• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol dan Fraksi n-Heksana Serta Fraksi Etil Asetat Herba Sawi Tanah (Adenostemma Lavenia (L.) Kuntze) Terhadap Beberapa Bakteri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol dan Fraksi n-Heksana Serta Fraksi Etil Asetat Herba Sawi Tanah (Adenostemma Lavenia (L.) Kuntze) Terhadap Beberapa Bakteri"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Sistematika tumbuhan

Tumbuhan sawi tanah (Adenostemma lavenia (L.) Kuntze) diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Asterales Famili : Compositae Genus : Adenostemma

Spesies : Adenostemma lavenia (L.) Kuntze (Torkelson, 1993). 2.1.2 Sinonim tumbuhan

Adenostemma viscosum Forst., Verbesina lavenia Linn. (Quattrocchi, 2012). 2.1.3 Nama daerah

Legetan warak (Jawa), rumput babi (Jakarta), bababian, jakut jarian, jotang leuweung (Sunda), jabun-jabun tana (Makasar), langa-langa (Bugis), daun muka sawit, sayur babi (Maluku), gofo roki (Ternate) (Wijayakusuma, 2008).

2.1.4 Nama asing

(2)

2.1.5 Morfologi tumbuhan

Tumbuhan sawi tanah merupakan herba yang tingginya sekitar 30-100 cm. Tanaman ini tumbuh di tempat yang terbuka dan lembab, di hutan belukar dan di semak-semak (Chen, et al., 2011). Batang lurus, keras dan kaku serta memiliki percabangan di bagian atas batang. Daun berwarna hijau, tipis, permukaannya gundul, tepi daun bergerigi, berbentuk bulat telur, panjang daun 4 cm - 12 cm dan lebar daun 2 cm - 5 cm, ujung daun runcing dan pangkal daun meruncing (Wiggins, 1971). Tangkai daun pendek dan memiliki tepi yang melebar (bersayap) dengan panjang sekitar 0,5 cm - 4 cm, daun tunggal dan berhadapan. Bunga majemuk tak berbatas (inflorescense), berbentuk cawan, dengan panjang 4 mm - 5 mm dan lebar 6 mm - 8 mm, dan berwarna putih. Buah kurung berkelenjar dan berwarna hitam kecoklatan pada saat matang dan berukuran 0,4 mm - 1 mm (Wiart, 2006).

2.1.6 Kandungan kimia

Tumbuhan sawi tanah mengandung glikosida (Agromedia, 2008), flavonoid, alkaloid, steroid/triterpenoid (Kusumawati, et al., 2003) dan minyak atsiri. Minyak atsiri pada sawi tanah terdiri dari 35 senyawa kimia dimana komponen utamanya yaitu cubebene (32,62%), caryophyllene (24,97%) and γ-elemen (5,53%). Senyawa monoterpen dan seskiterpen lainnya yaitu α-caryophyllene, α-chamigrene, bicyclo [4,3,0]-7-methylene-2,4,4-trimethyl-2-vinyl nonane, γ-terpinen, d-limonene,

α-pinene dan 2-carene (Yongli, et al., 2007). 2.1.7 Manfaat tumbuhan sawi tanah

(3)

mencegah kerontokan rambut (Agromedia, 2008). Akar sawi tanah dapat digunakan sebagai obat batuk, daunnya yang dihaluskan dapat menyembuhkan kulit yang terbakar sinar matahari (Heyne, 1987). Sawi tanah juga berkhasiat sebagai antiradang, peluruh kemih, penurun panas dan antiinflamasi (Wijayakusuma, 2008).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Dengan diketahui senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 1995). Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara dan pelarut yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Ditjen POM, 1979).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu:

a. Cara dingin

1. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada suhu kamar. Penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

(4)

antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/ penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1 - 5 kali bahan.

b. Cara panas

1. Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

3. Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Infudansi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90oC selama 15 menit.

5. Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90oC selama 30 menit.

2.3 Fraksinasi (Ekstraksi Cair-Cair)

(5)

Teknik pemisahan ekstraksi cair-cair ini biasanya dilakukan dengan menggunakan corong pisah. Kedua pelarut yang saling tidak bercampur tersebut dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian digojok dan didiamkan. Solut atau senyawa organik akan terdistribusi ke dalam fasenya masing-masing bergantung pada kelarutannya terhadap fase tersebut dan kemudian akan terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan atas dan lapisan bawah yang dapat dipisahkan dengan membuka kunci pipa corong pisah (Odugbemi, 2008).

Ekstrak dipartisi dengan menggunakan peningkatan polaritas pelarut seperti petroleum eter, n-heksana, kloroform, dietil eter, etilasetat dan etanol. Pemilihan pelarut pada ekstraksi umumnya bergantung pada sifat analitnya dimana pelarut dan analit harus memiliki sifat yang sama, contohnya analit yang sifat lipofilitasnya tinggi akan terekstraksi pada pelarut yang relatif nonpolar seperti n-heksana sedangkan analit yang semipolar terlarut pada pelarut yang semipolar seperti etilasetat atau diklorometana (Venn, 2008).

