perbuatan yang dilarang memilik makna adanya suatu bentuk perbuatan atau
aktivitas tertentu yang akan mengakibatkan pelanggaran hukum apabila perbuatan
atau aktivitas tersebut dilakukan. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha bertujuan
untuk melindungi konsumen dari timbulnya suatu kerugian dan untuk melindungi
pelaku usaha dari terhindarnya hukuman atas suatu perbuatan yang dilarang oleh
undang-undang.
Perbuatan yang dilarang dimaksud merupakan perbuatan yang dilarang
berdasarkan Pasal 8-17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen, yaitu:
a. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau
jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan
dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya;
dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode,
atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan
barang dan/atau jasa tersebut;
f. Tidak Sesuai Dengan Janji Dinyatakan Dalam Label, Etiket Keterangan, Iklan
Atau Promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
"halal" yang dicantumkan dalam label;
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain
untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;
j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
k. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
dimaksud;
l. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak,
cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar;
m.Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada huruf k dan l dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari
n. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang
dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah;
o. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus,
standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau
guna tertentu;
p. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
q. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau
aksesori tertentu;
r. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor,
persetujuan atau afiliasi :
1) barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
2) barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
3) barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
4) barang tersebut berasal dari daerah tertentu.22
4. Ketentuan pencantuman klausula baku
Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang
telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha
yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib
dipenuhi oleh konsumen.23
Menurut E. H. Hondius, klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan
syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak
22
Selanjutnya baca Pasal 8 – 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
23
oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang
mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.24
Klausula baku merupakan aturan sepihak dalam kuitansi, faktur/bon,
perjanjian, atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli yang sangat merugikan
konsumen. Adanya klausula baku menyebabkan posisi konsumen sangat lemah
dibandingkan dengan pelaku usaha.25
a. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen dan/atau perjanjian apabila:
Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, disebutkan beberapa keharusan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam
pencantuman klausula baku, yaitu:
1) menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
2) menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang
yang dibeli konsumen;
3) menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang
yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
4) menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak
yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
5) mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan
jasa yang dibeli oleh konsumen;
6) memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
24
Syahmi, Hukum Kontrak Internasional, (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 1005), hal. 142
25
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
7) menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,
tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh
pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
8) menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang
dibeli oleh konsumen secara angsuran.
b. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya
sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit
dimengerti;
c. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau
perjanjian dinyatakan batal demi hukum;
d. Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan
Undang-undang ini.
Pencantuman klausula baku dalam dokumen promosi dan transaksi
diperbolehkan sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen dan bentuk serta pencantumannya harus jelas
terlihat dan mudah dipahami. Contoh klausula baku yang dilarang dalam UU
Perlindungan Konsumen, antara lain:26
a. formulir pembayaran tagihan bank dalam salah satu syarat yang harus dipenuhi
atau disetujui oleh nasabahnya menyatakan bahwa, “Bank tidak bertanggung jawab
atas kelalaian atau kealpaan, tindakan atau keteledoran dari Bank sendiri atau
pegawainya atau koresponden, sub agen lainnya, atau pegawai mereka...”;
26
b. Kuitansi atau faktur pembelian barang, yang menyatakan: “Barang yang sudah
dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan”; atau “Barang yang tidak diambil
dalam waktu 2 minggu dalam nota penjualan kami batalkan”.
B. Bentuk-Bentuk Produk Jasa yang Dihasilkan oleh Pelaku Usaha
Telah disebutkan sebelumnya bahwa pelaku usaha merupakan setiap orang
perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Dalam tulisan ini pelaku usaha yang dimaksud adalah lembaga keuangan bank dan
non bank sehingga dalam penjelasannya akan jelas terkait dengan produk-produk jasa
yang dihasilkan oleh setiap para pelaku usaha tersebut.
1. Lembaga keuangan bank
Lembaga keuangan bank yang dimaksud dalam hal ini adalah bank, pada
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak. Di dalam menjalankan fungsinya terdapat pula jenis-jenis layanan bank yang
diberikan kepada masyarakat, yaitu:27
a. Menghimpun dana dari masyarakat
27
Bank umum menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu.
1) Simpanan
Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dalam
bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2) Giro
Giro adalah simpanan yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran dan
penarikannya yang dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek,
sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan.
3) Deposito berjangka
Deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan
pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpanan dengan bank yang
bersangkutan.
4) Sertifikat deposito
Sertifikat deposito adalah deposito berjangka yang bukti simpanannya dapat
diperdagangkan.
5) Tabungan
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
syarat tertentu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat
yang dapat dipersamakan dengan itu.
6) Surat berharga
Surat berharga adalah surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas
kewajiban dari penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar
modal dan pasar uang.
7) Penitipan
Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan kontrak antara bank umum
dengan penitip yang didalamnya ditentukan bahwa bank umum yang
bersangkutan melakukan penyimpanan harta tanpa mempunyai hak kepemilikan
atas harta tersebut.
b. Memberi kredit
Dalam memberikan kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan atas
kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan
yang diperjanjikan.Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko sehingga
dalam pelaksanannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang
sehat.Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti
keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya
sesuai dengan yang dijanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan
oleh bank.Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit,
bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak (character),
kemampuan (capacity), modal (capital), agunan (collecteral), dan prospek usaha
debitur (chance).28
28
Tri Joko, “Perbuatan Melawan Hukum dalam Kebijakan Pemberian Kredit Macet pada Bank Pemerintah”, dalam Majalah Varia Peradilan No. 261 Agustus 2006, hal. 68
Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan
pemberian kredit, apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat berupa barang,
proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Tanah yang
kepemilikannya didasarkan pada hukum adat, yaitu tanah yang bukti
kepemilikannya berupa girik, petuk dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan
berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai yang lazim dikenal dengan agunan
tambahan.
c. Menerbitkan surat pengakuan hutang
Bank umum dapat menerbitkan surat pengakuan hutang jangka pendek dan jangka
panjang. Surat pengakuan hutang jangka pendek adalah seperti yang dimaksudkan
dalam Pasal 100-229 KUHD yang dalam pasar uang dikenal Surat Berharga Pasar
Uang (SPBU), seperti promes, wesel dan jenis lain yang meungkin dikembangkan
di masa yang akan datang. Surat pengakuan hutang jangka panjang tersebut dapat
berupa obligasi atau sekuritas kredit.
d. Membeli, menjual atau menjamin
Bank umum membeli, menjual atau menjamin resiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabah yakni berupa:
1) Surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya
tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat yang
dimaksud;
2) Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak
lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat yang dimaksud;
3) Kertas pembendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
5) Obligasi;
6) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu tahun;
7) Instrument surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan satu tahun.
e. Pemindahan uang
Bank umum menjalankan usaha memindahkan uang baik untuk kepentingan
f. Menempatkan atau meminjamkan dana
Bank umum menjalankan usaha menempatkan dana atau meminjamkan dana
kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat sarana telekomunikasi maupun
wesel unjuk (at sight) cek atau sarana lainnya.
g. Menerima pembayaran dan melakukan perhitungan
Bank umum menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antarpihak ketiga. Kegiatan ini mencakup inkaso dan
kliring.
h. Menyediakan tempat penyimpanan
Bank umum menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
Hal yang dimaksud dengan menyediakan tempat dalam ketentuan ini adalah
kegiatan bank yang semata-mata melakukan penyewaan tempat penyimpanan
barang dan surat berharga (safety box) tanpa perlu diketahui mutasi dan isinya oleh
bank.
i. Melakukan kegiatan penitipan
Bank umum melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan suatu kontrak. Dalam melakukan kegiatan penitipan dengan
mengadministrasikannya secara terpisah dari kekayaan bank.Mutasi barang titipan
dilaksanakan oleh bank atas perintah penitip.Dalam hal bank mengalami
kepailitan, semua harta yang dititipkan wajib dikembalikan kepada penitip yang
bersangkutan.
j. Penempatan dana dalam bentuk surat berharga
Bank umum melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya
bank berperan sebagai penghubung antara nasabah yang membutuhkan dana
dengan nasabah yang memiliki dana.
k. Membeli agunan melalui pelelangan
Bank umum membeli semua atau sebagian agunan melalui pelelangan apabila
debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dengan ketentuan agunan yang
dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.Kewajiban bank dalam ketentuan ini
dimaksudkan untuk melakukan pencairan secepatnya atas agunan yang dibeli
dengan lelang tersebut dapat segera dimanfaatkan oleh bank. Dalam hal ini,
terdapat sisa dari hasil pelelangan setelah diperhitungkan dengan kewajiban
nasabah kepada bank yang dimanfaatkan oleh nasabah.
l. Anjak piutang dan kartu kredit
Bank umum melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan
wali amanat. Kegiatan anjak piutang merupakan kegiatan pengurusan piutang atau
tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri yang
dilakukan dengan cara pengambilalihan atau pembelian piutang tersebut.Usaha
kartu kredit merupakan usaha dalam kegiatan pemberian kredit atau pembiayaan
untuk pembelian barang atau jasa yang penarikannya dilakukan dengan
kartu.Secara teknik kartu kredit berfungsi sebagai sarana pemindahbukuan dalam
melakukan pembayaran transaksi.
m.Menyediakan pembiayaan bagi nasabah
Bank umum menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil
n. Kegiatan lainnya yang lazim
Bank umum melakukan kegiatan yang lazim dan umum dilakukan oleh bank
sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan
perudang-undangan yang berlaku.
2. Lembaga keuangan non bank
Adapun yang dimaksud dengan lembaga keuangan non bank adalah badan
usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan secara langsung ataupun tidak
langsung, menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada
masyrakat untuk kegiatan produktif. Berikut bentuk-bentuk badan usaha yang
menjalankan kegiatan tersebut:
a. Asuransi
Kitab Undang – Undang Hukum Dagang disebutkan dalam Pasal 246 KUHD
menyebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan
adalahperjanjian,dimanapenanggung mengikatkan diri terhadap tertanggung dengan
memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan,
kerusakan atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan
dapat diderita karena suatu peristiwa yang tak pasti. Undang-Undang No. 2 Tahun
1992 dalam pasal 1 ayat (1) menyebutkan:
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertangung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.29
29
Terdapat beberapa perbedaan dari pengertian asuransi dari para ahli yang salah
satunya berdasarkan sudut pandang yuridis. Wirjono Prodjodikoro mendefenisikan
asuransi atau verzekering sebagai suatu pertanggungan yang melibatkan dua pihak,
satu pihak sanggup menanggung atau menjamin, dan pihak lain akan mendapat
penggantian dari suatu kerugian,yang mungkin akan dideritanya sebagai akibat dari
suatu peristiwa, yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat
ditentukan saat akan terjadinya.30
Menurut Muhammad Muslehuddin dalam bukunya Insurance and Islamic Law
mengadopsi pengertian asuransi dari encyclopedia britanica sebagai suatu persediaan
yang disiapkan oleh sekelompok orang, yang tertimpa kerugian, guna menghadapi
kejadian yang tidak jelas diramalkan, sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah
seorang di antara mereka, maka beban kerugian tersebut akan disebarkan ke seluruh
kelompok.31 Dari produk jasa yang dihasilkan, maka berikut jasa-jasa yang
ditawarkan oleh perusahaan asuransi, yaitu:32
1) asuransi sejumlah uang
Asuransi sejumlah uang artinya asuransi yang besarnya uang asuransi sudah
ditentukan sebelumnya tanpa perlu ada suatu hubungan antara kerugian yang diderita
dengan besarnya jumlah uang yang diberikan penanggung.Jenis-jenis asuransi
sejumlah uang antara lain:
a) asuransi jiwa;
b) asuransi kesehatan;
c) asuransi tenaga kerja;
d) asuransi pendidikan;
30
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: Penerbit Intermasa, 1996), hal. 12
31
muhammad muslehuddin, insurance law and islamic law,(terjemahan oleh burhan wirasubrata), menggugat asuransi modern: mengajukan suatu alternatif baru dalam prespektif hukum islam, cetakan ke-i, lentera, jakarta, 1999, hlm.3.
32
2) asuransi kerugian
Asuransi kerugiaan dapat diartikan ganti kerugian yang diberikan perusahaan
asuransi (penanggung) kepada pemegang polis (tertanggung) harus seimbang dengan
kerugian yang dialami oleh pemegang polis dengan catatan bahwa kerugian itu adalah
akibat dari peristiwa untuk mana asuransi itu diadakan.Jenis-Jenis asuransi kerugiaan
antara lain:33
a) asuranssi kebakaran;
b) asuransi kenderaan;
c) asuransi huru-hara;
d) asuransi kerusuhan;
e) asuransi kecurian dan kebongkaran;
3) asuransi varia
Asuransi varia merupakan asuransi yang tumbuh dan berkembang sesuai
dengankebutuhan masyarakat.34Asuransi varia disebut juga asuransi campuran karena
merupakan campuran unsur-unsur yang ada dalam asuransi sejumlah uang dan
asuransi kerugian.Asuransi varia berkembang untuk mengantisipasi kekakuan KUHD
yang hanya mengatur asuransi dalam ruang lingkup yang sempit.35Jenis-jenis asuransi
varia antara lain :36
a) asuransi kredit;
b) asuransi deposito;
c) surety bond;
d) bank garansi;
33
ibid., hlm.91
34
ibid
35
abdul muis, op.cit., hlm 11
36
e) asuransi ekspor impor;
f) asuransi pengangkutan;
g) asuransi rangka kapal;
h) asuransi pertambangan.
4) asuransi rekayasa (egineering insurance)
Asuransi Rekayasa (Egineering Insurance) adalah jenis asuransi yang
memberikan jaminan kepada pemegang polis (tertanggung) terhadap risiko-risiko
yang timbul selama kegiatan pengerjaan proyek, pembangunan rumah, pemasangan
mesin, testing dan commisioning.Jenis-jenis Asuransi Rekayasa (Egineering
Insurance) antara lain :37
a) asuransiegineering proyek;
b) asuransiegineering non-proyek.
5) asuransi Syariah
Dalam perspektifekonomi Islam, asuransi dikenal dengan istilah takaful yang
berasal dari bahasa Arab yakni takafala-yatakafulu-takaful yang berarti saling
menanggung atau saling menjamin.38Pengertian asuransi syariah adalah usaha saling
melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan atau tabarru (sumbangan) yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai
syariah.39
b. Dana pensiun
37
ibid, hlm.,141
38
h.hendi suhendi dan deni k. yusuf, asuransi tkaful (dari teoritis ke praktis),mimbar pustaka, bandung, 2005, hlm.1
39
Dana pensiun merupakan badan usaha yang mengelola dan menjalankan
program yang menjanjikan manfaat pensiun. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1992 terdapat 3 (tiga) jenis dana pensiun, yaitu:
1) Dana pensiun pemberi kerja
Dana pensiun yang dibentuk oleh orang atau badan yang memperkerjakan
karyawan, selaku pendiri, untuk menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti
atau program pensiun iuran pasti, bagi kepentingan sebagian atau seluruh
karyawannya sebagai peserta dan yang menimbulkan kewajiban terhadap pemberi
kerja.
2) Dana pensiun lembaga keuangan
Dana pensiun pemberi kerja yang menyelenggarakan program pensiun iuran pasti,
dengan iuran hanya dari pemberi kerja yang didasarkan pada rumus yang dikaitkan
dengan keuntungan pemberi kerja.
3) Dana pensiun lembaga keuntungan
Dana pensiun yang dibentuk oleh bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk
menyelenggarakan program pensiun iuran pasti bagi perorangan, baik karyawan
maupun pekerja mandiri yang terpisah dari dana pensiun pemberi kerja bagi
karyawan bank atau perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan.
Adapun bentuk jasa dalam dana pensiun ini adalah yang disebut dengan
program pensiun manfaat pasti dan program pensiun iuran pasti. Program pensiun
manfaat pasti atau sering disebut dengan defined benefit plan adalah suatu program
pensiun yang memberikan formula tertentu atas manfaat yang akan diterima
besarnya iuran yang diperlukan dihitung oleh aktuaris. Kelebihan dari program
pensiun manfaat pasti adalah:40
1) Menekankan pada hasil akhir;
2) Manfaat pensiun ditentukan terlebih dahulu, mengingat manfaat dikaitkan dengan
gaji karyawan;
3) Program manfaat pasti dapat mengakomodasi masa kerja yang telah dilalui
karyawan apabila program pensiun dibentuk jauh setelah perusahaan berjalan;
4) Karyawan lebih dapat menentukan besarnya manfaat yang akan diterima pada saat
mencapai usia pensiun.
Program kedua sebagai bentuk jasa pelayanan yang diberikan oleh dana
pensiun adalah program pensiun iuran pasti atau benefit contribution pension plan.
Program ini menetapkan besarnya iuran karyawan dan perusahaan (pemberi kerja).
Sedangkan benefit yang akan diterima karyawan dihitung berdasarkan akumulasi
iuran, ditambah dengan hasil pengembangan atau investasinya. Program pensiun pasti
terdiri dari:41
1) Money purchase plan yang merupakan program pensiun dalam penetapan jumlah
iuran yang dibayarkan oleh karyawan dan pemberi kerja, bukan formula
perhitungan manfaat pensiun sebagaimana pada defined benefit plan;
2) Career average earnings, suatu konsep perhitungan manfaat pensiun berdasarkan
formula career average earnings dibandingkan dengan dua formula terdahulu;
3) Flat benefit. Manfaat pensiun dengan program flat benefit didasarkan atas jumlah
uang tertentu untuk setiap tahun masa kerja atau lebih ditetapkan nilai manfaat
pensiun untuk semua karyawan yang pensiun setelah memenuhi masa kerja
minimum.
40
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan: Kebijakan Moneter dan Perbankan, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005), hal. 702
41Ibid
Adapun kelebihan program manfaat pasti adalah:
1) Lebih menekankan pada hasil akhir;
2) Manfaat pensiun dientukan terlebih dahulu, mengingat manfaat dikaitkan dengan
gaji karyawan;
3) Program pensiun manfaat pasti dapat mengakomodasi masa kerja yang telah dilalui
karyawan apabila program pensiun dibentuk jauh setelah perusahaan berjalan;
4) Karyawan lebih dapat menentukan besarnya manfaat yang akan diterima pada saat
mencapai saat pensiun.
c. Koperasi
Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau
badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal
untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang
ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.42
Koperasi dibentuk dengan adanya perikatan/perjanjian antara pendirinya, hal ini
sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012
tentang Perkoperasian “(1) Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 20 (dua Koperasi memiliki status yang sama dengan Perseroan Terbatas yang berstatus
badan hukum yang merupakan sebuah organisasi yang memiliki hak dan tanggung
jawab di depan hukum, dengan demikian koperasi merupakan subjek hukum.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian
memberikan legitimasi kepada Koperasi menjadi badan hukum yang memiliki
wewenang dalam menjalankan fungsinya yang memiliki modal/saham yang disetor
oleh pemilik saham.
42
puluh) orang perseorangan dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau
Anggota sebagai modal awal Koperasi. (2) Koperasi Sekunder didirikan oleh paling
sedikit 3 (tiga) Koperasi Primer”. Seperti yang telah disebutkan diawal bahwa setiap
berbadan hukum, harta kekayaan antara harta pribadi dengan harta kekayaan badan
hukum dipisahkan. Dalam Pasal 7 ayat (1) diatas telah disebutkan “……dengan
memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau Anggota sebagai modal awal Koperasi”,
dengan demikian kedudukan Koperasi sebagai badan hukum telah memenuhi syarat
untuk menjalankan hak dan tanggung jawab.
Koperasi dijalankan atau dikelola oleh pengurus, ini sesuai dengan Pasal 1
ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, “Pengurus
adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab penuh atas
kepengurusan Koperasi untuk kepentingan dan tujuan Koperasi, serta mewakili
Koperasi baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran
Dasar”. Dengan demikian fungsi dari pengurus adalah menjalankan Koperasi sebaik
mungkin sesuai dengan kepentingan Koperasi.
1. Tujuan koperasi
Dalam BAB II Pasal 4 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang
Perkoperasian, tertuang tujuan koperasi Indonesia, yaitu bahwa “Koperasi bertujuan
meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan
perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan”.
Koperasi dalam pendiriannya berpegang teguh pada asas dan prinsip-prinsip
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.43
Melihat tujuan dari koperasi yang tertuang dalam Pasal 4 Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, koperasi berjalan tidak keluar dari
koridor perekonomian Indonesia. Demokratis terhadap seluruh anggota koperasi
dengan mendukung rasa keadilan tanpa terkecuali. Dapat dipahami apa sebenarnya
tujuan dari koperasi ini terbentuk dari uraian berikut:
Dengan upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu adanya prinsip keterbukaan
anggota dalam koperasi. Siapa saja dapat untuk menjadi anggota koperasi.
44
a. Koperasi Indonesia berusaha ikut membantu para anggotanya untuk dapat
meningkatkan penghasilannya;
b. Koperasi Indonesia dapat mengurangi tingkat pengangguran. Dengan semakin
meningkatkan pertambahan penduduk, membawa dampak meningkatnya pula
pengangguran, karena berkurangnya atau semakin sulitnya lapangan pekerjaan;
c. Koperasi Indonesia dapat mengembangkan kegiatan usaha masyarakat. Sebagai
badan usaha yang mengutamakan usaha bersama dalam meningkatkan
kesejahteraan hidup para anggotanya, maka dalam kegiatan usahanya koperasi
berusaha mempersatukan usaha bersama tersebut dengan baik;
d. Koperasi Indonesia dapat berperan serta meningkatkan taraf hidup rakyat. Tujuan
utama koperasi adalah meningkatkan taraf hidup para anggota tercukupi, koperasi
berusaha untuk ikut meningkatkan taraf hidup masyarakat pada umumnya;
e. Koperasi Indonesia dapat berperan ikut meningkatkan pendidikan rakyat. Koperasi
dapat memberikan pendidikan kepada rakyat dengan jalan mendidik para anggota
43
Revrisond Baswir. Koperasi Indonesia, (cetakan kedua), (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2000), hal. 40.
44
koperasi terlebih dahulu, dan kemudian secara berantai para anggota koperasi
dapat mengamalkan pengetahuannya terebut kepada masyarakat lainnya;
f. Koperasi Indonesia dapat berperan sebagai perjuangan ekonomi. Koperasi dapat
memberikan kemampuan yang besar untuk dapat mempertinggi kesejahteraan
rakyat banyak;
g. Koperasi Indonesia dapat berperan menciptakan demokrasi ekonomi. Dalam
perannya sebagai alat pendemokrasian ekonomi nasional, koperasi dituntut
berperan menyeluruh di semua lapangan usaha dan mampu mejangkau
sektor-sektor ekonomi fital yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat;
h. Koperasi Indonesia dapat berperan serta dalam membangun tatanan perekonomian
nasional;
i. Koperasi Indonesia dapat berperan sebagai alat Pembina insane masyarakat untuk
memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia serta bersatu dalam mengatur
tata laksana perekonomian rakyat.
d. Pasar modal
Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen
keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi),
ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar
modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya
pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar
modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan
terkait lainnya.
Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”.
Di dalam pasar modal, terdapat beberapa pihak yang ikut serta dalam
kegiatannya, yaitu:45
1. Bursa Efek Indonesia
Bursa Efek Indonesia (disingkat BEI, atau Indonesia Stock Exchange (IDX))
merupakan bursa hasil penggabungan dari
memutuskan untuk menggabung Bursa Efek Jakarta sebagai
Bursa Efek Surabaya sebagai
penggabungan ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007.BEI menggunakan
sistem perdagangan bernama Jakarta Automated Trading System (JATS) sejak 22
Mei 1995, menggantikan sistem manual yang digunakan sebelumnya
Maret 2009 sistem JATS ini sendiri telah digantikan dengan sistem baru bernama
JATS-NextG yang disediaka
2. Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP)
PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) didirikan berdasarkan
Undang-Undang Pasar Modal Indonesia tahun 1995 untuk menyediakan jasa kliring dan
penjaminan penyelesaian transaksi bursa yang teratur, wajar dan efisien. KPEI
didirikan sebagai
Agustus 1996 di Jakarta ole
dengan kepemilikan masing-masing 90% dan 10% dari total saham pendiri senilai
Rp 15 miliar. KPEI memperoleh status sebagai badan hukum pada tanggal 24
September 1996 dengan pengesahan
45
tanggal 1 Juni 1998, Perseroan mendapat izin usaha sebagai Lembaga Kliring dan
Penjaminan berdasarkan Surat Keputusan Bapepam No. Kep-26/PM/1998. Pada
tahun 2000 dengan diterapkannya Scripless Trading atau perdagangan tanpa
warkat.
3. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP)
Lembaga yang menyelenggarakan jasa penyimpanan dan penyelesaian dengan
tujuan agar transaksi bursa berjalan teratur, wajar, dan efisien. Sebagai SRO, LPP
menetapkan peraturan mengenai kegiatan penyimpanan dan penyelesaian transaksi
bursa termasuk ketentuan mengenai pemakaian biaya jasa.