Kebanyakan aglikon terekstraksi pada fraksi non-polar seperti terpenoid dan steroid sedangkan flavonoid, glikosida, saponin dan gula ester ditemukan pada fraksi yang lebih polar dan fraksi air. Petroleum eter dan n-heksana juga dapat digunakan untuk menghilangkan lipid, wax dan senyawa lemak (Dey, 2012).

(6)

yang tidak aman digunakan karena berbagai alasan seperti dietil eter (mudah terbakar), toluen (memiliki titik didih yang tinggi), benzen (keamanan), dan pelarut klorida seperti diklorometana (berbahaya bagi lingkungan). Praktisnya, hanya ada beberapa pelarut saja yang biasa digunakan seperti n-heksana, metil tertier butil eter (MTBE) dan etilasetat (Venn, 2008).

2.4 Bakteri

2.4.1 Uraian umum

Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” dari bahasa Yunani yang berarti

tongkat atau batang, sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil (meskipun ada pengecualian), bekembangbiak dengan pembelahan diri serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Dwidjoseputro, 1978).

Bakteri merupakan organisme prokariot yang memiliki kromosom tunggal dan tidak memiliki nukleus. Struktur sel bakteri yang paling penting adalah dinding sel yang bersifat kaku dan berfungsi untuk mempertahankan bentuknya serta melindungi sel dari perubahan tekanan osmotik antara sel dengan lingkungannya (Irianto, 2007).

Pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh : 1. Zat makanan (nutrisi)

(7)

2. Keasaman dan kebasaan (pH)

Kebanyakan bakteri patogen mempunyai pH optimum pertumbuhan antara 7,2 – 7,6 (Staf Pengajar FK Universitas Indonesia, 1993).

3.Temperatur

Proses pertumbuhan bakteri tergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi kimia yang dipengaruhi oleh temperatur. Berdasarkan ini maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Bakteri psikofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 0 - 30oC, dengan temperatur optimum adalah 10 - 20 oC.

b. Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 5 - 60 oC, temperatur optimum adalah 25 - 40 oC.

c. Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur optimum adalah 55 - 65 oC (Pelczar, et al., 1988).

4. Oksigen

Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, bakteri terbagi atas:

a. Aerobik, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen dalam pertumbuhannya. b. Anaerobik, yaitu bakteri yang dapat tumbuh tanpa oksigen.

c. Anaerobik fakultatif, yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan oksigen ataupun tanpa oksigen.

d. Mikroaerofilik, yaitu bakteri yang dapat tumbuh baik dengan adanya sedikit oksigen (Staf Pengajar FK Universitas Indonesia, 1993).

5.Tekanan osmosa

(8)

6. Kelembapan

Secara umum bakteri tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada lingkungan yang lembap. Kebutuhan akan air tergantung dari jenis bakterinya (Pelczar, et al., 1988).

2.4.2 Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus termasuk dalam suku Micrococcaceae, merupakan bakteri gram positif, berbentuk bulat (kokus) dengan diameter sekitar 1 μm, tidak membentuk spora, katalase positif, oksidasi negatif dan dan termasuk anaerob fakultatif. Staphylococcus aureus adalah bakteri mesofil dengan suhu pertumbuhan optimum 37oC. Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan seperti hidung, mulut, tenggorokan dan dapat pula dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin (Supardi dan Sukamto, 1999).

Keracunan makanan oleh enterotoksin Staphylococcus aureus dapat menimbulkan berbagai gejala. Gejala-gejala tersebut yaitu meliputi muntah, diare, mual, kejang dan kram pada abdominal serta sakit kepala. Pemulihannya cepat, bekisar sampai dua hari (ICMSF, 1996).

Adapun sistematika dari bakteri Staphylococcus aureus yaitu: Divisi : Schizophyta

Kelas : Schizomycetes Ordo :Eubacteriales Suku : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus

(9)

2.4.3 Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli umumnya merupakan flora normal saluran pencernaan tubuh manusia dan hewan. Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang, tidak berkapsul, umumnya mempunyai fimbria dan bersifat motile. Sel Escherichia coli mempunyai ukuran panjang 2,0-6,0 μm dan lebar 1,1-1,5 μm, tersusun tunggal, berpasangan, dengan flagella peritikus (Supardi dan Sukamto, 1999).

Escherichia coli dapat memproduksi enterotoksin. Organ sasaran enterotoksin Escherichia coli adalah usus kecil dan hasilnya berupa diare sebagai akibat dari pengeluaran cairan dan elektrolit (Tim Mikrobiologi FK Brawijaya, 2003).

Adapun sistematika dari bakteri Escherichia coli adalah sebagai berikut: Divisi : Schizophyta

Kelas : Schizomycetes Ordo :Eubacteriales Suku : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli (Holt, et al., 1988). 2.4.3 Shigella dysenteriae

Bakteri yang berasal dari suku Enterobacteriaceae bersifat gram negatif dan berbentuk batang. Bakteri ini mesofil dengan suhu pertumbuhan yaitu diantara suhu 10-45oC dan sensitif terhadap panas seperti spesies lainnya. Tumbuh dengan baik pada pH 6-8, tetapi tidak tumbuh baik pada pH 4,0 (Adams and Moss, 1995).