C.Perlindungan Terhadap Konsumen atas Pemakaian Jasa Dari Pelaku Usaha
Perlindungan hukum merupakan suatu bentuk dari pembelaan yang diberikan
oleh undang-undang kepada korban atau pihak-pihak yang telah dirugikan akibat
perilaku atau tindakan seseorang. Di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, perlindungan hukum yang diberikan kepada
seseorang atau badan usaha tertentu yang telah dirugikan adalah dengan cara
menuntut ganti rugi kepada pihak yang telah menerbitkan kerugian tersebut.
Perlindungan terhadap konsumen atas pemakaian jasa dari pelaku usaha pada
prinsipnya terbagi dari 3 (tiga) bentuk perlindungan, yaitu secara administrasi, perdata
dan pidana.
1. Sanski administrasi
Melalui badan penyelesaian sengketa konsumen sesuai dengan Pasal 60
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Kosumen, Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen dapat menjatuhkan sanski administrasi terhadap
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pelanggaran yang
telah dilakukan pelaku usaha tersebut adalah dalam bentuk kerusakan, pencemaran,
dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang
dihasilkan atau diperdagangkan. Terhadap Pelaku usaha periklanan bertanggung
jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan
tersebut. Pelaku usaha yang tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang
dan/atau fasilitas perbaikan, tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau
garansi yang diperjanjikan. Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib
memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan.
Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) terhadap pelaku usaha yang telah menerbitkan atau
menimbulkan kerugian kepada konsumen.
2. Sanksi perdata
Sanksi perdata pada prinsipnya merupakan suatu tuntutan yang diajukan oleh
pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain, baik itu konsumen ataupun dari
pelaku usaha sendiri. Sanksi perdata merupakan sanksi yang mana pihak dirugikan
dapat menggunakan jalur perdata yaitu dengan mengajukan gugatan wanprestasi
ataupun gugatan perbuatan melawan hukum. Bentuk perlindungan yang diberikan
pada prinsipnya dapat berupa ganti rugi secara materiil ataupun non materiil
tergantung dari bentuk kerugian yang ditimbulkan. Gugatan perdata ini tetap
menggunakan hukum acara pada umumnya yaitu HIR/RBG.
3. Sanski pidana
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 61 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
dan/atau pengurusnya. Ketentuan ini didasarkan kepada Pasal 62 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu Pelaku usaha yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal
13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan
Pasal 18. Ketentuan sanksi pidana ini akan dikenakan kepada pelaku usaha yang
telah melanggar peraturan yang telah disebutkan sebelumnya dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah).
Berikutnya pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (1)
huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Terhadap
pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Selain sanksi administrasi, perdata dan pidana sebagai bentuk perlindungan
terhadap konsumen yang memakai jasa pelaku usaha, terdapat pula perlindungan
hukum lainnya yaitu penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK). Berdasarkan Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa Pemerintah membentuk
badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian
sengketa konsumen di luar pengadilan. Tugas dan wewenang dari BPSK ini tertuang
dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, yaitu:
a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara
b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam
undang-undang ini;
e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang
terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen;
h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang itu;
i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli,
atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak
bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
j. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran
terhadap perlindungan konsumen;
m.Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan
undang-undang ini.
Penyelesaian sengketa melalui BPSK wajib diselesaikan paling lama dalam
jangka waktu 21 hari. Dalam hal putusan yang dikeluarkan oleh BPSK tersebut tidak
diterima atau pihak yang kalah merasa keberatan terkait putusan yang ada, maka
kerja sejak pemberitahuan putusan tersebut ke Pengadilan Negeri. Dalam jangka
waktu paling lambat 21 hari pula, Pengadilan Negeri harus mengeluarkan putusan
sejak diterimanya keberatan tersebut. Dan apabila terhadap putusan Pengadilan
Negeri pihak yang dikalahkan merasa keberatan, maka pihak tersebut dapat
melakukan langkah kasasi ke Mahkamah Agung dalam jangka waktu 14 hari sejak
putusan dilakukan di Pengadilan Negeri. Mahkamah Agung harus mengeluarkan