(10)

gangguan pencernaan yang ditandai dengan peradangan usus terutama kolon disertai nyeri perut dan buang air besar yang mengandung lendir dan darah (Pelczar, et al., 1988).

Adapun sistematika dari bakteri Shigella dysenteriae adalah sebagai berikut: Divisi : Schizophyta

Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Suku : Enterobacteriaceae Genus : Shigella

Spesies : Shigella dysenteriae (Holt, et al., 1988).

2.5 Morfologi Bakteri

Berdasarkan morfologinya bakteri dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu bentuk basil, kokus dan spiral.

a. Bentuk basil

Basil adalah bakteri yang mempunyai bentuk batang atau silinder, membelah dalam satu bidang, berpasangan ataupun bentuk rantai pendek atau panjang.

Bakteri dengan bentuk basil dapat dibedakan atas:

1. Monobasil yaitu basil yang terlepas satu sama lain dengan kedua ujung tumpul. 2. Diplobasil yaitu basil yang bergandeng dua dan kedua ujungnya tumpul.

(11)

b. Bentuk kokus

Kokus adalah bakteri yang bentuknya seperti bola-bola kecil, ada yang hidup sendiri dan ada yang berpasang-pasangan.

Bentuk kokus ini dapat dibedakan atas: 1. Diplokokus yaitu kokus yang bergandeng dua. 2. Tetrakokus yaitu kokus yang mengelompok empat.

3. Stafilokokus yaitu kokus yang mengelompok dan membentuk anggur. 4. Streptokokus yaitu kokus yang bergandengan panjang menyerupai rantai. 5. Sarsina yaitu kokus yang mengelompok seperti kubus.

Contoh bakteri dengan bentuk kokus yaitu Staphylococcus aureus, Sarcina luten, Diplococcus pneumoniae, Streptococcus lactis (Volk dan Wheeler, 1989). c. Bentuk spiral

Bakteri bentuk siral dapat dibedakan atas: 1. Spiral yaitu menyerupai spiral atau lilitan.

2. Vibrio yaitu bentuk batang yang melengkung berupa koma.

3. Spirochaeta yaitu menyerupai bentuk spiral, bedanya dengan spiral dalam kemampuannya melenturkan dan melengkukkan tubuhnya sambil bergerak.

Adapun contoh bakteri-bakteri dengan bentuk spiral yaitu Vibrio cholerae, Spirochaeta palida (Volk dan Wheeler, 1989).

2.6 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme

Ada empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme, yaitu fase lag, fase log (fase esksponensial), fase stasioner dan fase kematian.

(12)

a. Fase lag

Fase lag merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan baru. Waktu penyesuaian ini umumnya berlangsung selama 2 jam. Kuman belum berkembang biak dalam fase ini, tetapi aktivitas metabolismenya sangat tinggi. Fase ini merupakan persiapan untuk fase berikutnya (Staf Pengajar FK Universitas Indonesia, 1993).

b. Fase log (fase esksponensial)

Fase ini merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan massa yang bertambah secara eksponensial. Hal yang dapat menghambat laju pertumbuhan adalah bila satu atau lebih nutrisi dalam kultur habis, sehingga hasil metabolisme yang bersifat racun akan tertimbun dan menghambat pertumbuhan (Pratiwi, 2008). c. Fase stationer

Fase ini kuman mulai ada yang mati dan pembelahan pun terhambat seiring dengan meningkatnya jumlah kuman, meningkat juga jumlah hasil metabolisme yang toksis. Pada suatu saat terjadi jumlah kuman yang hidup tetap sama (Staf Pengajar FK Universitas Indonesia, 1993).

d. Fase kematian

(13)

bakteri semakin panjang, terlihat bercabang, filamennya juga berubah sehingga sulit untuk diidentifikasi (Engelkirk, 2010).

2.7 Pengukuran Aktivitas Antibakteri

Penentuan kepekaan bakteri patogen terhadap agen antibakteri tertentu dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode pokok yaitu metode dilusi dan metode difusi.

a. Metode dilusi

Metode ini digunakan untuk mengukur kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM). Cara yang dilakukan yaitu dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada media yang telah ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimkroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008).

b. Metode difusi agar

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakterisasi simplisia, golongan senyawa dan aktivitas antibakteri ekstrak etanol, fraksi n -heksana dan fraksi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakterisasi simplisia, golongan senyawa dan aktivitas antibakteri ekstrak etanol, fraksi n-heksana dan fraksi

Berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh masyarakat tersebut, maka dilakukan penelitian uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol, fraksi n-heksana dan etilasetat herba

Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi etilasetat herba sawi tanah terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli serta Shigella dysenteriae. Hasil

1) Refluks, adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstandengan

1) Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu, dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya

1) Refluks, adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya

Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan